Part 21: Fake Love
" Tergantung pilihanmu, mana yang kau percaya. Hati... atau keegoisanmu, jika kau berusaha untuk membohongi hatimu. Maka kau akan mendapatkan sebuah kepalsuan yang terpaksa..."
.
.
.
.
(Flashback **** ON)
(Author ***** POV)
Klakson mobil itu terdengar nyaring di keramaian pusat kota, sebuah Marcedes keluaran tahun baru yang baru saja ia perlihatkan melaju dengan sedikit perlahan diantara belokan jalan dan persimpangan. Sesekali berhenti dengan kepala yang menengok kekanan dan kekiri. Cemas, tentu saja... apalagi dua anaknya belum ditemukan. Apakah ini kesalahannya karena telah mengerjai anak sulungnya dan membuat mereka menjadi gelandangan kota. Hanya untuk menyatukan dua adik kakak yang tak sedarah pun membutuhkan perjuangan. Tidak... sang ibu juga tak ingin menyalahkan Jungkook, ini adalah rencananya dengan sang adik. Baik Yoongi atau Jungkook, keduanya tak mengetahui apapun.
"Eonni, kita sudah memutari hampir pusat kota. Kenapa mereka belum ditemukan? Aku yakin Yoongi dan Jungkook pasti di suatu tempat, apakah kakak tahu kemana Yoongi biasanya pergi. Aku pikir Yoongi di tempat yang sering ia kunjungi begitu juga dengan Jungkook."
Sang adik membuka aplikasi map, mencatat tempat mana saja yang baru mereka kunjungi. Tinggal tiga tempat lagi mereke belum memeriksa. Shi Ah cukup tenang karena ia yakin jika dua penokannya tersebut bukanlah anak kecil yang akan menangis ketakutan. Terlebih di sisi Jungkook ada kucing galak yang mungkin saja tak bodoh dengan beberapa tempat di kota. Mana mungkin seorang bos besar tak tahu tempat dimanapun, apalagi jika Yoongi memiliki akses penuh untuk sekedar merekrut tempat dan bisnis kakaknya.
"Aku tidak terlalu tahu Shi Ah, kau tahu sendiri jika Yoongi jarang menceritakan apapun padaku. Dia anak egois dan keras kepala, ia juga pemarah jika ada yang mengusik kehidupan pribadinya." Ucap Shi Hye, selaku sang ibu dari dua anak yang ia cari saat ini. sebisanya ia berusaha tenang dan tak berbuat kegaduhan dengan kehebohan yang ia buat. Karena yang ia tahu secemas apapun jangan sampai pikiran kalut datang dan memperburuk keadaan.
"Eh, coba kita kesana. Siapa tahu mereka ada disana." Tunjuk sang adik di sebuah cafe yang cukup terkenal di seberang jalan disana. Sang kakak mendongak ke arah dimana sang adik menunjuk, dirinya mengangguk dan segera melaju kesana.
Tanpa sadar mereka melewati sesuatu....
Dan itu juga tak disadari oleh siapapun.
.
.
.
................................
Yoongi terbangun saat seseorang mengetuk bahunya, entah sudah jam berapa saat ini yang pasti namja pemilik mata sipit itu sudah terkantuk. Saat dia membuka matanya dan melihat siapa orang yang berani membangunkannya, Yoongi merengut. Wajahnya seperti jengkel akan sesuatu, dia seperti tak peduli. Hanya saja Jungkook sudah mengulas senyum manis dan juga kedua kelopak yang sangat polos ke arah sang kakak. Tentu saja itu tak berarti apa-apa bagi Yoongi seorang.
"Yoongi hyung, kau belum makan. Ini, makanlah... aku membelikan rasa coklat untukmu." Jungkook mengulurkan sebungkus roti dengan selai coklat di dalamnya.
Yoongi melirik, ia melihat bocah kelinci itu tersenyum manis kearahnya dan lagi... wajah bodoh sang adik membuat Yoongi mual dan muak.
"Kau pikir aku apa, jangan mencari perhatian padaku Jeon!" mungkin dia berprasangka buruk pada namja muda tersebut, tapi percayalah... Jungkook tak ada niat untuk mencari perhatian atau dilirik hebat. Ia hanya peduli dengan sang kakak, kebetulan dia mendapatkan dua roti dari seorang nenek yang ia bantu menyebrangi jalan. Jungkook cukup beruntung karena ada orang yang berbaik hati memberikan dia makanan disaat dia dan sang kakak sedang lapar.
Tapi melihat respon Yoongi yang sangat tajam padanya membuat hatinya sedikit menciut meskipun ia tak memperlihatkan secara gamblang kesedihannya itu. Sesuai tekadnya ia tak ingin terlihat lemah, ia ingin membuktikan pada sang kakak ia adalah adik yang kuat sama seperti tekad Jimin untuk bertahan hidup melawan penyakitnya.
"Tidak, tapi aku pikir hyungku tertidur karena kelaparan." Jungkook duduk disamping kakaknya, ia membuka bungkus roti itu setengah setelahnya memberikan roti yang sudah ia buka itu kepada kakaknya. menyodorkannya dengan cara sopan dan paling menggemaskan, hal biasa yang dilakukan oleh Jungkook sejak ia kecil.
Tapi, bukan Yoongi namanya jika ia tidak menatap tajam adiknya. Ia sendiripun tak langsung menerima roti tersebut dan berkali-kali mengumpat di dalam hati sembari berpikir di dalam otak cerdasnya. Apa yang direncanakan adiknya untuk mencuri perhatiannya kali ini. jangankan berusaha untuk mendapatkan kepercayaannya, Yoongi tak akan membiarkan Jungkook menang. Apalagi posisi Jimin yang ingin sekali direbut oleh bocah kelinci sialan itu, rasanya dia tak rela jika menerima kenyataan bahwa sang ibu berhasil mendapatkan pengganti Jimin adiknya.
"Kau menyindirku bocah, dasar sialan!"
"Tidak... aku tidak menyindir hyung. Aku juga tak tahu kalau hyung tertidur, aku pikir kau habis dari toilet. Makanya aku meninggalkanmu sebentar."
Jungkook menaruh roti itu secara paksa di tangan kakaknya, ah ralat... bukan seperti itu cara Jungkook memaksa makan kakak kesayangannya. Disaat sang kakak sedang sibuk mengomelinya dengan gerakan cepat dia memasukan roti coklat berukan lonjong itu kedalam mulutnya. Membuat Yoongi spontan saja membeo kedua bola matanya dan mengeluarkan protes yang tak jelas dari mulutnya lantaran tersumpal oleh makanan berbahan terigu tersebut.
"Makanlah, kau akan tenang jika kenyang, hem." Jungkook melahap rotinya. Ia beruntung karena ada rasa selai nanas kesukaannya, rasanya ia mendapatkan kejaiban dewi fortuna. Dan lebih hebatnya lagi ia bisa duduk dengan sang kakak di jarak sedekat ini, tanpa ada sebuah omelan walau beberapa detik.
Yoongi tak bisa bernafas lega, ia dengan terpaksa menggigit roti tersebut hingga terpotong dan lepas dari mulutnya.
"Sialan kau Jeon, beraninya menyumpaliku dengan roti burukmu, hah!" teriak Yoongi tak terima, tapi masih sedikit tak jelas karena ia melakukannya sembari mengunyah roti secara tak sadar. Percaya atau tidak itu terlihat lucu apalagi, wajah kusam Yoongi membuat ia nampak seperti gula jawa yang hampir meleleh karena kepanasan.
"Kkkkk.... kau menghina rotiku tapi kau juga memakannya, dasar kau hyung. Cha, makanlah kau akan baikan setelahnya." Jungkook menggigit lagi rotinya, dia sendiri begitu menikmati makanannya hingga ia tersenyum senang. Wajah riang sembari makan itu terlihat menggemaskan, seperti anak kecil saja.
Rasanya Yoongi seperti salah tingkah, disisi lain dia memang kelaparan. Apalagi perutnya tiba-tiba saja berbunyi karena suara cacing yang minta asupan.
"Eh, rupanya ada bunyi..." ucap Jungkook secara blak-blakan dia hampir saja berdiri, saat mendengar bunyi keroncongan yang begitu keras. Itu berasal dari namja yang tengah tertunduk malu sembari memegang roti di dalam cengkraman tangan kanannya. Rupanya itu Yoongi, yang sedang mengumpat lirih kebodohannya. Terlebih lagi ia berbuat bodoh disamping Jungkook. mau ditaruh mana muka Yoongi sekarang, betapa bodohnya dia karena melakukan hal sebego ini. Kalian tahu bagaimana perasaannya saat ini? dia yang selalu berkoar dan mengatakan bahwa dia adalah namja yang punya apapun di depan karyawannya justru berbanding terbalik dengan sekarang. Jika Yoongi menutupi rasa malunya dengan sifat keras kepala dan egoisnya, justru sekarang rasa malunya sendiri yang datang secara tiba-tiba.
Yoongi ingin sekali mengubur dirinya sendiri diatas tanah yang ia pijak.
"Kau kira itu dariku, itu dari orang-orang yang lewat." Yoongi memarahi sang adik, ia sendiri menuduh orang lain yang nyatanya tak ada satupun dari mereka lewat. Jungkook ingin sekali terpingkal dan hampir saja menyembur makanan yang ia kunyah saat mendengar tingkah sang kakak yang mempertahankan percaya dirinya yang tinggi ini.
"Ya, ya terserah hyung saja. Aku akan melupakan kejadian ini, dan menikmati roti selai nanasku. Oh ya aku juga membeli ini, kebetulan aku menemukan lipatan uang disakuku. Ternyata sisa uang kemarin dan aku hanya bisa membeli air mineral ukuran sedang ini, kalau hyung mengijinkan kita berbagi, oke." Ucap Jungkook dengan wajah manisnya ia selalu mengulas senyum jika mengobrol dengan kakaknya. Itulah Jungkook, kalian harus memakluminya karena ia pandai sekali menyembunyikan perasaannya dibalik senyum yang ia ulas.
Yoongi yang mendengarnya merasa risih, dan ia seperti diinjak-injak harga dirinya karena Jungkook seperti pamer di depannya.
'Yang benar saja anak ini... isshhh, dasar tukang pamer.' Dengan beringas ia melahap roti coklat tersebut, mengunyahnya tanpa santai. Tatapan tajam ia tujukan ke seluruh penjuru arah tak terkecuali Jungkook, rasanya Yoongi ingin sekali melahap habis namja disampingnya.
Awalnya ia ingin sekali memaki habis-habisan bocah itu,tapi entah kenapa justru ia merasa ia akan menjadi orang yang paling bodoh karena telah memaki Jungkook setelah ia memakan roti miliknya. Sial beribu sial bagi Yoongi karena ia harus mengalah dan diam, walau di dalam lubuk hatinya terdalam ia ingin membuat Jungkook menyerah dan pergi sendiri darinya.
Keduanya menikmati makanan dengan cara mereka masing-masing. Yoongi dengan kebrutalan dan sedikit bumbu gengsi tingkat tinggi, dan Jungkook yang memejamkan matanya riang dan sesekali mengucap syukur pada Tuhan atas kenikmatan yang mendadak ini.
Mungkin ketika sampai dirumah Jungkook akan menyanyikan nyanyian pujian, seperti yang diajarkan sang mama. Karena apapun dan dimanapun Tuhan ada, dan sedang mengamati dirinya. Bukan hanya itu saja, diam-diam dia melirik ke sebelahnya dengan tatapan hati-hati dan malunya. Bagaimana tidak ia bisa makan dengan jarak sedekat ini. Apalagi ia merasa berbeda saat bisa satu tempat dengan Yoongi disini, ia rasa ia bermimpi. Tapi....
Ternyata apa yang ia rasakan hari ini adalah sebuah kenyataan.
Jungkook sesekali tersenyum, sampai pipinya memerah. Tak ada bedanya dengan seorang Yeoja jika kalian bayangkan. Hanya saja ia seperti itu karena rasa senangnya, ia bisa sedekat ini dengan sang kakak. Biasanya Yoongi akan menyuruhnya menjauh sejauh lima belas meter. Sekarang dia hanya diam ketika Jungkook masih berada di dekatnya, padahal Yoongi akan langsung menyembur dan memakinya. Apakah karena sebungkus roti cinta dari nenek yang ia bantu hari ini, rupanya benar ucapan si nenek ketika memakan roti ini seseorang yang akan memakannya akan memiliki suasana hati yang baik. Mungkin ini terdengar gila, tapi jika Jungkook bertemu dengan nenek itu ia akan membeli lagi sari gandum buatanya dan memberikannya di setiap masakannya. Agar siapapun yang memakannya bisa merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan.
Ngomong-ngomong, malam ini suasanya sangat sejuk. Bagaimana beberapa pohon yang bergerak pelan karena angin yang bergerak. Cuaca juga sedang baik karena dia masih bisa melihat bintang diatas sana. Bulan juga purnama, membuat suasana semakin cantik saja. gambaran ini....
Membuat ia merasa rindu akan masa kecilnya, ya... masa kecil Jungkook. Ia sendiri juga tak tahu mengapa ia ingin menangis saat ini. Hanya saja, terbesit dalam ingatan Jungkook saat di malam yang sama seperti sekarang dulu dia sering pergi memancing. Nekat mencari ikan di sungai yang tak jauh dari panti, dan itu ia lakukan secara diam-diam. Tapi...
Saat itulah dia...
Tak memancing sendiri, bersama dia. Teman barunya, seseorang pemberi hal yang katanya berharga untuknya. Sebuah titipan yang ia pakai hingga sekarang, dimana tangan Jungkook yang satunya meremat pelan pergelangan tangannya. memejamkan matanya dan mengingat memori kecil itu, siapa dia... bahkan Jungkook masih lupa nama itu. Dia si pemilik pipi tembam yang menggemaskan dan lucu...
.
.
.
......................
(Flashback **** ON)
Bocah dengan jaket merah mudanya itu membuka pintu itu pelan-pelan, dirinya dengan tubuh mungil sedang membawa satu set alat pancing dan sebuah ember kecil yang ia gendong. Dengan sandal bulunya bocah menggemaskan itu berjalan pelan diantara ruangan yang gelap. Ia sendiri mengendap seperti seorang pencuri yang hendak kabur. Tapi, dia bukan pencuri. Mana ada seorang pencuri adalah bocah baru berusia tujuh tahun dengan jaket merah muda dan masih memakai popok. Sementara dirinya saja masih mengompol jika tidur.
Percaya atau tidak, dibalik penampilan mungil dan menggemaskannya dia dikenal bocah paling berani. Ini sudah malam dan sepertinya ia hendak memancing hari ini melihat bagaimana alat-alat yang ia bawa.
Butuh dua menit untuk bocah imut yang dipanggil Kookie ini berjalan sampai pintu keluar, dirinya yang sudah berjinjit dan menyentuh kenop pintu pun akhirnya berhasil membuka pintu itu. Rupanya mama lupa mengunci pintu, pikirnya. Dengan sedikit nekat dan juga langkah kecil Jungkook kecil ia...
"Kookie, apa yang kau lakukan eoh."
Baru saja ia keluar dari pintu, sebuah suara menginterupsinya. Membuat Jungkook kecil berhenti dengan jantung yang berdetak cepat. Ia terkejut sekaligus takut karena ia pasti akan kena marah mama.
"Myung... Myung hyung..." terucap lirih dan anak kecil itu menundukan kepalanya. Ia mengusapkan tangan kanannya takut, apalagi tubuhnya secara refleks bergetar karena takut. Setelah melihat tatapan sang kakak membuat ia ingin menangis. Tapi hal itu tak terjadi karena remaja tersebut justru duduk berjongkok dan malah mengusap air mata Jungkook kecil dengan lembut.
Myungsoo justru gelagapan sendiri. Apakah ia tadi terlalu keras dengan Jungkook? ia yang tak ingin membuat si kecil menangis memeluk anak kecil di depannya. menepuk pantat yang tertutup popok bergambar kelinci tersebut. mengangkat tubuh mungil itu dan memangkunya, memilih dirinya sendiri duduk diatas dinginnya lantai. Sembari terus mengusap dan mengusap wajah mungil Jungkook yang memerah karena menangis.
"Maafkan kookie hyung hikksss... hiikkksss.... Kookie nakal." Anak kecil itu masih saja menangis, ia juga merasa bersalah karena dia sendiri memang nakal. Tak mendengarkan larangan mama sore tadi. Tapi, Jungkook kecil memiliki maksud lain kenapa dia memilih mencari ikan di malam hari seperti ini.
"Aku tidak memarahimu saeng, tapi kenapa kau mau keluar? apakah kau pergi memancing lagi? Ini sudah malam kook, kalau mama tahu dia pasti akan marah." Nasihat Myungsoo pada adik kecilnya, ia sendiri harus bisa memberikan pengertian pada sikecil. Ia tahu jika Jungkook melakukan hal ini karena sebuah alasan. Tak ingin membuat takut adik kesayangannya, remaja yang dikarunia wajah tampan itu langsung berdiri. Jungkook juga ikut di dalam gendongannya, ia juga refleks memeluk leher sang kakak, dan menenggelamkan wajahnya sedikit disana. membuat Myungsoo tersenyum kecil setelahnya, ini menggemaskan sampai ia berniat untuk memotret momen kecil yang jarang ia dapat.
saat kenop pintu itu dibuka, udara malam langsung terasa olehnya. Ia pikir sang kakak akan membawanya lagi kedalam kamar, dan memaksa ia tidur. Tapi disaat ia melihat pemandangan malam yang disuguhkan tepat di depannya bersamaan dengan suara Jangkrik yang khas Jungkook tertegun. Bukan apa, hanya saja Myungsoo kakaknya justru membawa dirinya keluar dari dalam panti. Mendongak keatas untuk melihat wajah tegas itu, benar... ia kini bisa melihat kearah mana remaja itu membawanya. Heran dan juga penasaran membuat Jungkook kecil mengetuk pipi yang terdapat lesung pipit itu.
Hal itu membuat Myungsoo menoleh kebawah, ia melihat bagaimana Jungkook kecil yang malu-malu bertanya. Paham, dengan apa yang dipikirkan adiknya membuat ia bertanya terlebih dahulu.
"Hyung ingin menemanimu Kook, tak baik membiarkan seorang anak kecil pergi sendirian di luar seperti ini. Bisa saja kau diterkam oleh serigala, karena kau tak ada bedanya kau dengan seekor kelinci. " bentuk kasih sayang tertera jelas darinya, ia tanpa rasa segan mencubit hidung bangir Jungkook kecil. Menariknya dengan gemas hingga pekikan kecil keluar dari bibir manisnya. Moment yang mungkin saja tak bisa dilupakan, apalagi Jungkook memang manja dengan kakaknya ini.
Kepalanya mengangguk lucu, kedua pipi yang bersemu merah dengan seulas pergerakan di bibir cemberutnya. Kedua tangan mungil yang masih saja memeluk leher sang kakak kuat. Mereka berdua seperti sepasang ayah dan anak jika dari kejauhan.
Bukan berarti Jungkook kesepian, hanya saja di dalam rumah panti semua bisa jadi saudara. Semua bisa jadi keluarga, semua bisa menjadi akrab dan kompak. Bahkan saling mengasihi dan menyayangi layaknya keluarga sekandung. Tapi, terkadang jalinan itu lepas jika masing-masing mereka telah mendapatkan orang tua dan keluarga sendiri. Dilupakan dan enggan sekedar menengok, sering sekali... membuat Jungkook kecil terbiasa dengan pergerakan alur tersebut. Selama ini ia hanya diam mengamati, jujur saja ia takut. Takut jika pada akhirnya, orang yang menggendongnya pergi dan melupakan. Seperti lainnya, yang Jungkook kenal.
"Kau selalu memancing disungai sana bukan? Kalau begitu hyung akan menemanimu. Sudah lama hyung juga tak memancing." Ucapnya dengan wajah terulas senyum, dirinya sangat tampan dengan lesung pipit itu.
"Apakah tidak melepotkan hyung? nanti hyung digigit nyamuk dan gatal-gatal."
Myungsoo hampir terpesona dengan celoteh Jungkook yang menggemaskan, bagaimana tidak anak kelinci ini berhasil membuat ia tersipu merah. Sungguh Jungkook seperti memiliki aura yang sulit untuk ditolak. Dan Myungsoo beruntung karena bisa menjadikan dia saudara imutnya.
"Aiguuu... kau sangat menggemaskan saeng. Kau ingin membuat hyung menciumi pipi tomatmu hem?" bukan Myungsoo namanya jika dia tidak menggoda adik kecilnya. Beberapa kali Myungsoo menggodanya dengan cara menciumi pipi gembul sang adik, mengangkat beberapa kali tubuh mungil itu keatas, diantara lampu jalanan yang terpasang hingga suasana disana tak terlalu gelap.
Gelak tawa Jungkook lolos dari bibir mungilnya, ia merasa geli dengan tingkah sang kakak. Sudah sering sang kakak membuat ia tertawa seperti ini. sungguh masa kecil yang membahagiakan.
"Myung hyung... itu ada olang." Tunjuk Jungkook saat ia melihat seseorang berjongkok disana. Tepatnya di pinggir sungai yang biasa ia datangi untuk memancing. Sebuah punggung bocah dengan kepala yang tenggelam dalam lipatan kakinya, Myungsoo membenarkan gendongan untuk adiknya. Menoleh kekanan dan kekiri guna mengamati sekitar. Cukup aneh karena tak ada siapapun disini, sementara ada bocah yang sepertinya menangis.Terdengar dari isakan yang didengar darinya.
"Ayo kita kesana, mungkin dia tersesat."
Jungkook mengangguk, dia sendiri juga merasa kasihan dengan orang tersebut.
Remaja itu telah sampai disana, ia berdiri tepat di belakangnya. Jungkook, meminta turun dari gendongan kakaknya. Myungsoo menurutinya dan berjongkok dengan perlahan, sembari kedua matanya tak berhenti menatap punggung bocah asing di depannya.
Jungkook menatap sebentar punggung tersebut, ia menaruh alat pancingnya tapi masih menggendong ember kecilnya. Dengan langkah kaki kecilnya ia berjalan perlahan, takut jatuh tersandung oleh bebatuan kecil di bawahnya. Jungkook kecil memberanikan dirinya, berdiri disamping bocah yang masih menyembunyikan wajahnya. Cukup lama Jungkook memperhatikan dia yang sedang menangis. Dilihatnya tubuh yang bergetar itu, dan bagaimana suara isakan itu semakin menyesakkan. Myungsoo yang mengawasi adiknya hanya diam, ia juga hati-hati karena berpikir bahwa namja di depannya adalah orang jahat.
Memperhatikan dengan seksama di balik manik mungilnya, Jungkook dia seperti mengenal sosok di depannya. lagi-lagi memeriksa secara teliti sampai akhirnya dia sendiri berada di depan bocah yang sedang menangis itu. Saat tak sengaja ia melihat sebuah gelang di pergelangannya, saat itulah Jungkook kecil membola kedua matanya.
"Hyungieee..." pekik Jungkook kecil dengan khawatir, ia memanggil bocah di depannya seperti sudah mengenalnya saja. membuat Myungsoo yang memperhatikan sang adik merasa terheran.
Seperti memanggilnya, membuat bocah yang sedari tadi menyembunyikan wajah sendu itu mendongak. Ketika penglihatan itu tak lagi buram saat itulah ia...
"Kookie..." memanggil dengan lirih dan juga hidung yang memerah dan pipi yang basah karena menangis.
Puukkkk!!
"Chim hyung kenapa menangis hikksss... hikksss... Chim hyung ada yang nakal kah, hiikkksss... jangan menangis eoh... hikksss... hikksss...."
Remaja itu terkejut, ia ditubruk oleh bocah kecil di depannya. sampai pantatnya menubruk tanah di bawahnya, dirasakan dengan jelas dirinya sedang dipeluk oleh bocah kelinci yang ia kenal. Pelukan hangat dan tangan mungil itu tak sampai ke belakang pinggang, hanya sebatas menyamping membuat dia...
"Hikkssss... Kookiee... hikksss.... Kookie..."
Membalas pelukan dan semakin menangis. Bocah itu semakin erat memeluk tubuh Jungkook kecil dan dia menyembunyikan wajahnya di tubuh mungil tersebut.
"Chim hyung jangan menangis hikkksss.... hikkksss....Kookie tak mau, hyung menangis hikksss... hikksss hueeee.... Chim hyung jangan menangis..." Jungkook kecil menangis, lebih keras dan dia justru banjir akan air mata. Tangan mungilnya berusah menghapus jejak air mata dari wajah tampan remaja tersebut, jemari itu berhasil menyentuh kelopak basah miiknya. Membuat namja yang dipanggil nama kecilnya tersebut terdiam membeku. Bukan karena dia tidak suka dengan sikap Jungkook kecil yang sembarang menyntuh wajahnya, akan tetapi...
Untuk pertama kalinya dia melihat seorang bocah menangis seperti ini. Wajah menggemaskan itu bahkan rela menjadi merah, pipi gembul seperti tomat itu bahkan kini semakin merah dengan hidung yang sama halnya memerah dan kelopak itu semakin basah akan air mata. Lebih menyesakkan ketimbang dirinya yang menangis saat ini, kenapa bocah yang ia kenal beberapa hari saja justru sesimpati ini kepadanya, bahkan orang dewasa yang notebene bagian dari keluarganya tak sampai seperti ini, teman dekatnya pun belum tentu mau menangis seperti ini. Tapi kenapa Jungkook bisa sampai seperti ini? sementara dia saja belum tahu permasalahanya dan tanpa rasa takut ataupun canggung memeluknya. Bahkan ikut menangis setelah ia tahu bahwa dirinya menangis.
Seakan Jungkook sudah bersamanya sejak dilahirkan saja, hingga tahu bagaimana sedihnya perasaan dia saat ini.
Sementara Myungsoo, dirinya tersenyum tipis. Merasa bangga dengan adik kesayangannya yang lebih bersimpati pada orang lain, bukan hanya itu diusianya seperti ini dia sendiri sudah menggambarkan kepribadiannya yang baik. Menghibur tanpa sengaja dengan kepolosan yang ia miliki dan wajah yang lebih menggemaskan saat dia menangis, meski itu terlihat kasihan.
Tak ingin mengganggu moment tersebut membuat Myungsoo lebih mengalah, dirinya memilih diam dan membiarkan Jungkook melakukannya. Sepertinya dia lebih membutuhkan hiburan adik kesayangannya tersebut.
Dan sepertinya....
Bocah bernama Jimin itu lagi-lagi menjatuhkan harapannya. Harapan terdalamnya di punggung kecil Jungkook, dalam isakan tangis dan pelukannya hanya satu yang muncul dalam benak sesaknya. Alasan dia menangis, bukan karena orang lain jahat padanya. Alasan dia sedih juga bukan karena ia mendapat marah, tapi ia sendiri menangis karena....
Ia terlalu takut jika sang kakak akan kesepian, kehilangan hiburannya dan tak ada lagi senyum manis yang biasa diperlihatkan padanya. Ia sendiri mengasihani dirinya sekaligus kakaknya, ia sendiri juga tak tahu harus apa hanya bisa menumpahkan segala kesedihannya disini dan bertemu dengan dia si penjual kue manis berkostum kelinci tempo hari.
Memilih menangis bersama...
Membuang rasa sedih yang mungkin sementara....
Menutupi segala kekalutan yang ada....
Walau Jimin tahu bahwa ini hanyalah sekedar pelampiasan....
Akan tetapi, persahabatan yang ia jalin ini bukanlah sebuah kesalahan. Nyatanya... Jungkook kecil ikut perhatian dengan cinta kecil yang dimilikinya dan bukannya cinta palsu yang sering ia rasakan pada orang yang sengaja memanfaatkannya.
Jimin lelah sebenarnya. Ia lelah dengan penyakit ini, dan lelah dengan kepedulian yang palsu itu....
Inilah alasan kedua ia menangis....
Karena hati Jimin sudah hancur bersamaan dengan rasa sakit yang menggerogotinya disaat umurnya semakin bertambah. Membuat Jimin semakin takut akan kematian dan berharap jika apa yang ia dengar dari seorang dokter bahwa umurnya tak lagi panjang hanyalah kebohongan. Kebohongan yang sering ia dengar dan rasakan....
Dari beberapa orang yang memberikan cinta palsu padanya...
Fake Love...
Kecuali yang dimiliki Jungkook kecil, karena dia bisa merasakan bagaimana tulusnya anak kecil ini memeluknya. Seakan takut ia pergi dan tak mau melihat ia menangis. ah, rasanya Jimin merasa diperhatikan dan terharu karena ulah bocah yang memeluknya ini.
Apakah ia harus tersenyum karena haru saat ini?
Perlahan hatinya melega...
(Flashback ***** OFF)
.
.
.
.....................................
Jungkook tak tahu kenapa sekarang badannya merasa lemas, ia memeriksa sekitar dan sepertinya malam semakin larut. Melihat sebentar jam tangan Yoongi yang sedang tertidur pulas di sisi sana, agak jauh dengan dirinya yang berbaring nyaman tadi. Hanya saja hembusan angin berhasil membangunkan dia dan membuat dirinya sedikit terbatuk. Mungkin angin malam memberikan efek buruk terhadapnya. Sadar atau tidak Yoongi terbangun karena perbuatan kecilnya tersebut.
"Apa yang kau lakukan, lepaskan tanganku sialan!" ucapnya tak terima ketika telapak tangannya disentuh oleh Jungkook. ia bahkan mengusap kasar kulit itu di jasnya, seperti merasa jijik ketika Jungkook habis menyentuhnya.
Lagi-lagi Jungkook harus meminta maaf pada kakaknya dan membuat jarak jauh lagi karena tahu jika Yoongi selalu tak nyaman berada disampingnya. Sudah biasa....
"Yoongi hyung, bisakah kita cari tempat yang lain? Aku merasa tidak enak badan hyung, sepertinya aku demam."
Kedua mata Jungkook terlihat sayu dengan bibir pucat kering. Suaranya serak dan dia membutuhkan segelas air saat ini, hanya saja mereka tidak ada di rumah dan hidup terlunta di jalan. Jungkook yang merasa lemah dan lemas hanya memandang penuh minat pada botol kosong disamping kakaknya. Dia kehausan jika kalian tahu dan Yoongi sudah menghabiskan hampir semua minuman itu, jika dihitung Jungkook tak minum hampir setengahnya karena dia hanya meminum tiga teguk saja.
"Jika kau ingin cari tempat lain, silahkan saja. Aku mau disini, aku yakin eomma mencariku dan dia dengan mudah akan melihatku disini. Jangan ganggu aku, aku mengantuk bodoh!" kembali lagi menyamankan posisinya dengan dia yang bersandar ke samping dengan kepala yang menempel pada tiang halte di sampingnya. Entah kenapa tak ada orang yang mampir disini apakah memang karena malam ini banyak yang menepi?
Menurut Yoongi halte bus jauh lebih baik karena semua orang bisa menemukannya dan melihatnya. Membuat ia yakin jika sebentar lagi akan ada orang yang menjemputnya dan dia bisa bertemu kasur kesayangannya.
Melihat acuhnya sang kakak, membuat Jungkook mau tak mau menurutinya. Ia tak bisa jauh dengan sang kakak, karena ia sendiri pun bingung ini dimana. Hanya bisa berharap agar tubuhnya lebih kuat melawan hawa dingin yang melanda ini. tapi apakah kalian tahu? jika sekarang tubuh itu menggigil karena sakit? Bahkan tingkat kepedulian Yoongi yang dekat dengannya saja seakan tertutup dengan pintu baja.
Mengabaikan namja bergigi kelinci itu yang sedang berkutat dengan angin malam dan dia dengan pasrah menggigil menahan dingin. Sampai giginya saja bergemelutuk, ditambah lagi perutnya juga sakit karena luka yang diperban belum mengering. Entah apa yang merasuki Jungkook, dia sendiri tak menceritakan yang sebenarnya terjadi. Takut membuat repot sang kakak membuat dia harus menyembunyikan semuanya. Semua rasa sakit dan juga ketidaknyamanan ini. berpura-pura semua baik saja dan menganggap itu semua nyaman.
Meski itu salah....
1 menit....
2 menit....
3 menit....
4 menit...
5 menit....
Tubuhnya semakin menggigil dan kelopak Jungkook semakin berat, dirinya melirik kesekitar berharap ada orang lain yang peduli dengannya. Meski harapannya jatuh pada Yoongi yang tertidur pulas. Sia-sia, karena memang dia sudah tenggelam dalam mimpinya.
Mencoba bangun saat pusing itu ada, Jungkook mencoba mencari air untuk meredakan tenggorokannya yang semakin sakit. Dia sudah berdiri walau tubuhnya oleng dan saat dia hendak melangkah beberapa tiba-tiba kepalanya terasa pening.
Berkunang...
Pandangan bergoyang....
Mengabur....
Sampai dimana rasa sakit dikepalanya semakin menjadi, dan Jungkook berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya. sedikit merintih dan meringis karena sakit, ia memanggil sang kakak dan meminta pertolongannya. Sayangnya Yoongi tertidur dengan sangat pulas.
"Yoo-Yoongi hyung sshhhh... kepalaku akhh... Yoongi hyung, to-tolong aku." Panggilnya di sela rasa pusing dan sakitnya. Ia benar-benar kehabisan suara sampai dirinya serak.
"Yoongi hyunghh- aku, akhhh... kepalaku sa-sakitt..."
BRUKKKK!
Tubuh itu ambruk, jatuh tepat di kaki Yoongi yang berpijak nyaman di tidurnya. Tak ada siapapun yang menyadarinya karena mereka menganggap bahwa gelandangan punya cara tidur masing-masing. Sangat buruk pemikiran mereka, bukan?
Ketika tubuh itu tak sadarkan diri, saat itulah Yoongi dia...
.
.
.
"Jimin, aku merindukanmu hikkkss... hikksss... Jimin, dongsaengku."
Yoongi memeluk adiknya saat ini, adiknya yang pucat dan adiknya yang tak tersenyum bahagia. bahkan dia melihat Jimin yang....
Terakhir kali meninggal dunia...
.
.
Apakah ini mimpi buruk?
................................
Tbc...
Adakah yang baper dengan chapter ini? apakah ada yang ngefeel dengan cerita ini? maafkan author yang terlalu lama mencari ide, karena memang ide gak datang sendiri kalau gak dicari. Oh ya apa kabar kalian? Semoga sehat selalu dan baik saja. disini author ngucapin makasih pada kalian karena telah mendukung kepenulisan author di dunia orange ini. bagi beberapa orang yang emang gak suka dengan author dan ffnya bisa angkat kaki atau jangan tinggalkan komentar negatife soal author. Karena author gak mau menyimpan dendam sama orang yang bisa author bilang pengganggu hehehe. ini lapak cerita bukan tempat buat ngecek kehidupan penulis, oke abaikan curhatan author.
Semoga kalian yang baca tulisan author selalu bahagia dan sukses buat kedepannya.
Jangan bosan dengan author dan ceritanya ya. Semoga kalian bahagia selalu... masih setia dengan haru-haru? Dan menunggu next chap minggu depan? Maaf masih banyak typo bertebaran, dan masih banyak bahasa yang kurang bagus. Semoga kedepannya jauh lebih baik dari sekarang.
Doakan author sehat selalu ya, dan bisa tetap hibur kalian.
Kalau kalian berkenan,
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar. Jangan lupa mampir ke ff yang lain ya biar gak bosen muehehehe...
Bahagia selalu untuk kalian...
Gomawo and saranghae...
#el
27.10.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro