Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 41 : Awake

" Mencoba bangun dari sebuah istirahat panjang, dari rasa diam dan juga bangun dari masa lalu. Tuhan seakan memberikan pintu agar terbuka, kesempatan atau mengajak untuk pulang?"

.

(Author **** POV)

"Taehyung membolos?"

Seseorang datang saat pihak sekolah menghubunginya, dia yang sebagai wali mau tidak mau berangkat ke sekolah dimana dia pernah menjadi angkatan disana. Kemungkinan besar dia akan bertemu dengan gurunya disana.

Dia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya sebentar untuk menyusul sang adik, dia cukup khawatir dengan sikap Taehyung yang nampak tak baik.

Ada pertanyaan terbesit dalam otaknya saat dia mendengar bahwa Taehyung melakukan pelanggaran. Jika orang tuanya tahu akan jadi apa? Sementara dia sudah janji untuk memperhatikan adik sepupunya yang nakal itu. Ya... Meski pun dia juga sibuk kerja.

"Kau wali Kim Taehyung 8A?" guru wanita yang terikat rambutnya. Menatap begitu tegas ke arah salah satu wali muridnya, mungkin untuk menunjukan sisi tata tertib sekolah.

"Ya saya kakak nya, apa... Adikku dalam masalah besar?" Dia melihat Taehyung disana, duduk dengan diam dan menundukkan kepalanya. Akan tetapi dia nampak lebam dengan wajah yang bengkak. "Kau bisa ikut saya, karena adik mu membuat banyak keonaran dan masalah." Dia mengajak namja tampan itu untuk ikut dengannya, dan Seokjin? Dia memperhatikan Taehyung dengan tatapan yang membuat Taehyung menelan ludah kesusahan.

"Terimakasih karena anda sudah datang dan menghadiri panggilan pihak sekolah. Kau sudah tahu bukan bagaimana tata tertib di sekolah ini karena kau juga lulusan dari sini, Kim Seokjin." Sang guru menatap tanpa ramah, dia melakukan sidang. Taehyung juga terkejut karena sang kakak bersekolah disini dulu dan juga para guru sepertinya masih hafal, akan tetapi namja tampan yang baru saja di panggil namanya terdiam dengan melirik Taehyung galak.

"Sama-sama ini karena saya sudah menjadi tanggung jawab murid anda ibu Choi." Dia mengangguk hormat, dan memperhatikan wajah Taehyung yang lebam dan membiru di sudut bibirnya, dia akan memarahinya detik ini juga. "Kau bisa lihat bagaimana keadaan adikmu, dia membolos dan melakukan baku hantam dengan pak Jo, dimana dia malah mengatai gurunya dengan kata buruk dan sempat mengancamnya. Menurutmu sekolah akan membiarkan hal seperti ini?"

Seokjin tak akan menduga jika akan jadi begini akhirnya, dia mengira bahwa Taehyung hanya anak pemalas yang tak suka mencari keonaran. Akan tetapi ini melebihi batas kesopanan, lalu... Apa yang akan dia katakan pada orang tuanya jika Taehyung sampai di keluarkan di sekolah. Untuk masuk disini saja harus berusaha hingga mendapatkan nilai bagus, dan sebagian murid rela belajar seminggu penuh.

Lalu, seakan dengan mudahnya Taehyung membuat itu semua dengan kelakuannya yang kurang ajar.

Dia mendengar hal itu semua langsung terdiam, menatap sedikit nyalang. "Kenapa kau melakukannya Tae." Dia masih bisa bersabar dengan mengontrol nafasnya, dia ingin mendengar kan penjelasan langsung dari sang adik kecuali jika dia membantah mungkin akan lain ceritanya. "Jangan ikut campur." Celetuk nya dengan sebal.

Sang guru yang ada disana menggelengkan kepala dengan menunjukan wajah masamnya, dia juga turut andil lantaran dia adalah wali kelasnya. "Kim Taehyung aku mengundang wali mu agar kau bisa menyadari apa kesalahanmu, kau tidak ingin diatur dan kau membuat pak Jo babak belur. Jangan salah kan aku kalau keputusan kepala sekolah menjatuhkan mu. Aku minta padamu untuk meminta maaf pada semua agar aku dan pihak sekolah bisa memberimu toleransi." Guru Choi mengatakan hal itu dengan jelas, Seokjin semakin melirik tajam ke arah adiknya yang nyatanya malah tersenyum seperti meremehkan.

Seakan enggan disalahkan dengan menuruti hasrat emosinya Taehyung justru tertawa, dengan kepala yang tertunduk. Dia bahkan menyeka air matanya yang sempat jatuh, tak ingin ada orang lain melihatnya. Namun, nyatanya ada yang menyadari bahwa dia habis menjatuhkan cairan bening itu. Menangis, apa yang terjadi padamu? Seokjin merasa bahwa ada yang menekan adiknya atau sesuatu yang tak bisa dikatakan Taehyung secara gamblang padanya. Bukan suatu hal yang mudah jika harus membujuk Taehyung sekarang.

"Kenapa kau tertawa, apakah ada yang lucu. Kau menganggap sidang ini lucu? Apa yang membuatmu bertindak demikian, apakah kau ini tidak dididik?! Seharusnya kau menyesali perbuatan mu dan bukan tertawa seolah ini lucu. Apa ini yang diajarkan orang tuamu!" Saking kesalnya membuat guru dengan peringai galak itu menggebrak mejanya dan menimbulkan bunyi sentakan yang keras. Kantor menjadi sunyi dan beberapa orang disana mengalihkan perhatian mereka ke arah dimana Taehyung duduk. Tak terkecuali dengan salah satu siswa yang mengumpulkan buku di salah satu meja gurunya.

Taehyung terdiam dia merasa bahwa sang guru berani membawa personal dirinya, Seokjin juga tak terlalu suka dengan ucapan wali kelas Taehyung yang sengaja membawa nama bibi dan pamannya. Akan tetapi dia tak punya kuasa apalagi Taehyung juga terlibat dalam masalah ini. Dia hanya berharap ada jalan keluar setelah dia bisa meminta keringanan untuk hukuman sang adik.

"Kau baru saja mencontek dan memanipulasi jawaban, lalu setelah ketahuan kau menghajar gurumu. Kau ini anak penerus bangsa! Apa jadinya dirimu huh! Apa yang membuatmu berfikir kotor dan dimana otakmu yang selalu kau bawa ke sekolah! Aku berkata kasar karena kau sudah menyumbangkan namamu dalam pelanggaran sekolah, mengerti!"

Serasa di kuliti, mungkin beberapa siswa akan menganggap demikian akan tetapi, rasa kesal Taehyung atas suatu yang bernama ketidakadilan semakin besar. Hingga dia meremat tangannya dan mengumpat dalam hati, entah kenapa dia merasa tangan Seokjin menenangkan tangannya yang berada di atas paha. Dia melihat sang kakak yang mengisyaratkan padanya untuk tetap tenang.

"Bu Choi pernahkah anda berfikir bahwa sebenarnya saya tidak salah? Bukti dari mana jika saya buat kesalahan, sementara aku yang sudah bekerja keras belajar hanya mendapatkan nilai rendah hanya karena pak Jo ingin saya ranking di bawah sepuluh besar. Dia menyalahkan saya karena mencontek padahal saya tidak seperti itu." Kedua mata itu membulat, Taehyung seakan tak terima dengan tuduhan wali kelasnya.

"Sikapmu yang kurang ajar membuat hampir seluruh pihak sekolah ragu akan prestasimu. Pernahkah kau mendapatkan nilai bagus atau rank satu? Sementara kau sudah banyak pelanggaran seperti terlambat dan sering absen dalam pelajaran olahraga." Dia menegur siswa di depannya dengan membanting keras buku catatan pelanggaran yang di buat oleh pengawas. Terdapat nama Taehyung di atasnya, hingga manik mata Seokjin tahu bahwa adiknya tak seburuk itu.

"Aku memukul guru Jo karena dia sudah tidak adil padaku dan beberapa temanku. Kami merasa tidak adil dengan sikapnya yang memanipulasi nilai kami. Dia membuat keputusan sepihak dengan menuruti para orang tua yang sengaja membayarnya agar nilai anak mereka naik. Apa kah anda pikir ini adil! Sementara kami harus belajar setengah mati." Dia bangun dari duduknya, menggebrak meja dan menatap tajam ke arah wanita di depannya. Dia mengutarakan apresiasi yang menjadi haknya melupakan Seokjin yang terkejut mendengar pengakuan adiknya.

Sadar bahwa tindakan muridnya sangat kurang ajar membuat wanita itu menamparnya, memberi dia pelajaran agar lebih sopan. Dia bahkan memaki Taehyung dengan sebutan anak sialan. Bukan kata yang pantas untuk diucapkan bagi seorang guru yang tengah di uji kesabarannya. Sementara di dalam kantor sana beberapa guru meminta dia untuk tetap tenang. "Jangan menghalangiku, dia anak yang tidak sopan dan justru berbohong. Kau! Pergi ke ruangan kepala sekolah, aku minta kau di skors selama satu Minggu! Karena kau sudah bertindak di luar batas Taehyung!"

Suasana keributan semakin menjadi saat Taehyung seperti ingin menyerang gurunya lagi. Ya dia melihat pak Jo yang datang di belakangnya dan langsung membogem kepalanya. Wajar jika Seokjin sedikit kesal dan wajar jika dia juga ingin menyerang jika saja dia tak ingat akan pesan mendiang ibunya untuk tidak menggunakan kekerasan. Yang benar saja? Dia melihat kepala adiknya Kim Taehyung yang hampir membentur meja lantaran kekerasan yang dilakukan guru tersebut. Dia juga menyesal tidak bisa melindungi sang adik tepat waktu.

Taehyung merasa dibuat kesal hingga dia berusaha membalas perbuatannya. Pak Jo juga mengambil ancang-ancang dan mentempeleng kepala Taehyung seperti seorang penjahat. "Kau anak bajingan, sialan! Kau memukul gurumu kurang ajar! Sialan!" Dia mendorong tubuh muridnya dan tak mengindahkan ucapan teman gurunya untuk sekedar tak memulai permasalahan. "Apa mau anda hah! Anda sudah jahat, aku tidak salah dan anda menuduh ku!" Dengan kasar tangannya mendorong tamparan sang guru dan menatap bahwa dirinya menantang karena tak terima tuduhan.

"KEMARI KAU ANAK SIALAN AKU AKAN MENGHAJAR MU!"

"GURU MACAM APA KAU YANG TEGA MELAKUKAN KEBOHONGAN! ANDA SUDAH MEMBUAT KAMI KECEWA, KEMBALIKAN NILAI KU!"

Baku hantam tak terelakan lagi dan keduanya semakin tersulut bahkan para guru juga Seokjin sendiri berusaha untuk memisahkan keduanya, gerakan tangan yang berusaha mengenai wajah satu sama lain dan gerakan menendang yang tak sampai karena tubuh di tahan mereka. Taehyung yang masih murka dengan sikap gurunya berteriak dengan keras memancing suara hingga rasa penasaran para murid yang lewat karena waktu istirahat. Kantor semakin ramai dengan aura panas dari dua belah pihak yang tak ingin kalah dan seakan ingin membunuh satu sama lain. Hingga pada akhirnya saat pak Jo meloloskan tinjuan yang keras, ada jatuh ambruk di depannya dan membuat suasana menjadi canggung serta diam.

"Jin hyung!!"

Tubuh itu terpental hingga menubruk salah satu kursi, tinjuan yang mengenai tepat di pipinya dan membuat keningnya terbentur mengenai lantai. Taehyung yang kalang kabut mengetahui sang kakak ambruk karena ulah guru yang dia anggap sinting. Dia bahkan tak peduli dengan tinjunan guru yang baru dia dapat, tak mungkin dia bisa mengelak saat dirinya berusaha mendekat ke arah sang kakak yang terbaring nyeri.

"Hentikan, aku mohon hentikan. Jangan-" Seokjin merasa pening hingga dia sedikit limbung ketika bangun. Bahkan dia sendiri yang memeluk sang adik sekedar menahannya untuk tak menyerang. Semakin kacau lantaran para murid malah melihat keributan itu dari jendela. Hingga salah satu guru meneriaki mereka untuk bubar.

Suasana kisruh mulai terkendali meski penasaran bagi beberapa pihak masih merebak.

Taehyung pada akhirnya mengalah, dia merangkul tubuh sang kakak dan menatap tajam ke seseorang yang sudah membuat dia harus melakukan pelanggaran. Dia merasa bahwa apa yang dia lakukan benar, dia sudah muak dengan ketidakadilan pendidikan yang dia rasakan. Seokjin mengernyit sakit pada pipinya yang sedikit lecet tepat di sudut bibirnya. Meski dia tahu bahwa apa yang dirasakan Taehyung jauh lebih sakit.

"Taehyung ikut aku di kantor kepala, dan ajak wali mu. Kita tidak ingin ada keributan lebih parah lagi." Guru wali tersebut tak ingin membuat masalah semakin besar, dengan membantu juga Seokjin dengan cara merangkulnya di sisi kanan. Taehyung mengangguk menurut meski dia sebenarnya tidak mau. Nasi sudah jadi bubur, dia tak bisa menolak apa yang akan dia dapatkan dari perbuatannya. Dia juga sadar bahwa dia salah karena memukul. Meski kenyataannya dia hanya ingin hak pendidikannya menjadi lebih benar di proses.

Siapa yang akan melawan manusia dewasa dengan jabatannya? Sedangkan kaum muda sengaja di buat bungkam, bukan berarti mereka takut akan tetapi mereka tak punya kesempatan dalam menunjukkan aspirasi. Sama halnya dengan Taehyung yang tak mendapatkan kesempatan mengenai kecurangan yang dia terima. Nyatanya, dia seperti sudah siap untuk mendapatkan hukuman.

Menatap ke depan tanpa ekspresi dan tanpa ada sikap bahwa dia sedang ingin mengatakan hal yang membebaninya. Sadar bahwa sang adik terdiam seperti patung membuat Seokjin bungkam juga.

Sepertinya Taehyung bukan sekedar pembuat onar karena dia sudah menjadi korban.

Jauh di titik sana Seokjin justru percaya bahwa adiknya tidaklah seburuk itu. Taehyung hanya namja santai yang berusaha menikmati hdiup dengan cara simpel dan juga manja. Entah kenapa dia sedikit tidak setuju dengan ketentuan pihak sekolah yang memberikan hukuman tanpa mendengar masalah tanpa keseluruhan di tambah lagi dia juga bingung, dari mana Taehyung tahu masalah sebesar ini?

.

Jungkook tak tahu kenapa dia merasa sakit tepat di dada saat dia berlari hingga berhenti di sebuah pohon. Dia memegang dadanya yang nyeri, ah... Dia merasa bahwa dia terlalu lelah dan banyak melakukan gerakan tanpa beristirahat hingga hal seperti ini terjadi lagi.

"Aigu, kenapa perasaanku tidak enak seperti ini." Dia bergumam dengan memanjatkan doa dalam hatinya, agar hal buruk tak menimpanya juga keluarganya. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa mendapat firasat yang tidak mengenakan hingga dia ingat tentang sahabatnya Taehyung yang berada di sana. "Ah, pasti ini perasaanku saja." Menepis segala pemikiran buruk di kepalanya, Jungkook tak ingin ada setan yang membisik nya sesat dan malah membuat dia lupa dengan tujuan awal. Tentu saja menghibur Yoongi sang kakak.

Jungkook melihat Yoongi yang duduk dengan menenggelamkan wajahnya di lutut. Seperti saat dia menangis beberapa waktu yang lalu, tak sengaja menemukannya terpuruk di dalam kamar ketika hujan badai tepat pemadaman listrik yang mendadak. Dia menemukan Yoongi yang kacau dan menangis merindu kan sang adik, mungkin saja nama Jimin membawa pengaruh besar bagi suasana hati sang kakak. Hingga dia tak menunjukan sisi yang paling mengerikan miliknya dan membuat Jungkook merasa iba kembali.

Dia memilih duduk disampingnya, dia mencoba untuk akrab dengan egoisme sang kakak dan mencoba masuk dalam dunia emosinya agar sang kakak tidak merasa bahwa dia sendirian. Masih ada orang sepertinya yang percaya bahwa dia pasti akan dibutuhkan disaat tiba.

"Hyung, kau tak apa?" Menepuk punggung sang kakak dengan lembut, memberikan ketenangan agar dia tak merasa lebih menyesakan lagi. Isakan tangis dengan beberapa kata maaf terucap dan untuk kedua kalinya Jungkook melihat sang kakak begitu ambruk karena takdir Tuhan yang menunjukan detik Kematian seseorang. Di dalam otaknya, di setiap jengkal detak jantungnya dan di setiap waktu saat dia berusaha mematikan seluruh pondasi kenangan yang sempat dia mau. Untuk menjadi dirinya lebih baik, akan tetapi kenangan lama itu sulit hilang lalu dipaksa oleh sang ibu untuk menggantikannya dengan kenangan yang baru.

Jungkook berada tepat di bayangan Yoongi yang meringkuk, dia memikirkan segala cara agar sang kakak menjadi lebih baik. Jatuh terpuruk seperti ini bukanlah kakaknya yang dia kenal. Justru yang ada alasan bagaimana Yoongi perlu menang dari masa lalunya. Ibunya bilang bahwa Yoongi berubah saat kematian adik dan ayahnya, menjadi manusia yang tidak menyenangkan dan kasar. Tidak seperti dulu yang katanya realistis tapi peduli.

Seakan itu jauh dari kesan pertama Jungkook saat dia melihat sang kakak dan menyapanya pertama kali. Yoongi tak sadar jika sang adik di sisinya, dia meringkuk lebih rendah dari keikhlasannya melepaskan sang adik di sisi Tuhan. Sudah berapa tahun dia tak ingin melupakan Jimin, sementara Jimin pasti sudah tenang di sisi Tuhan. Akan tetapi Yoongi tetap saja menganggap ini semua salah takdir yang mencoba menghancurkan hatinya dengan cara sadis. Mungkin lebih menyakitkan dari apapun yang nyatanya mati tak bisa dihindarkan oleh siapapun.

"Tuhan akan memandang jenuh hambanya yang keras kepala. Sama seperti hyung yang jenuh melihatku karena aku banyak membuat kesalahan."

Yoongi mendengar seseorang mengatakan tepat di sampingnya, dia menoleh ke kanan dan mendapati adik angkatnya yang sedang menekuk kakinya dan melihat cantiknya langit yang biru dengan jutaan benda kapas di langit. Biasanya dia akan mengatakan hal ketus yang menyakitkan, justru dia malah diam dan tak menjawab. Membuat Jungkook mengedipkan beberapa kali kelopak matanya lantaran bingung dengan sikap sang kakak yang seperti berubah. Hanya saja Yoongi tak menunjukan wajah ramah tamah, masih sama wajah muak yang akan selalu enggan melihat Jungkook.

"Untuk apa kau kesini, aku tak meminta mu untuk duduk disampingku!" Yoongi menggeser kan tubuhnya seperti dia mengambil jarak sejauh satu meter. Jungkook yang sepertinya tak ingin menjauh justru berdiri dan berjongkok kemudian mengambil sisi kiri sang kakak dan menatap cantiknya bukit pedesaan di depan sana. Merasa bocah itu sedikit aneh membuat sang kakak menjadi risih dan mengambil jarak lagi, meskipun dia gagal lantaran Jungkook sendiri tak ada rasa pegal atau malas untuk sekedar mengambil tempat di sampingnya. Terus saja begitu hingga merasa jenuh.

"Apakah hyung jenuh?" Jungkook mengatakan pertanyaan dengan banyak jawaban ambigu. Satu pertanyaan seribu jawaban yang kemungkinan benar. Yoongi itu pintar maka dia tidak akan bingung dengan maksut anak pungut di sampingnya, meski dia sembab dia pun sanggup memiringkan senyum dan mengeluarkan nada remeh menyakitkan seperti biasa. "Ya, seperti aku jenuh melihat kehadiran mu."

Jungkook terkekeh mendengar sang kakak yang berkata begitu culas. Satu hal yang dapat dia lakukan adalah dia harus membentengi hatinya dengan lebih tebal. Dia akan terbiasa dan berteman dengan sikap Yoongi, dia membuang jauh keinginan untuk melihat sang kakak berubah menjadi ceria atau berbeda dari sebelumnya. Dia hanya belajar bahwa, tabiat seseorang tak bisa di rubah akan tetapi membuat dia nyaman tanpa memaksa merubah tabiatnya itu akan menjadi senjata yang lebih baik untuk membuat tali akrab.

"Kau bisa bersandar di bahuku jika mau, aku tahu kau sedikit pusing." Jungkook menawarkannya dengan senang hati, bukankah dengan saudara harus saling peduli dan menyayangi. Sama halnya dengan dia yang akan selalu menyayangi orang terdekatnya dan tak akan membuat mereka kecewa walau sekecil apapun. Yoongi yang terkenal dengan ambisius dan tidak mau mengalah memasang wajah judesnya. "Tidak, aku tidak butuh!" Ucapan seperti sebuah singkong, empuk tapi menyeramkan di kerongkongan.

Anggaplah itu sebuah majas sederhana.

Tak ingin membuat suasana semakin gaduh membuat Jungkook mengangguk mengalah, dia tak akan memaksa jika sang kakak enggan. Akan tetapi jauh di lubuk hatinya dia ingin sang kakak meminta tolong padanya. Karena demi apapun dia merasa menjadi adik yang sangat berguna. "Aku akan menunggu hyung selesai." Lagi-lagi tersenyum dan membuatnya semakin muak.

Dia menganggap Jungkook sebagai musuh yang sangat jahat. Akan tetapi sepertinya hal itu tak di gubris. Nyatanya sang adik membaringkan tubuhnya dengan sangat begitu santai. Dia akan mengikuti alur suasana disini. Mungkin Tuhan punya cara lain membantunya.

"Hei cobalah berbaring di sampingku, jika kau ingin lega lakukanlah. Lihat langit dan hei lihat awan itu sangat cantik. Hyung pasti akan menyesal melewatkan nya, mumpung kita masih di desa."

"....."

Jungkook melirik ke arah sang kakak, dia tak menggubris satu kata pun ucapannya. Tapi siapa bilang jika Jungkook kehabisan akal. Justru dialah orang yang akan membuat Yoongi sadar bahwa ciptaan Tuhan sangatlah indah.

"Jangan sok dekat denganku Jeon."

"Aku tidak mencoba sok dekat, tapi nyatanya aku sudah menjadi dekat dengan hyung, ayolah berbaring dan rasakan bagaimana alam memanjakan perasaanmu. Jika kau sedih kau bisa tenang, bukankah seorang Min Yoongi pantang sedih?" Dia mengatakan dengan gimik memancing. Berharap jika sang kakak akan mengikuti sarannya.

"Jangan berharap kalau aku mau." Tak ingin kalah dia mencoba menepis, membuat beberapa angin yang lewat berhembus mengitari wajahnya seperti kesal dengan tingkahnya. Mungkin jika Tuhan mengijinkan dia membuat putaran topan bisa saja angin itu akan melakukan nya dan memberi pelajaran bagi orang sombong sepertinya.

Rupanya Tuhan masih memberikan ketenangan waktu bagi keduanya untuk melihat seberapa besar kah presentasi keberhasilan Jungkook dalam mengemban janjinya.  Tuhan juga tak lelah menunggu hasil kerja keras salah satu hambanya ini.

Yoongi masih setia dengan rasa gengsinya, Jungkook merasa gemas hingga membuat dia menarik langsung tubuh kakak nya jatuh ke bawah rumput yang empuk bagaikan kasur. "Bagaimana menyenangkan bukan?" Dia menanyakan hal itu dengan nada pamer dan menyikut sang kakak dengan santainya tanpa takut jika dia marah. Kedua mata Yoongi seakan menjadi gerbang dalam gambaran menyenangkan itu. Dia melihat wajah sang adik yang mengumbar senyum di langit.

Yoongi merasa bahwa dadanya sangat sesak sampai ada yang seolah menindihnya. Bahkan ujung kelopak matanya mengeluarkan air mata. Ada beban yang berusaha ia lepaskan dan Jungkook melihat itu semua dengan nyata. Mengulum senyum dan mengatakan bahwa, aku akan ada bersama kakakku, yaitu kau Hyung...

Jungkook tak akan mengganggu melankolis kakaknya, pada akhirnya dia sudah memberikan jalan terbaik untuk kakak melepaskan sedikit beban masalahnya. Ciptaan Tuhan memang membantunya.

"Jimin... " Semakin banyak air mata itu datang, semakin tebal pelupuk itu menahan seperti bendungan air. Yoongi kurang sehat sejak dia tak makan dengan banyak, mungkin dia kehilangan berat badannya juga. Ada rasa sedih paling mendalam. "Hikksss... Jimin kenapa kau pergi tinggalkan Hyung, hikkss... Aku sangat kesepian dan kau malah menjauh."

Jungkook melihat hal itu semua sebagai gejolak emosional Yoongi yang tak ia prediksi. Menangis dan terus menangis dia mengeluh jengkel, marah dan juga sedih bercampur menjadi satu lantaran Yoongi bergumam tak terima akan semua ini.

Terisak....

Tangis itu pecah dan membuat Jungkook, memeluk sang kakak dalam posisi tidur di atas rumput. Apakah ini cukup aneh bagi seorang saudara? Lantaran orang lain pasti akan menganggap mereka kaum gay. Tapi jika Yoongi terlanjur sedih dan dia seperti kehilangan arah karena keadaan majemuk, tega kah sang adik menghancurkan pelampiasan air mata itu?

"Menangis lah hyung... Aku akan membiarkanmu meluapkan semua." Dia menepuk bahu sang kakak, dia juga membiarkan Yoongi menangis di dalam rangkulannya. Saudara mana yang tega membiarkan saudara lainnya sedih. Jika Jungkook bisa dan memiliki kekuatan ajaib dia akan mewujudkan mimpi sang kakak, bertemu dengan Jimin dengan keajaiban seperti magic sulap. Sayangnya... Itu hanya harapan semu semata.

"Hikksss... Hikksss.... Kenapa kau meninggalkanku Saeng."

"....."

Dia masih menangis sampai kausnya terasa basah.

.

Apakah kalian menunggu kisah selanjutnya?
...........

TBC...

Hai semua apakah kalian puas dengan chapter ini? Oh iya di bagian chapter 'tear' pas seokjin mimisan belum masuk chap ini ya soalnya ternyata terlalu panjang dan aku ubah ke chapter depan. Gak papa kan?

Oh ya, mohon masukannya supaya author bisa lebih baik bikin chapternya. Dan jangan lupa vommentnya, untuk kalian jangan lupa jaga kesehatan ya dan tetap di rumah.

Mian aku masih gak enak badan jadi chapter ini gak panjang banget ..

Gomawo

#ell

04/07/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro