Part 23 : Epiphany
" Ketika aku melihat semburat cahaya matahari, tapi aku tak merasakan silau karenanya. Aku merasa jika saat itulah aku benar-benar sudah mati. Namun, hingga kini aku masih merasakan silau matahari. Mungkinkah, aku masih dibutuhkan di dunia?"
.
.
.
.
(Jungkook ***** POV)
Pernahkah kalian berpikir jika suatu hari kalian akan berada di tempat aneh. Dimana semuanya nampak asing dan belum tersentuh oleh kalian. Bahkan kalian pun tak yakin jika di dunia ada, mungkin kalian akan sependapat jika menjadi aku. Mendadak aku terbangun dari rasa tidurku, ketika aku merasakan bagaimana panasnya matahari menerpa. Meski, tak sepanas biasanya. Cukup berbeda dengan sensasi yang tak lazim kurasa.
"aku dimana?" menatap sekitarku, yang kulihat dalam penglihatan samarku hanyalah padang pasir yang penuh ilalang. Apakah ini yang namanya gurun sahara? Anehnya pasir yang ada dibawahku berwarna coklat orange dan bukan kekuningan seperti pasir gurun lazimnya.
Aku memperhatikan sekitar dengan seksama, aku berada di bawah pohon beringin yang tua dan besar. Cukup bingung kenapa pohon sebesar ini dapat hidup di tengah sahara seperti ini. bukan hanya itu saja... kenapa aku juga bisa berada disini, seingatku aku berada di halte bus. Luntang-luntung bersama sang kakak. Ini aneh....
"Apa yang terjadi? Baju siapa yang aku pakai ini?" aku menerka dengan kebingungan yang melanda otakku tiba-tiba. Melihat bagaimana perubahan yang aku alami, mulai dari keadaan tubuhku yang tak selemas kemarin, tak merasa pusing dan berat tepat di kepala. Bahkan, aku memakai baju yang belum pernah aku beli dan pakai. Lalu, siapa yang sudah menggantikannya?
Dan aku merasa asing dengan ini semua, apakah Yoongi hyung yang melakukannya? Memberikan aku baju sebagus ini dan membuangku di tengah gurun, apakah ini yang dimaksud Yoongi hyung dengan kata 'enyah' yang sering aku dengar secara langsung? Sementara selama ini aku hanya menganggap jika Yoongi hyung tidak akan setega itu, meskipun ia sangat... ah, ralat ia membenciku dari apapun.
Aku tak tahu ini dimana, tapi... yang pasti aku tidak boleh berdiam diri disini. Aku tidak ingin berada disini, mungkin saja ada orang lain disini. begitu juga dengan si Min keras kepala Yoongi. Jika ia berusaha menyingkirkan diriku disini, aku akan pulang dengan sendiri suka maupun tidak. Karena eomma masih membutuhkanku!
Aku berdiri disini, tubuhku merasa bugar dan aku tak merasa lapar. Mungkinkah aku terpeleset dan jatuh hingga aku lupa jika sekarang bisa saja aku piknik dengan keluarga. Atau mungkin tersesatnya aku merupakan sebuah mimpi? Ah, tidak mungkin... selama aku tinggal Yoongi hyung tak mengajakku pergi sekalipun. Dia adalah namja yang sangat sibuk dengan segala ocehannya, membandingkan diriku dengan mendiang Jimin hyung yang setiap harinya aku harus menahan rasa sakit di hati. Meski terbiasa rasanya tetap ngilu, dan sangat menyesakkan.
Ah, aku tidak boleh cengeng... aku sudah besar dan bukannya bocah. orang seperti Yoongi hyung bukannya harus dibalas dengan sikap kerasa kepala bukan? Dan aku sudah melakukannya beberapa minggu ini. Itu sangat sulit jika kalian tanya.
Aku berteriak memanggil siapapun, berharap ada orang di sekitar sini. Bahkan aku memanggil eomma dan Yoongi hyung, walau kutahu dia akan selalu protes jika namanya aku panggil. Dia bilang dia tidak suka dipanggil adik bodoh sepertiku. Bagaimana, menyebalkan sekali bukan? Kuharap kalian tidak memiliki tipe saudara seperti itu.
Sepertinya hanya aku disini, aku akan mencoba menyusuri tempat sekitar. Aneh, rasanya tidak sepanas yang aku kira. Jika di dalam buku geografi suhu padang pasir bisa sangat panas, disini aku merasakan sejuk dan biasa. apakah ini hembusan semilir angin yang menyapa? Sampai akhirnya aku sendiri bisa merasa nyaman di tempat yang baru aku injak pertama kali ini.
"Yoongi hyung.... eommaa... apakah kalian disini?" aku berseru, berteriak sedikit keras. Mungkin saja ada orang yang mendengarnya, meski disini sepi.
"Dimana ini?" aku sedikit bingung meski begitu aku tetap bersikap tenang agar suasana tidak runyam. Akan memperburuk keadaan jika aku bisa panik. kata mama, apapun dilakukan dengan suasana hati yang dingin.
Saat aku melihat dengan seksama kebun ilalang di depanku, aku melihat sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah pergerakan kecil dengan bulu berwarna biru muda yang mendekat. Dia melompat disisi ilalang lainnya, bergerak dengan lincah dan ada bunyi terpekik yang keluar sangat khas. Perlahan sesuatu itu mendekat, dengan gerakan cepat yang terbang ke arahku. aku sadar jika sesuatu itu adalah seekor burung kecil yang mencoba mendekat kearahku. Dimana, tatapanku seakan enggan lepas. Apakah aku salah lihat? aku melihat burung ini terbang di salah satu jemariku saat aku mencoba menggapainya.
"Menakjubkan." Gumamku dengan kedua mata berbinar. Aku melihat bagaimana burung itu menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ia sangat lucu, dan ini pertama kalinya aku sedekat ini dengan hewan yang memiliki kemampuan menakjubkan ini.
"Halo." Ucapku seakan aku mengajak berbicara hewan kecil ini. bukannya berkicau sebagai tanda jawaban, burung kecil ini malah menggerakan kepalanya, mungkin saja ia bingung dan heran kenapa ada aku disini. Apakah ini yang dinamakan dengan insting hewan.
Setengah menit burung itu bertengger di jemariku, ia langsung mengepakkan sayapnya. Pertama kali aku terkejud dengan gerakannya yang awalnya bertengger tepat dipundak ku, setelahnya di kepalaku, aku tak merasa terganggu. Yang ada aku cukup terhibur dengan tingkah polah hewan kecil menggemaskan di depanku ini.
Andai saja aku membawa kamera aku akan meminta bantuan pada siapapun agar memotret ku di saat momen yang langka seperti ini.
"Hei kau sedang apa, hem?" aku berbicara sembari tersenyum saat aku melirik ke atas. Aku merasa burung kecil itu mematuk pelan kepala atas ku, terlebih beberapa helai rambut ku terangkat. Rasanya sangat geli jika kalian tahu, aku bisa saja tertawa terpingkal hanya karena hal konyol ini. Nyatanya... aku mendapatkan sambutan tak terduga.
Sampai akhirnya...
.
.
.
.
.
............................
(Author ***** POV)
Jungkook melangkah kakinya sedikit cepat, saat ia berusaha menyusul apa yang menjadi pusat perhatiannya. Makhluk biru kecil itu terus terbang rendah dan beberapa kali melompati ilalang di depannya. Kelihatannya seperti melarikan diri, tapi... nyatanya burung itu seperti sengaja terbang agar diikuti.
Beberapa meter Jungkook menyusuri padang ilalang di depannya, kedua tangannya bergerak sekedar menyingkirkan ilalang yang menghalangi jarak pandangnya. Ia menoleh ke segala arah, ketika ia melihat apa yang ia cari maka ia akan bergerak cepat. Ia mengejar burung yang sempat menghampirinya, tanpa ada rasa malu memanggil hewan kecil itu agar mendekat lagi padanya.
Tapi sepertinya namja tampan nan manis itu tak sadar jika dia sedang dipancing.
Lalu, oleh siapa? Entahlah... sepertinya Jungkook mengikuti nalurinya. Kini dia berada di tengah padang ilalang, saat melihat bagaimana burung itu keluar dengan gesit diantara celah ilalang, Jungkook seperti melihat sinar matahari yang menyilaunya. Anehnya cahaya yang mampir di penglihatannya ini seakan memiliki pancaran beda. Membuat dia seperti dikendalikan untuk melewatinya. Saatnya tangan itu bergerak, menyentuh dahan ilalang yang tak lebat dan tak sedikit di depannya. Ia seperti melihat tempat lain disana, merasa penasaran Jungkook menyingkapnya secara perlahan dengan langkah kaki yang maju ke depan dengan gerakan sedang.
Rasanya sangat berbeda dilangkah pertamanya, suasana dingin yang sejuk menerpa dirinya. Jungkook merasa nyaman setelahnya, dia merasa ada sesuatu yang sedang menantinya. Lalu, siapa?
Dan ketika tak ada ilalang yang menahan jarak pandangnya, saat itulah sinar matahari yang sempat menerangi penglihatannya menerpa membuat tangan kanannya refleks bergerak melindungi kedua matanya. Silau yang menyilaukan pandangannya, dan Jungkook tak menyadarinya sebelumnya. Berdiri disini selama beberapa menit, hingga akhirnya...
"Jungkook..."
Merasa terkejut karena ada yang memanggilnya, dengan perlahan namja bermarga Jeon itu menurunkan tangannya. Tak lagi merasa silau dan hanya hembusan angin pelan yang lembut menerpa wajahnya. Seakan angin senang dengan langkah kakinya berpijak disini. Anehnya, tidak ada siapapun disini.
"Siapa yang memanggilku?" tanya Jungkook saat, melihat sekitarnya. Yang penuh dengan tanah lapang ditumbuhi rerumputan hijau dengan bunga kosmos yang hampir menyelimuti seluruhnya.
"Ini aneh, kenapa disini nampak berbeda? bukankah aku berada di padang pasir, tapi..." melihat ke bawah dengan wajah terheran, saat tiba-tiba pada kedua tangannya ada bunga kosmos yang semi. Bukannya apa, Jungkook sangat terkejut dengan hal itu. langsung saja namja tampan ini menjatuhkan bunga itu, tapi sebelum bunga itu sampai di tanah bunga itu justru terbang. Gerakan angin di bawah tubuh Jungkook menghempaskannya dengan perlahan, membuat gerakan memutar pada bunga kosmos yang kini terlihat cantik saat menari di udara. Jungkook sampai terkagum melihat bagaimana ciptaan alam melakukan tugasnya.
Bukan hanya itu saja, saat pucuk bunga kosmos itu terbang. Jungkook melihat, seseorang sedang ada disana. Duduk di atas batu berukuran sedang. Ia memandang langit yang biru disana, nampak punggung seorang namja dengan tubuh mungilnya. Ia sedang mendongak ke atas langit, apa kalian tahu? ia bahkan mengulas senyum tipis sembari memejamkan matanya. Ia terlihat familiar di mata Jungkook, saat Jungkook meniti dan berpikir keras siapa namja yang disana, beberapa meter darinya.
Bunga kosmos menari di udara, berputar dengan indah dan berdangsa dengan sang angin. Begitu cantik gerakannya hingga bagaikan sebuah tarian balet, terbang dengan elok tanpa menabrak apapun yang ada disana. Seakan pohon dan semak mempersilahkan bunga kecil itu untuk terbang, ketika bunga kosmos itu datang pada seseorang. Jungkook melihat justru angin bergerak menurunkan bunga itu. menjatuhkan secara perlahan diatasnya dan membuat kepala itu tak lagi mendongak, seperti sebuah pesan. Tapi, ini langka... bagaimana bunga yang terbawa oleh udara tiba-tiba turun dengan perlahan dan jatuh tepat diatas pria itu. Sampai akhirnya, pria itu memegang salah satu bunganya. Warna putih yang nampak cantik, dan... lagi-lagi pria itu tersenyum, dengan tangan yang menyamping dan mencium aroma bunga yang khas. Dari arah samping sebuah bibir berbentuk simpul itu mengulas.
Saat kedua manik matanya melihat dia...
"Jimin hyung..."
Panggilan itu datang, kedua bola mata itu membola. Mendadak tubuh Jungkook merasa tak mampu digerakan. Bahkan kedua jemarinya sangatlah kaku membeku, membuat dirinya merasa seperti terjebak di dalam sebuah mimpi. Tapi, apakah ini sebuah mimpi? Nyatanya ia melihat hal ini dengan kedua matanya sendiri.
Seseorang yang selalu dirindukan oleh ibunya, dibanggakan oleh kakaknya dan menjadi perbandingan oleh siapapun antara dia juga dirinya. menimbulkan pahit dan rasa sakit yang harus Jungkook terima di tengah kehidupannya yang alot ini.
Dia yang tersenyum simpul disana, dengan menatap langit biru dan tangan yang menutupi sebagian wajahnya. Hembusan angin yang menyilir wajah tampannya, membuat Jeon Jungkook yang ada disana tak bergeming.
"Jimin hyung..." lagi-lagi namja bergigi kelinci itu memanggil. Tanpa sadar kakinya melangkah pelan hanya untuk mengikis jarak diantara keduanya. Langkah kaki yang membentur kerikil dan rumput dibawahnya dan Jimin yang menoleh dengan wajah cerianya. Wajah bersinar tanpa mucat, dengan rambut hitam bergerak melambai menutupi sebagian wajahnya. Tatapan Jimin yang teramat senang dengan kedatangan namja di belakangnya.
Manis dan tampan, sebuah pikiran yang terlintas di pikiran Jimin kala melihat bagaimana adik baru milik sang kakak.
Demi apapun Jungkook tak akan menyangka, ia tak akan pernah menyangka. Jika, pada akhirnya dia bisa melihat, bisa bertatap langsung dan bisa melihat senyum. Min Jimin, orang yang selalu dirindukan dan tak tergantikan dalam keluarga barunya.
Pangkat anak kedua yang tak tergantikan oleh siapapun....
"Apa kabarmu, Jungkook..."
Tes...
Tes...
Tes...
Menangis....
Satu hal yang dilakukan Jungkook saat ini, mendengar suara yang belum pernah ia dengar dari kedua bibirnya. Gerakan lembut dengan aksen tersenyum membuat Jungkook mencelos tepat dihatinya. Ia merasa senang sekaligus terlampau bahagia melihat keberadaanya. Sampai akhirnya kedua mata Jungkook berair, disusul dengan sesak di dadanya.
"Hikkkksss... Jimin hyung, hikksss... hikkksss..."
Jungkook sesenggukan, meski dia sudah dewasa namun jiwa cengengnya kembali datang. Dengan gerakan cepat dia mengusap kedua kelopak matanya, sembab dan basah masih kentara di wajah tampannya. Menyebut nama mendiang sang kakak merupakan hal yang selama ini ingin Jungkook lakukan, terlebih melihat secara langsung seperti sekarang adalah anugerah baginya.
Tuhan memang sangat baik....
Bersyukur dan terharu...
Ketika Jungkook sibuk dengan tangisnya, saat itulah pelukan hangat itu terasa. Tangan Jimin yang melingkar tubuh terisak itu, menepuk pelan punggung bertubuh bongsor tersebut. Tak pernah memudarkan senyuman manis itu.
Jimin terlihat tampan....
Sama seperti kakaknya, Min Yoongi.....
Jungkook terlampau beruntung jika kalian setuju mengatakannya....
(Flashback ***** OFF)
.......................................................................
Hari berganti, kejadian kemarin anggap saja sebagai musibah. Tak ada kata akhir bagi kisah mereka yang sedang ditakdirkan. Matahari mengintip perlahan dan surga dunia mulai terbangun dengan segala aktifitasnya. Pagi yang cerah dengan suara kicauan burung kenari dari luar atap rumah.
"Nghhhhhh....."
Suara lirih dari bibir yang tak lagi pucat, pergerakan tangan yang perlahan bergerak ke bagian atas perutnya. Jungkook yang terbangun dari tidurnya, membuat seseorang yang sudah menjaganya hampir dua belas jam itu terbangun.
"Jungkook, kau tak apa? syukurlah... kau sudah sadar nak." ucap wanita itu dengan mimik wajah yang khawatir, tangan yang langsung menggenggam hangat anak angkatnya. Menelisik setiap inci wajah yang sudah sedikit segar tersebut. kekalutan itu menghilang seakan detik bertambah, melihat sang anak sadar dan bisa seperti ini merupakan hal yang ditunggu olehnya sejak kemarin malam.
Jungkook yang jatuh sakit adalah kesedihan utama baginya...
"Eomma, aku dimana?"
Sepertinya kesadarannya belum pulih, penglihatannya masih mengabur dan Jungkook beberapa kali harus mengedipkan mata dan mengucek kelopaknya pelan agar semua terlihat jelas. Hingga akhirnya, ia bisa melihat kamar yang selama ini menjadi tempat tinggal barunya.
"Kau di rumah sayang, syukurlah kau sudah sadar. Apa kau masih merasa pusing?"
"Sedikit eomma, tapi tidak apa... akh..." sedikit meringis, saat Jungkook merasa pening di kepalanya. Terlebih ia baru saja bangun dan kepalanya yang terasa berat. Merasa tidak enak saat sang ibu semakin khawatir padanya, sebisanya Jungkook tersenyum agar ia nampak baik-baik saja.
"Kenapa kau menyembunyikan sakitmu dengan cara tersenyum, Jungkook..." sang ibu mengomel, ia tak suka dengan cara Jungkook seperti itu. Hal itu tidak baik untuk dilakukan.
"Aku baik eomma, jangan khawatir sungguh..."
"Terakhir kali Jimin bilang seperti itu dengan senyumannya, ia mengatakan bahwa ia sangat baik hingga eomma tak bisa berhenti mengkhawatirkannya. Kenapa kalian sangat mirip saat menyembunyikan keadaan kalian, setidaknya cintai dirimu sendiri dan eomma akan lebih senang dibandingkan melihat kau yang sakit." Sang ibu mengambil segelas air putih dengan beberapa obat yang ia taruh di telapak tangannya. Wajah cantik yang sedikit menua dan bertambah usia itu nampak kesal namun tak emosi.
Menyodorkannya di depan sang anak, dan dibalas tatapan Jungkook yang sebentar. Mendengar ucapan sang ibu membuat Jungkook sedikit tersentak, membuat ia mengubah ekspresi menjadi sendu. Kehilangan yang teramat dalam.....
"Minumlah, kau akan merasa baikan." Ucapan begitu lembut, wajah yang cantik dengan garis muka yang ia turunkan pada Jimin dan manik mata yang mirip dengan sang kakak Yoongi. sebuah perpaduan yang pas ciptaan Tuhan yang menakjubkan.
Merasa terharu dan bahagia, karena Jungkook merasakan apa itu kasih sayang. Ia sekarang merasa seperti anak kandung dari wanita di depannya, sakit dan diurusi, minum obat pun di perhatikan. Meski mama juga melakukan demikian, tapi rasanya sangat beda bagi Jungkook.
Lebih bahagia dari sebelumnya....
.
.
.
Dua puluh menit, Jungkook disini. Bersandar di dinding kamarnya dengan manik mata yang menatap langit kamar, wajah tampan yang menatap sendu dan menyimpan sebuah perasaan yang enggan ia tunjukan. Jungkook yang menyimpan dan memendam perasaannya sendiri, jauh dari lubuk hatinya yang terasa hancur dan remuk secara berkala. Hanya bunyi jarum jam dinding yang berdetak. Bagaikan simponi melodi kesendirian bagi seorang namja bermarga Jeon nya.
"Hyung, apakah aku mampu... saat kau mengatakan hal itu. Aku takut jika aku gagal hyung, aku belum bisa sepertimu dan kau tidak bisa digantikan bahkan aku pun tak akan pernah bisa. Kau istimewa dan berharga, berbeda denganku yang dibuang oleh orang tuaku dan tidak berharga. Kenapa kau memilihku, saat aku tahu aku akan gagal. Apa yang kau pikirkan, hyung..."
Wajah yang sedikit menunduk, kelopak yang berkaca dan tangan kanan yang menyangga keningnya. Nafas yang sedikit tersenggal saat ada air mata yang lolos tanpa diminta, untungnya disini sepi dan siapapun tidak tahu akan kesedihan yang dirasakannya. Menyembunyikan kesedihan dan menunjukan kebahagiaan adalah sesuatu hal yang baik, bahkan Jungkook pun hanya bisa memikirkan sendiri. Tanpa harus merepotkan orang lain, karena ia sudah berjanji...
Berjanji, untuk tidak mengecewakan seseorang.
Seseorang yang sangat dihormati dan berarti meski tak ada disini.
"Gomawo Jimin hyung, aku menyayangi Yoongi hyung sama seperti kau menyayanginya..."
Tersenyum penuh arti dan menatap kamar langit. Langit kamar yang ia lukis seperti langit malam, antariksa dan tatasurya berupa bintang dan beberapa titik kecil, hal yang Jungkook sukai sejak dia tak lagi memakai popok di usianya.
.
.
.
.
Tak ada yang habis pikir kenapa bisa ada manusia yang begitu work akholic. Menghabiskan waktu di depan layar komputer meski dirinya sakit. Membuat seseorang yang datang menjenguknya menggeleng dan heran setengah mati.
Bukannya apa, hanya saja ini bukan kantor. Mereka di dalam kamar dan si pemilik masih saja berkutat memikirkan pekerjaan yang katanya 'terbuang sia karena waktu.' Oh ayolah... Seokjin ingin sekali melakukan sumpah serapah untuk teman sekaligus bosnya tersebut.
Hanya saja ia akan dipecat jika melakukan itu, dia ingin hidup setidaknya cukup di kota sebesar ini. Menjadi pengangguran adalah hal yang paling dijauhi oleh Seokjin.
"Kau masih bekerja di saat kau sakit, Min Yoongi. Pernahkah kau berpikir untuk libur setidaknya sehari? Kau ini sangat gatal saat memainkan jemarimu diatas sana." Seokjin sedikit kesal ia setiap hari melihat wajah datar sahabatnya dan ini kesekian kalinya meski tak ada kata bosan karena terlampau biasa dengan apa adanya seorang Yoongi.
Ya, sudah biasa dengan tingkat judes akutnya.
"Waktu adalah uang dan uang adalah waktu, kau tahu mottoku bukan. Lagi pula karena pencopet sialan itu aku harus segera menyelesaikan laporan, dasar kunyuk sialan!" umpat Yoongi dengan segala kepedasan di bibir tipisnya. Mengakibatkan serangan mendesak sebuah perasaan yang bergejolak dan membuat udara yang seharusnya masuk ke sarangnya justru membelok. Respon yang wajar jika orang yang melakukan kesalahan merasa tersindir.
Kim Seokjin terbatuk di pagi hari karena mulut pedas bosnya. Untung saja air teh yang ia minum tak menyembur kearah siapapun, hanya sofa di sebelahnya yang menjadi korban. Membuat Yoongi menampilkan wajah risih sekaligus jijiknya.
"Kau sangat jorok meski wajahmu tampan, yakkkk... itu kursiku bodoh!"
"Aiiissshhhh, tenggorokanku sakit. Yoongi ini salahmu!" sarkas Jin saat ia menatap dirinya yang basah karena ulahnya. Bibirnya yang hampir tumpah sedikit basah karena perbuatan ngawurnya dan Yoongi merasa tak salah sebaliknya menatap tajam teman yang lebih tua di depannya.
Dalam benaknya Yoongi berpikir 'kenapa makhluk ini menyalahkanku?' demi kerang ajaib milik Spongebob, namja bermarga Kim itu hampir saja melakukan kebodohan yang selama ini ia sembunyikan. Kedua matanya membeo terkejut dan raut wajah yang salah tingkah, demi sebuah atitude baik dia mengangkat kakinya, menekuk kaki kanan ke kaki kirinya. Seperti seorang big boss yang berjaya.
"Kau sangat aneh, apakah kau melakukan kesalahan hingga kau tersedak?" ledek Yoongi dengan mata yang masih fokus ke laptop, sesekali melirik wajah gelisah temannya yang menelan ludah kesusahan. Ternyata Yoongi lebih menyeramkan saat ia sedang serius seperti ini, oh aura memecat seseorang bisa saja keluar dalam kedipan mata.
"Memangnya aku berbuat salah padamu?" ucap Jin dengan nada yang ia buat setegas mungkin. Bahkan ia sendiri pun berusaha menutupi kebohongan kecil perbuatanya menjadi pencopet gadungan dalam misi mempersatukan saudara yang tak sedarah. Dalam doanya Seokjin berharap semoga Yoongi tidak menyadarinya.
"Tidak, hanya saja jika kau berani macam-macam denganku. Tugasmu sebagai karyawanku berakhir!"
"Yaaakkkkk... yaakkkk... yakkkkk... kau tidak bisa melakukannya bangsat!"
" Kenapa kau semakin beringas, apakah aku bilang akan memecatmu sekarang? Itu jika kau melakukan kesalahan, apa kau memang punya salah denganku?" Yoongi membuat aksen wajahnya nampak santai, ia bahkan memainkan kacamata yang entah sejak kapan bertengger disana. ngomong-ngomong menatap layar laptop agak lama tidak baik untuk kesehatan matanya.
"Ti-tidak, sudahlah aku ingin bersantai sejenak disini. Percuma berbicara denganmu sangat tidak jelas." Final Jin berharap Yoongi segera melupakan masalah yang terjadi beberapa detik yang lalu.
Membenarkan duduknya, menyandarkan punggungnya. Sesekali membenarkan jas hitam kecoklatan miliknya, ia memilih diam dan berpikir keras agar nampak sewajarnya. Sungguh sialan, rupanya Jin merasa bersalah sampai tulang sampai dia merasa keringat keluar dari tubuhnya.
Lalu apa yang dilakukan Yoongi?
Dia seperti masa bodoh dengan keberadaan temannya, mengabaikan Jin yang sedang bersantai dalam zona kekuasaannya. Meski ia sempat memutar mata malasnya, ia pikir temannya sedang membutuhkan obat untuk menghilangkan rasa sakit jiwa dan memperbaiki kewarasannya.
Sampai akhirnya....
"Yoongi hyung?"
Suara Jungkook memanggilnya, membuat atensi itu tajam setajam tatapan elang. Dan Jin merasa aura ketidaksukaan yang dimiliki Yoongi semakin kuat.
...............................
Tbc...
Tak terasa udah sampai sejauh ini, btw berkat dukungan kalian author bisa ngetik sepanjang ini. udah lama keknya gua bernafas didunia orange ini wkwkwk. Oh ya apakah kalian puas dengan hasilnya? Semoga kalian gak kapok buat mampir kesini dan baca setiap kisah yang kutulis. Semoga kalian terhibur juga.
Jangan bosan dengan author dan ceritanya ya. Semoga kalian bahagia selalu... masih setia dengan haru-haru? Dan menunggu next chap minggu depan? Maaf masih banyak typo bertebaran, dan masih banyak bahasa yang kurang bagus. Semoga kedepannya jauh lebih baik dari sekarang.
Tolong selalu bahagia dan sehat selalu, aamiinn...
Doakan author sehat selalu ya, dan bisa tetap hibur kalian.
Kalau kalian berkenan,
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar. Jangan lupa mampir ke ff yang lain ya biar gak bosen muehehehe...
Bahagia selalu untuk kalian...
Gomawo and saranghae...
#el
19.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro