EPISODE KELIMA: PENYELESAIAN
Malam hari tiba, dan udara terasa dingin. Tapi, Filk tidak merasakannya, karena rasa kesalnya berhasil melawan dinginnya malam hari di luar kapal. Kapal ini terus saja berlayar menuju tempat tujuan, dan beberapa kru sedang sibuk dengan tugas mereka masing-masing.
"Sial, apakah mereka benar-benar tidak mengerti rasa berterima kasih?" kesal Filk. Filk merasakan bahwa dia sudah dikhianati oleh beberapa hantu-hantu ini. Pertama, oleh pria hitam. Kedua, oleh penduduk pulau itu. Dan ketiga, oleh para bajak laut ini.
Di kejauhan, terlihat sebuah pulau. Kapten berserta Susan pun keluar dari dalam kapal. Kapten melepaskan ikatan Susan, memberikan dia sebuah tas selendang, dan menyuruh dia mendekati Filk.
"Nail, apakah kau baik-baik saja?" tanya Filk.
"Iya, aku baik-baik saja. Filk, tugasmu adalah mengambil cangkir perak milik kapten. Gelas itu ada di pulau yang sekarang terlihat itu." Susan membantu Filk untuk berdiri, dan menunjukkan pulau itu dari samping kapal.
"Di mana gelas itu?"
"Aku tidak tahu, kau disuruh mencarinya. Dan waktumu, sampai besok pagi."
"Besok pagi?"
"Iya, jadi... jadi..."
"Tenang saja, aku pasti akan menemukannya, dan membebaskanmu!"
"Filk... Terima kasih."
"Jangan dulu berterima kasih, lagipula tugasku belum selesai."
Kapal sudah sampai di pulau yang dituju. Kapten melepaskan ikatan Filk, dan memberikan sebuah pedang. Kru kapal menjaga Susan supaya tidak kabur.
"Filk, hati-hati," ucap Susan.
"Iya, aku pasti akan menyelamatkanmu!" Filk memegang erat tas selendang yang sebelumnya dipegang Susan.
Tangga tali diturunkan, Filk pun menuruninya. Filk berjalan ke dalam pulau, dan sekali-kali melihat ke belakang, melihat sesosok wanita yang sedang ketakutan yang dikelilingi para tengkorak dan kapten.
"Aku pasti menyelamatkanmu, Nail. Pasti!"
Filk melewati semak-semak, pohon-pohon, dan batu-batu tanpa mempedulikan perutnya yang sedari tadi sudah mengkeroncong. Tak lama kemudian, rasa laparnya berhasil membuat dia berhenti.
"Sial, di saat begini aku harus merasa lapar?" Filk melihat sekitar, untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Filk tidak menemukan apapun, selain buah mangga yang sudah tergeletak di tanah, dan hanya satu buah. Tidak berpikir panjang, Filk mengambilnya dan memakannya. Tapi, itu tidak membuat perutnya berhenti merasakan lapar.
"Apakah tidak ada apapun lagi?"
Tiba-tiba muncullah seekor rusa di depan Filk, jaraknya cukup jauh.
"Maafkan aku, rusa." Filk berjalan jinjit mendekati rusa itu, yang sedang asik memakan rumput. Setelah sampai, dengan kecepatan penuh, Filk menebas badannya.
Kapten memberikan semangkuk nasi dan ikan kepada Susan yang sedang duduk merenung, di ruangan tahanan.
"Te-terima kasih," ucap Susan tanpa melihat wajah kapten. Lalu kapten menutup pintunya. "Apakah Filk sudah makan?" gumam Susan, lemas.
Filk membuat api dengan menggesekkan kedau batu.
"Menyalalah!" Percikan api muncul dari batu, dan menyembur ke arah tumpukan kayu yang berada di depannya.
Api pun sudah siap, Filk menyodorkan tusukan kayu yang berisi daging rusa ke dekat api unggun itu. Setelah matang, dia menyimpannya di atas daun lebar. Dia mengambil tusukan yang lainnya, dan setelah selesai menyimpannya. Terus seperti itu, sampai tujuh tusukan matang.
"Apakah Nail sudah makan?" Filk memakan sate itu. Selesai makan, Filk menghangatkan diri di depan api. "Lalu, apakah di sini ada minuman?" gumam dia, bingung.
Filk berdiri untuk mencari sungai, untuk minum. Filk berjalan ke samping pulau. Tak lama kemudian, dia menemukan sungai kecil yang mengalir dengan air terjun. Tanpa berlama-lama, Filk berlari mendekatinya, dan mengambil air dengan kepalan tangannya. Bukan hanya minum saja, Filk membasuhi wajah, tangan, dan kaki.
"Baiklah, dengan ini energiku sudah kembali. Aku harus segera menyelesaikan tugas ini, dan menyelamatkan Nail!" Filk berbalik dan berlari.
Filk berlari dengan sangat semangat, saking semangatnya dia bisa melangkahkan kedua kakinya dengan cepat. Tiba-tiba dia berhenti.
"A-a-aku harus mencarinya di mana?" Filk melirik ke segala penjuru, berharap ada petunjuk tentang keberadaan cangkir itu. "Apakah tidak ada yang bisa membantu? Atau petunjuk?"
Tiba-tiba, muncul rusa di samping Filk. Filk dibuat kaget olehnya, dan terjatuh. Rusa itu melihat Filk dan berjalan menuju ke depan.
Filk tidak punya ide lain selain mengikuti rusa itu pergi, itupun menurut firasatnya. Mereka berjalan tanpa melakukan pembicaraan, karena mereka tidak bisa berbicara dengan bahasa mereka masing-masing. Sampailah mereka di depan gua yang cukup besar.
"Mungkinkah di gua ini?" Rusa itu pun pergi meninggalkan Filk yang sedang melihat gua itu. "Tidak ada pilihan lain. Tapi, sepertinya gelap. Mungkin aku harus membuat obor."
Filk kembali ke tempat api unggun, mengambil kayu yang cukup besar, mendekatkannya kea pi. Dan jadilah obor.
Filk kembali lagi ke gua itu, berjalan dengan obor di tangan. Terus berjalan ke depan, dan menemukan sebilah cahaya di depan. Filk mempercepat langkahnya. Dia pun sampai di cahaya itu, dan melihat ruangan gua yang besar dengan beberapa emas menumpuk.
"Banyak sekali, emasnya." Filk mendekati salah satu tumpukan emas itu. "Ini asli. Ada koin emas, batang emas, dan... Tunggu, sekarang bukan saatnya mengaggumi emas ini. Aku harus segera menemukan gelas itu. Tapi, ngomong-ngomong, bagaimana bentuk cangkir itu?" Filk merasakan putus asa. "Apakah di tas ini ada petunjukknya?" Filk membuka tas itu, dan betapa senangnya dia. Melihat ada kertas dengan gambar sebuah cangkir perak dengan beberapa berlian menghiasi.
Filk pun mencari dengan perasaan semangat bercampur senang. Dia memperhatikan setiap sudut, tumpukkan, dan benda-benda yang berada di sekelilingnya tanpa melewatkannya. Filk bersembunyi di bali tumpukkan emas yang dekat. Akhirnya dia menemukan cangkir itu, dia berada di depan Filk sedang berdiri tegak di antara tumpukkan emas-emas.
"Akhirnya aku menemukannya." Filk mengambilnya dan menyimpannya di dalam tas. Tapi, tiba-tiba guncangan yang cukup hebat dirasakan oleh Filk, dia hampir kehilangan keseimbangan. "Apakah gua ini akan hancur?"
Tumpukan-tumpukan emas itu bergoyang. Filk tidak ambil pusing, dia langsung berlari dengan sekuat tenaga. Debu-debu di langit gua berjatuhan, tapi itu tidak membuat Filk berhenti. Akhirnya dia berhasil keluar dari ruangan itu. Tinggal keluar dari gua ini. Filk terus berlari, batu-batu di langit gua berjatuhan. Filk menghindari dengan sangat gesit. Pintu gua akan tertutup oleh tumpukkan batu yang berada di langit. Filk menambah kecepatannya, dan saat dekat di pintu, dia meloncat ke depan dan melempar obor itu ke samping.
'DURRR'. Tumpukkan batu itu berhasil menutup pintu gua, tapi tidak berhasil mengenai kaki Filk yang sedang tengkurap. Tinggal beberapa millimeter lagi, kaki Filk mengenai tumpukkan batu itu.
"Untung saja masih sempat." Filk berdiri, dan menepuk-nepuk badan. Filk berjalan dengan sempoyong. "Kenapa... rasanya... aku... le..." Filk jatuh ke tanah, tengkurap.
"Filk, kuharap kau baik-baik saja." Susan menutup mata, mengenggang kedua tangangnya, dan berdoa dalam hati.
Kapten datang dengan memegang selimut tebal.
"Sebaiknya kau tidur," ucapnya dengan nada berat.
"Tidak, aku tidak bisa tidur."
"Baiklah. Ini, selimut untukmu." Dia melempar selimut itu, sehingga kepala Susan tertutup.
"Terima kasih."
Filk bangun, lalu duduk. "Apakah aku ketiduran?" Dia melihat ke langit, matahari mulai tampak. "Aku harus segera ke kapal!!"
Dengan energi yang masih tersisa, Filk berlari. Perlahan matahari mulai muncul, dan semakin cepat Filk berlari. Sampailah dia di depan kapal.
"Aku sudah menemukannya!" Tangga tali turun dari samping kapal, Filk menaikinya.
Saat sampai di kapal, Filk disambut oleh beberapa kru. Tapi, dengan cepat Filk berlari ke dek atas. Dia mengangkat tas itu ke luar kapal.
"Jangan ada yang mendekat! Kalau ada yang mendekat, aku akan menjatuhkan tas ini! Di mana kapten!?"
Salah satu kru memasuki kapal, dan memanggil kapten. Tak lama kemudian muncul kapten beserta Susan.
"Kau sudah membawa cangkir itu?" tanya kapten.
"Sudah."
"Kalau begitu, cepat serahkan!"
"Sebelum itu, lepaskan dulu Nail!" Kapten melepaskan ikatan Susan. Susan berlari mendekati Filk. "Nail, kau baik-baik saja?"
"Iya, aku baik-baik saja."
"Apakah aku harus menyerahkan tas ini?"
"Iya, tapi..." Susan melihat ke arah kapten. "Keluarkan portal menuju rumah kami. Setelah itu kami akan memberikan tas ini."
Kapten menjentikan jarinya, dan muncullah portal di samping kapten.
"Filk, sekarang kau serahkan ta..."
"Tidak, sebaiknya kau periksa dulu portal itu. Mungkin saja itu palsu." Susan mengangguk dan berjalan menuju portal itu.
Susan masuk ke dalam portal itu. Tak lama kemudian dia kembali lagi. "Ini memang portalnya."
"Kalau begitu, kau masuk duluan, nanti aku menyusul."
"Tapi..."
"Cepat!"
Susan mengangguk lemah, dengan ragu-ragu dia memasuki portal. Filk melempar tas itu ke arah kapten, bersamaan dengan lemparan itu, dia berlari ke portal itu. Filk berlari dan meloncat. Dia pun mendarat seperti seorang kipper berhasil menangkap bola, dan portal menghilang.
"Ini pasir." Filk berdiri dan melihat ke depan, ternyata ini di tempat pertemuannya dengan pria hantu hitam itu.
"Filk." Susan menghampirinya. "Terima kasih. Sekarang tugas kita sudah selesai."
"Begitu, ya. Rasanya sangat lelah sekali."
"Terima kasih."
"Sudahlah, sekali saja cukup."
"A-a-aku pi-pikir kita akan ga-gagal." Susan meneteskan air mata.
"Sudah jangan menangis, kita kan sudah berhasil."
"I-i-iya, hiks. Kau benar, hiks." Susan mengusap air matanya.
"Ayo kita pulang." Mereka pun meninggalkan pantai.
Di sebuah gang, mereka menemukan seorang anak sedang menangis. Tapi, dia bukan anak kecil biasa, melainkan hantu anak kecil.
"Filk, kau pulang duluan."
"Heh? Kau mau apa?"
"Aku mau membantu anak itu dulu."
"Tapi, itu kan bukan tugasmu?"
"Memang bukan, aku hanya ingin menolongnya." Susan berjalan menghampiri anak itu, tapi semakin dia akan mendekat, semakin lambat dia berjalan dan akhrinya berhenti.
"Hah, sepertinya aku harus membantunya." Filk berjalan dan menarik lengan Susan, berhasil menyentuhnya tanpa perlawanan dari Susan. "Apa yang dia butuhkan?"
"Dia sedang mencari sepatunya. Menurut penglihatanku, sepatu itu disembunyikan oleh teman-temannya di sekitar sini."
Mereka mencari di setiap sudut, tempat sampah, dan celah-celah. Akhirnya mereka menemukannya, sebelah sepatu berwarna biru dengan tali merah. Susan mau memberikannya, tapi dia ketakutan. Filk pun mengambil sepatu itu.
"Ini, sepatumu." Hantu itu menerimanya, lalu butiran-butiran cahaya berterbangan. Hantu itu sudah menghilang.
"Dia mengucapkan terima kasih."
"Nail, kenapa kau menenangkan hantu itu? Padahal itu bukan tugasmu?"
"Eh? Memangnya tidak boleh, ya?"
"Bukan begitu, tapi kenapa?"
"Ya, karena aku hanya ingin menolong hantu itu. Memangnya salah?"
Filk merasa tertampar setelah mendengar kata-kata itu. "Bodohnya aku, padahal dia kan ingin menolong hantu itu dengan senang hati. Tidak sepertiku, yang ingin uangnya. Bodoh sekali aku."
"Filk? Kau tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, hanya sedang memikirkan Kakakku. Mungkin dia sedang menunggu kepulanganku."
"Oh iya, maafkan aku. Kalau tadi aku..."
"Sudahlah, lagipula itu karena kita harus menyelamatkan hantu itu."
"Kalau begitu, kita harus segera pulang." Mereka berlari keluar dari gang dan menuju rumah mereka masing-masing.
"Mungkin aku harus meniru kebaikannya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro