Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EPISODE KESEPULUH: KENCAN DENGAN HANTU

"Filk, kau terlambat!"

"Maaf, tadi aku harus membersihkan kamarku dulu."

"Ternyata kau orangnya jorok juga."

"Sudah, jangan membahas itu. Jadi, ada apa kau memanggilku ke museum ini lagi?"

"Tentu saja ada pekerjaan."

"Bukankah pekerjaan di sini sudah selesai?"

"Kalau yang waktu itu sudah, tapi ini baru lagi." Susan menarik lengan Filk. Mereka melewati beberapa pengunjung yang datang ke sini, melihat pajangan museum.

Mereka sampai di ruangan yang berisikan tentang pajangan kerajaan barat.

"Kuharap patung-patung lilin ini tidak bergerak," ucap Filk.

"Tenang saja, raja yang mengendalikan patung itu bergerak kan sudah diselesaikan?"

"Kau benar." Filk melihat ke sekitar. "Kenapa kita ke sini?"

"Menemui hantu klien kita." Datanglah seorang wanita berpakaian bangsawan ala barat berwarna coklat, sarung tangan putih, payung kecil di tangan, topi bundar dengan bunga merah kecil, mata biru, dan wajah orang barat. "Ini klien kita." Susan menunjuk wanita itu.

"Perkenalkan, namaku Wendi dari bangsawan Hilbbert keturunan tiga." Wanita itu mengulurkan tangannya, tentu dengan gaya bangsawan.

Filk bingung dengan uluran tangannya itu, karena punggung telapak tangan ada di atas. Dengan percaya diri, Filk menjabat tangan seperti rakyat biasa.

"Filk, bukan begitu," bisik Susan.

"Eh? Lalu aku harus bagaimana?"

"Sudah, tidak apa-apa. Aku memang tidak ingin menjadi bangsawan, jadi tidak apa-apa kalau salamnya seperti itu."

"Eh? Memangnya beda, ya?"

"Tentu saja beda, seharusnya tadi kamu mencium punggung tangannya."

"Sudah-sudah, jangan dipermasalahkan."

"Lalu, tuan put..."

"Panggil saja Wendi."

"Jadi, Wendi. Apa permintaanmu?"

"Kenapa kau malah bertanya, Susan? Bukankah kau tinggal menyentuhnya saja?"

"Kalau hantu yang terlihat seperti manusia dan bisa bicara. Enggak sopan kalau aku menyentuhnya."

"Aku ingin merasakan...merasakan... Merasakan ke...ke...ke...kencan."

"Hehhhh!? Kencan?" kaget mereka berdua.

"Iya. Aku mati dengan tanpa merasakan cinta, jatung berdetak kencang saat di dekatnya, kencan, apalagi menikah."

Filk menarik lengan Susan, sedikit menjauh dari hantu itu, untuk berbisik. "Susan, apa benar dia hantunya?"

"Iya, begitulah."

"Permintaan yang aneh."

"Memang. Tapi, mau bagaimana lagi?" Pandangan mereka tertuju ke hantu itu. "Baik, lalu apa yang harus kami lakukan?"

Hantu itu menundukkan kepalanya, dengan wajah kemerahan. Lalu dia menunjuk Filk. "Dia laki-laki, jadi... jadi... aku akan berkencan dengannya."

"APA!?" kaget Susan.

"Susan, apa kau tidak keberatan kalau aku pinjam pacarmu?"

"Di-di-dia bukan pacarku! Dia hanya par-partnerku!"

"Kalau aku sendiri tidak keberatan."

Siang hari, di tengah kota. Wanita berpakaian bangsawan dengan seorang pria, berjalan menuju toko baju wanita.

"Sebaiknya aku belikan kau baju. Kalau menggunakan baju itu, malah jadi pusat perhatian orang-orang."

"Baik. Tolong pilihkan yang bagus, ya." Mereka memasuki toko itu.

Sementara, Susan dengan kacamata hitam, dan jas coklat. Sedang mengintai pergerakan mereka berdua.

"Ide yang bagus, Filk."

"Iya, tak kusangka Filk selingkuh."

"Eh?! Sejak kapan Kak Nida ada di sini?" Nida sudah ada di samping Susan.

"Dari tadi. Bukan itu masalahnya, kenapa Filk kencan dengan wanita lain lagi?"

"Lagi?"

"Iya, bukankah dia pernah berkencan denganmu. Lalu dengan wanita berambut putih. Dan sekarang dengan wanita berpakaian cosplay bangsawan. Aku... aku... diempatin."

"Kami tidak pernah kencan, ta-tapi hanya pernah jalan berdua, dan itu pun karena pekerjaan. La-lagipula, yang ada itu "diduain"."

"Bukankah itu sama saja? Jadi, kenapa kau ada di sini?"

"Aku sedang mengintai mereka."

"Kenapa kau mengintai mereka? Jangan-jangan, kau cemburu, ya?"

"Ti-tidak! Ini karena pekerjaan!"

"Pekerjaan? Oh, iya. Memangnya pekerjaan kalian ini apa, sih?"

"Hmm... Detektif."

"Aku tidak terlalu mengerti, tapi tolong jaga Filk, ya? Jangan sampai dia berbuat yang tidak senonoh kepadanya, ya?"

"Tentu, maka dari itu aku bersembunyi dari mereka."

"Kalau begitu, tolong bantuannya." Lalu dia pergi.

Tak lama kemudian, keluarlah wanita berpakaian pink dengan rompi putih, rok pink keputihan, topi budar jerami dengan pita merah, dan sepatu biru. Wanita itu ternyata Wendi, dan setelah itu keluarlah Filk.

"Bagaimana?" tanya Wendi. Dia berputar, untuk menunjukkan pakaian itu.

"Ba-ba-bagus." Filk bengong untuk beberapa saat. "Ka-kalau begitu, ayo kita lanjutkan ke taman."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, diikuti oleh Susan yang mencemberutkan wajahnya.

Sesampainya di taman hiburan. Wendi menarik lengan Filk menuju wahana roller cosster. Filk dan Wendi duduk di depan, sedangkan Susan duduk paling belakang.

Roller cosster mulai menaiki jalurnya. Lalu saat di puncak, dengan cepat roller cosster turun. Semua penumpang berteriak histeri, semuanya termasuk hantu itu. Berkelok-kelok, berputar, naik dan turun lagi. Lalu sampai di akhir. Semua penumpang turun, ada yang senang, takut, mual, biasa. Tapi, dua pasangan ini mengekspresikan dengan senyuman, kecuali Susan yang merasa mual.

Selanjutnya, mereka menaiki komedi diputar. Kedua pasangan ini menaiki kereta kuda yang disediakan suapaya bisa duduk berdua. Sedangkan Susan, menaiki kuda hitam. Lagu klasik mulai terdengar, dan itu membuat Wendi sedikit mengantuk. Tanpa sengaja, kepala Wendi bersandar di bahu Filk. Susan, yang melihat dari belakang pemandangan itu, mengembungkan pipinya. Setelah selesai, Filk membangunkan Wendi.

"Maaf, aku tidak sengaja."

"Tidak apa-apa, kita kan sedang berkencan."

Filk mengulurkan tangannya, Wendi menerima tangan itu. Lalu mereka berdua turun dari wahana, diikuti oleh Susan yang berpipi kembung berwajah merah.

Selanjutnya, mereka menaiki beberapa wahana-wahana lain yang bisa membuat mereka bermesraan, dan membuat Susan semakin memanas. Akhir dari kencan mereka, mereka menaiki bianglala.

"Sungguh indah," ucap Wendi. Melihat matahari hampir tenggelam, di balik kaca. "Aku senang."

"Aku juga."

"Sayang sekali aku sudah mati, kalau saja aku masih hidup. Setiap hari aku akan merasakan kesenangan ini, bersamamu."

Filk hanya diam melihat ke luar kaca. "Begitulah," jawabnya.

"Filk, aku... aku... jatuh cinta kepadamu."

"Eh?!"

"Hahaha, kena deh. Wajahmu memerah, lucu sekali, hihihi."

"Huhhh, jangan begitu dong."

"Maaf maaf. Tapi, aku benar-benar jatuh cinta kepadamu, kok."

"Aku... aku..." Tiba-tiba Wendi menaruh jari telunjuk di mulut Filk.

"Tidak perlu membalasnya, aku tahu kalau kau akan menolak cintaku ini. Karena aku tahu siapa wanita yang kau cintai." Filk menundukkan kepalanya, wajahnya memerah. "Susan, kan?"

"Bagaimana kau bisa tahu?" Filk masih menundukkan kepalanya.

"Sangat jelas tertulis di dahimu."

"Jangan bilang-bilang, ya?"

"Tenang saja. Aku kan bakal hilang. Jadi tenang saja." Sekali lagi Wendi melihat ke arah matahari tenggelam. "Terima kasih, sekarang aku harus pergi." Wendi mencium pipi Filk. "Sampai jumpa." Butiran-butiran cahaya berkumpul di tubuh Wendi, lalu berputar. Tak lama kemudian, sesosok Wendi sudah menghilang.

"Sampai jumpa, Wendi."

Filk turun dari wahana itu, berjalan menuju antrian bianglala lagi. Kebetulan, di antrian ada Susan, sekarang dia tidak menggunakan kacamata dan jas itu.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Filk.

"Aku... aku... hanya kebetulan ada di sini."

"Benarkah? Apakah kau tidak membuntuti kami?"

"Ti-ti-ti-tidak! Aku hanya kebetulan di sini!"

"Iya iya. Mau naik bianglala denganku?"

"Bo-boleh."

Cukup lama mereka mengantri, karena antrian yang panjang. Malam hari tiba, dan mereka baru menaiki bianglala.

"Jadi, bagaimana dengan pekerjaannya?"

"Sudah, cukup menyenangkan juga."

"Kau pasti sangat menikmatinya!"

"Eh? Apakah kau cemburu?"

"Ti-tidak! U-untuk apa aku cemburu, huh!"

"Terserah."

Bianglala yang mereka naiki sudah ada di atas, dan berhenti.

"Susan, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu." Wajah Filk memerah.

"A-apa?" Wajah Susan ikut memerah.

"Susan... aku... belum tahu berapa gajihnya?"

"Kupikir apa. Kita dapat masing-masing..."

"Bukan! Bukan itu yang aku ingin bicarakan! Susan!"

"Iya!"

"Aku... aku... aku... sebenarnya..." 'DOR DOR DOR' kembang api berbunyi di langit.

"Ahhhhh! Indah sekali!"

"Iya."

"Lalu, apa yang ingin kamu katakan, Filk?"

"Sebenarnya... aku... lapar."

"Hah?"

"Aku lapar, dan aku... kehabisan uang."

"Hahahaha, kupikir apa. Baik, aku akan menteraktirmu. Tapi, gajihmu kupotong."

"Apa!?"

Susan tersenyum dan tertawa kecil. Bianglala mulai begerak lagi.

"Mau makan di mana?" tanya Susan.

"Terserah kau, kau kan yang menteraktirku."

"Kalau begitu, di dekat rumahku. Di sana ayam gorengnya lezat!"

Filk mengangguk kecil. "Belum saatnya aku mengatakan itu kepada Susan."

***

Pagi hari. Nida, memasak sarapan untuk Filk, dirinya, dan Susan. Setelah selesai, Nida membawa makanan itu ke meja makan.

"Selamat makan!" ucap mereka serempak.

"Oh iya, Susan. Ada apa kau datang pagi-pagi begini? Apakah tentang pekerjaan?" tanya Nida.

"Bukan. Kali ini aku ditugaskan untuk mengantar Filk, ke rumah bosku."

"Maksudmu Tuan Jaka?"

"Iya, dia ingin menemuimu."

"Hmm... Ada apa, ya?"

Mereka memulai acara makan mereka. Setelah selesai makan, Nida membereskan alat-alat makan itu. Susan, dan Filk ikut membantu.

"Susan, ngomong-ngomong. Seperti apa Tuan Jaka itu?"

"Hmm... Dia adalah pria yang baik, pengertian, ramah, suka dengan wanita muda... Lalu apa lagi, ya?"

"Begitu, ya."

Setelah selesai beres-beres. Filk dan Susan pamit keluar. Mereka berjalan menuju persimpangan jalan, dan berhenti di dekat lampu jalan.

"Kenapa kita diam di sini? Bukankah kita akan ke markasmu?" tanya Filk.

"Iya, kita harus menunggu jemputan di sini."

"Begitu."

Tak lama kemudian, datang sebuah limosin hitam. Limosin itu berhenti di depan mereka.

"Ayo masuk."

"Heh?! Naik limosin itu?"

"Iya." Susan menarik lengan Filk, lalu memasuki limosin itu.

Di tempat yang jauh, tepatnya di sebuah gua dengan beberapa kertas mantra tertempel di dinding gua. Sebuah peti kayu besar dengan kertas mantra dan rantai besi yang mengikat, di tengah gua. Peti itu bergerak seperti seseorang yang di dalam berusaha keluar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro