Yang Terbaik Untuk Mu-
Di sebuah kamar bernuansa serba pink terlihat seorang gadis tengah sibuk bersiap, ia merapikan hijabnya di depan cermin berukuran sedang. Berdandan secantik mungkin, walaupun yang ia gunakan hanya bedak—itu pun bedak bayi—dan lip balm saja, tetapi semua itu sudah mampu membuat dirinya terlihat cantik dengan natural.
Sang gadis bangun dari duduk nya di meja rias ini, ia menoleh ke kasur—lebih tepatnya ke barang di atas kasur nya. Berjalan perlahan mengambil barang yang berupa tas selempang kecil itu.
Memakai tas, kemudian menoleh ke kalender dan tersenyum manis. Ia melangkah menuju pintu, membuka pintu kamarnya lalu keluar. Kakinya berjalan dengan lincah menuruni tangga, sudah terbiasa melewati anak tangga ini.
Sesampainya di bawah ia menemukan Sang ibu yang tengah menonton televisi acara memasak, kakinya bergerak menghampiri Ibunya,"Mama"Panggil sang gadis.
Mamanya menoleh melihat penampilan anaknya dari atas hingga kebawah, sudah tau sang putri ingin pergi kemana"Udah mau pergi?"Tanya-nya, walaupun ia sudah tau jawaban anaknya apa.
Gadis itu mengangguk yang kemudian mencium punggung tangan ibunya"Yaya pergi dulu ya Ma?"Ujarnya, setelah menyalimi sang ibu ia melangkah menuju ruang tamu-karena sekarang dirinya sedang berada di ruang keluarga.
"Iya, hati-hati ya Sayang" Yaya tersenyum, yang di balas senyuman juga oleh sang ibu.
"Assalamu'alaikum..." Gadis itu pergi menuju gerbang rumahnya setelah mengenakan sepatu dan memberi salam.
Tepat pada saat ia keluar taksi pesanan nya datang, langsung saja gadis manis itu masuk ke dalam mobil, setelah sebelumnya menutup pintu gerbang rumahnya.
°°••..»✿«..••°°
Setelah cukup lama dalam perjalanannya, akhirnya ia sampai di tempat tujuan nya—yaitu Rumah Sakit. Yaya keluar dari mobilnya, lalu melangkah memasuki gedung yang lumayan dipadati oleh warga. Sedikit berlari menuju sebuah kamar, tak perlu khawatir jika dirinya akan tersesat karena setiap hari ia pasti pergi ke Rumah Sakit ini.
'Anggrek–1'
Sang gadis tersenyum saat menemukan kamar yang ia cari sedari tadi. Yaya memutar knop pintu, membuka pintu itu perlahan. Senyum tipis terbentuk di bibir nya melihat seorang pemuda yang terbaring lemah di atas brankar.
Kaki gadis itu melangkah perlahan mendekati Sang lelaki, kemudian mendudukkan dirinya di kursi samping brankar. Ia melepaskan tas selempang nya, diletakkan tas itu ke meja. Tangan Yaya terangkat menggenggam tangan pucat milik lelaki yang ia sayangi.
"Hai Boboiboy! Gimana kabar mu hari ini?" Yaya tersenyum getir kala ia tak mendapatkan respon.
"Moga aja lebih membaik ya?" Lanjut nya bergumam. Satu butiran bening menetes dari matanya, namun segera dilap olehnya. Ini bukan saatnya untuk bersedih, Yaya tau Boboiboy tak sadar kan diri atau koma, tapi pemuda itu masih tetap bisa mendengarkan setiap ucapan orang yang berbicara di dekatnya.
Gadis itu lebih mempererat genggaman tangannya nya, menyatukan jari-jari nya dengan sang lelaki. Ia menarik nafasnya dalam, menahan agar tangisannya tak pecah untuk hari ini.
"Boy, besok kau berulang tahun, apakah kau tak mau membuka matamu dan merayakan ulang tahun mu ini?" Ujar Yaya, berharap jika Boboiboy mendengarkan nya maka pemuda itu akan bangun dari tidur panjang nya.
"Kau tak ingin berkumpul dengan keluarga mu lagi? Kau tak ingin bertemu dengan kawan-kawan mu? Kau tak merindukan kami?" Rasanya percuma Yaya bertanya, walaupun Boboiboy bisa mendengarkan nya tetapi pemuda itu tak sadar kan diri jadi ia tak bisa membalas setiap pertanyaan dari gadis itu.
Yaya menghela nafas panjang"Ayolah, buka mata mu! Sudah cukup kau tertidur!"
"Apa kau betah berlama-lama di Rumah sakit terus? Kau tak ingin menghirup udara segar? Kau tak letih terus berbaring seperti ini dengan alat medis menempel di tubuhmu?" Yaya masih saja bertanya, belum menyerah walaupun orang yang diajak berbicara diam membisu.
"Boy, buka matamu... Kami semua merindukanmu—terutama aku" Lirih Yaya diakhir kalimat nya.
Tangan kanan Yaya terangkat, menyisir rambut Boboiboy yang sedikit menutupi dahi. Ia tersenyum manis,"Kau tak ingin kembali berkumpul seperti dulu? Dimana kau terus saja mengusik diriku!"Manik berwarna Hazel itu menatap lekat mata Boboiboy yang tertutup.
Pandangan Yaya perlahan sayu"Boy aku—kami semua ingin kau segera sadar! Jadi kumohon sadar lah, sebelum ulang tahun mu"
Gadis berhijab pink itu menidurkan kepalanya di kasur sang pemuda, ia hanya menatap tangan nya yang menggenggam tangan Boboiboy, tersenyum tipis.
--··♠··--
Gopal menatap Yaya yang tengah berbicara dengan Boboiboy dari balik pintu-lebih tepatnya kaca pintu itu-bersama Fang dan Ying.
Pemuda berketurunan India itu menoleh ke arah kedua sahabatnya yang sudah resmi berpacaran"Aku ragu jika hubungan mereka berdua itu hanya sebatas sahabat,"Pendapatnya.
Fang mengangguk memberikan respon"Kau benar, mana mungkin jika hanya sahabat Yaya akan setiap hari mengunjungi Boboiboy, tak pernah sekalipun ia melewatkan mengunjungi pemuda itu."Tambahnya setuju dengan pendapat Gopal.
"Sepertinya pendapat kalian berdua salah" Celetuk Ying.
"Aku yakin jika hubungan mereka masih sebatas kawan. Lagi pula jika memang Yaya sudah berpacaran dengan Boboiboy pasti dia akan memberitahu ku!"Lanjut Gadis keturunan China itu.
"Tapi Ying, kau lihat lah! Yaya sangat peduli dengan Boboiboy, setiap hari ia pasti akan datang menjenguk nya" Elak Fang.
"Yang kau katakan memang benar, tapi bisa saja kan mereka berdua sama-sama suka namun tak ada nyali untuk mengutarakan nya"Ujar Ying menjelaskan.
"Terserah kau saja" Fang lebih memilih untuk mengalah, tak akan ada habisnya jika ia terus saja berdebat dengan sang kekasih.
"Jika besok Boboiboy tak sadar juga, maka sudah satu tahun dia koma" Lirih Gopal, menatap ke dalam kamar rawat Boboiboy. Dan menemukan Yaya yang menidurkan kepalanya di ranjang.
"Ah ya, kau benar. Pada hari ulang tahunnya ia mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju ke acaranya di hotel," Tambah Fang.
Ying hanya tersenyum getir, malang sekali nasib sahabatnya. Dihari ulang tahunnya ia malah mengalami kecelakaan, apalagi pada saat perjalanan menuju ke acara yang di buat spesial untuk nya.
Hari yang di tunggu, yang dipikir akan membawa kebahagiaan justru bisa berbalik menjadi hari yang tak diinginkan, dan membawa kesedihan.
"Sudahlah lupakan saja, yang terpenting kita tak berhenti mendoakan yang terbaik untuk Boboiboy. Ayo masuk, bukan menjenguk namanya jika tak melihat keadaan dia secara langsung" Ucap Ying, mengajak mereka masuk kedalam ruang VIP itu.
Kedua nya hanya membalas ucapan sang gadis dengan anggukan kepala.
°•°•··•°♥°•··•°•°
Yaya menoleh kesamping, memandang indahnya kota dari jendela mobil. Lalu lintas hari ini sedikit macet, jadi susah untuk nya agar segera sampai di Rumah Sakit.
Ia merutuki dirinya yang memiliki jabatan di sekolah sebagai anggota OSIS. Dan tadi secara tiba-tiba ada pengumuman jika akan ada rapat OSIS sehabis pulang sekolah, jadi dirinya terpaksa pulang lebih lama. Padahal niat awalnya datang mengunjungi Boboiboy lebih awal hari ini karena pemuda itu berulang tahun.
Gadis itu berdecak melihat padatnya lalu lintas sore hari ini. Keinginannya untuk bertemu Boboiboy secepat mungkin seakan sirna, seharusnya ia tadi tak perlu pulang terlebih dahulu. Mungkin sekarang ia sudah bertemu dengan sang lelaki.
"Pak, apa tak bisa lebih cepat lagi? Atau jika bisa gunakan saja jalan pintas," Ucap Yaya kepada sang supir.
"Sepertinya tak bisa Nona, karena kita berada ditengah-tengah" Yaya menghela nafas, sekarang bagaimana ia bisa secepat mungkin bertemu dengan Boboiboy?
Drrtt.... Drrtt... Drrtt..
Getaran dari handphone nya, membuat Yaya mengabaikan sejenak tentang kepadatan jalan raya hari ini. Ia merogoh tas selempang kecil miliknya, mencari keberadaan handphonenya.
Setelah ditemukan, nama Ying lah yang tertera. Tanpa berpikir panjang lagi Yaya menerima panggil tersebut, mungkin saja sahabatnya itu ingin memberi kabar mengenai Boboiboy, karena ia berada di Rumah sakit bersama yang lain.
"Halo Ying, ada apa kau menghubungi ku?"
"Y-Yaya..."
Terdengar suara Ying yang tergagap, ada apa dengan sahabatnya berbicara gagap seperti ini? Atau kah... Ada masalah?
"Kenapa? Apa ada kabar mengenai Boboiboy? Dia sudah sadar? Atau lebih membaik? Ck, tadi rapat OSIS nya sedikit lama selesai, jadi aku tak bisa secepatnya ke Rumah Sakit. Padahal ini hari Ulang tahun Boboiboy! Di tambah jalanan yang macet! Ahkk menjengkelkan!"Tanya Yaya, yang di akhiri dengan gerutunya.
"Ying? Kau kenapa? Ayolah bicara, aku rasa dari tadi aku saja yang berbicara dan kau tidak,"
"A-apa yang bisa aku katakan? B-Boboiboy...."
Deg
Perasaan Yaya tiba-tiba saja tak enak, walaupun Ying belum berucap sampai selesai. Apalagi nama Boboiboy dibawa, tak terjadi sesuatu kepada lelaki yang ia cintai itu kan?
"K-kenapa dengan Boboiboy? Apa dia sudah sadar?"
"M-maaf Aya, bukan nya aku ingin menghancurkan harapan mu atau bahkan melukai hatimu... T-tapi—Boboiboy dinyatakan telah tiada--"
Detik itu juga air mata Yaya telah sepenuhnya lolos dari pelupuk matanya, ia diam mematung.
"Yaya?!"
"Yaya??"
"Halo Yaya, kau dengar aku?!"
"Yaya kau mendengar ku kan??"
"Ya--"
Tut..
Yaya memutuskan sambung telefon itu, ia tak kuat mendengar kabar bahwa Boboiboy telah tiada—tepat pada saat hari ulang tahunnya.
Tanggal dimana pertama ia melihat dunia ini, hari ia dilahirkan, pada tanggal yang sama bulan yang sama namun dengan hari, waktu, keadaan, dan tahun berbeda ia pergi meninggalkan dunia ini....
Tangan Yaya melemas, perlahan ia memasukkan handphone nya ke tas selempang miliknya.
Boboiboy dinyatakan telah tiada...
Boboiboy dinyatakan telah tiada...
Boboiboy dinyatakan telah tiada...
Ungkapan itu terus saja terngiang-ngiang.
"Nona? Kau tak apa?" Yaya terperanjat, ia menoleh menatap supir taksi yang memandang khawatir terhadap nya.
Gadis itu tersenyum, kemudian menghapus kasar air matanya yang mengalir dengan sendiri."Aku tak apa, Pak. Sepertinya lebih baik jika aku pergi berjalan kaki saja dari pada berusaha menerobos kemacetan ini"Ucapnya, memberikan selembar uang kepada sang supir.
"Apa kau yakin Nona? Perjalanan menuju Rumah sakit itu masih jauh,"Yaya mengangguk yakin, lantas ia keluar dari mobil, menutup kembali pintu mobil itu lalu berjalan kepinggir—menuju trotoar.
'Aku harus segera sampai di rumah sakit!'Tekat Yaya.
Gadis berhijab pink itu sedikit berlari menuju Rumah Sakit, ia tak peduli jika waktu semakin sore yang artinya sebentar lagi akan malam. Dipikirannya saat ini hanya Boboiboy, dirinya harus bisa bertemu secepatnya dengan pemuda itu.
Apapun yang terjadi!
Mau berjalan ataupun mengendarai mobil jika waktu nya adalah pada saat para pekerja pulang maka akan padat keduanya.
"Maaf," Ucap Yaya saat tak sengaja ia menubruk seseorang, entah siapa. Gadis itu tidak mau melihat siapa yang ia tubruk. Yang terpenting dirinya bisa bertemu dengan Boboiboy.
"Hiks" Susah untuk menahan air mata agar tak jatuh membasahi pipi, terlebih lagi disaat hati sedang hancur.
Sesak, hati sakit seakan di cincang dengan pisau yang paling tajam. Ingin rasanya ia tak menerima kenyataan bahwa Boboiboy sudah tiada. Ingin rasanya ia berteriak dan berkata bahwa Boboiboy pasti selamat! Mereka hanya berbohong kepada nya! Iyakan? Mereka hanya berbohong?!
Bruk!
"Hiks.. Akh!" Yaya berusaha bangun, kenapa ia harus jatuh? Perjalanan ini masih jauh! Ia tak bisa berhenti disini.
"Akh.. Aw" Gadis itu meringis, sepertinya kakinya terkilir. Sekarang bagaimana dia bisa ke rumah sakit?!
Mata bengkak itu menatap matahari yang mulai sembunyi. Semoga ini hanya mimpi buruknya saja, ia benar-benar tak ingin Boboiboy pergi sebelum dirinya bisa mengungkapkan rasa suka—maksudnya cintanya kepada Boboiboy.
"Hiks..." Tak ia tak boleh berhenti disini! Sakit yang dirinya rasakan tak begitu parah jika dibandingkan dengan Boboiboy! Dia harus bisa bertemu dengan pemuda itu!
Yaya menghapus secara kasar air matanya, dia tak boleh lemah disaat ini! Tidak, itu bukan sifatnya! Ia adalah gadis yang kuat, tak mudah menyerah.
"Akhh..!" Yaya tersenyum kala dirinya berhasil berdiri, walaupun tak tegak.
Ia berusaha untuk kembali berlari, meskipun tak selaju tadi! Rasa sakit kakinya di abaikan. Yang terpenting ia bisa secepatnya bertemu dengan Boboiboy! Pemuda yang amat dicintainya.
Wajahnya yang kotor karena terjatuh tadi tak sempat dibersihkan, bahkan bajunya juga kotor terkena tanah.
**✿❀-❤-❀✿**
Bibir tipis itu tersenyum bangga saat melihat gedung dihadapannya, tak sia-sia usaha dirinya berlari menuju rumah sakit, meskipun harus merasakan sakit di kakinya.
Ia mengabaikan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh, bagaimana tidak pakainya yang kotor dan lusuh seakan dirinya adalah gembel. Tapi petugas ataupun satpam rumah sakit itu tak ada yang menghentikannya masuk, sudah kenal betul dengan gadis ini. Satu tahun ia tidak pernah absen dari berkunjung ke rumah sakit.
Setelah Yaya masuk segera saja ia mencari kamar yang di tempati oleh Boboiboy, sudah tau kemana dirinya harus pergi. Semoga saja lelaki itu masih berada dikamar nya belum di pindahkan ke kamar mayat.
'Anggrek–1'
Senyuman terbentuk dibibir, walaupun air mata tak berhenti mengalir. Semoga saja Boboiboy masih ada, dia ingin bertemu dengan pemuda itu untuk yang terakhir kalinya, sedikit kecewa karena dirinya tak bisa berada disebelah pemuda itu kala ia menghembuskan nafas terakhir nya.
Yaya menghela nafas, berusaha menenangkan diri dan hatinya. Perlahan tangannya terangkat memegang knop pintu, ia memulas knop itu. Dibukanya pintu kamar anggrek itu perlahan.
Kepalanya yang tertunduk perlahan terangkat. Tubuh yang semulanya lemas kini menjadi tegang, ia melihat Boboiboy yang tersenyum manis kearah dirinya, disebelah pemuda itu ada kawan-kawan nya dan orang tua Boboiboy.
Jadi maksudnya. . . . Ternyata benar jika ia di bohongin?!
"Hai Yaya, akhirnya kau datang juga, kami sudah lama menunggu mu!" Sambut Ying menghampiri sang sahabat yang masih diam membisu di depan pintu.
Yaya menoleh ke arah Ying"I-ini.... A-aku... "Entah apa yang ingin Yaya ungkapan, rasanya ia bahagia—sangat bahagia melihat Boboiboy akhirnya sadar juga setelah hampir atau sudah setahun koma, namun disisi lain ia juga marah karena di bohongi dengan kawan-kawan nya.
"Yaya?" Yaya menoleh ke asal suara, suara yang sangat ia rindukan"Kau tak merindukan ku?"Pertanyaan dari pemuda itu membuat Yaya berjalan perlahan menghampiri nya.
Seiring langkanya menuju Boboiboy air mata gadis itu mengalir, semakin deras—air mata kebahagiaan.
"Hiks.. " Gadis itu berhenti di samping brankar pemuda penyuka oren. Ia menundukkan kepalanya.
Sementara Boboiboy tersenyum,"Aku masih mengingat semua perkataan mu kemarin, kau membuat diriku jadi bersemangat untuk melawan semua ini dan membuka mata ku kembali. Kau juga bertanya kan apakah aku tak merindukan kalian? Jawaban ku... aku sangat merindukan kalian semua—terutama dirimu,"Lirih Boboiboy wajahnya masih pucat, tenaganya belum sepenuhnya memulih seperti dulu.
"Sekarang biarkan aku yang bertanya 'Apakah kau tak merindukan ku?' tapi sepertinya tidak, mana mungkin gadis seperti mu merindukan seorang pemuda yang suka mengusik seperti ku?" Air mata Yaya semakin mengalir deras, ia menggeleng perlahan dengan isak tangis, gadis itu sudah tak kuasa lagi. Ia memeluk pemuda dihadapan nya, melepaskan rasa rindunya selama ini.
"Hiks hiks.." Bohong jika ia tak rindu kepada pemuda ini. Nyatanya dirinya sangat merindukan sosok pemuda yang suka mengusiknya.
"Shhhh... Jangan nangis, aku sudah sadar sesuai dengan permintaan mu, jadi jangan nangis lagi... Aku baik-baik saja," Ujar Boboiboy berusaha menenangkan gadis di dalam dekapan nya.
"A-aku sangat takut saat men-dengar jika kau sudah tiada! Aku—hiks—aku tak ingin kehilangan mu.." Lirih Yaya di sela isak tangis nya.
Boboiboy mengelus punggung yang bergetar ini, mengecup singkat puncak kepala sang gadis yang tertutup oleh hijab. Berusaha memberikan ketenangan kepada nya.
"Kenapa kau mengkhawatirkan ku hm? Padahal aku selalu saja mengusik dirimu"
"Hiks... K-karena Aku Mencintaimu!" Entah sadar atau tidak Yaya mengucapkan itu.
Sementara Boboiboy tersenyum sangat manis, ini adalah hari ulang tahun terbaik nya—dan ini adalah hadiah terbaik dari Yaya, selama ini dirinya selalu saja khawatir jika cintanya bertepuk sebelah tangan. Karena ia selalu saja mengusik Yaya, jadi wajar kalau dirinya berpikir bahwa gadis berhijab itu membenci nya.
Tapi sekarang semua dugaan nya itu tak bener, ternyata Yaya juga mencintai nya. Semua kekhawatiran sebelum koma ini seakan sia-sia, bersyukur ia sadar dari koma hari ini, dan mendapatkan ungkapan dari Yaya.
"Aku juga mencintaimu.." Balas Boboiboy, pemuda itu bisa merasakan jika Yaya diam. Gadis itu sudah tak menangis lagi.
Perlahan Yaya melepaskan pelukan nya,"M-maksudmu?"Tanya-nya dengan semburat merah dipipi. Boboiboy tak membalas nya ia malah mengelus-elus puncak kepala Yaya.
"Terimakasih untuk kado ungkapan cinta mu,"
Blush
Kedua pipi Yaya memerah, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Berusaha menutupi rasa malunya.
Sementara semua yang berada disitu hanya tertawa melihat kelakuan gadis itu.
🌸⚡-----The End-----⚡🌸
Thanks For Reading🤗
Don't Forget to Vote and Comment-!
Sudahlah, aku tau jika aku tak pandai membuat cerita romantis dan membuat orang baper🚮
Okeylah.... Bye U-U
2600 word 🗿
Salam Kiya_Comel:v
Author Akiya out.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro