Part 34 : When My Lonellies Call You
Note:
Jika kalian mau cerita lebih feel kalian bisa dengar rekomendasi musik yang sudah aku pasang di atas judul [STATION] 펀치 (Punch)_나의 외로움이 널 부를 때_Music Video. Atau kalian bisa pakai lagu yang kalian sukai yang sesuai dengan feel kalian atau buat cerita ini. btw author minta tolong kasih rekomendasi lagu sad buat next chap sekalian bisa dijadiin judul chapter selanjutnya. semoga kalian suka, silahkan menikmati ^^
..................
" Tersenyum sembari menangis itu sudah biasa... tapi bagaimana kalau menangis sembari kau tertawa bahagia. justru hal itu terlampau sangat sulit saat kau harus menahan beribu sesak yang menyerang. Bahkan kau tahu bahwa, sakit yang dirasa beribu kali lipat. Itu bukanlah hal yang mudah, bahkan rasanya akan seperti kau ingin membenturkan kepala agar segera tertidur dengan lelap. Melupakan semua yang menyakitkan dan majemuk ini."
...................................
(Author **** POV)
Otak ini terus berputar mengingat setiap kata yang ditelontarkan olehnya, bahkan rasanya mata tak bisa berbohong jika ada orang yang bertanya tentang masalahnya. Dia sendiri memilih berjalan di tengah hujan deras yang tengah melanda dan juga bagaimana caranya agar dia bisa menikmati setiap tetes jatuhnya air dari langit tersebut.
"Kau percaya aku tak mampu..." dia berbicara lirih menatap langit milik dunia. Berjalan di tengah jalanan sepi lantaran hujan terus mendominasi kegiatan manusia yang enggan kena air. Basahnya hujan bisa membuat tubuhnya terasa sejuk sekaligus dingin yang bisa saja membuatnya sakit.
Akan tetapi, namja tersebut seakan tak takut akan keadaan dirinya. Hancur sudah apa yang menjadi benteng pertahannya. Matanya yang sudah tiga jam berkaca sudah ambrol akan air mata yang terus meringsek untuk keluar. Ditakdirkan untuk menangis dan sekali lagi Jeon Jungkook terpuruk di tengah anugerah Tuhan yang datang untuk ciptaannya. Apakah dia akan gugur dalam segala pemikiran dan keyakinan hatinya untuk selalu bertahan di atas pondasi yang mengatasnamakan Jimin? sementara dirinya saja tak akan bisa tergantikan.
Pandangannya mengabur di tambah lagi dia sudah basah kuyup, dia berjalan jauh menjauhi rumah yang sudah memberikan dia kenyamanan yang belum dia rasakan sebelumnya. Sekedar menenangkan dirinya dari hati yang terluka karena belati lidah yang menyakitkan. Dadanya sakit dan sesak jelas itu terasa sekali bahkan dia sendiri pun merasa apakah ini akhir hidup baginya? Jika iya... apakah bisa dia meninggalkan sang kakak yang nyatanya lebih buruk dari kelihatannya.
Sakit tak berdarah, tak ada obat untuk hati yang sudah terlanjur nyeri. Hanya bisa menyentuh dan merasakan detak jantung yang berpacu saat dia berjalan pelan, dia menutup mata sesekali dan tersenyum dengan manis. Membuat hujan semakin menangis lantaran dia tak ingin ada yang melihat beban berat yang sudah ia tampung sejak menjadi dewasa.
"Jimin hyung, bisakah kau tidak pergi waktu itu. orang yang sangat menyayangimu bahkan menyalahkanku karena aku menggantikan dirimu. Aku... aku tidak bermaksud begitu hyung. Aku sangat menghormati Yoongi hyung dan juga dirimu, tapi kenapa aku selalu disalahkan dengan hal yang tidak aku lakukan. Yoongi hyung... dia menyalahkanku atas kematianmu. Jim hyung, apa yang harus aku lakukan? Aku tak ingin mengecewakan semua orang dan mama... dia memintaku bahagia agar Myungsoo hyung juga. Jimin hyung... Myungsoo hyung aku ingin bertemu kalian walau sekedar mimpi saja."
Harapan Jungkook yang bisa saja dikabulkan jika Tuhan juga para malaikat menyetujuinya. Putus asa, entahlah... terdengar sangat ambigu padahal Jungkook selalu yakin dengan optimisnya sendiri meski kenyataannya semua itu gagal karena sang kakak tak sama sekali mau menggubrisnya.
Jungkook merasa jika hujan temannya, dia merasakan air dingin itu terus merasuk tubuhnya agar tetap basah kuyup. Kenyataannya semua tak bisa menjadi apa yang diharapkannya. Dia tak sendirian karena disana ada dua orang yang mengikutinya dari belakang. Mereka menggunakan mantel hujan dan mengawasi Jungkook yang masih berjalan belum menyadari mereka berdua.
Mereka khawatir jika yang muda melakukan hal nekat yang membahayakan dirinya sendiri. mereka lihat dan tahu apa yang dilakukan Yoongi terhadap Jungkook dan tingkah apa yang membuat namja itu menjadi seperti sekarang. Jungkook kehilangan kepercayaan dirinya sampai dia menerobos hujan yang deras. Dia melamun memikirkan semua yang berkemelut dalam otaknya.
Mendung...
Sisi mana yang akan dipilih Jungkook sementara dia sendiri hanya bisa tertawa sembari menyembunyikan isakan tangisnya yang akan menjadi pilu. Beruntung hujan menutupi air mata yang sudah keluar dari pelupuknya. Berjalan gontai dengan tangan kanan yang menyentuh area perut bawahnya, meringis sesekali saat ada perih yang meringsek masuk. Dia merasa jika terasa tersengat setrum kecil saat melangkahkan kakinya, dia hanya ingin menemui seseorang untuk menuntut kejelasan mengenai dirinya.
"Yoongi hyung kau dimana?" kedua matanya seakan tak ada kata lelah untuk mencari keberadaannya. Sementara dia sendiri pun juga tidak dalam keadaan baik entah itu jiwa atau raganya itu semua karena ucapan pedas Yoongi yang mematikan setiap sendi tulangnya. Seperti mati rasa tapi seakan Jungkook tak merasakan hal itu sama sekali meski rasa sakit itu masih saja kentara.
Keduanya di belakang sana hanya terdiam memperhatikan langkah itu gontai. Mereka ingin menolong akan tetapi dia membutuhkan waktunya sendiri. sehingga hanya ini yang bisa mereka lakukan.
Sementara sang ibu mengikuti di depan menggunakan mobilnya. Bukannya dia kejam dengan Taehyung dan Seokjin yang menyusul sang anak dengan berjalan kaki. Akan tetapi jika Jungkook pergi ke tempat yang tak bisa mereka jangkau dia akan lebih tenang lantaran masih ada yang mengawasi. Sementara separuh hatinya masih dongkol dengan sikap Yoongi yang sama sekali tak menghargai semua orang disini. Dia sangat egois sampai dia sendiri entah akan memaafkan tingkah anaknya atau tidak.
Sampai sekarang dia heran kenapa Yoongi bisa demikian padahal sejak dia masih menjadi ibu muda dia dan mendiang suaminya tak pernah mengajarkan hal buruk pada anak itu. Dia juga sedih kehilangan Jimin akan tetapi kenapa Yoongi harus mengalami hal separah itu terlebih kematian ayahnya membuat anaknya juga ikut terpuruk dan begitu juga dengan dirinya.
Yoongi memang sakit sepertinya dan dia harus menindaklanjuti jika Jungkook terus diinjak dan diintimidasi olehnya. demi apapun dia akan sangat tegas mulai sekarang meskipun dia akan mengurung namja itu di kamar selama satu minggu.
Tentu bukan sebuah ancaman dan akan dibuktikan detik itu juga.
"YOONGI HYUNG KAU DIMANA HYUNG?!"
Itu jungkook dia berteriak di tengah gemuruh hujan dan gemuruh petir yang tak keras, dia melintasi jalanan dengan langkah kaki yang basah dan kedinginan. Baik Taehyung maupun Seokjin sama-sama terheran dengan sikap Jungkook yang mudah sekali melupakan kesalahan namja bermata sipit yang keras kepala itu.
"Akh..." merintih dengan tubuh yang mematung namja berwajah manis itu merasa perutnya sedikit di sentil oleh rasa sakit. Membuat rasa ngilu dan sakit itu terasa dan justru membuat kedua orang itu berjalan mendekatinya walau meraka tak peduli reaksi apa yang akan terjadi pada dirinya.
"Yoongi hyung hhhh...." nafasnya seakan hilang dan Jungkook terus berjalan meski tubuhnya sangat gontai mungkin kena angin dia akan ambruk hanya saja dia masih bertahan di terpa hal seperti ini. salah satu yang membuat kedua matanya seakan terbelalak hendak keluar dari kelopaknya ialah, ketika dia melihat sebuah darah di tangannya dan darah lain merembes dari baju yang dia pakai. Bau amis darah itu juga sedikit terasa di indera penciumannya dia bisa merasakannya bahkan sakitnya sedikit menjadi.
Pada akhirnya dia menjatuhkan pantatnya dan membiarkan tubuhnya semakin lemas di tengah hujan yang terus menyerangnya. "Akh... sakit." Jungkook mengangkat kepalanya dia meringis hingga giginya nampak. Dia jatuh dengan tubuh yang ambruk kemudian, dia merengek sakit dan merintih tolong. Entah dia bermimpi atau tidak justru dia melihat seseorang duduk di kursi rodanya dengan tatapan tajam ke arahnya dia Yoongi dan dia kebasahan, bahkan dia tak bergerak sedikitpun untuk menjalankan kursi rodanya dari kejauhan dia melihatnya. Bukan hanya Jungkook yang melihatnya akan tetapi dua orang yang datang menopang tubuhnya yang sudah ambruk, mereka tak peduli dengan keberadaan Yoongi yang menatap acuh ke arah mereka.
Bahkan Taehyung yang melihatnya menjadi dendam saat melihat bagaimana Yoongi yang bangun dari kursi roda itu dan dengan kaki yang melangkah berjalan melewati mereka dengan pincang. Meski wajah pucat itu meringis sakit dan dia sembunyikan sekuat tenaga akan tetapi Jungkook melihat itu semua dan berusaha berdiri untuk membantu sang kakak yang nekat berjalan.
Hanya saja ucapan Jungkook hanya angin lalu yang dia sendiri pun tak digubris sama sekali, dia tak menganggap siapa yang memanggilnya dan bersikeras dia tak punya hak menjadi adiknya. sementara Yoongi sudah terselimuti kebencian besar pada seseorang yang berusaha bangun dan gagal karena rasa sakitnya yang terasa sangat menyakitkan.
Seokjin yang notabene sahabatnya salah seorang disana juga tak menyangka jika ada iblis yang menjadi manusia seperti Yoongi. membiarkan sang adik seperti ini adalah sebuah kejahatan sementara Jungkook saja mengkhawatirkan bedebah sialan itu.
Hujan semakin deras dan sang ibu segera menepikan mobilnya dia juga mencari payung yang entah kemana dan membutuhkan waktu beberapa detik untuk mencarinya. Akan tetapi dia terpaku akan tindakan sang anak yang justru menjauh dan enyah dengan hal tersebut. Dia mendatangi putra sulungnya dengan wajah emosi yang sudah ingin meledak.
Hingga pada akhirnya sang ibu menyusul dan meminta pertanggung jawaban putranya atas sikapnya itu.
Taehyung yang paling panik dia malah sempat berteriak pada Seokjin agar cepat membawa temannya itu ke rumah sakit. Kesal dan marah tentu saja mana ada manusia yang tak marah jika melihat ketidakmanusiaan hanya karena egois, ingin rasanya Taehyung membunuh namja itu jika dia tak ingat rintihan sahabatnya yang semakin menjadi.
Seokjin merasa janggal dengan apa yang terjadi, dengan segera dia membuka baju pada bagian perut dimana namja muda itu mengeluh sakit dan apa daya saat dia melihat bagaimana darah itu merembes pada sebuah perban yang melilit perutnya. Taehyung ingat alasan kenapa Jungkook sempat meminta untuk berjalan pelan siang tadi.
"Jin hyung cepat bawa dia kerumah sakit!" saking paniknya dia lupa jika sudah ada mobil yang sudah berhenti disana dan sang ibu tentu saja keluar dengan suara yang hampir menjerit saat menyaksikan Jungkook yang mengatup dan menggigit bibirnya menahan sakit. Dengan cepat namja yang terkenal dengan inteligentnya itu segera menekan sedikit luka itu dan membelitkannya dengan sebuah kain yang dia bawa.
Dengan cepat keduanya segera membopong tubuh Jungkook untuk segera masuk ke dalam mobil, meski mereka memaksa namja muda itu lantaran Jungkook tidak ingin karena ingin bertemu dengan Yoongi yang sedang berdebat dengan sang ibu. Dalam penglihatan buramnya, dia melihat bagaimana sang ibu menampar pipi itu hingga memerah dan tentu saja membuat namja bergigi kelinci itu sedikit memberontak.
Tentu saja Taehyung membentak sahabatnya itu agar tidak berfikir bodoh.
"Hyung tolong arahkan aku untuk menemui Yoongi hyung dan eomma." Dia memohon dengan wajah mendayunya, bibirnya juga semakin pucat karena rasa sakitnya dan tentu saja dia menggigil di tengah cuaca ekstrem seperti ini. Taehyung yang tak tahan dengan kebaikan Jungkook lepas kendali dan memarahinya membuat yang dimarahi sedikit terkejut dengan bentakan tersebut.
"Jungkook sadarlah! Apa yang kau harapkan dari kakak seperti dia. Ada eommamu dan kau harus melihat keadaanmu! Kebaikanmu sudah cukup besar dan sekarang kau harus ikut kami ke rumah sakit karena kau terluka bodoh!" dia mengatakan hal itu dengan sadar bahkan namja yang ikut membantunya juga tersentak kaget dengan sikapnya yang terlihat sangat protektive.
Membuat namja muda itu bungkam dan menyadari apa yang dikatakan Taehyung padanya.
"Maafkan aku..." ucapnya dengan lirih sembari menundukan kepalanya dia juga pasrah dan menurut sekarang. Mungkin benar dan semoga saja sang ibu bisa membujuk sang kakak. apalagi dia cukup senang jika keadaan kaki sang kakak baik-baik saja.
Di belakangnya sudah ada mobil yang datang dan itu berasal dari sang supir ibu dari sahabatnya. Dengan segera dia memasukan Jungkook ke dalam mobil dengan bantuan Taehyung tentunya. Seokjin mengangguk paham dan dia langsung masuk ke dalam mobil hitam itu dan menjadi pengemudinya. Taehyung menekan luka itu berharap jika darah itu tak merembes keluar sepertinya tidak... lantaran sahabatnya itu masih saja mengeluh sakit dan alhasil merah kental itu sudah mengotori kain hitam yang menjadi bantuannya.
"Tae kau jaga baik Jungkook aku akan sedikit kebut." Dia memastikan keduanya di belakang, dan melihat Taehyung yang mengeluarkan protesnya. Namja itu masih saja belum berubah dan selalu membuat dia merasakan semburan maut mematikannya.
"Apa kau gila kita akan mati kalau sampai kecelakaan."
Dia benar, dan sependapat mungkin dia terlalu ingin menyombongkan diri sampai lupa keadaan. Akan tetapi ini sudah darurat dan memang tidak bisa jika terlambat, takut jika luka itu akan memperparah keadaan. Akan tetapi saat mobil itu hendak berjalan Jungkook menegur Seokjin dengan menepuk pundaknya, dia duduk dan berusaha berbicara dengan jelas.
"Hyung bawa aku pulang, jangan bawa aku ke rumah sakit." Pintanya, dengan nafas tersenggal dia tak ingin kesana. Dia tak suka disana dan dia juga baru saja dari sana. Dia tak ingin memasuki ruangan yang banyak bau obatnya karena kepalanya pasti akan selalu pusing setelahnya. Terlebih dia khawatir dengan Yoongi juga ibunya. dia akan membalut lukanya sendiri karena dia merasa luka itu hanya terbuka bagian luar bukan yang dalam.
"Yakkk, kenapa kau melakukan itu kami akan membawamu ke rumah sakit suka atau tidak suka." Taehyung menuntut sahabatnya itu dia tidak suka ide gila Jungkook yang membahayakan diri sendiri itu. bukan hal bagus jika dia bermain dengan medis sendiri tanpa seorang ahli dan tentu saja sang pengemudi mengangguk setuju dia bahkan akan membawanya ke rumah sakit. Akan tetapi Jungkook tetap saja memohon karena alasan yang sama dia bahkan menangis meminta untuk jangan di bawa kesana.
Itu membuat kedua orang yang membantunya sempat meluluh dan berfikir panjang, apa yang akan terjadi kemudian? Sementara dia tetap memaksa untuk tidak pergi.
Hanya khawatir pada sang kakaklah yang membuat dia sendiri tak mementingkan kesehatannya. Dia ingin sampai di rumah dan meminta maaf pada Yoongi agar dia bisa didengarkan oleh namja berkulit pucat itu. Dia juga tak peduli jika pada akhirnya dia akan semakin terluka akan tetapi dia ingin sang kakak mau memaafkannya dan mengakuinya sebagai adik bukannya mendiang Jimin.
"Jungkook..." sekali lagi Taehyung memanggilnya, raut wajah dan tatapan matanya memelas seakan meminta padanya agar tidak melakukan hal bodoh yang tentu bisa membahayakan dirinya sendiri. meskipun pada akhirnya Taehyung mengiyakan permintaan Jungkook yang meminta untuk pulang.
Sementara Seokjin hanya bisa membuang nafas kesal. Dia kesal dengan namja muda itu karena susah diatur dan keras kepala, dengan segala kebaikannya yang sudah di buang percuma oleh kakaknya. Sekaligus dia juga iba lantaran perjuangan Jungkook yang ingin bukti kepedulian sang kakak, Min Yoongi yang telah menyebut Jungkook sebagai anak pungut dan mengucapkan sumpah serapah yang menyakitkan untuknya.
Jungkook terlalu baik dan dia tidak bisa menerima balasan menyakitkan seperti itu, akan jadi apa? sementara dia juga kesal dengan munafiknya Yoongi.
Mobil itu sudah menghilang dari tempat kejadian di terobosnya hujan deras, meninggalkan seorang ibu yang kini menatap sang anak dengan wajah kesal juga hembusan nafas cepat emosinya dia masih membawa payung hitamnya dan melihat sang anak dengan tatapan tak percaya.
"Lakukan saja eomma, kau selalu begitu semenjak ada anak pungut itu!"
Yoongi menunjuk jalanan di mana mobil itu menghilang dia juga sangat kesal hingga tanpa sadar membentak sang ibu yang ada di depannya. tentu saja tamparan kedua kali itu mendarat lagi dan membuat Yoongi menatap ke samping dengan diamnnya. Berfikir di tengah rasa sakit dan perih merah di pipinya, menyentuh dengan telapak tangannya dan melihat bahwa ibunya tengah murka. dia hanya tersenyum sinis melihat kenyataan itu.
Tak menyangka jika akan seperti ini jadinya, sang ibu terpaksa menampar pipi sang anak. bahkan Yoongi juga sudah membentaknya. Hingga perkataan sang ibu menohok dirinya, "Jangan membentak orang tua Yoongi karena akulah yang mengajarimu berbicara!" sang ibu jatuh menjatuhkan air matanya dan menangis dia hancur lebur seketika saat melihat kenyataan sang anak seperti membencinya. Dia tak ingin putra sulungnya menyadari apa kesalahannya dan bukannya menjatuhkan martabatnya seperti tadi.
Hanya tatapan datar yang di lakukan oleh namja bermata sipit itu bukan hal yang mudah memang saat dia ingin mengembalikan suasana hati yang terlanjur kesal dan marah. Dia menyadari apa kesalahannya tadi tapi dia juga tak bisa menarik kata-kata menyakitkan itu bahkan meminta maaf? Entah... hanya saja dia juga kecewa. Kecewa dengan pilihan ibunya yang memilih mengasuh Jungkook dengan alasan akan ada Jimin lain untuknya. Dia tak suka dan tak akan mau menerima orang asing. Akan tetapi sudah genap tiga bulan dia dipaksa bersama namja menyebalkan hidupnya itu.
"Aku hanya ingin menyampaikan pendapatku eomma. berfikirkah bagaimana aku tidak menyukai keputusan sepihakmu? Saat aku enggan menerima orang lain sebagai keluarga kau justru memaksaku. Aku bisa hidup sebagai orang yang kau kendalikan di perusahaanmu untuk mengatur dan memimpin dan aku sendiri juga rela mengesampingkan egoku memilih jurusan bisnis ketimbang hal yang aku sukai dulu. sementara aku berfikir aku melakukan ini agar perusahaan appa tetap hidup dan eomma bangga padaku. akan tetapi kenapa eomma begitu kekeh memaksaku untuk menjadi kakaknya sementara dia bukan berasal dari marga ini dan kenapa aku juga yang harus menerima dia sementara aku tidak mau!"
Tes...
Tes...
Siapakah yang menangis, siapakah yang menjadi sembab dan siapakah yang akan terus menitikan air mata. Ketika sang ibu menangis karena sang anak berubah justru Yoongi menangis dengan segala tekanan yang dia dapatkan. Dia sadar bahwa dia juga salah menyalahkan takdir, keadaan juga ibunya akan tetapi dia juga tak mau jika harus diam dan menerima ketidaksetujuan yang membuat dia tersiksa. Dia tidak gila... dan dia juga tidak sakit. Dia hanya butuh seseorang untuk mengerti keadaanya dan masalah yang dia selalu sembunyikan.
"Aku hanya ingin dimengerti eomma. Jimin yang selalu mengerti aku itulah mengapa aku menyayanginya." Nanar ucapannya dia juga menundukan kepalanya, di hujan sederas ini. payung sang ibu berbunyi diantara perbincangan mereka berdua. seakan hujan tak akan berhenti begitu saja dan membiarkan mereka tak basah kuyup. Salah... Hujan lah yang menjadi saksi antara anak dan ibu itu untuk mengetahui masalah yang terjadi dimana seorang Min Yoongi memperlihatkan titik lemahnya yang majemuk.
Sang ibu terdiam...
Sang ibu termenung...
Dia tak melakukan kesalahan, hanya sebuah harapan agar semua membaik. Dia melihat bagaimana putranya menundukan kepala, bagaimana bahunya bergetar bukan karena dingin semata atau hujan dan basah kuyup. Akan tetapi sang anak menangis karena isakan yang lirih dan membuat dia seperti lemah di antara kesombongan yang pernah ia buat. Yoongi memang lemah dan dia perlihatkan pada ibunya yang ia sayang dan ia sejujurnya sangat dirindukan kehangatan bersama itu. Seperti dulu saat dia masih sekolah menengah pertama saat liburan musim semi dengan Jimin yang selalu merengek manja padanya dan sang ayah yang siap siaga juga ibunya yang mengomel jika mereka melakukan kejahilan.
"Aku ingin seperti dulu, saat sebelum Tuhan belum mengambil semuanya. Dulu hal itu sangat membahagiakan dan berharap bukan mimpi tidur yang selalu menghilang." Lirih dan menyendu isakan demi isakan keluar, sang ibu juga menangis dia menteskan air mata sembari memeluk sang anak. sementara kepala putranya sudah jatuh dalam dekapan kasih sayang wanita yang sudah ditinggal mati suaminya itu. Dia sebenarnya menyayangi Yoongi bahkan tak ingin sang putra seperti ini. Dia akan membuat sang anak melunak dengan Jungkook bagaimanapun caranya.
"Waktu memang tak bisa dirubah sayang, akan tetapi kau hanya bisa menjalani dan menggantikan waktu itu dengan cara lain. Jika kau ingin mengerti cobalah kau menghargai orang lain dan mengertinya. Kau akan mendapatkan hal seperti itu jika kau mau dan tak menuntut. Jimin memang sudah pergi akan tetapi kau memiliki eomma.. dan Jungkook dia sangat menyayangimu seperti kakaknya, tak bisakah kau melihat keseriusannya?" sang ibu mengusap kepala sang anak sayang dia juga sudah menjatuhkan payungnya tak peduli jika dia basah. Sang anak basah karena hujan maka dia juga ikut demikian.
Yoongi terdiam entah dia memikirkan perkataan sang ibu ataukah hal lain, bahkan sudah tiga menit Yoongi tak berbicara atau pun bergerak membuat sang ibu penasaran dan mengernyitkan alisnya dengan memanggil nama sang anak lirih.
"Yoongi..." di tepuknya punggung sang anak dan pada akhirnya dia menyadari saat tubuh sang anak jatuh ambruk hingga membuat sang ibu terduduk menopang tubuh sang anak.
"Astaga Yoongi bangun nak, kau kenapa. Tolong aku... Pak Han, tolong aku!" panggil sang ibu saat dia melihat mobilnya yang lain datang menghampirinya dengan sang supir yang bergegas keluar dan segera menolong majikannya. Tubuh Yoongi sudah lemas dan wajahnya juga pucat dia kehilangan kesadaran dengan tubuh yang menggigil. Gemelutuk giginya juga terdengar saat serdadu hujan mengenai tubuhnya, sang ibu semakin panik dan segera membawa masuk sang anak ketika supir pribadinya menggendong tubuh anak majikannya dan membawa masuk hingga Yoongi kini berada di pangkuan sang ibu.
Hawa semakin dingin dan tak lagi bersahabat dengan segera Pak Han menancapkan gasnya untuk pulang berdasarkan perintah nyonyanya. Panik itu ada, bahkan ibu dua anak ini terus menepuk pipi Yoongi dan menggosokan tangan tersebut agar hangat. Ada yang dia lupa mengenai anak sulungnya, yaitu... Yoongi tak tahan dengan air hujan apalagi di musim seperti ini. Bahkan Jimin pun pernah menerobos hujan hanya untuk menyusul sang kakak. Itu semua rasa sayang yang besar sang adik pada kakaknya.
Sampai sang ibu bahagia karena keduanya saling melengkapi akan tetapi....
Rasa sayang Yoongi membuat egois itu muncul dan tentu saja Jimin sempat mengeluh dan merasa terkekang hanya karena Yoongi khawatir dengan sakitnya Jimin. dia mengingatnya bahkan sang ibu masih membelai rambut sang anak. Menyadari bahwa hati sang putra sulung membeku dan tak mau diganti dengan hal lain membuat sang ibu sendiri merasa kasihan dengan Jungkook. Bagaimana dengan nasibnya sementara dia berusaha sekeras itu untuk mendapatkan perhatian Yoongi yang egois.
Dia juga berat memikirkan masalah ini, dia hanya ingin anaknya sembuh dan stabil seperti yang diucapkan dokter padanya. Apalagi Yoongi selalu mengaku dia sakit dan masih waras meski keadannya tak begitu. Ini salah dan untuk itulah sang ibu berusaha melakukan hal terbaik untuk membenarkannya.
Meski sampai sekarang sangat sulit...
Mendengkur halus sang anak tertidur dengan nyaman dalam pelukan ibunya, dia seperti bocah kecil manja kebanyakan dibandingkan seorang kakak yang tegas. Melihat sang anak tidur dengan wajah damai seperti ini membuat sang ibu menangis lagi. dia kasihan dengan putra kandungnya begitu juga dengan anak angkatnya Jungkook yang selalu mengidamkan bahagia bersama keluarga.
Dia ingin mewujudkan mimpi kedua anaknya untuk itulah, mungkin Tuhan sudah memberikan jawaban melalui benak yang terlintas dalam fikirannya.
"Eomma akan melakukan apapun untuk kalian, anak kesayanganku..."
Dia juga yakin jika Seokjin dan Taehyung bisa mengurus Jungkook selagi dia fokus dengan Yoongi. dia juga tak akan membagi kasih sayang sedikitpun karena dia memang menyayangi mereka berdua.
Sampai kapanpun...
.
.
............................
Taehyung juga namja disebelahnya hanya bisa terdiam sembari memperhatikan Jungkook yang tertidur di atas ranjangnya. Mereka sangat iba melihat namja muda itu berusaha sendirian hanya untuk mendapatkan hal yang dia anggap sebagai impian. Hanya saja Jungkook sudah banyak terluka sampai dia mengorbankan kebaikannya seperti ini.
"Jin hyung pernahkah kau berfikir jika sahabatmu adalah orang gila? Apa salah Jungkook, dia hanya ingin kasih sayang yang bahkan dia idamkan selama ini. aku mengenalnya lebih baik dari siapapun dan kenapa dia harus tinggal dengan orang gila seperti dia."
Yoongi menatap nyalang sebuah foto yang disimpan oleh Jungkook, gambar wajah Min Yoongi yang tanpa senyum sengaja disimpan dan dicetak dalam bingkai oleh Jungkook. dia tak tahu alasan apa dan kenapa sahabatnya harus repot membuat hal itu, sungguh jika Taehyung menjadi Jungkook dia akan memilih kembali pulang ke panti atau setidaknya mencari keluarga yang lebih waras ketimbang harus tahan banting dengan kezaliman orang gila disana.
"Dia memang seperti itu, sebenarnya dia baik tapi karena Jimin dan ayahnya meninggal dia menjadi arogant. Aku tahu alasan Jungkook bertahan itu karena dia bisa melihat Yoongi dari sisi berbeda." Jin membenarkan selimut namja muda itu, dia juga sesekali tersenyum ke arah Taehyung yang masih uring-uringan.
"Kau membelanya karena dia sahabatmu kan, dasar!"
"Kau tentu melakukan hal demikian. apa yang kau lakukan jika sahabat yang kau punya dikatai buruk, hem..." Seokjin seakan menantang adik sepupunya itu dia bahkan hafal sikap Taehyung yang sembarangan tanpa mau tahu sebenarnya. Akan tetapi dia mengalah dan tak memperpanjang masalah ini. dia sudah dewasa dan hanya akan menjadi penengah untuk segala hal. Akan tetapi dia juga sedikit menyetujui pernyataan Taehyung bahwa Yoongi memang egois dan jahat dengan adiknya.
Demi apapun dalam diam namja tampan itu berharap, jika saja Tuhan dan semesta memberinya kuasa dan mengabulkan. Seokjin siap jika dia menjadi kakak pengganti untuk Jungkook, karena demi apapun namja muda itu berhak bahagia dan juga di beri kasih sayang. Jika suatu saat Jungkook menyerah dengan sendiri dia yang akan datang dan menjemputnya. Membawa dia untuk tinggal karena sungguh dia juga menyukai kepribadian namja muda itu dan bisa menjadikan dirinya seorang adik.
Itu janjinya yang dia katakan dalam hati tanpa ada maksut memberitahukan hal ini pada Taehyung, karena dia hanya ingin tahu akan jadi apa akhirnya.
"Kau hanya belum menyadarinya Yoon..." lirih terucap untuk sahabatnya, berharap lirihannya di dengar karena angin membawanya.
Keajaiban itu yang dibutuhkan...
Baik Jungkook dan Yoongi keduanya berada dalam mimpi, di masing-masing tidur lelap mereka. apa yang akan dilakukan Tuhan selanjutnya?
Entah....
Mungkin, sesuatu yang pasti atau bisa juga majemuk.
....................................
Tbc...
Menurut kalian chapter ini aneh gak? Masih bisa diterima gak ya kalau di bukukan, kadang author punya rencana pingin jadiin fanfic author buku cetak supaya ada jejak seninya Cuma belum rezeki mungkin dan masih dalam proses hehe. Semoga kalian puas dengan hasil yang aku buat dan semoga kalian juga bisa terinspirasi dari apa yang saya buat.
Oh iya, berikan kesan dan pesan untuk chapter ini ya , kalau ada kekurangan mohon dimaafkan semoga di next chap akan lebih baik lagi.
Jangan lupa jaga kesehatan dan terima kasih untuk partisipasinya dengan membaca karya saya.
Jangan kapok buat mampir ke lapak saya.
Salam cinta untuk kalian, gomawo...
#el
08/06/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro