Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 26 :Let Go!

" Embun datang tanpa permisi, dengan balutan asap kecil tak terlihat dari langit. Menetap di daun dan bunga atau bahkan semua tumbuhan yang di jumpa. Hilang juga tanpa pamit saat sang surya makin meninggi. Sama sepertinya dengan dirimu, yang mengacuhkan tanpa ada kata permisi dan pamit. Kemana arahku pulang jika dirimu saja enggan membuka pintu rumah untukku, meski aku sudah ada di dalamnya. Jujur... ada yang kosong dalam hati ini."

- Jungkook –

......................

(Author ***** POV)

Bel....

Tanda yang dinantikan oleh seluruh murid dalam ruang lingkup yang sempit penuh dengan pendidikan, sekolah. Berkemelut dengan otak yang penuh akan rumus matematika yang mampu membuat otak sariawan. Ya, ada ulangan dadakan yang diadakan setelah Jungkook yang merupakan baru disini berkenalan di depan kelas. Melewati rasa canggung dan gugup yang luar biasa, dia dengan senyuman manis mampu membuat beberapa yeoja dalam kelas itu terpekik lirih.

Wajar, jika dia digadang-gadang menjadi idola sekolah setelah beberapa murid namja di sana.

"Bagaimana, apakah kau baik?" sapaan seseorang yang datang dan duduk diatas meja dengan wajah ramahnya. Berbicara dengan akrab tanpa ada rasa canggung sedikitpun. Dia yang disapa justru mendongak sedikit, membalas senyuman teman sekelasnya dan memasukan buku tulis yang beberapa lembar ia tulis.

"Iya, aku tak masalah dengan hal itu." wajah yang terlampau senang atau bisa dikatakan, ternyata... menjadi murid baru itu tak menakutkan seperti yang ia pikirkan. Meski ia sendiri pun pernah putus sekolah karena biaya, tak apa. Bersekolah di tempat elit seperti ini adalah hal yang patut ia syukuri dalam hidupnya. Menjadi motivasi tersendiri untuknya.

"Kau beruntung menjadi murid yang pintar, kau lihat soal tadi? Otakku seperti jungkir balik hanya karena mengerjakan satu soal." Wajah Taehyung nampak sebal dengan soal biadab yang membuat ia sesak dan jantungan. Sukses membuat si pemilik gigi kelinci terkekeh, ia rasa wajah Taehyung yang seperti itu tak ada bedanya dengan ikan gembung yang ia beli di pasar. Apakah teman sekelasnya ini adalah titisan dari dewa ikan? Ah, mungkin saja dia dulu berasal dari sel sperma yang oriental dengan ikan di laut mediterania.

"Katakan saja kau kurang belajar. lagi pula soal itu cukup mudah aku selesai dalam waktu tiga puluh menit." Tersenyum bangga dengan menepuk dadanya pelan, sedikit menyombongkan diri dengan wajah manisnya. Taehyung yang jengkel tak segan memukul lengan Jungkook dengan sedikit keras, "Aduh, yakkkk... aku hanya bercanda hahahaha..." tertawa lepas, dan melupakan fakta bahwa keduanya berada di dalam kelas berdua.

"Ayo makan, aku sudah lapar." Berdiri dengan tegap, Taehyung hampir menarik tangan Jungkook jika yang diajak tidak meminta untuk berhenti sebentar. Terheran saat melihat tangannya merogoh masuk ke dalam tas. Butuh waktu beberapa detik setelah Jungkook meraba benda di dalamnya, ternyata... ada sebuah kotak bekal berwarna biru laut yang membuat Taehyung langsung mencium wangi harum masukan di dalamnya. "Wah, aku mencium daging pedas. Kau memasaknya?"

"Hidungmu sangat tajam ya, aku belum membuka saja kau sudah menebaknya." Jungkook menaruh bekal itu di atasnya. Tak disangka, ia mengeluarkan kotak makan satu lagi dengan ukuran sedikit kecil dari dalamnya. Sepertinya Taehyung tak jadi mengajak yang muda untuk makan di kantin, kenapa ia harus melakukannya? Jika temannya itu sudah seperti kantin berjalan dengan tas penuh makanan. "Yaaakkk... kau rakus sekali. Kenapa bekalmu ada dua? kita bersekolah bukan berkemah." Tunjuk Taehyung satu-satu pada setiap makanan yang dibawa oleh dia. Wajahnya nampak berharap jika Jungkook akan memberikan sedikit bekalnya. Lumayan bukan? Uang jajanya menjadi hemat dengan metode makan bersama teman sekelas.

"Tadi eomma tidak tahu jika aku sudah membuat bekal, dia membuat masakan juga. Aku tidak bisa menolak hyung. Ah, apa kau ingin masakanku? Aku akan makan masakan eomma dia membuat sandwich." Jungkook menyodorkan bekal berwarna biru langit tak lupa membuka tutupnya itu dan menarik bekal merah berukuran kecil itu ke depannya. Taehyung yang melihatnya mengernyitkan alis, bukannya apa hanya saja ia mendapatkan bekal yang besar ketimbang si pemilik bekal.

"Kenapa kau memberiku bekal yang besar, kau kan bisa kenyang memakan yang ini." mendorong sedikit ke depan, ia tak enak hati jika Jungkook malah memberikan satu bekal besar hanya untuk dirinya. Jungkook tersenyum, ia membuka bekal makanan yang ada di depannya. sedikit mendorong bekal yang baru saja digeser oleh Taehyung. Ia memberikan sumpit yang ada disampingnya pada Taehyung, bermaksud menyuruhnya makan.

"Kau makan saja, itu masakanku tidak ada racun. Aku ingin makan masakan eomma, karena aku ingin merasakan bagaimana rasanya dapat bekal dari eomma." mengambil roti isi itu dan melahapnya penuh dengan pipi yang mengembung. Kedua matanya membelalak terkejut saat rasa manis dan gurih dengan sayur segar menyerbu mulutnya. Lelehan mayonaise mampu membuat lidahnya serasa bergoyang, Taehyung yang melihatnya kebingungan berpikir 'ada apa dengannya?'

"Jungkook kau tak apa?" tanya namja marga Kim nya itu khawatir, dirinya kini duduk di depan Jungkook dengan meminjam bangku teman sekelasnya. Dengan antusias Jungkook mengangguk, ia hanya terlampau bahagia dengan rasa yang di buat oleh ibunya. "Aku hanya senang dengan masakan seorang eomma, Tae tae hyung." melahapnya lagi, dia mengunyahnya dengan penuh semangat bahkan rasa yang ia kecap sangat luar biasa enak. Tak bisa di pungkiri jika wanita diciptakan pandai memasak. Tak disadari oleh dirinya jika Taehyung tertawa kecil, di balik tangan yang sedang memegang sumpitnya. Ia melihat Jungkook seperti masa kecilnya, penuh dengan semangat dan kepolosan. Tak ingin membuang waktu istirahat, Taehyung dia sendiri mengambil nasi dan potongan daging, memasukannya dalam mulut.

Ketika asam pedas dan manis beradu dalam lidahnya, kedua bola matanya membelalak. Ia merasa seperti merasakan hidangan surga. Mungkin, Taehyung terlalu berlebih tapi masakan Jungkook sama enaknya dengan masakan ibunya. Ia rasa ia mampu menghabiskan porsi besar ini. "Masakanmu sangat enak, wah... kau bisa menjadi juru masak yang keren. Kenapa kau tidak sekolah memasak saja. Ah, jika kau berjualan daganganmu akan laris manis Kook." Makan dengan semangat dan lahap, apalagi perutnya juga keroncongan. Taehyung pandai memuji, membuat Jungkook ingin besar kepala meski itu tidak baik. Entah kenapa ia senang mendengarnya, ia berpikir kapan Yoongi juga akan memuji masakannya.

"Aku bisa membawakanmu bekal besok jika kau mau." Tawar Jungkook dengan mulut yang habis menelan makanannya, ia pun mengambil air mineral dalam tasnya. Beruntung ada dua botol di dalamnya, satu untuk Taehyung dan satunya lagi untuk dirinya. Apakah ini sebuah berkah? Kenapa sahabat di depannya ini sangat baik padanya. Dan lagi, Jungkook mampu membuat ia merasa betah di dalam kelas seperti sekarang. Memudarkan rasa bosannya pada pelajaran yang semakin berbelit. Merasakan menemukan pasangan yang cocok untuk dirinya, mungkin tak buruk jika Jungkook menjadi teman sebangkunya besok. Jika ternyata, disini ia diabaikan oleh Chongsuk.

"Jungkook, kau terlalu baik padaku. Buatlah bekal untuk dirimu, aku bisa membawa bekal dan menemanimu makan. Kau tenang saja, eommaku yang akan menyiapkannya setiap pagi hehehe.." Taehyung meringis, dia pun memasukan lagi makanan dari sumpitnya, dan memuji masakan itu dalam hatinya. oh, sepertinya dia akan rajin membawa bekal jika seperti ini. "Serius, kalau di rumah banyak sisa makanan. Aku membuatnya untuk Yoongi hyung tapi dia tidak pernah mau makan, dari pada mubazir aku bisa membawakan makanan untukmu. Kau tahu, aku juga butuh juru pengecap untuk masakanku."

Taehyung yang sibuk melahap, merasa aneh ketika mendengar ucapan Jungkook barusan. Ia merasa Jungkook sedikit kecewa dari nada bicaranya, ah... apakah dia salah dengar. "Kenapa hyungmu tidak mau makan? Sayang sekali... kalau begitu kau bawakan untukku. Aku bisa memakan berapa banyak dan masakan apapun yang kau buat." Ucapnya dengan tangan yang menepuk perut. Untung saja, Jungkook tak salah mengira karena dirinya terlalu fokus dengan makanan di tangannya. Mungkin karena dia berdekatan dengan Taehyung makanya dia gagal fokus. Menurutnya, Taehyung adalah teman paling absurd sejak kecil. Dia berpikir, indahnya persahabatan dan cukup beruntung menemukan Taehyung disini...

"Nanti pulang sekolah aku akan ajak kau berkeliling sebentar. Kau juga harus tahu sekolah kita, bagaimana?" tawarnya saat jam istirahat tinggal sepuluh menit. Ia rasa pulang sekolah adalah waktu yang tepat dan tidak terlalu buru-buru. "Boleh, aku juga penasaran di mana perpustakaan." penuh dengan anggukan semangat, membuat Taehyung heran kenapa namja di depannya doyan sekali dengan buku. Tapi tak apa, ia bisa meminta diajarkan jika ada tugas yang belum ia pahami, ingat.. Taehyung tak mencontek dia hanya minta penjelasan. Karena menurutnya mencotek sama saja dengan korupsi.

Keduanya makan dengan senang, sesekali mereka saling bercanda sampai membuat Taehyung tersedak. Ah, itu atas kesalahannya sendiri karena membuat ulah dan membuat potongan daging hampir menyangkut dalam kerongkongannya. Beruntung air di dalam botolnya cukup banyak, tak membantu Jungkook tertawa terpingkal. Ia tak ingin jahat tapi mau bagaimana lagi, Taehyung juga hendak berbuat usil padanya. Mungkin, itu adalah pelajaran yang di berikan Tuhan untuk membuat temannya itu kapok.

Jungkook merasa, kesedihannya karena sikap sang kakak sedikit terobati di sini. Di sekolah ini, yang ia harapkan menjadi kenangan setelah kelulusannya dan menjadi tolok ukur untuk masa depannya. Beruntung.... itulah yang ia rasakan, karena disinilah dia bisa merasakan kembali keseruan dan kebersamaan dengan sahabat masa kecilnya. Kim Taehyung, namja yang pernah menghiburnya dan menawarkan pertemanannya. Bahkan, saat ia menangis di depan makam sang kakak yang ia sayangi dialah yang menjadi seseorang yang menenggelamkan duka dan sedihnya. Hingga akhirnya....

"Hyung, maukah kau menemaniku?"

Dan Taehyung menatap langsung mata sahabatnya, mendengarkan apa yang di pintanya. Juga dalam sekejap anggukan itu ada dengan senyuman yang tentu saja tanpa beban. Dalam hatinya Jungkook berterima kasih, dengan wajah riang yang selalu ia tujukan meski ia sendiri menangis dalam hati.

Jeon Jungkook orang yang kuat....

......................................

"Kau sudah menyiapkan data untuk rapat?" Yoongi merapikan dasinya, ia menatap cermin yang terpampang di depannya. Dia tidak sendiri disini, karena ada Seokjin yang cukup pusing dengan dokumen yang baru saja ia ketik. Ia tak menggubris penampilannya sendiri jika begini, acuh jika ternyata ada bolpoint di atas telinganya.

"Sudah, kau bisa langsung mempresentasikannya." Memasukan dokumen itu dalam amplop dan menyatukannya dengan berkas lain, ia heran kenapa ia bisa menjadi seperti sekretaris dadakan seperti ini. Tak masalah jika jabatannya berubah mendadak menjadi orang kepercayaan bosnya hanya saja, ia lebih tak terima jika itu Yoongi. Rasanya seperti berhadapan dengan makhluk yang tinggal di pedalaman amazon.

"Kau bisa beristirahat, ini jam mu. Aku akan rapat dan pastikan semua karyawan menumpul berkas yang kuminta tanpa kecuali." Yoongi mengoceh dia sibuk mengendurkan dasi dan melihat penampilannya. Cukup tampan dengan kulit pucat dan mata sipitnya, kelebihan yang memumpuni. Seokjin sudah biasa, ia mengabaikannya lagi dan kini menaruh apa yang dibutuhkan oleh Yoongi dengan rapi. Tak sengaja kedua matanya melihat sebuah kotak bekal yang diabaikan di sudut meja.

"Kau tidak makan dulu?" tanya namja berbahu lebar itu setelah mengecek jam tangannya, ia merasa rapat akan dimulai lima belas menit lagi. Yoongi bisa saja, memakan beberapa suap. Bukankah rapat berjalan cukup lama. Yoongi melirik temannya, menerka apa yang dimaksud olehnya. "Bekal makananmu, apa kau tidak makan dulu. Ku rasa makanan tersebut cukup enak dan lagi kau belum makan siang." Membawa bekal itu di tangannya, bermaksud menyerahkannya pada Yoongi. Tapi, dia malah menolak.

"Aku tidak nafsu. Kau saja yang makan jika kau mau, biasanya aku akan membuangnya." Yoongi datang dengan tangan yang sudah mengambil dokumen dari mejanya. Ia juga tak memperhatikan bekal yang ada di tangan Seokjin. Tak peduli bagaimana isinya ia sangat tidak suka di buatkan bekal seperti anak TK.

"Kau ini, makanan seenak ini kau buang. Apa karena Jungkook yang membuatnya?" Seokjin yakin ada alasan lain kenapa Yoongi sangat menjauhi bekal ini. Terlebih masakan yang lezat terlihat dari aromanya saja sudah membuat ia cukup tergoda. Hanya beberapa detik Yoongi menunjukan lirikan tajamnya. Wajahnya dingin dan seperti elang, tapi ia menghilangkan efek itu dengan wibawanya. "Aku tidak mau tertular ketololannya." Melangkah pergi dengan pintu yang ia buka, ia lebih memilih bekerja keras ketimbang membahas anak sialan yang dipungut dari panti itu. Ia tidak mau otaknya mendidih dan membuat konsentrasinya buyar seketika.

"Aku rapat." Perginya, membuat Seokjin seakan terkatup. Ia heran dengan pemikiran Yoongi, sebegitu bencikah temannya itu pada adiknya? menatap sayang makanan yang sudah mendingin tapi beraroma lezat itu. banyak sekali pilihan lauk disini, daging kecap pedas. Siapa yang akan menolaknya? Mungkin saja orang bodoh yang terlalu wibawa tadi.

"Jungkook maafkan aku karena memakan bekal hyungmu, aku juga tidak tega hasil karyamu dibuang. Tenang saja nasi dan daging kalian akan selamat dalam perutku." Mungkin ini berkah, ia tak perlu bersusah payah dan menunggu pesanan makanan datang. Ia bisa saja langsung makan dan melanjutkan pekerjaan tanpa takut kelaparan. Tapi....

Seokjin sendiri tidak enak, bagaimana perasaan namja kelinci itu jika tahu Yoongi selalu menolak makanannya. Apakah Jungkook akan memasak tiap hari untuknya? Jika Seokjin menjadi sosok Jungkook, bisa saja dia tidak sudi memasak untuknya dan mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan. Sementara, apa yang dilakukan itu tak pernah dihargai. Menyerah....

Karena menghadapi Yoongi sama saja menghadapi putus asa. Yang tak akan hilang dan terus menyakiti benda lunak dalam tubuhnya. membiarkan air mata terus meluncur dari kelopak? Rasanya Seokjin tak yakin setegar namja itu.

"Enak..." pujinya dengan ruangan yang hanya ada dirinya sendiri. menikmati makanan, dengan khitmad tanpa ada gangguan sedikitpun.

'Bodoh jika Yoongi selalu menolak usaha Jungkook.' itu yang dipikirkan olehnya. Seokjin masih punya hati dibandingkan sahabatnya sendiri.

.

.

.

Dari arah barat dua namja bersepeda berhasil menyebrang jalan, berkendara dengan santai menuju suatu tempat. Namja bermarga Kim itu berada di belakang, di depannya ada seorang namja berambut hitam arang yang sedang membawa bunga putih di depannya. Taehyung memperhatikan sekitar, dia sedikit ingat dengan tempat ini. Pantas saja, beberapa block dari tempat ini ia merasa tidak asing.

Lima menit sudah mereka berjalan setelah keduanya mampir pada sebuah toko bunga di persimpangan sana. Memakirkan sepeda mereka di luar gerbang yang sepi, dengan dedaunan yang berserakan dan sedang di bersihkan oleh penjaga disana. Pemakaman umum yang menjadi tempat tujuan Jungkook berpijak. Kim Taehyung diam dan hanya akan mengikuti sahabatnya itu di belakang.

"Tae tae hyung, apakah menurutmu dia akan suka?" tanya Jungkook dengan kedua manik mata yang menatap bunga di tangannya. wajah polosnya menyimpan sebuah rasa yang sulit di tebak, sedikit terpelik manik mata yang majemuk berkaca. Taehyung hanya mengangguk dengan senyum yang terulas, takut berbicara lantaran menghindari salah ucapan. Mungkinkah....

Berjalan melewati beberapa gundukan tanah dengan nisan yang terselip disana. Jungkook yang sudah sangat hafal tak terlalu bingung dengan tempat ini, di saat melihat pohon besar disanalah mereka mendekat dengan langkah cepat.

Jungkook datang dengan wajah penuh ceria, ia melihat makam orang yang ia sayangi bersih. Mungkin saja anak panti dan mama datang berziarah disini.

"Myungsoo hyung, aku membawakan hadiah untukmu. Apa kabarmu hyung?" Jungkook berjongkok hanya untuk menaruh bunga itu diatasnya. Ia harap wangi bunga itu sampai di rumah damai sang kakak. Taehyung yang ada disampingnya ingat, siapa itu Myungsoo karena dia juga kenal meski dua minggu.

"Hai Myung Myung hyung, apa kabar kau ingat aku bukan?" Taehyung menyapa dirinya memberanikan diri untuk melakukannya dengan senyuman hangat yang ia tujukan. Jungkook sedikit terkejut ternyata Taehyung ingat dengan sang kakak, seingatnya dulu mereka sangat susah akur. Tapi syukurlah, ia senang jika sang kakak ternyata tidak dilupakan. Sama sepertinya, yang tak akan pernah melupakan siapa dirinya. Seseorang yang tertidur damai dalam gundukan tanah itu.

"Hyung, aku sudah bersekolah dan Tae tae hyung menjadi teman sekelasku. Myung myung hyung jangan khawatir aku sudah memiliki banyak teman. Seperti kata hyung jika aku sudah besar aku harus menjaga teman dan keluargaku, sekarang aku sedang melakukannya. Doakan aku hyung agar aku bisa berhasil, aku ingin restumu." Jungkook seperti bercerita pada sang kakak yang dengan senang hati menggendongnya. Ia merasa Myungsoo berada di depannya meski pada kenyataannya tragedi telah membuat dia kehilangan seseorang yang sudah ia anggap kakak.

Taehyung terdiam, menatap iba tanpa sadar. Jungkook menundukan kepalanya dan Taehyung melihat itu semua, punggung yang sedikit bergetar dan membuat Taehyung secara refleks menyentuh pundak sahabatnya itu. Jungkook menangis... dengan kepala yang menunduk sedih.

"Kau tak apa?" tanya namja bermarga Kim itu, ia bingung harus apa. Ia takut jika Jungkook bertambah sedih. Sadar jika Taehyung mengkhawatirkannya, membuat Jungkook segera mengusap kasar kelopaknya yang kini memerah dan basah. Ia mengangguk dengan ucapan lirih 'tak apa' meski ia sendiri enggan menolehkan kepalanya. Tak ingin memperlihatkan wajah sedihnya itu pada sahabatnya.

Ini sudah sepuluh tahun semenjak Myungsoo pergi dan Jungkook masih sulit melupakan tragedi itu. Bagaikan mimpi buruk yang menyerangnya, ia sendiri ketakutan jika ia harus melihat hal itu secara berulang. Kenyataannya, dialah yang berkorban sampai akhirnya Tuhan menyayanginya dan membiarkan Jungkook tetap disini. Hanya doa dan juga melepas rindu yang bisa ia lakukan, datang dengan bunga yang tak pernah absen setiap bulannya.

Berterima kasih....

Mungkin saja itu tidak cukup, karena yang ia tahu bahwa.... Myungsoo bertaruh nyawa hanya untuk dirinya. Menunda kematian dan membiarkan dia merasakan hidup seperti sekarang, hingga ia akhirnya di adopsi. Seperti keinginannya dan ocehannya, hanya Myungsoo yang tahu apa harapannya sejak kecil. Dia bahkan berjanji tidak memberi tahukan impian kecilnya karena Jungkook dulu sangat pemalu, dan Myungsoo menepati janji itu sampai dia sendiri membawa hal itu di dalam kubur.

Jungkook rindu panggilan, seseorang yang memanggilnya dengan sebutan 'Kookie.'

Orang yang selalu menyamakan dirinya dengan roti kukis kacang buatannya. Manis dan menggemaskan, gambaran yang selalu Jungkook dapatkan dari sang kakak yang menjadi mendiang.

Rindu....

Hal yang paling menyakitkan diantara perasaan lainnya. Apakah kalian merasakan hal yang sama di kehidupan kalian?

........................

Tbc...

Hal apa yang aku ingin tulis selanjutnya masih menjadi misteri yang belum aku ungkap, hehehe.... apakah kalian masih mau menunggu next chap? Aku harap kalian masih bersedia J aku akan berusahan memberikan suguhan terbaik sekarang dan ke depan.

jangan bosan dengan ff saya, boleh bosan dengan saya tak apa. tapi kalau cerita usahakan jangan atau kalian akan penasaran jika gak baca. Harap maklum jika banyak typo yang berserakan, author khilaf dan jangan lupa vommentnya. Karena semangat author disana, otak ini akan berusaha mengembangkan karya di luar ekspetasi kalian.

Sama-sama berproses....

Bahagia selalu

HAPPY NEW YEAR 2020. Semoga berkah dan menjadi lebih baik ke depannya...

Semangat ya....

Terima kasih cinta, semua dan pembaca setia...

Gomawo and saranghae...

#el

01/01/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro