Part 25: Scenery
"Memerlukan pecahan kaca untuk membuat luka? Hal bodoh jika aku harus menyerah. Putus asa itu kebetulan bukan pilihan. Saat aku melihat cahaya yang aku kagumi adalah... matahari tak lelah untuk menyinari dunia."
.
.
.
(Author *** POV)
Jungkook seperti memiliki tenaga lebih, kenyataan orang sakit harus dimanja itu dipatahkan olehnya. Kesehatan yang belum pulih itu ia abaikan hanya untuk membuat semangkup sup hangat di malam hari yang turun dengan hujan deras. Menjaga cita rasa yang diwariskan dengannya, memberi sejumput garam dalam masakannya dan membuat cita rasa itu menguar dengan bau sedap yang menggungah selera.
Ada harapan dalam setiap masakan yang ia buat. Sampai, dirinya pun berpikir jika akan ada saatnya ada orang yang memuji masakannya. Harapan kecil yang nyatanya sangat sulit ia dapatkan dalam hidup global yang mudah di zaman sekarang.
Merasa sudah cukup matang, ia dengan hati-hati memasukan sup yang berisi sayuran kol, wortel dan kentang yang di potong dadu itu dalam mangkuk. Ada juga daging ayam yang menjadi pemikatnya. Mengecek jam di dinding, dan tersenyum tampan saat sadar inilah waktunya.
"Yoongi hyung makanan sudah siap, mumpung masih hangat dan lagi aku sudah memasukan bahan kesukaanmu hyungg..." memaksa kerongkongannya yang kering hanya untuk berteriak sedikit keras. Memanggil sang kakak yang entah mengapa sedang berada di dalam kamar.
Oh ya, ngomong-ngomong ibu mereka sedang pergi karena urusan mendadak, awalnya sang ibu tidak tega dan menolak pertemuan itu. Hanya saja, Jungkook yang terlalu baik memaksa ibunya untuk menyelasaikan urusan tersebut dengan perjanjian memastikan Yoongi makan. Seharian namja bermata sipit itu tidak makan, membuat keduanya khawatir saja.
"Yoongi hyung kau sedang apa? makanlah... kau belum makan seharian ini." menata piring itu sesuai keinginannya, ia yang kini semangat dengan masakan yang ia buat. Berharap lidah sang kakak menerimanya dan mengatakan 'ini enak.'
Tapi....
Sepertinya Yoongi butuh bujukan secara langsung.
"Baiklah aku akan memaksamu karena kau tidak mau kesini." Celetuknya sembari menaruh serbet meja ke tempatnya dan melangkahkan kakinya di lantai. Menuju kamar sang kakak.
Mengetuk pintu itu dengan telinga yang menempel pada kayu berbahan jati tersebut. Jungkook sempat berpikir apakah sang kakak tertidur? tapi melihat cahaya yang keluar dari celah pintu bawahnya membuat namja bergigi kelinci ini yakin jika sang kakak belum tenggelam dalam mimpi.
"Hyung kau harus makan, eomma menitipkan keadaanmu padaku dan kau harus makan. Aku memasak sup yang enak aku jamin tidak ada racunnya."
Mungkin Jungkook seperti melawak tapi kalian harus percaya dia mengatakan itu secara spontan.
"....." Tidak ada jawaban, meski si pemilik kamar mendengar sang adik berucap. Ia sendiri menunjukan wajah masa bodoh di dalam sana lebih memilih membaca buku kesayangannya yang jauh lebih menarik ketimbang menemui bocah yang ia anggap sebagai pengganti Jimin.
"Eoh hyung, aku akan tetap berdiri disini jika kau tidak keluar. Kau sedang sakit, setidaknya jangan membuat eomma marah. Kau tahu kan, bagaimana menakutkannya saat eomma marah." Dia masih berusaha membujuk sang kakak yang nyatanya mengabaikannya. Tapi, menurut Jungkook mengajak Yoongi adalah tantangan tersendiri. Karena tidak semua orang bisa melakukannya, mungkin jika mereka yang mengenal sang kakak sedari kecil.
Tak habis akal, Jungkook terus membujuk sang kakak dan mengganggunya dengan ketukan di pintu.
"Hyung aku hanya ingin tahu apakah cacing di perutmu tak lapar? Oh ayolah bagaimana kalau kau kena busung lapar, kau tidak takut? Hyung ada ayam yang siap kau santap selagi hangat apalagi malam ini hujan akan sangat syahdu jika kau makan bersamaku eoh..."
"........" masih mendiam, ia bahkan membenarkan kacamatanya malas. Ia sudah terbiasa dengan bualan bodoh bocah disana.
"Yoongi hyung aku akan mengadu pada eomma. Aku sudah berjanji padanya, apa kau mau eomma marah dan menghukummu. Ingatlah hyung surga ada di telapak kaki eomma..."
Meninggikan suaranya, ia sedikit berjinjit. Merasa gemas dengan seorang Min Yoongi yang mengabaikannya hingga membuat Jungkook meninggikan spektrum suaranya seakan ia menggapai ventilasi pintu itu hanya untuk menari Yoongi keluar.
"Enyahlah!" satu kata pantas yang keluar dari bibirnya. Sebuah keramah tamahan yang di balas ucapan telak. Merasa tak nyaman Yoongi memilih untuk mengusir Jungkook menurut etikanya.
"Tidak! Kau harus makan denganku atau kau akan sakit."
"Kau pikir aku akan bernafsu makan denganmu, aku akan mual bodoh!"
"Kau mual karena kau sakit, jangan salahkan aku jika kau mual. Apa kau begitu kesepiannya di dalam sana sampai harus menarik perhatianku. Oh ayolah... aku yakin kau juga manja saat sakit. Jika kau lapar makan saja, lapar tidak lapar kau pun tetap ditakdirkan makan. Ayo keluar atau masakanku akan berubah setelah jam dua belas malam." Canda Jungkook dengan segala kenaifan dalam otaknya. Tak bisa dipungkiri jika selera humor namja itu mungkin bisa membuat sebagian orang tertawa.
Tidak bagi Yoongi....
"Kau hanya pengganggu bocah!" Yoongi lagi-lagi bertindak sadis, dirinya bahkan mengabaikan suara perut yang ia sembunyikan dengan bantal empuknya. Ia memang lapar tapi bukan berarti menyerah dengan bocah tersebut.
"Ayolah hyung apa susahnya makan kau seperti bocah ngambek karena tidak dibelikan mainan. Kalau lapar tidak apa wajar kok, kita manusia. Aku kasihan dengan perutmu bukan dirimu, jangan kau biarkan lambungmu asam dan memberontak padamu." Mungkin nasihat Jungkook ada benarnya, ya... itu berasal dari pengalaman pribadinya.
"Jangan ganggu!" mengibaskan tangannya dengan wajah yang tak suka.
"Makan hyung..." Jungkook yang tak menyerah terus memaksa sang kakak, masa bodoh dengan sakit hatinya. Justru ia akan lebih sakit jika sang kakak tidak makan dan malah lebih sakit dari sebelumnya. Apa yang akan dijawab pada ibunya, padahal dia sejak kecil diajarkan memegang janji.
"Tidak!" tegas dan lugas.
"Hyung makanlah!"
"Enyah!"
"Yoongi hyung, makan!"
"Pergi bangsat!"
Ucapan terakhir ini tergolong kasar dan juga menyakitkan. Jungkook yang tadinya semnagat memaksa sang kakak secara mendadak turun. Sakit hati itu datang lagi, membuat pikirannya menjadi menyalahkan dirinya sendiri. Entahlah... ucapan sang kakak justru membuat dirinya merasa sesuatu dalam dirinya menjadi tak nyaman dan ingin menangis saja. Padahal, ketika Jungkook di bully oleh teman sebayanya tidak sesakit ini. Tapi, kenapa hanya Yoongi saja yang membuat dia seperti ini.
Sulit dikatakan dan dijabarkan....
Tapi rasa sakitnya luar biasa dalam lubuk hatinya.
"Kau hama, enyahlah.... aku sudah memesan makanan bintang lima. Aku tidak butuh makanan desamu, sialan!"
Itu Yoongi dirinya juga mengatakan hal itu secara jujur, ia baru ingat jika sekarang makanan bisa diantar. Dengan alasan yang masuk akal hanya untuk menjatuhkan mental Jungkook dia sampai membuat ucapannya sekasar itu.
"Aku hanya mencoba membantu." Tanggap Jungkook dengan kepala yang menunduk, persis di depan pintu sang kakak. Wajah kecewa itu ada, bersembunyi di balik poni hitamnya. Dia yang merasa tersakiti justru menyembunyikannya dan mencoba menghela nafas sabar untuk kesekian kalinya.
"Cha! Pergilah... kau sangat menggangguku. Aku tidak butuh dan aku masih bisa mengurus diriku sendiri, bahkan sebelum kau datang sialan!"
Merasa ucapannya tak menyakiti dia, malah membuat Yoongi semakin beringas. Tak sadar jika dia yang menjadi korban kemarahannya sedang menggigit bibirnya sedih. Sampai ada secuil goresan yang pasti perih dan mengeluarkan setitik darah.
Membuat diam itu dan suasana tak seramai tadi. Yoongi yang menatap dingin jendela rumah dengan buku yang ia pangku. Dan Jungkook yang menyandarkan kepala depannya di pintu. Menopang tubuh dengan tangannya yang kekar di atas jati halus itu. Ia masih kuat dan tak akan menangis karena ia tidak ingin cengeng malam ini.
"Baiklah, sepertinya aku akan makan sendiri malam ini." merasa kecewa karena dia dicampakan lagi, apalagi ajakan baiknya justru dibalas dengan pengusiran. Membuat dirinya merasa ah, apa yang ia rasakan sekarang ini mungkin orang lain tak paham. Biarkan saja... pasti akan hilang dengan sendirinya. Seperti biasa....
"Ya, dan jangan ganggu aku bocah!" dia mengatakannya, mengatakan dengan sangat santai. Tak tahu apakah Jungkook masih disana atau tidak. Nyatanya, Yoongi tak mendengar lagi suara bocah yang mengesalkan menurutnya. Cukup puas, dan mengangguk dengan senang. Sepertinya kepergian Jungkook membawa ketenangan untuknya.
Tapi, pertanyaannya... apakah Yoongi akan biasa jika Jungkook tidak lagi di rumahnya.
Mungkin saja bukan?
Tidak ada yang mustahil di dunia ini, jika kalian tahu. Begitu juga dengan kelahiran manusia, mereka lahir pasti ada alasannya. Ditentukan dengan hak dan ham dalam diri mereka. Ada yang beruntung dan ada yang tidak itu sudah menjadi takdir. Hanya manusia saja yang memilih.
Berjalan melewati tangga dengan lampu yang meremang. Jungkook mencoba kuat dengan mengangkat kakinya dan itu mampu ia lakukan meski menyesakkan.
"Ah, sepertinya Yoongi hyung tidak ingin makan dengan kita hyung." dengan gigi yang nampak manis di wajahnya. Menatap sebuah foto yang bertopang pada sebuah gelas berisi air mineral, berdiri disana menampakan wajah seseorang yang tersenyum dengan pipi gembulnya.
"Jimin hyung, apakah kau sedang menungguku? Ah, kau bisa memakannya terlebih dahulu. Lihatlah supnya sudah dingin, maafkan Jungkook hyung. Kau pasti lama menungguku."
Mengambil piring miliknya dan mengisi dengan semangkuk nasi dan menyiapkan sup di mangkuk lainnya. Sesekali menatap senang ke arah foto di depannya, disini di ruang makan ia merasa tidak makan sendiri. menyiapkan dua porsi makanan adalah kewajiban untuknya, apalagi disisi lain ada seseorang yang menemaninya meski itu hanya dalam bayang-bayang Jungkook semata.
"Jimin hyung, selamat makan...."
Mengambil sumpit dengan ada daging ayam diantaranya. Jungkook mengulas senyum dan berdoa dengan khitmad sebelum memasukan makanan ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan senyum dan mata yang terpejam nikmat, menikmati masakan sendiri adalah salah satu cara Jungkook menyayangi dirinya sendiri. Love my selif , bukan orang lain yang memujinya tapi dirinyalah yang memuji dirinya sendiri. Semangat yang luar biasa, meski dirinya sendiri tertimpa banyak hal.
"Waaaaa... hyung cobalah kulit ayam ini sangat enak. Semua rempah di sini, kuharap kau suka Jim hyung."
Menikmati sendiri dengan wajah yang ia buat sebahagia mungkin. Tapi, ini menyedihkan karena Jungkook berbicara dengan foto. Sementara di sana ada seseorang yang bersandar dengan nyaman tanpa melihat kegetiran di depan sana. Seperti biasa wajahnya tampak masa bodoh dengan tangan yang terlipat di depan.
Yoongi yang jauh dari kata berperasaan.
...........................
Terlalu ceria bukanlah sebuah kesalahan, dia yang melangkahkan kakinya penuh semangat dengan tas hitam baru yang dibelikan oleh sang ibu. Penuh dengan buku dan juga alat tulisnya, ia yang berjalan di lorong dengan seorang namja bertubuh tegap yang sibuk tebar pesona dengan sifat kalemnya, dan itu tidak disengaja. Beberapa siswa yang ada disana memandang jatuh dalam pesonanya. Sampai tak sadar mereka melongo sendiri.
"Hyung, aku sangat bersemangat. Kau tahu aku membara di pertengahan semester satu ini, wow.." seru Jungkook dengan tangan yang terangkat penuh semangat. Senyuman manis dengan gigi kelinci yang ia pamerkan pada seseorang disampingnya. Dia yang diberikan amanah untuk mengantar dan menyelesaikan beberapa hal.
"Ya, dan kulihat kelinci bongsor ini sangat aktif. Aku kira aku melihat titisan Albert Einstein disini."
Memuji sekaligus menghibur, ia tahu jika namja bernama Jeon Jungkook ini berusaha menyembunyikan satu hal kecil di hatinya tak menampakan hal itu di depan orang lain adalah kebiasaan. Membuat dia yang akrab dengan Jungkook sejak kemarin itu, mengulas senyum tipisnya dengan tangan yang merangkul bahunya akrab.
"Nah, sekarang kita harus mencari dimana kelasmu. Aisshhhh..... kau mendapatkan sekolah yang sangat luas." Ucap Seokjin dengan tatapan yang mengadah ke atas, ia justru sangat lucu saat dia melakukan hal demikian. membuat Jungkook terkekeh saja.
"Bukankah Jin hyung juga bersekolah disini? kata eomma kau juga satu kelas dengan Yoongi hyung." dengan mata mengedip polos, membuat sosok Seokjin salah tingkah saja. oh, apakah ia berjalan berdampingan dengan seorang bayi besar. Cukup mudah membuat hatinya tersipu.
"Kau memang benar Kook aku dan Yoongi memang teman sejati. Bahkan dulu aku yang selalu melindunginya dari bullyan orang-orang." tunjuk dengan wajah mendongak bangga, senyum dari bibir tebalnya terpancar sudah menghipnotis kaum hawa muda yang melihatnya. Membuat mereka jantungan saja, tapi berbeda dengan ekspresi Jungkook yang justru menampilkan senyum kikuknya. Bukannya apa, hanya saja ia tak merasa yakin akan cerita Seokjin, pasalnya selama tinggal dengan Yoongi ia tahu betul bagaimana tajamnya lidah Yoongi saat marah padanya.
Tak masuk akal jika Yoongi menjadi bahan bully , Jungkook tak yakin kakak tirinya selemah itu jika dilihat dari sudut pandangnya.
"Hyung tidak bohong kan? Aku kurang yakin kalau Yoongi ditindas disini. Akan lebih menakutkan Yoongi hyung dibandingkan kingka sekolah. Kau pasti paham maksutku kan hyung?"
Jungkook anak yang cerdik, tak ayal jika Seokjin salah kaprah hanya untuk merekayasa sedikit cerita perjalanan masa sekolahnya. Membuat malu diri sendiri ternyata lebih tak mengenakan dibandingkan mengakui kesalahan. Hanya bisa mengusap rambutnya yang tak gatal adalah bentuk rasa malu dari seorang Kim Seokjin.
Seperti bisa membaca pikirannya membuat namja tampan pemilik gigi kelinci itu bersua, "Tenang saja hyung aku tidak akan memberitahukan hal ini pada Yoongi hyung. asal kau mau membantuku."
"Kau mencoba membuat perjanjian denganku begitu?" melihat tampang Jungkook membuat Seokjin yakin jika Jungkook itu selain polos juga punya modal otak modus. Tak disangka jika anak manis disampingnya penuh dengan tipu muslihat.
"Hehehe, tidak juga aku hanya meminta hyung menceritakan apa saja mengenai Yoongi hyung. Sebagai calon adeknya, aku harus tahu lebih banyak. Jimin hyung pasti juga begitu jika berada di posisiku." Mengacungkan jarinya, dengan senyum manis bak seorang anak kelinci yang minta di culik. Seokjin sadar jika namja di sampingnya terlalu keras berusaha, sampai lupa akan satu hal.
Yoongi itu sulit dimengerti dan mengerti orang lain. Butuh waktu bertahun-tahun untuk Seokjin dekat dengannya, meski dulu ia sempat menyerah dan Jimin datang dengan petuah bocahnya. Membantunya dalam sedikit kesulitan yang terjadi, dan bisa mengenal Yoongi baik dulu atau sekarang.
"Kau tidak perlu berusaha sekeras itu Kook, akan ada saatnya dimana Yoongi melihatmu dari titik yang ia punya. Menurutku, kau hanya akan menguras tenagamu." Tersenyum tipis, mengadah ke atas melihat atap lorong sekolah yang ia kenal.
"Eh? Hyung berkata begitu dengan tiba-tiba. Membuatku takut saja."
"Kau takut? Hahaha, oh ayolah bukan hantu gentayangan. Kakiku masih menapak dan wajah tampanku mempesona mereka." Mengedipkan mata sembari memberikan sebuah kiss bay pada salah satu murid disana. mungkin dia ingin membuatnya mimisan, percaya atau tidak Jungkook sendiri merasa aneh bakan dia menepuk jidatnya sendiri.
'Ini memalukan...' gumamnya dengan wajah tersenyum, ia menyembunyikan rasa yang beradu dalam hatinya. Entah ekspresi apa yang harus ia tunjukan. Namun, ia tahu jika mungkin menjadi orang yang cuek seperti Yoongi tidaklah salah.
Tapi tak apa, apapun itu Jungkook merasa senang. Ia bisa mengenal setiap orang yang memiliki kepribadian unik dan berbeda.
Sampai akhirnya....
"Jungkook??!"
Seseorang menyapa dengan melambaikan tangannya, membuat keduanya berhenti. Jungkook sedikit memicingkan penglihatannya ketika melihat seseorang datang dari jarak cukup jauh. Senyuman yang terlempar ke arahnya dengan rambut coklat yang sedikit memudar di balik rambut hitamnya, dan senyum kotak yang sangat dikenalnya membuat Jungkook mengulas senyumnya.
Jangan lupa bagaimana kedua mata itu berbinar melihat wujud seorang Kim Taehyung.
"TaeTae hyung..."
Seokjin juga tak luput menyaksikan seseorang yang ada disana. Ia seperti pernah melihatnya tapi dimana? Mendadak penyakit pikunnya kambuh membuat wajahnya menerka sedikit keras.
"Hai Seokjin hyung, apa kabarmu?" itu Taehyung datang menyapa balik seseorang yang berdiri disamping Jungkook. Dengan gaya sok akrab yang dianggap aneh dan terkejut oleh namja berbahu lebar itu. Sampai akhirnya....
"Kau mengenalku?"
Dan Taehyung tersenyum sangat manis seperti seorang anak tujuh tahun dengan senyum kotaknya. Membuat Seokjin semakin menguras tenaga untuk mengingat kembali.
................................
Tbc...
Sudah ke berapa kali author selalu lama dalam updete cerita, maaf telah membuat kalian lama menunggu. Author merasa tidak enak dengan kalian yang sudah sangat bersabar dan bahkan masih betah dengan ff ini. sebagian besar mungkin lupa akan jalan ceritanya.
Doakan author sehat selalu ya, dan bisa tetap hibur kalian. Walau hanya hiburan melalui sebuah tulisan.
Kalau kalian berkenan,
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar. Jangan lupa mampir ke ff yang lain ya biar gak bosen muehehehe...
Bahagia selalu untuk kalian...
Gomawo and saranghae...
#el
18.12.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro