
22. Perubahan Aries
Leona terperangkap dalam sebuah rasa aneh yang menyiksa. Aries terus menekannya mundur tanpa mampu terelakkan olehnya. Tangannya beradu dengan dada bidang Aries yang terasa dingin, namun sekaligus menghantarkan rasa hangat pada setiap sendi tubuhnya.
Hingga Leona merasakan betisnya menyentuh tepian ranjang kayu jati di kamarnya. Kini tiang ranjang dengan kelambu yang menjuntai menggantikan dada Aries sebagai pegangan Leona. Aries sendiri menjauhkan diri dari Leona, beralih pada pintu balkon untuk ditutupnya.
Ia berjalan ke sisi ranjang yang lain, menyibak selimut kemudian membaringkan tubuh ke atas kasur. "Sudah hampir jam dua pagi, Na. Ayo, tidur." Aries menepuk sisi kosong tempat tidur.
Jujur saja, Leona bahkan belum berhasil memerintah para penabuh genderang di dalam dadanya untuk mengecilkan suara. Lalu sekarang, ia harus tidur bersama Aries, dalam keadaan tubuh yang meremang akan dekapan pria itu di balkon barusan.
"Gue nggak akan melakukannya, tanpa persetujuan lo, Na!" ujar Aries menjawab salah satu keraguan Leona untuk bergabung ke tempat tidur.
Leona mencibir, kemudian dengan berat hati berbaring di sana. "Tapi kenapa tadi nggak minta persetujuan aku dulu?" tanyanya.
"Masa cium istri aja izin, Na?" balas Aries yang kini malah berbaring miring menghadap Leona. "Ya, aneh kan kalau minta izin dulu. Cara minta izinnya begini? Na, gue mau cium. Boleh, ya?"
"Iya ..." Sebuah kecupan selamat tidur mendarat sempurna di bibir Leona sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
"Kalau dapat izinnya secepat itu, menurut gue nggak usah minta izin, ya, Na!" ujar Aries si serigala berbulu domba, yang malam ini sukses menaklukkan singa betina.
***
Leona merasa belum benar-benar terlelap saat dibangunkan paksa oleh suara nyaring dering ponselnya. Panggilan masuk dari Adis itu membuat Leona langsung bangkit dari tempat tidur. Tanpa berganti pakaian, Leona hanya menyempatkan diri untuk membasuh muka dan menggosok gigi.
Dengan setengah tak enak hati Leona kemudian membangunkan Pak Januri, penjaga Vila, di kamarnya. Ia meminta bantuan pria berusia enam puluhan itu untuk mengantarnya ke kota, baru dari sana Leona akan melanjutkan perjalanan pulang dengan memesan taksi.
"Non, sudah izin Pak Aries, kan?" tanya Pak Januri seraya mengeluarkan motornya.
Leona hanya mengangguk saja. Ia sibuk meng-update informasi dengan Adis terkait Arash yang pagi ini dilarikan ke rumah sakit. Leona jelas tak akan membiarkan kakak iparnya itu menanggung kesulitan sendirian. Makanya Leona dengan terburu bergegas menyusul Adis ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan keponakannya secara langsung.
Pak Januri pamit untuk ke toilet, seraya menunggu mesin motor dipanaskan. Saat ini Leona berada di depan pintu gerbang kecil Vila. Saat mendengar pintu rumah terbuka, Leona pun bersiap.
"Kita sudah bisa berangkat sekarang, Pak ... ?"
"Bisa. Tapi dengan gue, Na!" ucap Aries yang berdiri di ambang pintu dengan wajah bantal, serta kaus dan jaket di kedua sisi tangannya.
***
Sesampainya di rumah sakit, Arash baru saja mendapatkan ruang perawatan. Leona pun disibukkan dengan mengurus segala keperluan administrasi keponakannya itu. Setelah selesai, Adis meminta tolong Leona menjaga Arash sebentar, karena ia perlu pulang ke rumah untuk membawa pakaian dan keperluan Arash lainnya.
Aries baru saja keluar dari kamar mandi setelah membasuh wajahnya. Ia meraih tisu di atas nakas sebelum duduk di sofa tunggu ruang rawat Arash itu. Menyandarkan sepenuhnya punggungnya pada sofa, Aries melipat tangannya ke belakang kepala menjadikannya sebagai bantalan.
"Ries, kamu pulang aja nggak apa-apa kok," titah Leona melihat Aries mulai memejamkan mata. "Lagian ya, harusnya kamu tadi nggak usah antar aku segala. Apalagi kamu ngantuk berat gitu, dipaksain bawa kendaraan kan, bahaya, Ries."
"Tidur nyenyak tanpa tahu istri gue pergi, karena nggak pamit? Jangan dibiasakan pergi-pergi tanpa izin begitu, Na!" omelnya.
"Iya, aku cuma nggak mau ganggu kamu aja, kok. Ini kan urusan keluargaku," sahut Leona cepat.
Aries terlihat membuka mata. Raut kantuk berat kini semakin tampak tidak bersahabat. "Arash sudah memanggil gue Om, Na. Dia keponakan gue juga," balasnya.
Leona menghela napas pendek. "Tetap saja, aku nggak sepatutnya merepotkan orang lain ke dalam urusan keluargaku. "
Untuk beberapa detik, Aries memandang Leona dalam diam. Hingga mengangguk kecil dan kembali memejamkan mata. "Oke," balasnya singkat. "Tapi gue nggak bisa pulang sekarang. Jangan usir gue dulu ya, Na. Gue numpang tidur di sini," tandas Aries seraya menyamankan posisi duduknya.
***
Ries, nggak usah jemput. Aku pulang dengan Mama Cinthia.
Sent.
Aries-nya Celine : Ok.
Setelah hari itu Aries kembali bersikap acuh dan bicara seperlunya saja pada Leona. Membuat Leona berpikir, sikap Aries malam itu karena terbawa suasana pada hari anniversary-nya bersama Celine saja. Dan, secara kebetulan Leona menjadi pelampiasan akan kerinduannya pada Celine. Meski sampai hari ini perut Leona selalu terasa melilit mengingat bagaimana Aries mencumbunya malam itu. Yang mungkin, Aries lupakan begitu saja saat pagi datang.
"Nana, nggak apa-apa kan, malam ini pulangnya sama Mama dulu?" tanya Cinthia seraya menggamit lengan Leona.
"Nggak apa-apa dong, Ma. Nana juga udah kangen banget sama Mama."
Cinthia tersenyum mendengar jawaban Leona. Ia mempererat tautan lengan sambil berjalan menuju mobilnya di area parkir MultiTeks. Cinthia sendiri baru pulang dari kantor pusat Wiyoko Corporation di bilangan Jakarta Selatan. Memang belum lama ini Wiyoko menyewa kantor sebagai induk utama dari seluruh usahanya.
"Aries sekarang sedang sibuk-sibuknya. Harap maklum, kalau waktu yang dia punya untuk kamu sedikit berkurang ya, Na."
Senyap merajai suasana, sesaat setelah Cinthia mengatakan itu. Aries memang sudah mulai dalam persiapan membuka bisnis barunya bersama Wiyoko. Sehingga, sudah hampir satu minggu ini Aries tidak menjemput Leona lagi.
"Atau gimana kalau kamu berhenti bekerja saja, Na. Jadi kalian bisa punya waktu lebih banyak. Apalagi pekerjaan kamu sering membuat kamu harus di luar kota selama berhari-hari," saran Cinthia.
"Untuk sekarang sepertinya, Nana masih ingin bekerja, Ma. Meski Aries sibuk, dia selalu meluangkan waktu untuk Nana," jelas Leona berharap Cinthia mengerti.
Aries masih menjadi topik utama obrolan Leona dan Cinthia selama di perjalanan. Cinthia bercerita melihat banyak perubahan di diri pria itu sejak menikahi Leona. Jika dulu, perangai Aries terkesan cuek dan selalu mengutamakan pekerjaannya sendiri, jauh berbeda dengan saat ini. Aries menjadi sosok pria yang lembut dan penuh perhatian. Menunjukkan dengan jelas sifatnya yang sebenarnya penyayang dan tulus.
Tidak ada yang salah dari pendapat Cinthia. Aries memang tidak seburuk yang Leona pikir dulu. Atau sebenarnya Leona memang sudah mulai menerima sifat-sifat Aries yang menurutnya menyebalkan. Hanya saja saat ini Aries terasa sangat berbeda. Pria itu seperti sedang ... merajuk?
***
Saat ini Leona dan segenap tim auditor internal MultiTeks sedang berada di sebuah kota bagian ujung barat pulau jawa. Mereka bertugas melalukan audit di cabang pabrik MultiTeks yang baru mulai beroperasi tiga bulan lamanya. Sebelum berangkat lima hari yang lalu Leona pamit secara langsung pada Aries. Leona memang berjanji pada diri sendiri untuk mematuhi perintah Aries, untuk selalu pamit kemana pun ia akan pergi.
Aries juga langsung mengizinkan tanpa banyak bertanya. Sebuah sikap yang sialnya membuat Leona tak nyaman. Jika biasanya Leona dapat menerima dengan mudah sikap random Aries, sekarang dirinya malah terganggu.
Dalam perjalanan pulang dari kota itu, Leona dan timnya melewati sebuah pantai yang menjadi ikon provinsi mereka berada saat ini. Pak Andi- Manajer Audit-yang memberi ide sendiri agar mereka mampir di sana dan menginap satu malam. Sebuah gagasan yang disambut riang oleh ketiga anak buahnya.
"Le, ayo!" panggil Jihan yang tampak bersemangat di ambang pintu kamar penginapan mereka.
Leona mengangguk cepat seraya menyimpan ponselnya ke dalam tas. Mengurungkan niat untuk memberi kabar pada Aries kalau ia mampir ke pantai sebelum pulang. Leona menebak, Aries pasti akan mengacuhkan pesannya. Apalagi, Aries juga selama Leona di kota ini sama sekali tidak menghubunginya.
Leona mencoba mengenyahkan segala resah yang bercokol di kepala dengan menikmati liburan singkat yang difasilitasi Bosnya ini. Setelah berkeliling pantai sambil mengendarai jeep mini, Leona menuruti keinginan Jihan yang sejak awal ingin menaiki Banana Boat.
Bersama para pengunjung yang lain, Leona, Jihan, Kris dan Pak Andi menaiki Banana Boat yang berkapasitas tujuh orang itu. Leona menempati baris ke-empat, di antara Jihan dan Kris.
Teriakan-teriakan histeris mulai terdengar saat Speed Boat yang menarik mereka menambah kecepatan, lalu dengan tiba-tiba berbelok dan menjatuhkan mereka ke dalam air. Permainan memacu adrenalin itu membuat seluruh penumpangnya tertawa kesenangan dan meminta melanjutkan ke putaran kedua.
Namun, saat mereka dijatuhkan ke air kali ini, teriakan penuh semangat Leona dibungkam dengan rasa sakit yang menghantam belakang kepalanya. Begitu keras, hingga ia tak mampu menguasai diri. Mungkin ia sudah tenggelam jika saja tidak memakai jaket pelampung.
"Leona!" teriak Kris sesaat kemudian.
"Leona berdarah! Kris! Pak Andi!" kini Jihan yang berseru panik. "Tolong!"
Wajah Aries muncul di ujung kesadarannya yang mulai menipis. Dalam hati menyesali diri yang tidak memberitahu Aries tentang liburannya ini.
Sabtu pagi, bareng Aries dan Leona. Semoga akhir pekannya jadi lebih menyenangkan ya temen-temen.
Terima kasih untuk yang selalu rajin vote dan komen 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro