Prolog
"Kamu tahu, bagiku kamu sempurna, Ries."
Yang dipuji tak berniat mengangkat wajah. Pandangannya masih setia pada layar komputer di depannya yang menampilkan laporan penjualan toko suku cadang motor miliknya.
"Begitu juga bagi papa dan mama. Kamu bahkan memiliki standar yang lebih dari cukup untuk menjadi menantu mereka."
Bola mata Aries bergerak, kini mengarah pada kekasihnya yang tengah duduk di sofa panjang yang ada di sudut ruang kerjanya. Menyadari kekasih yang dicintainya itu mulai merajuk, sekaligus mengerti kemana arah pembicaraan gadis itu. Ia memundurkan kursi yang ia duduki, lalu berdiri dan berjalan menghampiri gadis cantik dengan rambut pendek sebahu yang tengah menunduk memainkan kukunya.
"Satu tahun lagi. Apa terlalu lama?" tanya Aries yang sudah bergabung duduk di sofa, memeluk kekasihnya dari belakang.
"Satu tahun? Menunggu apa lagi? Sampai pembukaan cabang Dipa Motor yang ke-dua puluh?"
Aries tertawa kecil mendengar kekasihnya berseloroh.
"Aku nggak bercanda, Ries!" Gadis bernama Celine itu melepaskan tangan Aries dari pinggangnya, tidak lupa menjauhkan tubuhnya dari pria yang terus saja meragu untuk menikahinya itu.
Aries terperangah sesaat. Hampir dua tahun ia menjalin hubungan dengan Celine. Ini pertama kalinya wanita itu berbicara dengan nada tinggi padanya.
"Kapan kamu akan merasa pantas, Ries?" Pertanyaan ini meluncur dengan nada yang melemah. Seolah ia telah bosan mengajukan pertanyaan itu.
"Beri aku waktu sebentar lagi, Cel," mohon Aries.
Celine enggan menjawab. Dalam hati merasa ragu, apakah mampu memberi sedikit waktu seperti yang Aries minta. Meski, ada secuil rasa bersalah karena terus mendesak Aries untuk menikah dengannya.
"Bagaimana kalau aku tidak memiliki waktu lagi, Ries?" tanya Celine kini seraya menatap kedua mata Aries.
"Kamu ini bicara apa?" Aries mengacak pelan rambut Celine.
"Aku bicara tentang kemungkinan aku yang tidak bisa menunggumu lagi. Karena meski aku ingin memberimu waktu sebanyak yang aku mau. Tapi apa yang harus aku lakukan, saat justru aku tidak memilikinya?"
Aries mengangkat kedua tangan Celine yang mengepal. Mencium buku-buku jari yang merapat itu. "Percayalah, aku tidak akan membiarkan kamu menunggu lama. Dan, kita akan menggunakan sisa waktu kita untuk membangun mimpi-mimpi yang kamu miliki untuk keluarga kita nanti, Celine."
Bukannya lega atas jawaban Aries, Celine malah menatap nanar sepasang mata pria itu. "Bagaimana kalau bukan aku yang kelak akan membangun keluarga dengan kamu, Ries?"
Aries terkekeh, menggeleng heran dengan pertanyaan tak jelas yang terus saja Celine ajukan. "Akan sangat sulit bagiku untuk mencintai wanita selain kamu. Jadi, bagaimana bisa aku menjalani rumah tangga jika bukan dengan kamu?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro