Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jilid Kesebelas

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Kita tidak pernah bisa mengendalikan pikiran orang lain untuk sama dan satu tujuan."

Hamzah mengetuk pintu kamar sang putra bungsu secara perlahan, setelah diberi akses masuk barulah pria itu mengintil langkah sang putra dan duduk bersisian di tepi ranjang.

"Papa mau tanya sesuatu sama Azam," katanya membuka obrolan.

"Ya sok atuh, silakan. Basa-basi banget deh Papa ini. Tanya apa?"

"Azam tahu siapa itu Ustazah Astha?"

Hazami mendelik seketika. "Jangan aneh-aneh ya, Pa. Awas aja, Azam laporin Buna tahu rasa!"

"Papa serius, Hazami."

"Azam juga serius. Jangan coba-coba main belakang apalagi kalau sampai main perempuan. Azam yang akan jadi garda terdepan buat bela Buna!"

Hamzah menghela napas berat. "Zam kamu jangan nambah beban pikiran Papa bisa nggak? Kamu ini mikirnya terlalu jauh. Buat dapetin hati Buna susahnya nggak kira-kira, nggak ada sedikit pun pikiran untuk main wanita. Papa ini udah tua, udah bukan masanya untuk nakal."

"Ya terus? Apa coba maksudnya interogasi Azam soal perempuan lain, mana ini udah malem, ngendap-ngendap juga pasti. Buna nggak tahu, kan kalau Papa ke kamar Azam?" selidiknya tepat sasaran.

"Nanti akan Papa jelaskan kalau semuanya sudah benar-benar jelas, sekarang jawab dulu pertanyaan Papa. Siapa Ustazah Astha?"

Hazami mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Azam nggak tahu, dan nggak mau cari tahu juga!"

"Jangan bohongin Papa atuh, Zam."

Hazami menampilkan jari telunjuk dan jari tengahnya pada sang ayah. "Azam serius nggak tahu apa-apa soal Ustazah Astha. Sekarang Azam malah curiga sama Papa, lagi ngincer ukhti-ukhti, kan? Ngaku!"

Hamzah mengelus dada sabar seraya mengucap istighfar berulang kali. Mengahadapi si bungsu memang harus ekstra sabar.

"Kalau Harastha Razqya, Azam tahu, kan?"

Mata Hazami menghunus begitu tajam. "Kenapa akhir-akhir ini Papa jadi suka banget bahas soal tuh Cewek Ninja?!"

"Cewek Ninja? Maksud kamu apa sih, Zam?"

"Pake nanya lagi, ya cewek bercadar bernama Harastha Razqya, lha. Nggak salah, kan kalau Azam juluki Cewek Ninja. Sesuai itu sama penampilannya, muka kok ditutupin."

"Dia menjalankan sunnah, kenapa kamu cela? Zam, nggak baik ah kayak gitu. Papa nggak pernah ya ngajarin Azam untuk memandang rendah seseorang hanya dari tampilan luar. Dijaga mulutnya," tegur Hamzah lembut.

"Azam lho yang anak kandung Papa, kenapa jadi perempuan itu yang Papa belain. Papa ada main sama dia? Azam nggak bodoh buat membaca gerak-gerik Papa saat sedang bersama dia, bahkan Azam beberapa kali menangkap basah Papa sedang memerhatikannya. Papa selalu mengingatkan Azam untuk menjaga pandangan, tapi apa buktinya? Sekarang Papa sendiri yang melanggar," sembur Hazami mengeluarkan segala asumsi yang bersarang apik dalam pikiran.

Embusan napas panjang Hamzah keluarkan. "Ngobrol sama kamu bukannya nemu titik terang, eh malah kejebak jalan buntu. Papa pusing, Zam."

"Semenarik apa sih tuh Cewek Ninja sampai buat Papa sepenasaran ini?"

"Harastha, Zam, namanya Harastha bukan Cewek Ninja," ralat Hamzah merasa tak terima.

"Suka-suka Azam atuh, Pa, perkara sesederhana ini aja Papa permasalahkan. Azam benar-benar nggak habis pikir!"

"Papa yang nggak habis pikir sama kamu, kok ya bisa-bisanya suudzan sama orang tua sendiri. Kamu kayak nggak kenal sama Papa kamu ini?"

"Papa yang sekarang seperti bukan Papa yang Azam kenal. Baru kali ini Papa terang-terangan kepo sama perempuan selain Buna. Dulu mana pernah, pusat pikiran Papa seolah hanya Buna aja, sekarang seakan terpecah belah hanya karena hadirnya perempuan bercadar yang bahkan baru beberapa minggu Papa kenal."

"Hanya dua pertanyaan yang Papa layangkan, tapi kenapa kamu jadi menyudutkan Papa dengan segala tuduhan. Papa hanya ingin tahu apakah Ustazah Astha dan Harastha Razqya merupakan orang yang sama atau bukan. Hanya itu," tuturnya mulai frustrasi.

"Sekarang Azam tanya deh sama Papa, apa mungkin seorang ustazah kabur dari pesantren? Nggak masuk akal atuh, Pa. Pasti mereka dua orang berbeda, yang kebetulan aja mirip namanya. Nama itu sifatnya universal, mustahil ada orang yang namanya beda dari yang lain. Yang punya nama Hazami juga pasti banyak, nggak cuma Azam."

Hamzah termenung seketika. Penuturan sang putra ada benarnya. Jangan hanya karena memiliki mata serupa dengan sang putri, dia langsung menarik kesimpulan bahwa perempuan bercadar itu merupakan putrinya. Nama dengan inisial HR pun tidak bisa dijadikan sebagai acuan.

"Papa ada masalah? Ada hal berat yang mengganggu?" selorohnya kemudian.

"Kalau Papa berterus terang apa Azam akan percaya dan mau membantu Papa?"

"Apa dulu, Azam nggak mau asal bilang setuju. Azam nggak mau terjebak!"

"Tapi Papa minta, Azam jangan ngadu sama Buna, Bang Hamizan dan Kang Hazman. Ini biar jadi rahasia kita berdua," katanya bernegosiasi.

"Azam nggak bisa janji, tindakan Azam sesuai dengan kondisi."

Hamzah mengangguk singkat, dia menatap cukup lama ke arah sang putra sebelum akhirnya berkata, "Bang Hamizan terlahir kembar, dia mempunyai seorang saudari."

Mata Hazami membulat seketika. "Ngaco ni, Papa. Azam nggak percaya sama cerita karangan Papa."

"Papa serius, Zam."

Hazami menggeleng beberapa kali. "Kalau emang Bang Hamizan punya kembaran, kenapa nggak tinggal bareng kita? Kenapa juga harus dirahasiakan?"

"Papa akan jelaskan semuanya secara terperinci tanpa ada yang ditutupi, tapi Papa minta tolong sama Azam untuk mencari tahu tentang gadis bercadar bernama Harastha Razqya. Entah kenapa feeling Papa mengatakan kalau dia merupakan saudari kembar Bang Hamizan."

"Atas dasar apa Papa mencurigai Cewek Ninja itu?"

"Matanya sangat mirip dengan saudari kembar Bang Hamizan."

"Hanya itu? Mata kok dijadikan acuan. Emangnya yang punya mata kayak gitu cuma saudari kembar Bang Hamizan? Nggak, kan, Pa."

"Iya Papa tahu, tapi rasanya beda, Zam. Ada sesuatu yang nggak bisa Papa jelaskan saat melihat mata Harastha."

"Laporin Buna ya, bisa-bisanya bilang kayak gitu. Papa ada rasa sama tuh Cewek Ninja?!"

"Ya Allah, Ya Rabbi, kok ya suudzan-nya nggak habis-habis," katanya sembari menggeleng beberapa kali.

"Papa salah pilih orang kalau buat dijadikan sekongkolan. Azam nggak mungkin mau berada di pihak Papa, kalau Buna jadi pihak yang paling tersakiti."

"Justru karena Buna, Papa segencar ini mencari tahu keberadaan saudari kembar Bang Hamizan. Hampir setiap malam Buna selalu kepikiran, kamu tahu sendiri seberapa inginnya Buna punya anak perempuan. Papa juga nggak tenang, anak perempuan satu-satunya Papa entah berada di mana, Papa seakan lepas tanggung jawab. Apa yang harus Papa katakan kalau di akhirat nanti dimintai pertanggungjawaban oleh Allah?"

"Papa belum berani untuk berterus-terang sama Buna soal Harastha karena ini hanya sebatas praduga yang kebenarannya masihlah belum jelas. Papa nggak mau membesarkan hati Buna dengan sesuatu yang masih gamang, Papa takut buat Buna kecewa," jelasnya pada sang putra bungsu.

"Sekarang apa yang perlu Azam bantu?"

Belum sepatah kata pun keluar, Hazami sudah lebih dulu menyerobot.

"Jangan minta Azam untuk kembali ke pesantren. Azam nggak mau!"

"Dugaan Papa emang nggak pernah meleset. Belum diucapkan pun kamu udah sensi setengah mati."

Hazami membuang napas kasar. "Untuk bisa kabur dari tempat itu penuh akan perjuangan. Nggak lucu dong kalau sekarang tiba-tiba Azam menyerahkan diri. Berasa nggak ada harga dirinya banget."

"Cari tahu tentang Harastha dan laporkan segala informasinya sama Papa," pintanya.

"Nggak ada opsi lain lagi apa?"

"Opsinya cuma dua, kamu balik ke pesantren at---"

"Okee, Azam pilih opsi kedua," potongnya cepat.

"Azam harus main cantik, nggak boleh terlalu kentara, jangan membuat curiga. Harus inget batasan juga, karena status mahram di antara kalian masih dipertanyakan. Jangan macem-macem ya, Zam."

"Ini nggak gratis ya, Pa, ada harga yang harus Papa bayar."

"Azam mau apa?"

Padalarang, 19 Juni 2024

Kira-kira misi sepasang anak dan bapak ini berhasil nggak ya? 🤔 ... Duhh, penasaran nggak sama cara Hazami menggali informasi?

Gaskennn nggak nih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro