"Na, kok nggak kasih tahu kalau mau pulang?" sambut Adis setelah menjawab salam Leona. "Kalau bilang kan, Mbak bisa siapkan kamar kamu dulu."
Leona tersenyum kecil seraya memeluk singkat sang kakak ipar. "Nggak apa-apa, Mbak. Lagipula Nana nggak lama kok. Kebetulan Nana juga baru dari luar kota, mampir buat ketemu Arash. Kangen!" jawabnya sambil berjalan masuk menuju meja makan. Ia meletakkan beberapa kantung berisi oleh-oleh.
"Tuh kan, baru dari luar kota lagi. Pasti kamu capek, Na!" balas Adis. "Kesini naik apa? Taksi?"
Leona menggeleng. "Dijemput sopir tuh," tunjuk Leona ke arah ruang tamu.
Adis refleks berjalan ke ruang tamu saat mendengar suara Arash sedang berbicara dengan seseorang. Ia mengintip, dan mendapati Arash sedang bercanda seru dengan Aries.
Sambil tersenyum kecil, Adis kembali menghampiri Nana yang duduk di kursi meja makan. "Itu sih sopirnya yang dibayar pakai cinta ya, Na?"
Leona berlagak ingin muntah mendengar istilah menggelikan yang diucapkan Adis. Sementara sang kakak ipar juga jadi terbahak sendiri.
Leona pamit tidak lama kemudian. Sejak awal mendaratkan bokongnya di kursi depan mobil Aries ini, ia tidak mendengar sepatah kata pun terucap dari bibir suaminya itu. Entah apa yang menjadi masalahnya. Leona menebak mungkin Aries sedang diserang kenangan masa lalu bersama Celine.
Seperti biasa.
Hingga Leona tidak bisa menahan diri, ia berdeham pelan beberapa kali. Namun, Aries tetap bergeming. Beginikah sikap seorang suami setelah tidak bertemu istrinya selama lima hari? Begitu pemikiran Leona, sebelum akhirnya ia sadar dengan pernikahan macam apa yang sedang dirinya jalani.
"Kamu sariawan, Ries?" tanya Leona.
Aries menoleh dengan sebelah alis terangkat. "Nggak," jawabnya singkat.
"Oh, sakit tenggorokan berarti. Kita bisa mampir apotek dulu di depan. Kemarin aku belum stok obat di rumah soalnya," kata Leona lagi.
"Kok lo nuduh gue sakit terus?" tanya Aries sebal.
"Terus kenapa kamu diam aja? Bahkan sopir taksi aja sering ajak ngobrol penumpangnya," balas Leona. "Kebetulan juga aku ingat Celine pernah bilang kalau kamu gampang sakit tenggorokan," kata Leona lagi.
"Nggak, tenggorokan gue baik-baik aja ... eh, lo samain gue sama sopir taksi, Na?" tanya Aries dingin.
Leona hanya melengos saja. Membuang pandangannya ke kaca dan mengamati jalanan. Ia baru pulang bekerja dan rasanya cukup lelah. Ia tidak akan menyiksa diri dengan menguras emosi karena berbicara dengan Aries.
"Lo kelihatan akrab ya, Na sama cowok tadi?" Aries tiba-tiba kembali bersuara.
"Akrab. Banget. Dia rekan gue di audit internal. Kemarin kita juga kebetulan satu tim. Orangnya ...."
"Siapa nama tuh cowok, Na?" tanya Aries menyela cerita Leona tentang Kris.
"Kris," jawab Leona pendek. Ia memang ditemani rekan kerjanya itu ketika menunggu Aries menjemput di airport tadi.
"Oh," sahut Aries lagi menambah kebingungan Leona.
"Lo pernah ada hubungan sama dia?" Aries kembali bertanya setelah beberapa saat hening meraja di antara keduanya.
"Ha?"
"Dia naksir lo tuh!"
"Ha?"
Aries menoleh sebentar seraya mendengus. Raut kesal sangat kentara di wajah pria itu.
"Ini orang nggak lagi cemburu, kan?" Leona membatin.
"Dia naksir aku? Masa, sih?" balas Leona dengan senyum bahagia.
Aries menoleh lagi, kali ini dengan seringai yang membuat Leona malah menahan senyum geli.
***
Aries memakirkan mobilnya di pelataran depan Dipa 2. Tepat di samping mobil ada juga motor besar Aries yang terparkir. Leona menebak mungkin Aries datang kesini untuk menukar kendaraannya. Karakter Aries yang tidak sabar mungkin menjadi alasan pria itu lebih senang menggunakan motor.
"Gue ada urusan sebentar. Lo mau ikut masuk?"
"Boleh." Leona menanggapi tawaran Aries seraya melepas seatbelt-nya. Ia menuruni mobil kemudian mengikuti langkah Aries memasuki Dipa 2. Waktu memang sudah menunjukkan pukul empat sore, Leona tidak memiliki kewajiban datang bekerja untuk hari ini.
Entah apa yang Aries lakukan di meja kerja dalam kantor Dipa 2 itu. Pria itu tampak serius menatap layar komputer di depannya. Lima belas menit berlalu, untuk membunuh rasa bosan, Leona membuka laptop dari tas ranselnya. Ia memilih mengerjakan laporan hasil audit yang rencananya akan ia kumpulkan besok.
Namun, hingga setengah jam kemudian, Aries masih bertahan dengan urusan sebentar-nya itu. Leona pun mengemasi tasnya. Ia akan menunggu Aries di luar saja.
"Sudah mau tutup ya?" tanya Leona pada salah seorang montir Dipa 2.
"Iya ... eh, Bu ... "
"Leona. Panggil aku Leona saja."
Pria itu terlihat salah tingkah saat menyadari istri dari Bosnya yang ternyata menyapa. Ia sampai menghentikan aktifitasnya yang akan menarik rolling door Dipa 2.
"Kamu? Deri kan?" tanya Leona.
"Kamu ingat?" balas pria bernama Deri itu. Pegawai Dipa 2 sejak generasi pertama yang juga sudah berteman dengan Aries sejak sekolah.
"Mana mungkin aku lupa sama orang yang berbaik hati nolongin aku," ucap Leona mengingat kebaikan Deri lebih dari dua tahun yang lalu.
Deri terlihat menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan bulan sabit. Hanya dalam hitungan detik keduanya saling menatap sambil terus melempar senyum, karena setelahnya Aries datang dengan melempar tatapan tajam.
"Ayo pulang, Na!" ajaknya dengan sangat tidak ramah.
"Der, aku duluan," pamit Leona lalu menyusul langkah Aries. Tanpa Leona duga pria itu kembali memasuki mobilnya.
"Ries, aku kira kamu mau tukar motor kamu tadi?" tanya Leona saat kembali mendaratkan bokongnya di kursi depan mobil Aries.
Air muka Aries masih sedingin air es. Leona sudah pasrah jika pria itu tak mau menjawab pertanyaannya.
"Gue bakal sering pakai mobil ini ke depannya," jawab Aries kemudian. "Motor nanti Deri antar ke rumah."
"Oh, ya?"
Tiba-tiba saja Aries kembali menyeringai. "Lo kok senang banget tahu Deri mau ke rumah?"
Leona yang tidak memahami pertanyaan aneh Aries, hanya memundurkan wajah dengan sepasang alis bertaut.
"Kamu aneh banget hari ini, Ries." Leona mendesah lelah, lalu menyandarkan punggungnya seraya mulai memejamkan mata. Mobil yang ia tumpangi sudah memasuki jalan utama.
"Aneh? Bagian mananya yang aneh?" balas Aries.
"Kamu sadar nggak, kalau kamu sewot terus sejak jemput aku di airport. Tadi juga kamu pasang muka kesal sama aku di Dipa 2. Kan, aku bilang kamu nggak perlu jemput aku kalau memang kamu sibuk dan jadi merepotkan kamu," tutur Leona yang kembali membuka mata.
"Nggak usah overthinking gitu lah!" sahut Aries.
Leona kembali memejamkan mata, lalu mengangguk kecil. Perkara mata kirinya yang kelilipan ditiup Aries, ia jadi ketagihan dengan sikap baik pria itu. Padahal ia sendiri tahu, sejak awal Aries memang begitu. Tidak bersikap manis dan lembut. Pria itu cenderung datar dan lebih banyak memberengut.
"Lagian kalau gue nggak jemput, lo pulang sama si Keris tadi?" tanya Aries lagi.
Leona tertawa kecil mendengarnya. "Fix, kamu aneh banget hari ini. Kamu kesal nggak jelas sama Kris, dan jutek waktu aku ngobrol sama Deri. Kamu bertingkah kayak suami yang cemburu waktu lihat istrinya dekat laki-laki lain."
"Bukan gue yang aneh, lo yang ..."
"Kegeeran?" Leona memutus ucapan Aries. "Aku udah menduga kamu bakal ngatain aku kayak gitu."
Aries terdiam.
"Tentu aku tahu kamu nggak mungkin merasa cemburu, Ries. Cemburu itu kan, tanda cinta. Sementara kamu, pasti akan sulit untuk jatuh cinta sama aku. Begitu, kan Ries?"
Kawal terus si random Aries sampai jadi bucin ke Leona 😙
Vote - komennya, banyakin yuk, yuk, yuk ...
Terimas kasih buat yang sudah meninggalkan jejak 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro