Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Track 4. Gray Amusement

"Kau!"

Dahinya mengerut, penuh amarah tatkala aku menggeser pintu kamar, memperlihatkan sosoknya dibalut dengan pakaian pasien. Dengan wajah memerah sembari mengembungkan pipi, ia kembali melanjutkan teriakannya, "Kau menghindariku sebulan ini, 'kan, Kumiko-chan?!"

"K-Kafka?"

"Jangan cuman merespon sok bingung begitu, deh! Aku tidak tahu kenapa kau tidak pernah masuk ke ruangan ini meskipun Kaede-chan datang. Padahal, kau berdiri di luar sana!" omelnya seraya menunjuk ke belakangku. Ia benar-benar nampak emosi, tidak seperti biasanya.

Ah, ketahuan, ya.

"Wajahmu sekarang mengatakan 'ah, ketahuan, ya' bukan?!"

"U-uhm ..."

Padahal aku ingin mengucapkan salam perpisahan, selamat tinggal karena aku tidak bisa lagi untuk bertemu dengannya dalam keadaan begini. Tetapi, kenapa bisa jadi seperti ini? Aku hanya mampu memalingkan wajah, tak berani menatapnya. 

"Kau bohong. Kau bilang ... akan menemuiku setiap hari .... Apa karena aku jatuh sakit, makanya kau tidak mau lagi bermain denganku?"

Air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya, membuatku panik. Lagi, aku hanya membuat orang lain sedih dan kecewa. Semua ini salahku. Bibirku membuka seraya memeluknya, "Maaf. Aku tidak bermaksud untuk membuat Kafka menangis."

"Kumiko-chan tidak akan meninggalkanku, lagi, 'kan?"

"Uhm."

"Janji?"

"Iya, janji."

Masih berada dalam pelukanku, senyuman terpampang di wajah kami berdua. Aku harus berusaha lebih keras lagi untuk membuat semua orang bahagia. Cukup lama kami berada dalam posisi seperti ini, ia nampaknya tak ingin lepas. Padahal aku sudah merasa canggung karena tidak terbiasa dengan kontak fisik begini. Bahkan, aku tidak pernah nyaman untuk berpelukan lama dengan Kakak.

"Kalau kau bohong, akan kutagih sampai ke akhirat," sahut Kafka, membuatku tersentak kaget. Dahiku mengerut.

"K-kenapa malah ngomong begitu? Kafka masih bisa hidup lama, kok!"

"Aku memang berencana untuk hidup lama. Tapi, kalau Kumiko-chan meninggalkanku, aku harus apa ...?"

Ia menyimpan ketakutan yang mendalam. Bangun di pagi hari hanya untuk bersyukur telah diberi kesempatan hidup. Sebuah beban yang tak setara dengan penderitaanku. Namun, ia memasang wajah seolah semuanya baik-baik saja. Kupikir, dengan ia mempunyai Kaede, maka ia tidak akan lagi memperdulikanku.

Kita itu sama-sama menderita.

Rasanya buruk jika berpikir seperti ini. Lantas, tanganku menggenggam erat kedua tangannya. Menangkupkan dan menyandarkan di dahiku. Berusaha memberinya kekuatan. Aku ingin dia sembuh dan bisa menikmati dunia dengan bahagia, tidak sepertiku. Berjalan ke sana dan ke mari, mencoba hal baru, mengikuti festival. Intinya, tak hanya hidup di ruangan serba putih dan membosankan ini.

"Lain kali, aku akan membawamu ke luar dari sini. Bertahanlah. Jangan menyerah, ya, Kafka. Kalau Kafka bahagia, aku juga akan ikut bahagia."

Entah karena langit yang mulai berubah menjadi jingga atau karena penglihatanku yang keliru, wajahnya nampak memerah sempurna. Masih dengan sisa-sisa air mata, membuat mukanya terlihat sendu. Namun, sudut bibirnya terangkat, membentuk lengkungan lebar bernama tawa, diiringi suara haru.

Detik ini, pandanganku bukanlah sekadar abu-abu saja. Meski hanya terbentuk dua warna, oranye dan biru gelap, tetapi ia membawa harmoni baru.

"Jangan lupakan aku."

"Tidak akan, kok."

"Kalau sudah berjanji begini, aku akan menagihmu setiap hari!"

Aku tertawa, melepaskan genggamanku padanya. Tentu saja, aku tidak akan melupakanmu karena aku yang akan pergi duluan. Aku akan mengunjungimu setiap hari kalau aku bisa, agar duniaku selalu berwarna hingga akhir. Kau akan berjalan ke tempat yang baru, sementara aku akan mendorongmu dan menatap punggungmu dari kejauhan secara perlahan.

"Selamanya akan bersamaku, bukan?"

Aku mengerjap, tersadar.

Mungkin, aku tidak bisa menepati janji yang ini. Tetapi, aku akan berusaha agar kau tidak curiga mengenai diriku yang telah menyiapkan diri untuk pergi menjauh darimu. Perjalanan yang mungkin tak akan bisa kau susul ketika melangkah ke dunia luar. Dengan wajah yang seperti biasanya, tatapanku nampak teduh mengarah padanya sembari mengulurkan jari pertanda mengait janji.

Jari kelingkingnya pun ikut, mengarah padaku. Wajah cerah yang telah berganti dari ekspresi marah dan sedih sebelumnya.

"Janji," ucapku, mengunci sebuah janji yang tidak bisa kupastikan akan kutepati di masa depan. Kau dan aku, akan menghabiskan waktu bersama, entah kapan.

Setelah itu, ia menarikku. Kami berdua duduk di pinggir kasurnya. Terdapat casette tape yang kubawa, berisi momen perjalanan yang kurekam bersama Kaede. Salah satu kelebihan dari anak yang tak diberikan ekspektasi lebih seperti kakak adalah ... aku bisa bebas bepergian ke mana saja tanpa dikhawatirkan. Bahkan jika aku hilang mendadak, mungkin tidak akan ada yang mencariku, oh, kecuali Kafka.

Ia antusias untuk mendengarkan. Padahal di sebelahnya, sang pemilik suara dari rekaman itu tengah merasa malu. Aku menggaruk pipiku yang tak gatal, "Kafka, apa boleh aku pulang sekarang?"

"EH?!" serunya kaget, lalu melanjutkan, "Kumiko-chan 'kan sudah berjanji tadi!"

"Iya, aku tahu. Tapi biasanya Kafka mendengarkan kaset ini saat aku sedang tidak di sampingmu," balasku, mengerutkan wajah.

"Oh, Kumiko-chan malu, ya?"

Apa perlu menanyakan sesuatu yang jawabannya sudah jelas?

Tidak menjawab pertanyaannya, ia menyeringai dan malah memeluk lenganku. Lantas, sebelah earphone yang dikenakannya untuk mendengar rekaman tersebut, diberikan kepadaku. Senyuman miring itu berubah menjadi tawa jahil, "ayo, kita dengarkan bersama, Kumiko-chan!"

Helaan napas lolos, membuatku mengangguk dan mengikuti ajakannya. Di ruangan tempat kami bermain ini, ia nampak sangat bahagia. Pertunjukkan yang menarik untuk diriku yang kelabu ini.

Dipikir-pikir, sejak saat itu, aku mulai berusaha untuk mengakrabkan diri dengan yang lain, meski masih menjaga dinding tipis. Kumulai dengan menghargai usaha Kakak untuk lebih dekat denganku. Biasanya, aku akan menghiraukannya, tetapi bukti bahwa aku memakai syal biru pemberiannya hingga saat ini adalah pertanda aku menerimanya.

Aku juga jadi tahu, bahwa ayah memang tidak begitu pandai dalam mengekspresikan perasaan dan pemikirannya. Tetapi, ia masih memberikan ekspektasinya pada Kakak dan aku. Dunia ini, sebenarnya tidak begitu buruk. Tak begitu bebas,  baiklah, mari menikmatinya hingga waktuku habis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: #ocxcanon