Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 13 : War of Hormone

" I'am bulletproof nothing to lose and when you shoot me down but i won't fall because i'am titanium."

.

.

(Flashback **** ON)

(Jimin **** POV)

Ingin aku menengok kebelakang jika saja yang mengetuk pintu di belakang bukan kakak. Aku kesal sekaligus emosi, rasa kecewa sudah menetap di hati dan tak bisa aku lupakan begitu saja. Aku pikir aku tidak akan berdosa jika aku mengabaikan seluruh kegelisahannya di balik kamarku, yang kutahu Yoongi itu egois.

Heh, biar saja aku juga pertamakali semarah ini dan bersikap acuh terhadapnya. Menurutku dia keterlaluan dan sangat egois. Apakah Yoongi hyung tidak memikirkan kebahagiaanku?

"Jim, dengarkan aku. Apakah kau akan marah hanya karena aku melarangmu ikut kegiatan darma wisata? Jimin dengarkan aku, hyungmu ingin bicara!"

Aku sudah dongkol. Memilih menatap ke luar jendela yang jauh lebih menarik ketimbang mendengar ocehan kakakku yang sangat egois. Aku benci seperti ini, haruskah aku hidup terkekang hanya karena aku memiliki riwayat sakit mematikan. Aku sehat ingat itu! aku tak sakit, dan sebulan ini aku tidak merasakan sakit pada tubuhku. Itu berkat pengobatan rutin yang aku lakukan tiga bulan ini.

"Jimin! buka pintu atau aku akan merusaknya agar aku bisa bertemu denganmu dongsaeng nakal!"

Aku mengepalkan kedua tanganku erat, aku menghembuskan nafas kasar. Aku tidak bisa menahan semua itu. Ingin berteriak marah dan mengatakan 'kenapa dan mengapa?'

"Pergilah hyung! kau sangat egois!"

Teriakku sembari melirik pintu kamarku yang bergerak terus engselnya. Sepertinya Yoongi hyung memang memaksa untuk masuk.

Tetap saja aku tak akan menggubrisnya, meski ia memang benar-benar menghancurkan pintu itu aku tidak peduli.

"Jimin! hyung benar-benar akan menghancurkan pintu ini. Buka pintu atau kau akan tidur kedinginan, hah!"

"PERGI HYUNG! PERGILAH, JANGAN MENGGANGGUKU. AKU BENCI DENGANMU HYUNG! AKU BENCI DENGANMU!"

Aku ingin menangis...

Aku tak terkontrol....

Rasanya benar-benar menyakitkan, haruskah aku benar-benar remuk untuk menyaingin rasa sakit nan sesak ini?
"Kau jangan seperti anak kecil Jim, hyung tau apa yang terbaik untukmu."

Aku pikir dia memang egois, mengatakan apapun terbaik untukku. Pada kenyataannya apa yang aku inginkan tidak semudah padahal itu hal sepele dan aku ingin melakukannya seperti orang sehat kebanyakan.

"Kau egois hyung! kau melarangku sementara appa dan eomma tidak! Kenapa kau tega hyung! aku ingin sekali mengikuti darma wisata. Aku ingin mendapatkan pengalaman hyung, dan kau tak tahu itu!"

Masa bodoh dengan pita suaraku yang sedikit serak. Aku ingin Yoongi hyung tertohok dengan ucapanku. Aku ingin dia sadar jika aku bisa menjaga diriku sendiri, dan tidak selalu begini. Kadang aku lelah dengan sikap protektifnya karena membuat aktifitasku sedikit terkekang. Aku ingin bebas, layaknya burung yang terbang. Seperti lainnya yang berpetualang dan merasakan bagaimana, mengapa dan apa. Bukannya berdiam diri di dalam kamar dan hanya membaca buku atau melakukan hal monoton lainnya. Sementara di luar sana banyak yang menarik.

Aku benci seperti ini. aku benci diriku sekarang yang hidup dengan aturan sepele, semantara apa yang aku lakukan mengandung positif.

"Jimin kau tidak tahu, aku melakukannya karena aku sayang padamu. Hyung tidak mau hal buruk terjadi padamu!"

"Diam!! Yoongi hyung diam! Aku tidak mau mendengarnya. Hikkksss.... hikkssss.... sampai kapan hyung bersikap mengekangku hikkksss... aku juga manusia hyung. Aku ingin seperti lainnya, tak bisakah kau memberiku kesempatan seperti temanku hikkkssss... kenapa kau begitu ketat padaku. Kenapa?! padahal appa dan eomma tidak begitu mereka mengijinkanku dengan apa yang aku suka."

Aku benar-benar lelah. Aku memilih menangis dan menangis, aku ingin melegakan hatiku dari seluruh keluh kesahku, ini membuatku sesak dan putus asa. Aku terlalu benci dengan kejadian dan waktu ini.

"Apa kau sangat bodoh hingga kau berpikir buruk tentangku. Aku melakukannya untuk kebaikanmu Jim!"

"Kebaikan apanya? Kau melakukannya dengan dasar egomu kan?! Aku sudah bilang padamu aku baik-baik saja. Aku juga tidak melakukan aktifitas berat disana, tapi kenapa kau sungguh kekeh dan datang ke sekolahku untuk meminta ijin pada guru wali, agar aku tidak ikut dengan alasan kesehatanku. Apakah aku selemah itu hyung?! apakah aku memang selemah itu!"

Aku menarik rambutku kuat, aku menutupi kedua telingaku. Menggelengkan kepalaku tak suka dan menolak dengan apa yang dikatakan Yoongi hyung. membuatku memuntahkan segala uneg-uneg dalam diriku, ini sangat menjengkelkan dan membuatku menangis tanpa diminta.

"Jimin beraninya kau berkata seperti itu. Aku melakukan ini demi kebaikanmu, dengarkan aku Min Jimin kau masih SMP! Jangan seperti anak kecil."

"Enyahlah hyung! aku memintamu dengan sangat untuk pergi. Jangan ganggu aku! Aku ingin sendiri!"

Aku tak bisa menahan emosiku lagi, aku bahkan melempar bantalku di pintu. Bentuk protes yang cukup brutal tapi aku tak peduli dan tak menyesal karena melakukannya.

"Aku tidak akan pergi Jim!"

"AKU BILANG PERGI! AKU INGIN SENDIRI, KAU HYUNG EGOIS AKU BENCI YOONGI HYUNG HIKKKSSSSS... ENYAHLAH HIKKKSSSS... AKU TIDAK INGIN MELIHATMU!"

Aku menangis, menundukan kepalaku dan menggeleng kuat dengan kedua tangan yang menutup erat kedua telingaku. Aku ingin sendiri, benar-benar sendirian hanya untuk menenangkan hati juga pikiran ini.

Aku tidak ingin keadaanku memburuk hanya karena aku marah. Membuatku memilih duduk di atas lantai dengan kaki yang kutekuk, aku memilih menenggelamkan wajah sembabku di dalamnya. Menangis dan terisak, aku tak akan peduli jika ada yang mendengarnya. Aku ingin semua orang tahu jika aku kecewa dan tak suka di paksa.

Aku ingin seperti lainnya.

"Jimin...."

Aku masih mendengarnya, aku masih mendengar Yoongi hyung memanggilku. Justru itu membuatku semakin terisak, aku benci pertengkaran ini sejujurnya. Hanya saja Yoongi hyung yang memulainya membuat segalanya rusak dalam sekejap. Aku rasa ada setitik kebahagiaanku yang rusak karenanya. Aku membenci hal ini.

"Jimin..."

Aku mengacuhkannya, apapun yang ia katakan aku tak akan menjawabnya. Aku ingin sendiri dan menangis meringkuk seperti ini. aku masih remaja labil yang butuh kesenangan dan bukannya kekangan. Membuatku muak dan berpikir egois itu ada, dan akan selalu ada sejak lahir.

"Hhhhh... jimin."

Aku masih bisa mendengar Yoongi hyung membuang nafas. Aku tak peduli dan memilih untuk mengeraskan isakanku. Aku ingin sendiri ingat itu! jangan menggangguku disaat aku seperti ini.

Aku pikir aku akan mendapatkan kebebasan kali ini.

Sudah cukup lama aku menurut dan mengiyakan apa yang disarankan olehnya.

Aku ingin belajar sendiri dengan hal sepele, bukannya mengurung diri dan tiduran seharian. Karena takut sakitku akan membuatku berteriak dan menangis sakit. Apalagi....

Mimisan....

Satu hal yang membuatku tahu, jika cairan merah kental ini menjadi sebuah pertanda. Dimana aku mendapatkannya saat pertama kali aku berusia masih bocah. Cairan merah kental yang selalu menetes dan menodai dimanapun aku berada tak kenal waktu ataupun hari. Hanya datang saat sakit itu menginginkannya, dan aku yang digerogotinya hanya psrah dengan semua. sembari berharap apa yang aku lakukan bukanlah hal sia-sia.

Berharap jika esok penyakit ini menyerah dan bukan aku.

"Jangan lagi."

Aku hanya bisa memandang kedua jemariku. Menatap cairan kental merah yang sepertinya mencintaiku. Datang dengan sendirinya disaat aku mengeluarkan cairan dimataku. Teresenyum sendu, itulah yang aku lakukan. Mengetahui bahwa, apa yang dikatakan Yoongi hyung benar.

Bahwa, 'aku lemah dan tak bisa seperti lainnya.'

Ingin sekali aku mengutuk kata tersebut.

Karena aku tidak suka mendengarnya. Sialnya, itu yang membuat efek buruk padaku. karena aku seperti membenci Yoongi secara mendadak.

Secara instan.

(Flashback **** OFF)

....................................

(Author **** POV)

Jungkook tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hanya memainkan kedua jemarinya, duduk dengan sedikit gugup dan memeluk buku paketnya. Disampingnya ada Yoongi yang membuat ia sulit walau hanya bernafas. Sebenarnya Jungkook tak apa jika duduk dengan jarak yang dekat seperti ini. Hanya saja... Yoongi terlihat tidak suka. Sedikit takut saat dia melirik ke arah sang kakak, yang menatap tak suka dan seperti enggan bersentuhan bahu dengannya.

Jangan salahkan Jungkook, jika bisa ia akan dengan senang hati menjaga jarak agar Yoongi merasa nyaman. Tapi namja bergigi kelinci itu juga tak mampu berkutik karena di sebelah kirinya banyak orang yang duduk berjejeran dan menunggu bus sama seperti mereka.

Hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Tanpa ada yang tahu jika sebenarnya Yoongi memperhatikan tingkah polah namja mengesalkan di sampingnya.

"Kau akan menyukainya jika sudah mengenalnya. Dia adalah bagian keluarga ini, kenalkan nak. Dia Jeon Jungkook..."

Ucapan sang ibu yang datang tak diharapkan. Melewati pola pikirannya yang mulai jenuh dan memuakan bersamaan dengan terik matahari yang semakin meninggi. Sadar jika dia mengingat perkataan yang menurut Yoongi adalah laknat membuat ia menggelengkan kepala dengan keras. Dengan wajah bodoh yang tanpa ia sadari membuat ia nampak seperti orang yang menahan malu karena putus cinta.

"Bodoh!"

Jungkook menoleh saat tak sengaja mendengar umpatan disampingnya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah kesal kakak, membuat si manis justru berani bertanya.

"Kenapa?" wajah polos yang terlihat menggemaskan dengan kedua kelopak mata yang berkedip dua kali. Membuat seorang Min Yoongi mau tidak mau menatap adik angkatnya, kedua giginya meringis dengan kesal juga tatapan elang itu sangat menakutkan bagi Jungkook.

"Kau bodoh!" jawaban yang cerdas menurutnya. Saat ia berusaha menyatakan fakta yang sesungguhnya.

"Iya aku tahu, aku memang bodoh." Ucapan seorang Jeon Jungkook dengan bibir mengerucut juga wajah tertunduk menggemaskan. Lagi-lagi Yoongi melihat hal itu, sebuah kepolosan natural yang dimiliki oleh adik angkatnya tersebut. Sayangnya, hatinya tak bisa terketuk untuk mengatakan bahwa apa yang dilakukan olehnya adalah 'menggemaskan.'

Sepertinya susah menyadarkan hati Yoongi dan otak keras kepalanya. Enggan berlama-lama melihat namja disampingnya membuat Yoongi lebih menatap ke depan jalanan yang sepi. Berharap jika ada busa yang datang dan menghentikan waktu satu setengah jam hanya untuk menunggu benda besi besar yang berjalan tersebut, menurutnya itu lebih baik ketimbang mengajak ngobrol atau menatap wajah memelas Jungkook. Ia rasa hal itu akan memperburuk nafsu makan dan lambungnya atau ia akan muntah setelahnya.

Apakah Yoongi jahat? Oh tidak, dia tidak jahat. Hanya saja dia...

"Jauhlah dariku jika kita sudah mendapatkan bus. Jangan duduk disampingku, aku tidak sudi duduk bersamamu."

Kejam...

Jungkook yang mendengarnya hanya bisa mengangguk pelan, menurut adalah solusi terbaik agar bisa terhindar dari amukan seorang Min Yoongi. Jungkook sadar diri dan akan selalu begitu, cukup berterima kasih bisa berada jarak dekat seperti ini adalah sebuah ungkapan syukur tak terkira. Mungkin Yoongi sang kakak membutuhkan ruang dan memang tak suka berbaur dengan sembarang orang, seperti dirinya yang hanya orang asing menurutnya.

Tak layak seperti mendiang Jimin.

Bukankah begitu?

Egois memang ada, dan akan ada. Sampai dia sendiri yang bisa menghilangkan itu semua. hanya menunggu waktu.

"Eh, busnya sudah datang!" ucap seorang yeoja yang cukup keras. Membuat beberapa penumpang yang sudah sabar menunggu segera berdiri, bersiap menyambut kedatangan transportasi umum tersebut.

"Hyung kau duluan saja."

Dengan sopan Jungkook mengatakan hal tersebut setelah seorang wanita hamil masuk terlebih dahulu. Membiarkan sang kakak untuk masuk duluan baru dirinya di belakang.

"Jangan sok denganku aku akan masuk terakhir, mengerti!"

"Tapi hyung nanti kau-"

"Cepatlah! Bus ini akan segera jalan!"

Yoongi membentaknya, tak peduli jika beberapa orang yang melewatinya mendengarnya. Mereka juga tidak peduli dengan keributan mereka. Mengurusi urusan diri sendiri saja masih sulit, kenapa harus memikirkan yang lain. Itu menurut mereka.

Jungkook tak ingin masalah sepele membesar ia akan menurut untuk kesekian kalinya. Susah juga jika memberikan hal yang menurut kita baik bagi mereka yang tak suka pada kita. Nyatanya Jungkook merasakan hal demikian, sama seperti sekarang dan mungkin seterusnya. Tak apa, asal dia masih punya stok kesabaran ribuan kilogram banyaknya.

Kedua tangan putih bak susu itu dengan angkuh menyentuh sisi bus, berjalan menaiki tangga kecil bus. Menaikinya dengan langkah kaki tegas juga setelan layak bosnya. Hingga ia sampai ke dalam dan pintu bus menutup dengan sendirinya. Namun, belum sempat ia masuk sampai sisi tengah bus, sudah banyak penumpang yang ada di dalamnya. Mereka duduk dengan mendapatkan bangku yang sudah pas. Hanya menyisakan beberapa orang yang berdiri dengan tangan yang memegang pegangan bus berbentuk besi diatasnya. Juga ada gantungan tali yang membantu penumpang agar tak jatuh saat bus berjalan.

Sadar jika dia tak kebagian tempat membuat namja bermata sipit itu mendengus kesal. Dalam hatinya ia mengumpat "sialan, aku terlambat!" ucapan terdengar kasar dari orang yang arogan seperti Yoongi. Jungkook yang berada di sisi kirinya menengok sang kakak dengan khawatir, Jungkook rasa ini pertama kalinya Yoongi menaiki bus karena ia tahu sang kakak biasa membawa mobil kemanapun ia pergi.

Merasa tak enak hati dengan simpati yang besar, Jungkook menarik ujung jas kakaknya. memanggil dengan sebutan hyung yang lirih. Membuat Yoongi yang ngedumel lirih menengok ke arahnya dan...

"Apa!" judes juga dingin, mengejutkan seorang Jungkook yang hanya memanggilnya dengan polos. Beruntungnya dia sudah kuat dengan cobaan seperti ini.

"Ka-Kau bisa duduk di tempatku, Yo-Yoongi hyung akan pegal dan lelah jika berdiri." Jungkook menawarkannya, ia bahkan sudah siap memakai tasnya dan hendak berdiri. Melakukannya dengan sangat baik dan lemah lembut. Ketika ia hendak berdiri, langsung saja...

"Permisi, kau bisa duduk di bangku ini. Anda sedang hamil, tidak baik jika berdiri seperti itu."

Jungkook tercengang membuat mulutnya terbuka dan menatap sedikit takjub dan kaget. Ia melihat sang kakak yang sangat ramah, menyuruh wanita hamil besar untuk duduk di tempatnya. Tempat yang sempat ia tawarkan pada Yoongi, namun Yoongi menawarkannya pada orang lain.

Ia rasa ia salah dengar, eh... tidak. Ia melihat sang kakak melakukan kebajikan. Ini diluar dugaan Jungkook, sungguh... untuk pertama kalinya ia bisa melihat sang kakak melakukan hal mulia. Membuat Jungkook tersenyum senang setelahnya.

"Terima kasih, anda sangat baik." Dengan segera wanita hamil itu berjalan menghampiri bangku yang kosong setelah Junggkook berdiri mengalah. Dibalas senyuman dari namja dengan kelopak sipitnya tersebut. lagi-lagi Jungkook melongo dibuatnya, ia seperti melihat senyuman seorang malaikat. Sangat manis dan....

Membuat dia gemas.

"Sama-sama." Dengan sopan Yoongi membungkukan badannya, memberi hormat pada wanita yang lebih tua darinya. Tanpa sadar adik angkatnya melihat hal itu, sebuah realita yang patut dicontoh. Beruntungnya Jungkook melihat semua itu.

"Hyung ternyata kau baik. Aku senang melihatnya hyung, aku bangga padamu Yoongi hyung." nada penuh kesenangan dengan cengiran polosnya, menatap bahagia sang kakak yang kembali dengan wajah datarnya seperti tak menggubris walau sebenarnya ia mendengar.

"Hentikan itu, aku mual melihat cengiran bodohmu." Ledeknya yang sayangnya Jungkook tak pedulikan hal itu. Ia rasa sang kakak yang membuat ia bahagia, maka ia tak akan menyudahi secepat itu.

"Aku bangga denganmu hyung, saranghae..."

Terlampau bahagia layaknya bocah berusia tujuh tahun yang tersenyum bangga. Hanya dibalas bola memutar Yoongi dengan malas, dan tak ada satupun perkataan atau ungkapan terima kasih di bibirnya. Itu hanya sebuah mitos menurut Yoongi seorang dan itu berlaku untuk selamanya.

Selama-lamanya.....

Dalam senyuman gigi kelincinya Jungkook bersyukur ternyata masih ada kebaikan dalam hati itu. Ia juga yakin masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki segalanya, mendekatkan hatinya dan berusaha untuk diakui oleh sang kakak. Berbekal tekad dan niat baik juga harapan sang ibu yang jatuh padanya untuk merubah sikap sang kakak adalah modal utama sekaligus kunci yang harus ia lakukan.

Ya, sebisanya...

Ia akan berusaha, walau itu membutuhkan pengorbanan yang besar.

Semoga mereka sampai tujuan dengan selamat.

..........................

.

.

.

"Seokjin bagaimana perkembangan perusahaan?"

Seokjin yang membawa sebuah dokumen di tangannya langsung memberikan hasil laporan pada wanita di depannya, yang tak lain dan tak bukan adalah Min Shi Hye, ibu dari Yoongi sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja.

Shi Hye sudah janji pada anaknya untuk membereskan masalah perusahaan hari ini. Meminta pada orang kepercayaan Yoongi untuk membawakan berkas dokumen itu, saat kedua mata itu membaca grafik perkembangan perusahaan yang stabil membuat Shi Hye mengangguk paham dan tersenyum sedikit samar.

"Kerja bagus, pendapatan masih stabil. Tidak apa jika belum naik, tapi ini usaha yang bagus mempertahankan nilai saham." Puas dengan hasil kinerja, tak ayal jika otak bisnis sang anak diacungi jempol.

"Ini karena tuan Yoongi sudah bekerja dengan keras. Ia bisa diandalkan untuk perusahaan ini."

Seokjin menyetujui pendapat bosnya, ia bahkan memuji kehebatan Yoongi dalam menjalankan perusahaannya secara sadar.

"Kau jangan formal memanggilnya dengan sebutan teman. Kalian berteman, panggil saja dia Yoongi karena kau lebih tua darinya."

"Ah, tapi sangat tidak sopan jika aku menyebut nama tanpa embel-embel jabatan didepannya. Bukankah itu akan menyalahi atitude perusahaan."

"Kalian akrab, dan berteman sejak jaman sekolah. Jangan biarkan pekerjaan membuat kalian lupa kedekatan dan tak apa, seharusnya kau memanggil namanya karena menurutku tak ada batas antara bos dan karyawan."

Tersenyum dengan ramah, dan menaruh dokumen itu dengan perlahan dan rapi.

"Anda sangat baik, saya berterima kasih untuk itu." Namja dengan bahu lebarnya itu membungkuk, ia kagum dengan kerendahan hati yang dimiliki wanita di depannya. berbeda jauh dengan Yoongi yang judes dan galak.

"Tak apa, kau sudah aku anggap seperti anak. Seokjin, bisakah aku meminta bantuanmu?"

Seokjin membuka kelopaknya, menatap wanita yang tak lain adalah bosnya. Dilihatnya sebuah senyuman cantik yang penuh dengan pengharapan dan kasih sayang, yang membuat tanpa sadar kedua pipinya bersemu merah. Ah, bodoh tak seharusnya dia melakukan hal itu. Sadar jika dirinya hampir saja jatuh dalam pesona wanita beranak dua dengan status janda di depannya membuat dirinya menggaruk tengkuknya kikuk. Ini aneh pikirnya kenapa bosnya cantik sekali meski sudah berumur? membuat ia memutar pandangannya gugup hanya untuk menghilangkan perasaan yang sekejap datang tersebut. Perasaan akan kekaguman....

"I-iya nyonya, anda perlu bantuan apa?"

"Aku dan adikku mempunyai rencana, kau tahu sebuah mission imposible."

Ibu dua anak tersebut kembali tersenyum menampilkan gigi putihnya, senyum yang persis dengan Yoongi . Tak lupa kedua tangan lentiknya itu menumpu dagu, dan jangan lupa wajah cantik yang tak luntur dengan waktu dan usia di balik goresan keriputnya yang tidak begitu menonjol.

Membuat Seokjin sedikit gugup, serta berdoa untuk tetap konsentrasi dengan percakapan ini. Tak mungkin kan ia memendam perasaan dengan ibu dari sahabatnya? Oh... Seokjin bisa mati dibunuh oleh Yoongi, terlebih lagi bisa saja Yoongi membunuhnya dengan sadis seperti mencekik dan memutilasinya mungkin. Seokjin harap ini hanyalah sebuah rasa kagum yang akan hilang, dan bukannya melebihi apa-apa.

"Aku masih belum mengerti dengan maksud anda."

"Ini berhubungan dengan Yoongi dan juga Jungkook, aku membutuhkan kerjasama denganmu. Tenang saja kau akan mendapatkan bonus dengan kerjasamamu, bisakah kau melakukan tugas yang akan aku berikan Seokjin?"

Pernyataan penambahan gaji juga sebuah tugas yang berhubungan dengan kedua anak bosnya itu membuat otak dengan kapasitas besar itu mendapatkan sebuah pencerahan. Jujur saja Seokjin juga berteriak senang karena ia pasti bisa membayar cicilan mobilnya.

Tanpa sadar namja dengan bahu lebarnya itu tersenyum tipis, tentu saja hal itu disaksikan oleh wanita cantik yang langsung tahu jawaban apa yang ia akan dapat setelahnya.

Pastinya....

"Ya saya berkenan."

Benar bukan?

....................................

Jungkook sudah selesai mendaftar, lembaran kertas registrasinya ia kumpulkan. Cukup lega setelah keluar dari ruangan tersebut. Ia tersenyum lega dan mengucap syukur kepada Tuhan dengan apa yang ia terima. Mungkinkah minggu depan ia bisa bersekolah seperti yang dijanjikan pihak sekolah. Tak sabar untuk merasakan bangku sekolah lagi, mengingat ketika ia di panti ia putus sekolah dan hanya berhenti di kelas satu semester akhir lantaran biaya.

Menenteng bukunya dan menggendong tasnya berjalan dengan kepala yang sedikit menunduk. Lorong sekolah yang cukup sepi, terlebih ini sekolah yang cukup besar. Ia merasa kagum karena rupanya Yoongi pernah menjadi alumni sekolah sebesar ini.

Tak ingin membuat seseorang menunggu lama membuat Jungkook segera melangkahkan kakinya cepat. Segera menuju depan halaman sekolah, semoga Yoongi tidak menunggu lama dirinya.

"Akh!"

Brukkkk!!

Buku paket tebal itu jatuh bersamaan dengan tubuhnya yang oleng dan jatuh ke belakang. Mendadak pantatnya sakit dan menimbulkan ringisan di bibirnya.

"Maafkan aku, kau tak apa?"

Sebuah uluran tangan dengan seseorang yang sudah mengambil bukunya. Jungkook yang sedang menepuk pantatnya sadar dan mendongak ke atas, cukup terkejut saat ia melihat seorang namja dengan seragam sekolahnya yang kini membantunya untuk beridiri.

"Maafkan aku, aku buru-buru tadi."

Sadar atau tidak Jungkook mengedipkan matanya beberapa kali. Dia seperti....

"Tae Tae hyung?"

"Eoh, Jeon Jungkook?"

Siapapun tolong katakan ini bukan mimpi.

"Yaaaaakkkkk...."

Keduanya berteriak dengan sangat keras, kemungkinan besar ada orang yang mendengarnya. Mendengar teriakan dua anak adam yang heboh saat ini.

.

.

.

"Aissshhhhh... kemana bocah sialan itu, awas saja kau Jeon."

Sepertinya ada yang sedang kesal sekarang, terlihat ada aura tanduk merah dengan bibir ngedumelnya. Doakan saja semoga Yoongi mendapatkan hidayah untuk bersabar dan tak marah, walau sebentar.

......................................

Tbc...

Apakah kalian cukup terhibur dengan chapter ini. menurut kalian bagaimana?

Jika kalian berkenan bisakah kalian membagikan vote dan membagikan komentar kalian mengenai chapter ini?

Oh ya jangan lupa mampir di ff lainnya ya, siapa tahu kalian juga butuh asupan bacaan dan bisa menambah koleksi bacaan kalian.

Cerita ini hanya fiktif belaka apabila ada kesamaan dalam kehidupan nyata itu berarti hanya kebetulan yang tidak disengaja, semoga ada pelajaran yang mampu di petik setia chapternya. Jangan bosan mampir ke lapak saya, karena akan ada cerita lebih seru lainnya.

Terima kasih karena telah mampir dalam fanfic ini. semoga tidak ada kata bosan dalam kamus kalian, ehe.

Thank you and saranghae...

#el

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro