Part 4 : Answer
' Ketika aku melihat ibu peri, aku berharap semoga aku bisa menjadi anaknya. dapat terbang dengan tuntunannya, dan merasakan kasih sayang seorang ibu yang tak pernah aku rasakan. Saat itulah aku bertemu dengan ibu peri yang baik hati.'
- Jeon Jungkook –
.......................................
(Author **** POV)
(Flashback ***** ON)
Seoul, 10 tahun yang lalu....
Mentari menampilkan cahayanya, panas pun mendera. Musim panas di Korea terasa luar biasa, beberapa orang memakai kipas elektrik kecil di tangan mereka. Keringat dan rasa gerah luar biasa mereka lawan dengan benda elektronik mini tersebut.
Merasa belum baik beberapa menyempatkan diri mereka untuk membeli ice cream atau pun minuman dingin di salah satu lemari pendingin yang otomatis. Kesempatan sekaligus peluang besar untuk para penjual di sekitar sana. Nyatanya Tuhan memberikan panas pada manusia, sekaligus jalan uang untuk beberapa orang.
"Jimin apakah kamu haus nak?" seorang wanita cantik dengan rambut terkucir rapi. Mengusap bocah berusia delapan tahun yang ia gandeng.
Min Jimin, namja dengan tubuh mungilnya. Pipi chubby yang selalu bersemu merah bak tomat matang yang siap untuk di panen. Mata yang terlihat sipit bagai bola sabit saat tersenyum, jangan lupa rambut berbentuk potongan mangkuk yang terlihat menggemaskan untuknya.
Menatap sang ibu yang menggandeng tangan lembutnya sayang, Jimin itulah panggilannya. Mengulas senyumnya, sangat manis dan manis. Menganggukan kepalanya penuh semangat.
"Kalau begitu Jimin duduk disini dulu ya, eomma akan mencari ice cream untukmu." Sang ibu membawa anaknya di tempat teduh. Kebetulan disana ada sebuah batu cukup besar, merasa tempat ini cukup nyaman sang ibu menyuruh anaknya duduk di sana.
"Eomma akan membeli ice cream coklat disana. tunggu ya sayang, jangan kemana-mana, arra." Sang ibu berucap lembut, tak lupa menyentil ujung hidung sang anak dengan pelan.
Jimin tentu saja tertawa geli. Ia senang saat ibunya melakukan perhatian kecil seperti ini.
"Eomma hati-hati." Jimin kecil berucap, mengingatkan sang ibu untuk hati-hati dalam menyebrang. Tentu saja dijawab anggukan dengan senyum manis dari sang ibu.
Diikutinya pergerakan sang ibu dengan penglihatannya, melihat sang ibu yang telah masuk ke dalam supermarket. Membuat Jimin senang, karena sebentar lagi dia mendapatkan jajanan favoritnya.
Jimin hanya duduk anteng disana, menikmati angin segar dan melihat bayang pohon di atasnya. Tempat yang cukup teduh bagi seorang Jimin kecil. Sesekali Jimin menggoyangkan kakinya, menghilangkan rasa bosan yang satu menit berlalu telah muncul. Untung saja Jimin anak yang sabar menunggu kedatangan sang ibu.
Ketika dua kakinya asik berayun. Tanpa sadar bayangan seseorang muncul di depannya, bayangan tubuh yang berdiri tegap tepat di depannya. membuat Jimin menolehkan kepalanya ke depan, memastikan siapakah gerangan. Jimin kira dia adalah sang ibu atau seseorang yang ia kenal. Tapi ternyata, seorang bocah dengan pakaian kelinci merah mudanya. Menampilkan poni depan juga wajah menggemaskannya, apalagi mata bulat itu menatap Jimin dengan polosnya.
Tak ayal keduanya saling bertatap.
"Pelmisi, bisakah kau membeli bungaku?"suara yang menggemaskan, anak yang begitu menggemaskan.
"Noona siapa? Apa noona menjual bunga?" Jimin menatap polos bocah di depannya. seketika bocah di depannya, berjongkok mengambil sebuah bunga kecil berwarna kuning dari keranjangnya.
Bocah tersebut dengan polosnya memberikan bunga kuning nan cantik itu kepada Jimin, tentu saja Jimin menerimanya dengan senang hati. Terlebih bocah di depannya sangat polos dan menggemaskan. Jika bisa Jimin ingin menjadikan dia teman bermainnya.
"Maaf... aku bukan pelempuan, aku laki-laki." Bocah itu berucap, setelah sukses memberikan setangkai bunga cantik tersebut.
"Eoh? Tapi wajahmu seperti perempuan. Aku kira kau Noona." Jimin berucap polos, sembari menatap bunga yang cantik tersebut.
"Aniii... namaku Jeon Jungkook, dan aku laki-laki." Bocah laki-laki itu mengarahkan tangannya. Sengaja memperkenalkan dirinya di depan Jimin.
"Aku Min Jimin, dan aku laki-laki." Ternyata Jimin melakukannya dengan baik dan menggemaskan.
Mendengar Jimin yang mengikuti cara bicaranya. Entah sejak kapan bocah dengan kostum kelincinya itu tertawa, menampilkan wajah menggemaskannya. Oh jangan lupa bagaimana manisnya gigi kelinci yang ia miliki. Melihat Jungkook kecil yang tertawa, membuat Jimin juga ikut tertawa. Keduanya bahkan tertawa bersama, melupakan fakta mereka tidak sendirian disana. ditatap heran oleh beberapa orang disana tak membuat keduanya berhenti tertawa, justru keduanya terpingkal ceria.
Sadar atau tidak, Jimin menyukai bocah kecil itu. ingin sekali Jimin menjadikannya seorang teman, jika bisa sekalian memperkenalkan bocah kecil di depannya dengan hyungnya.
"Aku akan membeli bungamu, tapi aku akan menukarnya dengan sesuatu. Karena aku tidak punya uang." Jimin memberikan sebuah syarat, siapa tahu bocah di depannya mau.
"Tidak apa-apa. Asal Kookie menyukainya. Kookie telima." Jungkook tersenyum berbicara dengan aksen cedalnya.
Jimin tersenyum, terbesit di pikirannya sebuah ide.
"Kau mau ini?" tunjuk Jimin, pada lengan kirinya. Tentu saja mendapat anggukan dari Jungkook, jangan lupa dengan mata bebinarnya.
.
.
.
.
"Jimin kemana gelangmu?"
"Eoh Yoongi hyung?"
"Bukankah kau punya dua gelang? Yang satu dimana?"
"Maaf hyung tadi Jimin..."
Jimin menundukan kepalanya, dia tak berani menatap wajah sang kakak secara langsung. Terlebih lagi sang kakak baru saja bertanya nasib gelang pemberian untuknya di hari ulang tahunnya yang lalu.
Yoongi mengulas senyumnya, tangan putihnya mengusap sayang dan lembut rambut sang adik. Membuat Jimin otomatis mendongakan kepalanya. Terlihat senyuman manis sang kakak, di balik mata sipitnya tersembunyi netra penuh keteduhan. Jujur menurut Jimin kakaknya sangat tampan jika sedang tersenyum.
"Hyung akan membelikan lagi untukmu, yang lebih bagus. Mungkin hyung akan mencari bentuk matahari."
Jimin terdiam, hanya mengulas senyum tipisnya. Tak memberi respon mengangguk atau pun menolak. Lagi pula gelang yang terbuat dari kepangan tali warna-warni juga sama cantik. Memang Jimin memiliki dua, yang satu terbuat dari besi anti karat, dengan bahan yang akan terlihat mengkilap ketika terkena cahaya. Terlebih lempengan itu dilapisi alumunium, sang kakak Min Yoongi memberikannya gelang itu dengan bentuk bintang.
Sementara Yoongi memilikinya dengan bentuk bulan. Itulah kenapa Jimin merasa tak enak jika gelang bintangnya terpaksa di berikan kepada seseorang. Lantaran sang kakak membelikan sepasang yang saling berkesinambungan.
"Hyung, Jimin suka gelang ini. jangan belikan lagi." Ucap sang adik dengan wajah polosnya.
"Kenapa? apa kau tidak suka modelnya? Hyung akan mencari model lain jika kau mau Jimin."
"Bukan begitu, hanya saja..." ditatapnya gelang warna-warni itu di tangannya. Seulas senyum muncul menghias pipi chubbynya. Yoongi mengernyitkan alisnya keheranan.
"Jimin suka gelang buatan hyung, ini lebih berkesan dan Jimin menyukainya. Yoongi hyung jangan lepaskan gelangmu jika Jimin tidak menggunakannya, gelang itu tidak hilang. Hanya saja gelang yang diberikan hyung mendapatkan pemilik yang sebenarnya." Tersenyum, membuat rona memerah yang sangat manis.
Tak terasa Jimin jatuh ke dalam pelukan Yoongi. sifat manja sang adik muncul dengan cepat di dalam dekapan sang kakak. Memejamkan matanya, memeluk erat tubuh Yoongi. bahkan mencium aroma keringat sang kakak yang belum mandi, tapi tak apa Jimin menyukainya. Bocah menggemaskan itu menyukai aroma tubuh sang kakak.
Lalu Yoongi?
Remaja itu mengulas senyumnya, namja dengan rambut sedikit berantakannya itu mengulas senyum bahagianya. Menerima tubuh sang adik yang mengusel pada dirinya. Membiarkan Jimin sesuka hati dalam dekapannya. apapun Yoongi akan melakukannya asal adik bantet kesayangannya bahagia.
"Hyung..."
"Hem?" menjatuhkan dagunya di atas puncak kepala sang adik. Sesekali mengusap sayang punggung sang adik.
"Temukan bintang, jika pelangi sudah pergi. Bulan jangan bersedih, karena masih ada bintang. Bulan dan bintang sangat cocok, pelangi bahagia."
Yoongi terdiam,tiba-tiba saja tidak ada jawaban di dalam benaknya. Mulutnya terasa mengambang tak bisa menjawab. Yoongi mencoba mengabaikan ucapan sang adik, mungkin saja ucapan tersebut merupakan ucapan imajinasi adiknya. Yoongi pikir Jimin mengajak dirinya bermain tebakan.
"Aku akan menemukan bintang yang kau maksut." Yoongi tersenyum, dan semakin mengeratkan pelukannya.
Jimin juga turut tersenyum, sembari menganggukan kepalanya.
Dalam hatinya terucap sebuah kata....
'Gomawo...'
(Flashback **** OFF)
"Katakan!!!"
"......"
"Katakan apa yang salah dariku!!!!"
Tes..
Tes...
Tetesan air mata jatuh, membuat kelopak darinya terlihat sembab. Sudah cukup baginya untuk menangis, sudah cukup untuk dirinya menenteskan air mata yang tak berguna.
"KATAKAN PADAKU BRENGSEK, APA KESALAHANKU!!!!"
Meski serak....
Meski sembab tapi nyatanya nada suaranya mampu membuat seseorang yang hendak melangkahkan kakinya berhenti. Tetapi, tak ada sedikitpun kepedulian dan lirikan untuknya.
"Karenamu aku terluka dan karenamu aku bertahan. Sudah cukupkah egomu padaku? Padahal ku sudah kenyang dengan sikapmu. Segala sikap egois dan dinginmu yang tak menghargai keberadaanku. Jujur aku menyesal telah bahagia menjadi saudaramu."
Bisakah dia berhenti menangis...
Bisakah dia berhenti untuk merasakan rasa sakit ini....
Nyatanya, dirinya pun tak mampu....
"Apa kau ingin aku mati..."
Tes...
Tes...
air mata itu terjatuh, senyuman tipis itu terukir di wajah tampannya. bahkan kelopak sembabnya terlihat begitu jelas, tetapi dia... tak menoleh atau pun hanya untuk menengok.
"Lakukanlah, aku tahu itu sia-sia..."
Hanya itu...
Sebuah balasan kecil namun menyakitkan bagi hatinya. tak dapat dipungkiri memang bagaimana sulitnya dia. Hingga air pun sangat sulit dan membutuhkan waktu lama untuk meluruhkannya.
"Hyung...."
Tersenyum...
Senyum getir yang begitu kentara pada namja dengan gigi kelincinya tersebut. semakin deras air mata yang ia keluarkan. Semakin sakit dan sesak tepat di dadanya. Menyakitkan memang dan Jungkook tidak tahu apa obatnya.
"Segitu bencikah kau denganku? Sehingga kau melakukan ini? kau tahu? aku bersyukur menjadi adik dari seorang Min Yoongi."
Tes...
Tes....
Terus dan terus, begitu banyak air mata yang jatuh sia-sia.
"Bersyukurlah selama kau masih bisa menginjakan kaki disini. aku akan tetap membencimu Jeon, ingatlah asal muasalmu cih!!" tajam dan menusuk, tepat di ulu hati Jungkook. seketika terasa ngilu.
Perlahan tubuh Jungkook merosot, posisi berjongkok dengan tangan mengambil sesuatu. Lalu Yoongi dirinya masih terdiam dengan posisinya. Berusaha tak menggubris apa yang dilakukan Jungkook.
"Aku tahu, kau tak akan bisa memberiku kesempatan. Kau hanya selalu mengingat Jimin hyung, tapi bukankah dia sudah tiada?!"
"Diam kau Jeon! Jangan campuri urusanku. Jangan mengatakan hal itu dengan mulut busukmu. Enyahlah kau brengsek!" Yoongi berbalik, melempar tatapan tajamnya dengan jari telunjuk menuju ke arah Jungkook marah.
"Begitu ya? Kau selalu membandingkan aku dengan orang yang sudah meninggal. Menyedihkan ya? Sepertinya aku ditakdirkan menyedihkan." Terdengar putus asa saat Jungkook yang mengatakannya.
"Kau tidak lebih baik dari Jimin ingat itu Jeon!" Yoongi dengan segala tingkat tinggi egonya. Tak bisa melihat dan merasakan keputus asaan namja di depannya. padahal, Jungkook....
Nekat melakukan suatu hal.....
Sebuah pisau tajam telah menempel di pergelangannya. Terlihat begitu mengkilap saat mengenai lampu rumah dengan ukuran sebesar itu. tapi tetap saja tidak ada kata bahagia dalam diri seorang namja berusia sembilan belas tahun itu.
"Kau bukan dongseangku Jungkook, kau tidak akan bisa menggantikan jimin di dalam posisinya."
Begitu menyayat tapi apa daya fakta tak bisa dielak, membuat Jungkook sadar apa dan siapa posisinya. Meski begitu ia masih menganggap Min Yoongi sebagai panutannya.
"Ya, sebentar lagi tidak akan ada yang bisa menggantikannya. Bahkan diriku tak mampu. Terima kasih untuk segalanya, aku minta maaf pada eommamu, karena gagal berada disamping anaknya. Hyung terima kasih, karena eommamu juga aku bisa merasakan apa itu kasih sayang eomma, dan bagaimana punya seorang saudara. Aku..."
Tes...
Tes...
.
Cairan kental itu menetes, memberi warna merah pada lantai berwarna putih itu. bagaikan tinta merah yang menodai sebuah kertas putih miliknya...
Rasa sakit...
Perih...
Kesedihan...
Dan sesak....
Menyatu menjadi satu...
Bahkan meninggalkan bekas luka yang begitu dalam... tapi apakah bekas luka itu sedalam rasa sakit dan luka dihatinya? Mengingat bahwa... tidak ada yang namanya kesempatan baginya.
Hingga......
"Dan aku tidak bisa menjadi seperti adikmu, Yoongi hyung..."
Tersenyum dengan air mata... merasakan perih yang teramat di pergelangan tangannya....
Sakit...
Sakit...
Dan sakit....
Tes...
"Saranghae hyung, gomawo untuk semuanya...."
Lemas, hal pertama yang Jungkook rasakan. Kepala yang tiba-tiba terasa terbentur dan sedikit buram dalam penglihatannya. Kaki yang berdiri kokoh itu perlahan hilang keseimbangan, sementara makin lama pisau yang ia genggam makin lemas dengan tangan yang bersimbah darahnya sendiri. tak bisa merasakan apapun, hingga saat semua itu terjadi....
Brukkkk....
"Dasar bodoh!!"
Sebuah makian kekesalan penuh dengan kekhawatiran yang sedikit. Dilihatnya wajah Yoongi yang kini risau. Saat bibirnya mulai bergerak bergumam, saat itulah...
Semuanya menjadi gelap, meninggalkan jejak samar. Suara seseorang memanggil namanya.
Apakah ini mimpi?
................
BREEEEMMMMM!!!!
BREEEMMMMMM!!!
.
.
Bergerak dengan kecepatan tinggi, bak pengendara gila. Memacu mesin bagaikan tenaga seribu kuda. Beberapa kali menerobos lampu merah, membuat jalan raya yang seharusnya damai sentausa kini rusuh karena mobil bmw tersebut.
.
.
TIIINNNNN!!!
TIIIINNNNN!!!
BREEEMMMMM BREEMMMMMM!!!
.
.
Klakson, mesin yang dipaksa lebih kencang dengan pedal gas. Beribu umpatan orang yang merasa terganggu akan keberadaannya. Juga goncangan adrenalin dalam mobil tersebut, tak menghentikan seorang namja muda dengan mata sipitnya untuk berhenti bergerak. Lagi dan lagi dia harus menerobos lampu merah.
Pandangan yang cukup fokus ke depan, sesekali melirih ke arah belakang seorang namja terbaring tak berdaya. Dengan luka basah penuh akan darah di pergelangan kirinya. Dimana luka itu dibalut dengan sobekan kain dari si pemilik mobil tersebut.
Tak jauh beda dengan di belakangnya, justru Yoongi nampak kotor dengan bekas darah berwarna merah segar tersebut. baju putih bersihnya seketika penuh dengan darah dari namja yang berusaha ia beri pertolongan dengan membawanya ke rumah sakit. Diam dan fokus...
Diam dan fokus...
Itulah Yoongi yang sebenarnya....
.
.
.
.
.........................
"SIAPAPUN TOLONG AKU, DIA SEDANG TERLUKA! SUSTER, DOKTER!! SIAPAPUN!!"
Teriakan tersebut sangat keras, membuat sedikit pengalihan beberapa orang juga menimbulkan sedikit keributan. Tak lama kemudian beberapa gerombolan penolong datang dengan ranjang dorong rumah sakit.
Yoongi segera menaruh cekatan namja di belakangnya, menahan dan membopong agar tubuh itu tak jatuh ke lantai sebelum jatuh di atas benda empuk tersebut. dibantu dengan suster disana tentunya.
"Selamatkan dia dok! Dia kehilangan banyak darah!!!"
Dengan cekatan para suster disana bergerak. Mendorong dan berlari sedikit kecil sembari memasangkan oksigen dan juga menghambat pergerakan darahnya. meninggalkan Yoongi yang berdiri dengan pandangan datarnya.
Pandangan yang tak siapapun mengetahuinya.
1 menit...
2 menit...
3 menit....
Cukup lama, dan Yoongi masih bertahan. tak ada niat untuk menyusul Jungkook yang masuk dalam UGD secepatnya.
"Yoongi.."
"Eomma-"
PLAAAAKKKKK!!!
"Keterlaluan kau Min Yoongi, hyung macam apa kau!!!"
Memerah, dan itu terasa sakit. Apalagi dengan keras nyonya Min menampar putranya, diberikannya tatapan tak percaya sang ibu. Tatapan mengenai ketidakpercayaannya saat sang ibu menamparnya. Menyebut dirinya dengan sebutan 'keterlaluan.'
"Eomma..."
"EOMMA MARAH PADAMU YOONGI!!!"
....................................
Tbc...
Hai semua author pulang lagi dengan chapter empat. Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya, btw adakah yang menantikan kedatangan kelanjutan ff ini? semoga kalian tidak bosan dengan apa yang aku tulis ini. karena kalian adalah semangat saya, maka author akan menampilkan hasil maksimal untuk kalian.
Aku tahu kalau chap ini kurang baper, maafkan aku jika hasilnya kurang maksimal. Karena mood author lagi naik turun nih hehehe
Jangan lupa vommentnya guys, biar makin semangat nulisnya. Aku padamu all....
Salam cinta untuk kalian...
Gomawo and saranghae...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro