Part 43 : Anpanman
" Rasanya manis seperti roti kacang merah yang lembut saat digigit, pemuja coklat dan kue pasti menyukainya. Dia adalah pahlawan di lidah dan bagi yang kelaparan, tak ada kekuatan dan lemah tapi bagi sebagian orang dia pahlawan dalam dunia kuliner. "
.
(Author **** POV)
Belum juga matahari terbit dengan sepenuhnya akan tetapi sang nenek sudah membangunkan tubuh malas dan mengantuk itu dengan gebrakan yang kuat dari sang nenek. Yoongi jatuh tersungkur saat neneknya membangunkannya dengan cara sadis.
"YOONGI BANGUN, INI SUDAH PAGI DAN KAU BELUM BANGUN!" Sang nenek sudah memulai konsernya dan membuat Jungkook yang sedang mengaduk adonan sebelum subuh menjelang itu berhenti sejenak untuk mendengar apa yang terjadi.
Dia rasa bahwa sudah hampir satu Minggu sang kakak bangun terlambat disini. Sudah jadi rutinitas kalau sang nenek menginginkan cucunya rajin bangun tidur. Yoongi yang jatuh tersungkur di bawah langsung mengambil selimutnya dan dia menaruhnya sembarang lantaran sang nenek masih disana hanya untuk mengomelinya.
"Sekarang kau mandi dan sarapan lalu kau bantu nenek untuk mengambil gerabah karena kau pulang besok nenek akan memberimu tugas menjual gerabah buatan ku di pasar." Sang nenek mengacungkan tongkat saktinya yang tak pernah di lepaskan, sang cicit kesayangan langsung cengo seketika. Dia tak salah mendengar bahwa neneknya menginginkan dia bekerja keras.
"Huh?! Jualan aku jualan lagi, yang benar saja nek. Aku sudah melakukannya ketika awal datang kesini." Yoongi melakukan protes dia bahkan sedikit emosi karena mimpi indahnya digantungkan secara paksa.
Sang nenek menatap jengah namja di depannya dan dia menarik kuat telinga Yoongi, si korban meringis sakit minta ampun sementara neneknya mengomel dan menyalahkan kurang ajarnya Yoongi.
"Nenek aku ini pangeran, harusnya aku mendapatkan cuti dan berlibur disini. Bukannya menjadi penjual gerabah nenek." Dia hendak kembali tidur wajahnya masih mengantuk dan dia adalah juaranya tidur. Kasur empuk di bawahnya begitu menggiurkan dibandingkan gadis cantik manapun.
Sang nenek sedikit kesal dan memukul pantat cicitnya menggunakan tongkat yang dia bawa, Yoongi tentu saja kesakitan hingga berjengit. Dia bahkan hampir membentak jika dia tak ingat kalau ini neneknya yang galak. "Hei, jika kau pangeran aku ratunya dan kau harus membantuku. Kenapa kau kalah dengan adikmu yang bangun pagi sekali dan membuat kue untuk nenekmu, harusnya kau malu jika aku bandingkan kau dengan adikmu yang lebih muda darimu."
"Biarkan aku libur nek besok kan aku pulang, masa iya aku harus jualan di pasar. Iya jika laris kalau tidak?"
Yoongi ditimpuk ucapannya sungguh keterlaluan. "Kau meragukan kualitas pembuatan nenek? Dan lagi kemarin hanya Jungkook yang membantuku jualan kau malah pergi dan jajan entah kemana. Memangnya nenek tak tahu bagaimana nakalnya kau!" Sang nenek keras.
"Kenapa nenek sangat bangga dengan Jungkook?" Mendengar namanya saja membuat telinganya panas. Dia melihat di sisi bawah sana tak ada siapapun kecuali kasur kosong dan rapi. Yoongi paling benci jika dibandingkan dengan orang lain. Dia adalah dia, dan orang lain adalah orang lain! Kadang hal seperti itu membuat Yoongi kesal sendiri lantaran dia seperti direndahkan. Tapi bukankah dia seperti itu? Gengsinya melebihi kuadrat.
"Jika kau tidak mau aku bandingkan makanya jangan malas. Sekarang cepat mandi dan bereskan kamarmu, nenek ingin kau menjadi sukses seperti ayahmu karena sejak dulu dia sangat rajin." Dia memberikan perintah bagaikan seorang ratu yang tegas disana. Yoongi hanya bisa mengusap dadanya sabar dan melakukan tugasnya dengan tak ikhlas.
Malaikat mencatat kemalasan Yoongi segera.
Namja sipit itu meniup ke atas membuat poni yang sempat menutupi keningnya itu bergerak wajahnya sangat malas dan ia tujukan dengan sangat jelas. "Dasar, jika aku pulang aku akan tidur seharian." Dia menaruh bantal itu dengan bantingan lumayan keras dan bersungut, seperti anak kecil yang belum sarapan kue coklat manis.
Jungkook melihat mood sang kakak yang down dengan dia yang terkekeh. Kakaknya memang lucu.
.
Pasar tampak ramai dan Yoongi menaruh gerabah itu dengan wajahnya yang sebal dan tak enak dipandang. Dia merasa bahwa badannya remuk saat membawa hasil karya sang nenek. Cukup banyak pengunjung dan membuat dia harus bersaing dengan para pembuat gerabah lainnya juga, dia memperhatikan sekitar yang penuh dengan penjual gerabah.
"Yang benar saja bagaimana dagangan kita bisa laku keras jika banyak penjual seperti ini. Ini sama saja mencari keberuntungan di antara sejuta umat manusia." Dia mendesah lelah dan membuat sang nenek menatap sebal ke arahnya. "Kau ini belum memulai sudah mengeluh. Kau harusnya memasang wajah manis dan tampan mu sebagai senjata agar bisa menarik perhatian pengunjung. Kau mengeluh sama saja uang tidak akan jatuh di depan mu." Menjitak kepala cicitnya hingga dia mengaduh sakit.
"Nenek yang ini di taruh dimana?" Jungkook hampir selesai menata, jika dilihat menurut pandangan sang nenek cara kerja Jungkook lebih baik ketimbang kakaknya yang keras kepala. Dia tak menampilkan wajah amarah melainkan wajah ramah jika di depan namja bergigi kelinci itu. Sangat berbeda jauh dengan sifat sang nenek padanya, dilihatnya oleh Yoongi dengan bibir bergerak penuh dendam. Sepertinya dia mengucapkan mantra terkutuk yang tak akan pernah terjadi.
"Yoongi apa yang kau katakan." Sang nenek seperti siap untuk menjewer nya, dengan sigap Yoongi menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau menjadi korban jeweran sang kakak lagi. "Ti-tidak ada, isshh... Nenek kenapa suka sekali menuduhku." Yoongi membuang wajahnya dia mengatakan hal itu dengan gugup sekaligus takut kalau ketahuan kalau di habis berkata sedikit kasar.
Syukur jika sang nenek tak lagi melakukan niat jahatnya menarik telinga. Di sana Jungkook sedikit terbatuk menahan tawa karena menurutnya sangat lucu apalagi kakaknya yang tak ingin mengakui sesuatu yang bisa saja membuat mereka sedikit tertunda untuk menjual. Sekarang pukul setengah tujuh dan keduanya belajar melakukan transaksi pada beberapa orang yang lewat. Sementara nenek dia mencari belanjaan untuk makan malam, ini kesempatannya untuk bisa sedikit santai mencari bahan makanan.
"Aduh melihat wajah tampan kalian berdua aku yakin akan banyak gadis yang membeli gerabah ku, Yoongi... Kau harus senyum untuk menyambut para pelanggan." Ucapnya dengan mengingatkan, dibalas anggukan malas Yoongi yang tak ada semangatnya sama sekali. Berbeda sekali dengan Jungkook yang menjadi pedagang pintar dengan menarik beberapa orang untuk melihat hasil dagangnya, siapa tahu dengan begitu akan ada yang membelinya. Dia dapat pembeli satu orang dalam memulai harinya, Yoongi melihat itu semua dengan wajah mendecihnya.
"Dasar pamer, aku juga bisa mendapatkan pelanggan." Biasanya dia cuek akan tetapi dia malah merasa jika dia tak mau kalah dengan namja muda itu, dia bahkan berteriak sedikit keras untuk menarik beberapa orang disana. Meski suaranya sedikit menyakitkan telinganya lantaran terlalu berat dan kasar. "GERABAH HANG DONG SILAHKAN DIBELI, AYO DIBELI KARENA AKU JUALAN DISINI DAN AKU BUTUH UANG!!"
"DI BELI MUMPUNG MASIH HANGAT KALAU DINGIN JUGA GAK PAPA. AYO GERABAHNYA DI BELI, TOLONGLAH AKU BIAR AKU GAK RUGI!"
Yoongi nampak nge-gas disana, membuat Jungkook menjadi tidak fokus melakukan transaksi dengan pria di depannya. Bagaimana tidak semua orang mendengar teriakan Yoongi dan membuat banyak pasang mata melihat mereka. Ucapan Yoongi membawa dampak merugikan lantaran dia salah dalam menjajakannya.
"Yoongi hyung, jangan katakan hal itu." Jungkook menegur dia bahkan mengatakan dengan nada sedikit pelan karena tak mau di tuduh Yoongi membentaknya. "Kenapa kau larang aku huh! Memangnya kenapa kau urus bagian sana." Yoongi mengusir adiknya seperti seekor ayam. Dia juga mencoba berteriak lagi, berharap bahwa akan ada pembeli yang datang ke padanya.
"Sini ayo di beli ada banyak macam, kalau mau dipilih." Pucuk di cinta ulam pun tiba, rupanya dia kedatangan seorang wanita separuh baya yang melihat gerabah miliknya. Yoongi nampak semangat dan dia mengulum senyumnya. "Katanya banyak pilihan kok cuma sedikit macamnya." Dia memilah dan menyentuh beberapa bahan yang berasal dari tanah lihat.
"Ini banyak macam Bu, lihat saja ini warnanya banyak ada yang hitam, merah dan coklat." Yoongi mengatakannya dengan kebanggaan luar biasa meski hal itu dianggap aneh lantaran modal kemampuan promosinya masih rendah. "Bukan itu tapi aku mencari untuk benda hias kalau pakai aku banyak."
"Bagaimana kalau vas, ini sangat cantik kalau untuk bunga." Yoongi menunjukan salah satu gerabah bentuk vas bunga yang merupakan buatan tangan nya saat tiga hari yang lalu dia dipaksa membuat benda yang dia sempat tolak. Dengan merasa bangga karena pasti buatan tangannya laris keras.
"Gak ah, itu jelek. Aku mau cari yang buat tempat beras saja." Wanita itu mengatakannya dengan jujur, sedikit sakit saat Yoongi menerima kebenaran ini. Dia bahkan menatap sebal tapi dia hapus lantaran dia berhadapan dengan pembawa rupiah untuk nya. " Ya sudah anda pilih yang mana." Dia menunjukan begitu banyak gerabah yang bisa dipakai untuk tempat beras.
"Apakah ini kendi yang aku cari?" Wanita itu menunjuk ke salah satu benda yang berada di dekat kaki Yoongi, dengan cepat Yoongi mengangguk tanpa dia melihat sekali lagi benda apa yang tepat untuk pilihan konsumennya. "Tapi kok bentuknya besar?" Wanita itu merengut tak suka dia bahkan menempelkan jarinya di atas permukaan tanah yang kering dipanggang itu. Dia memperhatikan warna gosong yang tak rata dan membuat dia tak tertarik.
"Tidak, ini cocok untuk menyimpan beras." Dia mengangkatnya, sedikit berat karena dia juga tak menyangka. Menunjukkannya dengan senyum ramahnya, sembari dalam hatinya menahan kesal karena berjualan itu sangat merepotkan. "Aku cari untuk simpan beras, bukan simpan air." Dia mengatakannya sekali lagi dan mengabaikan tawaran Yoongi yang susah payah mengangkatnya. Dia merasa bahwa banyak pembeli yang memberi harapan palsu.
"Perasaan sama saja, ibu jadi beli gak sih?" Nadanya nampak tak terima membuat wanita tersebut menjadi kesal juga. "Dasar anak muda tak sopan sekali. Harusnya sabar aku sedang memilih, bagaimana sih!" Dia mengomel Yoongi dengan ketus, tak bisa dipungkiri jika disini raja dingin dan judes kalah jika berada disini.
"Sembarangan, aku ini seorang penyusun terpelajar dan pemimpin jangan mengatakan hal sembarangan, dasar kaum bawah!"
Yoongi seperti mengajak bentrok dengan wanita tadi, bahkan keduanya saling adu mulut. Membuat suasana menjadi tegang di tengah kepadatan yang ramai. Jungkook yang baru saja melayani pembeli langsung mendekat ke arah sang kakak dan mencoba mencairkan api amarah dari mereka berdua. Walau gagal karena keduanya seperti enggan untuk mengalah.
"Apa??!! Kau bicara apa? Beraninya kau, yaaakkk! Aku tidak peduli jika kau anak pejabat sekalipun. Aku tidak mau beli dasar tidak sopan."
"Ya, silahkan pergi aku tidak butuh pelanggan seperti anda. Dasar sombong, banyak bicara."
Jungkook menepuk jidatnya, dia merasa pusing karena sudah gagal mendamaikan suasana. Sang kakak tidak belajar banyak mengenai bahwa dia tidak boleh membuat pelanggan marah. Apalagi kecewa karena Jungkook takut kalau tadi adalah langganan sang nenek. "Hyung, kenapa kau mengusirnya harusnya kau layani dia dengan baik bukan begitu." Jungkook memberikan saran dia tak ingin satu kesalahan lagi terjadi dan membuat pelanggan setia kabur, akan kasihan bagi sang nenek jika esok gerabah nya tak laku karena ulah mereka.
Itu akan menjadi suatu hal yang bodoh untuk menghancurkan bisnis seseorang.
"Ibu itu mencari wadah beras, kau pilih yang ini Hyung karena bentuknya seperti lumbung kecil dan seperti guci yang ada penutupnya. Sementara tadi kau menunjukan kendi tanah, tentu saja ibu itu tidak akan memilih karena bukan cocoknya."
"......"
"Jika hyung bingung aku bisa membantu, lagi pula kita sama-sama belajar jadi jangan bingung. Nenek kan bilang supaya kita kerjasama."
Dia tak seperti mendengarkan dan malah terkesan cuek dengan ucapan Jungkook. Dia merasa bahwa dia tidak suka jika menjadi dihina hanya karena dia tegas dalam berjualan. Yoongi yakin bahwa masih ada banyak pembeli yang akan datang, dan membuat sang adik menghela nafasnya. Dia merasa bahwa gerabah miliknya tidak akan sampai habis jika seperti ini.
Sementara namja itu masih saja menjajakan dagangannya dengan cara yang sama.
Tak ada yang membeli dan Yoongi sangat keras kepala, terpaksa Jungkook turun tangan jika sang nenek tahu mungkin beliau akan menjewer kakaknya dengan sangat keras. "Hyung jangan lakukan seperti itu." Ingatnya dengan maksud baik.
"Diam kau! Kau urusi saja urusanmu."
"Bagaimana aku bisa tenang mengurusi urusanku kalau hyung ingin membuat nenek bangkrut."
Jungkook benar, apa yang dikatakan olehnya bukanlah sebuah kesalahan. Jungkook tak berharap begitu hanya saja sang kakak akan membuat apa yang dia katakan menjadi kenyataan. Sulit sekali untuk menasihati kakaknya lantaran dia sangat keras kepala. Sempat terjadi keributan hingga akhirnya dia memilih mengalah.
"Jangan ganggu aku oke, aku ingin hari ini segera berakhir dan aku bisa istirahat." Dia menunjuk wajah sang adik dengan tegas, beberapa orang memperhatikan dengan tatapan yang sulit di jelaskan. Kesan yang mereka lihat pada seorang Min Yoongi adalah orang yang kasar.
Sepertinya untuk membuat sang kakak mau mengerti dirinya dan membuat dia lebih sulit memanglah sulit. Tapi apakah dia ada kata untuk menyerah?
Apakah mungkin semua akan menjadi kacau?
.
Suara ban mobil berdecit saat suara rem di injak, mobil berwarna putih sedan itu terbuka pintunya. Keluar salah seorang wanita yang membenarkan tasnya. Dia Shi Hye, wanita yang pernah mampir kesini untuk menjemput seseorang. Dia melihat bangunan disana tidak berubah, banyak sekali anak-anak yang berlari dan bermain di halaman. Katanya disini adalah surga bagi anak-anak yang dibuang, dan sepertinya itu benar karena sang pemilik begitu menyayangi. Disini dia datang dengan sebuah janji yang dia minta, dia merasa bahwa disini Jungkook mendapatkan didikan yang sangat bagus tak jauh beda dengan sifatnya yang sangat cocok.
"Ibu Min, astaga aku tidak mengira kau datang secepat ini. Maafkan aku, aku kira anda datang pukul dua nanti."
Jang Myung Ho pemilik tempat ini, dia menyambut kedatangan nya. Dia memakai topi Pandora berbunga, melindunginya dari sinar matahari yang terik. Dia membawa sekop kecil dan sebuah sarung tangan yang dia lepas. Keramahan sang pemilik membuat wanita cantik itu mengulas senyumnya.
"Ayo masuk, ada teh hangat yang pasti kau suka. Kau tahu cuaca hari ini sangat dingin." Menyambutnya dengan hangat dan mempersilahkannya masuk. Kedua orang itu nampak akrab sekali. "Eh bukankah ibu itu yang pernah membawa Jungkook oppa?" Dia menunjuknya dengan wajah polos. Dilihatnya oleh beberapa temannya saat mereka bermain lompat tali, salah seorang bocah mungil dengan kostum kuda nil nya menoleh, "Ah iya itu ibu yang merawat Jungkook Hyung, katanya dia yang menjadi eomma baru hyung, dan hyung sangat sayang padanya." Mengatakan hal itu dengan nada yang heboh dan dia juga terlihat imut dengan pipi gembul miliknya.
"Apakah Kook hyung betah? Kenapa dia tak kesini lama sekali apa dia tidak merindukan kita?" Hani itu namanya, dia menundukkan kepalanya sedih dan membuat temannya yang selalu bermain dengannya menepuk pundaknya layaknya seseorang yang memberikan semangat. Itu nampak sangat menggemaskan, mungkin saja akan ada banyak orang tua yang mengadopsi mereka.
"Hei mungkin saja hyung sibuk, dia kan punya kehidupan baru seperti sekolah." Bocah kecil itu membenarkan poninya, dia tersenyum dengan giginya yang ompong. Sementara satunya lagi memakan coklat hingga belepotan, "kalau begitu dia akan datang kesini kan saat aku ulang tahun." Hani berharap jika dia bisa merayakan ulang tahun sama seperti sebelumnya. "Ya, tentu saja bisa aku akan mengundang hyung untukmu."
"Jangan berjanji aku tidak mau kalau di tipu, mama bilang kalau kita tidak menepati janji kita akan dianggap pembohong." Dia mengucek mata kanannya, merasa gatal karena sebuah debu masuk dalam netra nya. Sedikit merah disana dan dia tidak menyadarinya.
"Kau kira Jungkook hyung, akan membohongi mu dia akan datang, dia pasti juga ingat tanggal lahir mu, hanya dia yang selalu membuat kue untukmu jadi kau jangan khawatir. Kalau kau ragu sama saja kau jahat sama hyung." Dia menggerakkan tangannya, menyampaikan segala ekspresi yang dia miliki. Mengatakan apa yang memang harus dikatakan. Membuat gadis cilik itu terdiam sebentar dan berfikir. Ada benarnya...
"Ah kalau begitu aku tidak akan ragu sama oppa, aku harap dia membawaku kado yang besar." Gadis cantik nan centil itu melompat sebentar, kedua tangannya bergerak ke atas dan ikatan rambut nya bergoyang hingga mengenai wajah. Dia mengeluarkan banyak keringat karena ini adalah usia aktifnya.
Mereka tak habis juga membahas keadaan kakak kesayangan mereka, Jungkook bagaikan panutan bagi semua anak di panti ini setelah Myungsoo tiada. Mereka anak kecil yang polos dan lugu, tak memiliki orang tua tapi memiliki keluraga yang mereka dapatkan dari Tuhan. Ikatan mereka sangat kuat disini, dan didikan seseorang yang mengabdi begitu lamanya pantas diacungi jempol. Mama, entah jika dia tiada akan jadi apa nasib panti disini. Yang jelas, disini lah Jungkook tumbuh dan besar di saat kedua orang tuanya membuang tepat di depan pintu rumah di tengah badai dan menangis keras karena kehilangan pelukan hangat sang ibu.
,
"Apa yang membuatmu untuk datang kesini. Apakah ada sesuatu?" Jang Myung ho memberikan secangkir teh di depan tamunya. Aroma teh hijau begitu menguat masuk dalam hidung wanita ini. Dia sangat senang dengan teh hijau dan begitu menyenangkan bisa sama dan satu selera dengan wanita yang hebat di depannya ini.
"Ya aku hanya datang karena aku ingin menanyakan sesuatu soal Jungkook." Tak ingin basa-basi dia pada akhirnya membicarakan pada satu topik.
"Apakah dia membuat masalah dengan anda nyonya Min." Takut jika anak asuh yang menjadi kesayangannya dan sudah dia anggap menjadi anak terluka atau melakukan kesalahan membuat dia menjadi cemas. Tentu saja Shi Hye yang sangat peka langsung menenangkannya. Dia tak ingin membuat kesalahpahaman disini.
"Ah tidak, Jungkook anak yang baik bahkan dia menjadi putra kesayangannya ku juga. Dia sangat menurut dan bisa diandalkan. Hanya saja saya ingin bertanya mengenai asal-usul Jungkook." Dia mengatakannya dengan mantap seolah dia ingin satu informasi penting. Ini bukan suatu alasan yang pasti akan tetapi setidaknya dia tahu darimana Jungkook berasal meski dia sedikit tidak sopan.
Apa yang membuat wanita cantik ini seakan mengorek masa lalu sang anak? Hanya saja dia tak akan melakukan hal itu untuk kejahatan. Ada alasan lain yang begitu membuat dia menjadi sedikit penasaran. Semakin lama dia penasaran dan menyadari kejelasan yang nyata membuat dia ingin tahu lebih banyak.
"Kenapa anda ingin tahu? Maksutku, apakah anda tidak nyaman dengannya?"
"Bukan, aku hanya ingin menjadi ibu yang baik untuknya. Lebih baik dari orang tuanya dulu yang meninggalkannya, karena aku sering sekali melihat Jungkook gelisah, aku pikir aku bisa tahu apa yang menjadi masalah Jungkook dan beban apa yang membuat dia jatuh sakit. Karena sungguh aku sudah menyayanginya sangat. Lalu, jika berkenan aku ingin tahu tentang putraku."
Sang mama terdiam sebentar, dia bukan satu-satunya orang yang menanyakan asal usul anak asuhnya. Memang wajar saja jika para orang tua menanyakan dimana anak asuhnya di temukan atau di bawa tolong. Ada sedikit takut juga jika informasi yang dia berikan akan disalahgunakan. Hanya saja dia juga percaya bahwa wanita di depannya ini sangat dapat diandalkan. Terlebih mendengar Jungkook bisa disekolahkan membuat dia senang. Tak ada salahnya jika dia menceritakannya...
Myung ho menghembus nafas pelannya, dia menetralkan segala oksigen yang masuk dalam parunya. Dia akan mengatakan hal ini secara detail dan menatap sekali lagi kejujuran wanita disana, dia aman.
"Baiklah aku akan menceritakannya, sebenarnya tapi berjanjilah jaga Jungkook karena dia juga anak asuh kesayanganku. Jungkook.... Dia sebenarnya-"
Sebuah kisah...
.
Jungkook membuka bekal makanannya yang dia bungkus dalam sekotak penuh berbahan plastik. Dia membawanya saat waktu istirahat tiba, ini sudah siang dan hasil penjualan yang mereka dapatkan lumayan. Kebetulan nenek Hang sedang pulang untuk memantau anak buah mereka disana. Yoongi yang berteduh di bawah pohon dengan dirinya yang tak menggubris apa yang dilakukan sang adik hanya bisa mengelupas badannya yang penuh peluh keringat.
Matahari sangat terik dan perut semakin keroncongan, akan tetapi Yoongi selalu menolak tawaran Jungkook untuk mengambil roti kacang merah yang dia buat sejak subuh tadi. Dia rasa sang kakak hanya terlalu malu untuk mencicipi makanannya.
"Yoongi Hyung..." Jungkook menyodorkan roti itu beserta wadahnya, dia ingin sang kakak mengambilnya. "Aku tidak mau." Yoongi memilih membaringkan santai punggungnya pada sebuah pohon, meskipun bau makanan itu enak walau dingin akan tetapi jika itu masakan Jungkook dia tak akan Sudi. Meski perutnya berbunyi keroncongan sekalipun. "Ini tidak ada racun." Dia menyodorkannya sekali lagi.
".... " Yoongi diam sembari menatap makanan itu dengan tatapan beda. Dia ingin tapi gengsi.
"Aku sebenarnya mengandalkan mu untuk menjadi tukang icip, hanya saja
kau seperti tak mau melakukannya. Aku tak ingin memaksamu, tapi aku tinggalkan roti itu untukmu makanlah roti kacang merah itu. Kau pasti suka, itupun kalau kau mau."
"Apa gunanya kau melakukan itu, hal yang tak penting. Makananmu kalah dengan koki bintang lima." Dia mengatakannya dengan sangat acuh, Yoongi bahkan enggan menatap wajah adiknya. Dia sendiri sedikit mencibir.
"Ya siapa tahu kalau kau mau. Aku pun tak tahu bagaimana selera makananmu, hanya saja kau tak pernah membiarkanku mempunyai peluang untuk hal itu." Entah sejak kapan pembicaraan mereka menjadi topik yang santai. Jungkook kini berada di sisi kanan di mana ada seorang pengemis wanita dengan anaknya, dengan tangan yang membawa sebungkus makanan bekal yang dia bawa. Jungkook melakukan kebaikan nyata di depan sang kakak. Dimana disana Yoongi seperti menjadi seorang saksi.
"Bi, makanlah ini dan kau anak manis jangan sampai tersedak ya. Maaf jika makanannya tidak mewah tapi aku membuatnya sendiri dan ini aman." Itu suara Jungkook, dia memberikan satu plastik makanan yang dia bawa dan sengaja dimasukan untuk kedua orang gelandangan yang kelaparan. Lusuh dan kotor itu adalah hal yang sangat memprihatinkan, meskipun tidak banyak membantu setidaknya anak muda itu patut melakukannya. Karena tak ada batasan menolong sesama bukan?
Dia yang rendah hati dengan segala tingkahnya mengulas senyum ke arah tunawisma tersebut dan mengusap rambut anak kecil yang mengatakan 'terimakasih' dengan manisnya. Memakan roti itu dengan lahap dan Jungkook yang segera memberikan dua botol air mineral yang dia siapkan banyak. Dia merelakan jatahnya untuk mereka berdua.
Dimata Yoongi apa yang dilakukan oleh dia sama seperti yang dilakukan olehnya. Seseorang yang menjadi alasan dia bersikap masa bodoh dan sering dipandang sebagai diktator dia bahkan seakan menepis semua itu dengan jelas, namun semua itu gagal karena pandangan yang sudah terlanjur banyak. "Kau tak tahu tentangku dan aku tak ingin kau mencari tahu. Kau bahkan bukan Jimin."
Ada senyum maklum disana, untuk berteman dengan egoisme sang kakak memang membutuhkan banyak waktu. "Tapi suatu hari nanti kita akan lebih dekat, kau tahu aku pun mempunyai pandangan itu." Dia membersihkan tangannya menggunakan tisu basah. Jungkook meletakan roti di atas tisu dan menaruhnya di depan sang kakak, dia mencoba mempersembahkan hasil karyanya pada kakaknya yang keras kepala melebihi raja masa lampau. Penggambaran yang begitu dramatis.
Mendengar hal itu sama halnya sebuah lelucon, Yoongi menyunggingkan senyum remeh nya.
"Pandanganmu itu buta."
Benar juga, bahkan Jungkook akui kalau pandangannya masih kelabu. Bukan hal yang mudah memang jika dan segala kemungkinan itu akan menjadi nyata. Jungkook tak akan mau hal seperti itu terjadi karena akan menjadi menyulitkan. Tapi dia juga tak mau menyalahkan takdir sepihak.
"Tapi aku jamin suatu hari nanti kau akan membuat pandanganku dengan jelas bukan? Dan kau akan melihatku sebagai Jungkook." Dia tersenyum, menampilkan cengiran manisnya. Yoongi melihat hal itu sebagai bumbu nista dia untuk memperdayainya. Negative sekali pemikirannya.
Tapi sayang, perutnya yang lapar tidak bisa menolak godaan manis itu. Dia menyerah dengan kelezatan dan manisnya kacang merah yang mengepal dan menjadi satu. Satu kunyahan mampu membuat Yoongi ingin tahu, dua kunyahan membuat Yoongi ketagihan. Saat menelannya rasanya sangat puas dan lidahnya begitu menjadi satu dalam paduan makanan yang dia rasakan. Apakah ini buatan rumah yang memiliki kualitas tinggi?
Sesaat Yoongi ingat dengan film pahlawan animasi dari Amerika.
Anpanman.
Bagaimana menurut kalian?
...........
TBC...
Aku datang membawa chapter baru, apakah kalian sangat menikmati bagian ini? Maafkan aku jika kurang panjang tapi jariku agak letih. Jadi mohon pengertiannya ya.
Oh ya bagaimana dengan chapter ini? Apakah menurut kalian bagian ini aneh? Jangan lupa dukungannya kawan dan terima kasih untuk semangat kalian yang selalu menemaniku.
Aku sayang kalian....
Gomawo and saranghae...
#ell
06/07/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro