Part 38 : Home
" Jalan menuju kembali adalah dimana saat kau datang di awal, ketika kau pulang apa yang kau lakukan?"
.
(Author **** POV)
Yoongi terbangun begitu juga dengan Jungkook saat mendengar sang nenek berteriak memanggil keduanya. Ini sudah sore hari dan sudah seharusnya kedua pemuda kesayangannya itu bangun untuk membersihkan diri mereka. Sekaligus memberi tugas pada mereka untuk mengambil air di sungai.
"Apa? Nenek menyuruh ku mengambil air? Di-dimanakah aku akan mandi nanti?" Yoongi terkejut bukan main, apakah di sini toilet sedang tidak bisa digunakan? Sepertinya sang nenek dulu punya sebuah kamar mandi di rumahnya.
"Tentu saja di sungai kau pikir nenek akan mandi di dalam kamar!" Sedikit galak dengan menjitak kepalanya, membuat si empu mengaduh sakit. "Bukankah dulu nenek punya kamar mandi? Yakkk aku tak mau mandi di sungai. Bagaimana kalau ada ular huh!" Jawab Yoongi dengan wajah tak terimanya.
Sang nenek menggerakkan tangannya meminta agar Yoongi mendekati dirinya. Dengan wajah yang santai sang nenek mengusap rambut cicitnya penuh sayang, akan tetapi hal itu tak berlangsung lama karena sang nenek melakukan gerakan memelintir telinga. Membuat Jungkook meringis tanpa sadar karena ngilu saat melihat Yoongi yang sedang di jewer kuat. Sontak saja satu ruangan penuh dengan teriakan nya hingga beberapa karyawan sang nenek di luar sana sedikit terkejut dengan apa yang terjadi.
"Kau sangat nakal! Kenapa kau manja meski kau besar! Kau bukan anak kecil, aku akan mengajarimu hidup mandiri. Dulu ayahmu mandi di sungai tidak masalah dan dia menjadi seorang bos besar lalu kenapa kau seperti tidak mau. Lagi pula ular tidak mau makan anak manja sepertimu huh!"
Demi apapun Yoongi menjadi takut dengan wanita di depannya ini. Ternyata ada orang kedua yang patut ditakuti di dunia ini. Pertama, ibunya dan kedua adalah nenek buyutnya. Bagi Yoongi mereka adalah wanita terkuat di bumi.
Jungkook yang tak tega meminta dengan baik untuk melepaskan jeweran sang kakak. Bukannya apa hanya saja Yoongi berteriak sangat kuat hingga dia melihat telinganya yang memerah.
"Nenek tolong lepaskan Yoongi hyung, ka-kasihan dia tolong jangan terlalu menyakitinya." Mohon Jungkook, bahkan sang nenek terkejut dengan sikap namja muda itu yang terlalu mempedulikan kakaknya. " Anak muda kakakmu ini sedikit nakal dan kurang ajar nenek akan memberikan dia didikan yang benar agar dia berguna. Lihatlah kakakmu menjadi sangat manja, jika datang disini dia tidak boleh manja. Astaga.. Kehidupan mewah sudah membuatmu menjadi tidak bersyukur hem."
"Aaaaaa... Nenek le-lepaskan ini sakit, awww yaaakkk jangan terlalu kencang menariknya ini sakit." Dia memohon dengan sangat, akan tetapi neneknya seakan tak menggubrisnya membuat Jungkook semakin tak tega saja. "Yoongi hyung, minta maaf sama nenek dia pasti akan menghentikannya. Yoongi hyung.." dia mencoba menasihati sang kakak berharap jika dia mau mendengarnya.
"Aku tidak mau aku kan hanya berpendapat awwaa aigu sakit.." dia menyentuh telinganya yang semakin kuat di jewer sang nenek menggelengkan kepalanya. Dia merasa bahwa cucunya memang harus diajari langsung olehnya. Mungkin benar kata ibunya, bahwa Yoongi tidak punya akhlak. "Tapi jika kau tidak meminta maaf maka telingamu akan lepas hyung.." ucap Jungkook.
"Diam saja Kook! Kau tidak membantu!" Yoongi membentak sang adik di tengah kesakitan nya. Sang nenek merasa bahwa Yoongi tidak sepantasnya melakukan hal itu, dia bahkan semakin kuat menarik telinga kanan Yoongi. "Biarkan! Biarkan saja dia kesakitan kakakmu sangat berani dia bahkan tidak seperti kau yang sopan dan kau Yoongi seharusnya kau ini tumbuh dengan dewasa kenapa hanya badan mu yang tinggi!" Yoongi hanya menjerit dan Jungkook berusaha mendinginkan suasana meskipun dia belum bisa.
Pada akhirnya Yoongi menyerah dan dia memohon ampun, minta di lepaskan dari tangan maut sang nenek.
Terkadang mengerikan juga seorang nenek jika sudah marah. Tentu saja, Jungkook melihat hal itu semua untuk pertama kalinya.
"Nah sekarang kau bawa wadah air ini, masing-masing dari kalian bawa dua wadah. Dan untukmu Jungkook awasi kakak mu yang keras kepala ini, dan kalian harus hati-hati di sana banyak sekali lumut dan licin. Nenek juga sarankan kalian mandi sekalian disana, mengerti." Sang nenek memberikan pemahaman kepada kedua cicit kesayangannya.
Yoongi yang hanya bisa meringis nyeri dengan mengusap telinga kanannya. Dan Jungkook yang mengangguk mengiyakan saran sang nenek. Dia dengan semangat mengambil wadah yang sudah disiapkan dan menunggu sang kakak, sembari memberikan kode untuk segera ikut serta.
Yoongi mengambilnya dengan malas, demi apapun dia tak cocok dengan hal seperti ini. Bahkan dia masih mencibirkan bibirnya. Mau protes dia tak akan bisa atau nanti dia akan menjadi korban lagi.
Hanya bisa pasrah dengan sorakan kemenangan dari sang nenek yang terkekeh di belakang mereka.
"Yoongi... Yoongi... Sejak dulu kau tidak berubah, nenek akan lihat sampai dimana rasa egois mu bertahan."
Memperhatikan Yoongi sembari berharap lebih ada titik temu dalam dirinya untuk menentukan takdirnya, ketika yang lebih berpengalaman menunjukan hal yang diketahui anak zaman sekarang, meski tidak dengan cara yang gamblang.
.
Taehyung datang dengan tas ransel besarnya, kebetulan kedua orang tuanya sedang pergi pulang Minggu depan, sungguh kesempatan untuknya hingga dia hampir menyentuh engsel pintu itu untuk keluar.
"Hei mau kemana kau Tae?" Itu Seokjin dia berhasil menggagalkan kesempatan Taehyung, membuat yang muda menampilkan wajah kesalnya. Tak akan menyangka jika sang kakak sepupu bisa berada disini. Apakah dia sekarang menjadi baby sister nya? Oh ayolah.... Bahkan dia sudah dewasa dan tak bisa menebak apa yang dipikirkan ayah dan ibunya.
"Kenapa kau bisa disini?" Taehyung mendengus dan menatap sebal ke arah dinding. "Seharusnya aku yang bertanya begitu, bukankah kau harusnya belajar dan kenapa kau membawa tas sebesar itu. Mau kemana hem?" Seokjin menyandarkan dirinya pada sebuah dinding dan menikmati sekaleng soda yang masih dingin dari kulkas. Hei itu minuman terakhir milik Taehyung dan ternyata sudah di ambil orang lain.
"Kenapa kau begitu peduli denganku, bukan urusanmu. Sebaiknya kau jangan ikut campur aku bukan anak kecil lagi hyung!" Taehyung mendikte hal itu dengan tegas, dia menatap Seokjin dengan tatapan penjahat. Tanpa sadar hal itu membuat Seokjin mengepalkan tangan dengan sangat kuat hingga kaleng soda di tangannya sedikit penyok, sepertinya Taehyung tak menyadari apa yang dirasakan oleh Seokjin setelah mendengar ucapannya barusan.
Kemelut amarah masih ditahan, bukan hal mudah saat semua terasa mendidih.
Dengan sabar dia menghela nafasnya, memaklumi sifat Taehyung yang demikian dia juga tak akan membuat kesalahan yang sama seperti dulu. Tetap berfikir dingin dengan meneguk sampai habis soda di kaleng tersebut, meski ada tatapan jengkel disana. Sadar atau tidak Taehyung menelan ludahnya sendiri.
"Kau ingin menyusul Jungkook bukan?" Seperti seorang cenayang dan membuat Taehyung bungkam karenanya, bagaimana bisa dia menebak hal itu. "Kau hanya sok tahu!" Wajahnya terasa sangat malu sekarang, dia tak punya kuasa untuk berbohong. Terasa percuma karena dia berhadapan dengan orang yang peka.
"Hhhh... Kau sangat salah paham. Jungkook tak akan mati atau terluka hanya karena dekat dengan kakaknya. Kau kira kedatangan mu disana tidak akan mengganggu mereka?" Seokjin sedikit terbawa emosi dia mengusap wajahnya dengan kesal. Dia hanya ingin tindakan Taehyung tak mempersulit itu saja.
"Aku hanya ingin menemui sahabatku. Tentu saja aku tak akan merepotkan mereka? Memangnya apa salah jika aku kesana?" Sepertinya namja muda itu belum paham dengan maksut sang kakak.
"Dengar Tae aku bisa menerima segala tindak keras kepala mu bahkan aku tidak melarang mu pergi kemana pun kau mau. Hanya saja kau harus paham situasi kau terlalu mengekang sahabatmu apa kau tidak sadar jika kau hendak membuat kesalahan?" Seokjin rasa dia harus tegas atau nanti Taehyung akan membuat kesalahan tentu saja sebagai saudara yang baik dia tak akan membiarkan hal itu.
"Apa maksutmu? Kau berfikir aku menyebalkan?!"
"Ya, tentu saja Jungkook mungkin akan betah tapi jika kau berlebihan bisa saja dia tidak tahan. Kau berfikir bahwa Yoongi akan membunuhnya dan kau mau menyusul Jungkook ke rumah neneknya hanya untuk berdebat dengan Yoongi?!"
Dia meminta agar Taehyung berfikir dan paham dengan maksut ucapannya dia tak bermaksud untuk mengatur kehidupan Taehyung.
"Itu karena kakaknya adalah sahabat hyung, itulah mengapa kau membelanya. Apa kalian bekerja sama?" Taehyung menunjuk ke arah Seokjin dia seakan menuduhnya dengan tatapan seperti tersangka. Seokjin hanya bisa menggelengkan kepala dan mengusap rambutnya bingung. "Kau sangat naif, seharusnya kau mengerti. Beri ruang pada Jungkook, biarkan dia berdamai dengan kakaknya. Kau tidak seharusnya seperti ini."
"Aku hanya ingin melindungi sahabatku Jin hyung!"
"Tapi caramu salah, kau seharusnya juga memahami bukannya seperti kau menghalangi. Jungkook juga tak minta agar kau menyusulnya bukan?! Aku tak melarang mu berteman dengannya hanya saja kau tidak bisa ikut campur begitu saja. Jungkook akan terbebani, mengertilah!"
Taehyung tidak suka dengan apa yang dikatakan olehnya, meski kenyataannya memang salah akan tetapi tak seharusnya sang kakak menambah polemik batinnya. Dia sangat tidak menyukai hal mendikte seperti tadi, entah kenapa jiwa labilnya membuat dia seakan kesal, marah dan kecewa.
"Kau bukan orang tuaku dan kakak kandungku kau tak punya hak melarang ku!" Taehyung berteriak suaranya juga sangat kencang hingga ada yang tak sengaja mendengarnya di luar sana.
"Tapi aku berhak membuat berfikir dewasa, kita masih saudara dalam marga yang sama! Aku menasihatimu agar kau tidak menyesal." Seokjin tak sadar dia membanting kaleng soda di tangannya, rasa kesalnya terlampiaskan sudah dan Taehyung sedikit menggigil takut karena amarah disana.
"Aku hanya ingin menebus kesalahanku karena aku pergi saat kita berteman dekat." Taehyung menatap sendu ke arahnya, tatapan yang menggambarkan betapa menyesalnya dia dan juga dia tak sepenuhnya salah. Mungkin ini naluri seorang sahabat untuk melindungi sahabat lainnya.
Baginya Jungkook adalah teman dan seseorang yang mau bermain dengannya, bercanda dan juga menghabiskan waktu di masa kanak-kanak. Tak ada yang bisa dekat dengan nya selain dia yang datang tanpa permisi sembari membawa kue coklat.
Seokjin diam, dia melihat apa yang tak bisa dilihat orang mengenai hati seseorang. Adiknya hanya terlalu senang mendapatkan seorang sahabat membuat perasaan egois untuk dia atau mereka agar tetap stay dengannya. Tanpa memikirkan bahwa mereka juga punya urusan pribadi yang lain.
Perlahan namun pasti dia melangkahkan kakinya sekalipun Taehyung mundur karena sedikit takut atau enggan untuk membiarkan sang kakak mendekati nya. Bahkan dia menunduk kan kepalanya, dia tak mau jika rasa kesal dan emosinya semakin besar membuat Seokjin menghela nafasnya sekali lagi. Dia tak ingin hal kecil seperti ini membuat hubungan persaudaraan hancur.
Ingin semua baik-baik saja dan damai...
Pada akhirnya Taehyung terjepit pada sebuah pintu dan kakinya tak bisa melangkah mundur lagi. Seokjin meminta agar sang adik tetap tenang dengan dirinya yang mengulas senyum.
"Aku tahu kau sangat peduli dengan persahabatan, kau menganggap Jungkook saudaramu karena dia sangat baik padamu. Kau tidak salah... Hanya saja kau keliru jika kau terlalu berlebihan. Kau akan terlihat egois Tae."
"....." Taehyung terdiam dia tak bergerak ataupun menatap sang kakak.
"Bantulah dia saat dia benar-benar ambruk dan bukannya saat dia sedang berusaha. Jungkook akan berhasil dengan caranya jika kita mendoakan usahanya. Jangan sampai sifat berlebihan mu membuat Jungkook melakukan kesalahan tanpa sengaja. Kau sudah bagus berniat membantunya. Aku yakin dia akan menjadi sahabat baikmu dan kau tidak perlu takut kau sendiri. Kau sudah besar dan kau juga harus bisa dewasa."
Taehyung mendongak dia melihat bagaimana Seokjin memberinya masukan sekaligus dorongan. Dia merasa bahwa selama ini tak ada orang yang begitu jauh membuat dia berfikir ulang tentang masalahnya. Itu karena dia jarang bercerita mengenai masalahnya dengan orang tua sehingga mereka tak tahu menahu dengan kemelut sang anak yang kadang memberontak.
Tanpa disangka sifat cengeng Taehyung tumbuh dan dia memeluk sang kakak seperti seorang balita yang menantikan ayahnya pulang. Dia bahkan bisa mengerti apa yang dimaksud olehnya tak ada tatapan kesal dan marah juga tatapan bahwa sang kakak hanya pengganggu. Hanya saja dia merasa bahwa dia ingin menangis, menumpahkan segala masalah dan pikirannya yang lain selain memikirkan Jungkook yang tak mendapatkan hak dari kakak tirinya.
Menangis....
Menjadi sebuah jawaban dalam suasana tersebut, Seokjin menepuk punggung sang anak pulang dsn menatap ke atas langit rumah. Dia beruntung bisa memberikan pengertian pada Taehyung, menunjukan apa yang salah dan apa yang benar. Pada akhirnya dia juga tak lupa, dengan bayang masa lalu yang begitu kelam.
Dia tidak mau traumanya tumbuh seperti kala itu....
Egois...
.
Jungkook sadar bahwa sungai disini terlalu cantik untuk menjadi kotor. Dia yang sudah mengisi penuh air di wadahnya nampak senang dengan melihat ikan di air kolam. Dia ingat bagaimana dulu kakaknya, Myungsoo mengajarinya memancing dan mendapatkan banyak tangkapan saat malam hari. Ikan itu lalu dimasak dan disajikan juga disantap dengan ramai. Masih ingat bagaimana rasa khas gurih dan manis daging ikan yang berasal dari air sungai.
Dia rindu akan masa kecilnya dan bermain sebentar di pinggirnya, menunggu Yoongi yang sudah selesai mandi. Ya... Yoongi butuh privasi dan Jungkook sadar bahwa dia juga tak bisa membiarkan sang kakak lama menunggunya. Dia mandi dengan kilat secara sengaja agar sang kakak tak meninggalnya pulang dahulu.
Tentu saja dia juga tak ingin sang kakak sengaja melakukannya hanya untuk keegoisannya. Dia sudah memahami betul bahwa, Yoongi hanya ingin dia tak ada disini.
"Sepertinya aku menyukai tempat ini, sama seperti dimana aku suka memancing." Jungkook memainkan air di atasnya ada beberapa kecebong yang datang ke permukaan seakan menyambut dirinya.
Dia seperti bocah terjebak dalam tubuh orang dewasa.
Sekitar lima belas menit sudah berlalu, disana Yoongi keluar dari balik batu setelah basahnya nampak basah dengan rambutnya jua. Dia melihat punggung Jungkook yang sedang berjongkok disana, menatap datar tanpa ekspresi dan seakan Yoongi enggan memanggil namanya. Bisakah dia meninggalkan Jungkook dan dibiarkan dimakan seekor buaya air sungai?
Dia berfikir hal bodoh memang saat dia harus memanggil namanya tapi dia juga tak ingin ditanyai macam-macam oleh ibu dan neneknya. Dengan berat hati dia mengeluarkan suara tak sinkron dengan wajahnya yang tak ikhlas.
"Hei ayo pulang, kau mau mati disana?!" Yoongi mengatakan hal ngawur dan tak masuk akal, seperti sebuah doa yang membuat seolah itu harapannya. Jungkook seakan tak peduli dengan ucapan kakak nya dan menganggap hal itu sebagai sebuah candaan. Dengan hati-hati dia melangkah sembari membawa wadah miliknya, cukup licin memang dan dia tak ingin seseorang diatasnya menunggunya lama.
Seharusnya dia tak melakukan buru-buru.
"Cepatlah sialan kau membuatku menunggu huh!!" Dia memaksa Jungkook mempercepat langkahnya seakan dia tak peduli beban medan jalan yang dilalui sang adik. Dia bahkan tak menggubris tangan Jungkook yang mencoba menggapai dahan sekitar.
Yoongi rasa dia akan sangat bosan disini dan lebih sial lagi dia tidak membawa charger dia akan mampus kehilangan koneksi internet. Sepertinya dia sedikit menyesal menyetujui keputusan ibunya berkunjung kesini, sial dan menyebalkan.
BYURRRRR!!!
Suara air yang keras seperti ada yang jatuh dengan gelombang besar di permukaannya. Yoongi yang tak tuli saat mendengar gemericik air dengan suara meminta tolong itu di belakangnya. Dia menoleh dan menyaksikan seorang anak manusia yang menghirup oksigennya dengan susah payah.
"Dasar bodoh!" Yoongi mengumpat, wajahnya tak bereaksi apapun kecuali datar. Dia menunggu Jungkook dari atas permukaan tanah yang sedikit tinggi, menyaksikan Jungkook yang mengangkat tangan dan mengepakan kakinya susah payah dalam apungan air.
"To-tolong aku." Dia mengatakan hal itu di depan sang kakak yang masih berdiri sombong disana. Melihat bagaimana manik mata Yoongi yang seakan tak khawatir dengannya. Jungkook tak menyangka jika sang kakak seakan mengabaikannya sekeras ini.
Apakah Yoongi tahu Jungkook tak bisa berenang? Hingga dia tetap diam saja membiarkan adik angkatnya terbawa arus dengan Jungkook melawan?
"Kenapa aku harus pedulikan dia." Dia bergumam pada dirinya sendiri. Cara mencintai dirinya sendiri yang egois. Dia seakan mematikan perasaannya agar iba tak merasukinya, meski pun dia diam untuk memikirkan suatu hal.
"Tolong aku hmmmppp hahhh hahhh tolong aku Yoongi hyung, ak-aku hmmpp tolong..." Sepertinya air mulai memasuki kerongkongan Jungkook. Beban tubuhnya tak bisa diajak untuk kerjasama dengan air disini. Dia seakan mulai lemah dengan kaki dan bokong yang mulai keram.
Penglihatan nya mulai buram dan entah kenapa tubuhnya seakan menjauh ke tengah, Yoongi disana justru pergi dengan perlahan menghilang dari hadapannya. Membuat Jungkook menangis dan melihat ke belakangnya, arus deras membuat tubuhnya lelah dan beberapa kali juga dia masuk dalam dalamnya air sungai yang seakan menahan nya untuk menghirup oksigen.
Sebuah drama menyedihkan yang disengaja dengan Yoongi yang menjadi bintang antargonis. Dia meninggalkan seseorang tenggelam dan...
Sekarat!
.
"Apa yang harus aku lakukan? Tubuhku tak bisa digerakkan dan aku tercekik..."
Jungkook seakan bertanya pada dirinya sendiri. Matanya terpejam dan dia tak tahu harus apa ketika rasa dingin merasuki tubuhnya. Dia bahkan kehilangan oksigen yang dia tahan dalam gelembungnya.
Kenapa Yoongi begitu tega meninggalkan adik sebaik dia, meski Jungkook tahu mungkin saja Yoongi menginginkan dia pergi.
"Apakah mungkin Yoongi hyung pergi, apakah mungkin aku akan mati? Apa mungkin aku tidak dibutuhkan dan Yoongi hyung dia... Mencoba menyingkirkan ku? Apakah mungkin dia sejahat itu?"
Tubuh Jungkook di dalam sana dia juga memejamkan matanya hampir kehilangan kesadaran, mulutnya sedikit terbuka lantaran tubuhnya sangat lemas. Air sungai seakan memberikan gravitasi padanya untuk turun.
"Apakah ini akhirnya?"
Sejak tadi suara hati Jungkook lah yang bersuara dia seperti mengadu takdir pada Tuhan, akan tetapi dia tetap tak bisa membenci Tuhan dan kakaknya. Meski pada akhirnya bisa saja tubuhnya terbaring kaku tak bernyawa atau dimakan buaya muara sungai. Sebenarnya dia tak ingin mati...
Dua menit Jungkook disana dan tubuh itu seakan diabaikan begitu saja tanpa ada bantuan dan pertolongan.
Ditinggalkan...
.
Frasa yang menyakitkan untuk sekadar bertahan hidup dalam metamorfosis dunia.
Hidup atau mati sudah biasa...
Akan tetapi kemanusiaan seakan menghilang....
Menyebalkan!
"Yoongi hyung..." Sempat membuka mata dan sempat melihat dengan buram di dalam air. Wajah sang kakak berada di depannya dengan menahan udara keluar dari mulutnya. Dirasakan dengan sangat lemas bagaimana tangannya sempat dirangkul dan di peluk untuk dibawa ke permukaan.
Kepala Jungkook menunduk dengan kedua mata yang melihat bagaimana dua buah kaki bergerak mendorong ke permukaan, baju sang kakak menyadarkan atensi pertanyaan Jungkook mengenai siapa yang menjadi pahlawan kali ini. Tangan putih pucat Yoongi lah merangkul nya saat ini.
Dengan keadaan lemas Jungkook melihat bagaimana susah payahnya dia membawa dirinya yang lemah ini ke sana. Daratan tempat dimana dia bisa meraup udara sebanyak-banyaknya.
Suara gemericik air tadi, apakah itu berasal dari kakaknya?
"Hyung..."
Sepertinya kalian sudah tahu apa yang terjadi dan bagaimana nasib Jungkook saat ini. Lagi-lagi seseorang yang sama menolongnya membawa dia ke dalam kehidupan lagi dimana yang namanya sekarat hendak menghujaninya.
Yoongi seperti peduli dengannya dan mengabaikan egoisme dan rasisme. Apakah ini sebuah perubahan atau hanya sekedar kemanusiaan semu semata?
Entah, yang jelas...
Kalian yang mengira Yoongi adalah penjahat, sepertinya itu salah. Karena dengan sengaja dia menjatuhkan tubuhnya ke dalam air hanya untuk. Membawa bocah yang dia benci kembali pulang. Istilah dalam banyak hal, pulang untuk dia dibenci olehnya atau pulang untuk memberi tahu pada Jungkook bahwa dia berubah.
Yoongi berusaha melawan arus menuju ke daratan dengan menahan berat badan Jungkook yang sudah tak mampu membuka kelopak matanya, ketidaksadaran telah menguasainya.
Seperti inikah mukjizat Tuhan?
.
PRANNGGG!!!
Gelas di tangannya jatuh dia merasa lidahnya panas saat menyeruput teh hijau yang lupa dia tiup. Rasa kepul uap nya membuat lidahnya terbakar.
Wanita cantik bermarga Min itu merasa bahwa firasatnya sangat buruk. Dia memperhatikan foto Yoongi dan Jungkook yang berbeda bingkai.
"Tuhan ada apa ini, kenapa hatiku tidak tenang?"
Naluri sang ibu tak akan salah, dia merasa sesak saat dia semakin memikirkan keadaan kedua anaknya.
Perasaan itu diperkuat saat dia tak sengaja terluka dengan pecahan gelas, firasat buruk seakan merasuki dirinya dan membuat tatapan matanya semakin tak tenang.
Cepat-cepat dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang ada disana, dia memanggil nenek Hang untuk memastikan mereka.
"Halo, nenek.... Apakah mereka baik?"
.
Berada di tempat ini bukanlah suatu yang diharapkan Jungkook. Apalagi dia bangun dan berada disini merupakan suatu hal yang tak akan bisa dia tebak. Kenapa dia bisa ada disini? Sementara dia melihat lorong gelap dengan tempat yang banyak pecahan di bawah sangat berantakan.
"Anyeong... Apakah ada orang disini?" Dia meninggikan intonasi suaranya. Memperhatikan sekitar dan menemukan sebuah pintu masuk dari sebuah lorong.
Ini seperti rumah bergaya Eropa yang berisikan suasana mistis di dalamnya. Ada banyak sekali lukisan yang sudah tak terbentuk dan suara gemercik air begitu mendominasi tempat ini. Dia merasa bahwa dia tersesat pada dunia yang tak dia ketahui.
Menginjak pecahan kaca dan membuat bunyi di balik alas kakinya bukanlah suatu keinginannya pula. Dia was-was jika dia membuat kesalahan dan apalagi dia seperti orang asing yang kehilangan arah.
Dia tersesat, dan apa dia sudah mati? Entah... Katanya surga indah akan tetapi Jungkook rasa ini bukan surga. Berjalan dengan lurus adalah harapan kecilnya agar bisa menemukan jalan keluar. Bisa saja kakak nya sedang menunggunya.
Jungkook ingin pulang...
Saat dia menemukan sebuah gerbang kayu yang sudah usang dan sedikit rusak. Jungkook memperhatikan bagaimana parahnya gerbang tersebut takut jika dia akan tertimpa membuat dia hati-hati untuk membukanya. Sontak saja dia melihat sebuah cahaya yang berada dari bulan. Tempat dimana tak ada atap diatasnya.
Sebuah bangunan bawah tanah yang terdapat banyak misteri. Dia melangkah maju dengan mengumpulkan keberanian yang besar. Mengatur nafasnya agar tidak mendesah takut.
"Ini..."
Bisakah Jungkook bungkam? Dia memperhatikan ke sana, seseorang yang tak lagi bersembunyi dalam sebuah bayangan. Awalnya Jungkook mengira hanya sebuah patung tapi hal itu dia tepis saat melihat pergerakan darinya.
Nyatanya kebisuan lah yang terjadi dalam dirinya karena saat manik matanya menemukan seseorang yang menjadi potensi dalam dirinya, nampak di depannya. Berfikir bahwa dia sendiri telah mati, atau sekarat?
Entah tapi keyakinan dalam dirinya bahwa dia masih hidup sangat berlebihan. Mungkin saja Tuhan memberikan maksut lain.
"Jimin hyung..."
Apakah ini rumah Jimin di akhirat?
.
TBC...
Hupla apa kabar kalian, jumpa lagi dengan saya yang setia menghibur kalian semua dengan seni menulis yang masih amburadul hehehe...
Bagaimana dengan chapter ini apakah sudah memuaskan hasrat kalian? Atau kah masih ngegantung?
Jangan lupa buat dukungan dan apresiasi untuk penulis di dunia oranye ini.
Jangan lupa jaga kesehatan dan tetap di rumah saja, semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita bisa melakukan aktivitas lagi.
Aku juga semoga bisa kerja lagi setelah libur panjang karena Corona.
Tetap semangat semua...
Gomawo and saranghae...
#ell
01/07/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro