Happy Birthday
Suara musik kembali mengalun mengisi kesunyian sebuah kamar bernuansa pink itu. Sang pemilik kamar yang menggunakan hijab berwarna pink terlihat memutar kunci sebuah kotak musik. Patung sepasang kekasih yang sedang menari di atas kotak musik itu terlihat berputar. Dan di saat yang bersamaan untuk kesekian kalinya sang pemilik kamar kembali terisak sambil memeluk kotak musik itu erat.
.
.
.
.
Gempa X Yaya
Boboiboy milik
ANIMOSTA
Cerita ini adalah hasil kolaborasi dengan sepupu saya
lifatialif_07
[Happy Birthday]
.
.
.
.
☘️HAPPY READING☘️
"Wajahmu kenapa, Gempa? Bertengkar dengan Yaya?" Tanya Taufan kepada kembar ketiganya itu. Aneh saja padahal Gempa baru saja memenangkan sebuah perlombaan olimpiade IPA yang berlangsung di Kuala lumpur dan berniat memberitahukan hal itu pada Yaya.
Tapi tiba-tiba saja setelah sepasang kekasih itu saling terhubung melalui ponsel, wajah Gempa tiba-tiba murung. Apa jangan-jangan Yaya ngambek dengan Gempa karena pulang dari Kuala Lumpur 2 hari lebih lambat dari janjinya?
"Kak Upan.. Gempa pacar yang buruk" lirih Gempa dengan mata yang berkaca-kaca.
Taufan yang melihat hal itu langsung gelagapan. Beruntung dirinya karena Halilintar sedang tidak berada di rumah. karena jika Halilintar berada di rumah, Taufan bisa di fitnah sebagai pelaku yang telah membuat Gempa menangis dan berakhir dengan badannya yang remuk dibanting Halilintar.
"Memangnya ada masalah apa dengan Yaya?" Tanya Taufan setenang mungkin. Ia saat ini butuh penjelasan dari apa yang di katakan Gempa.
"Gempa lupa kalau semalam hari ulang tahun Yaya"
"Kok bisa?!" Teriak Taufan histeris. Dia mengenal Gempa sebagai sosok yang tidak pernah melupakan sesuatu apalagi hal sepenting seperti ulang tahun Yaya. Padahal mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun dan Gempa tidak pernah melupakan ulang tahun Yaya. Lalu bagaimana bisa seorang Gempa melupakannya?
"Sebenarnya Gempa gak lupa kak! Cuma Gempa semalam benar-benar sibuk jadinya tidak bisa mengucapkan selamat ulang tahun ke Yaya! Sekarang Yaya lagi ngambek! Kak Upan bisa tolong Gempa memujuk Yaya?" Apa yang di katakan Gempa membuat hati Taufan terenyah. Dia tau seberapa sibuknya Gempa semalam sampai-sampai adiknya itu tidak menyentuh makan siangnya.
"Udah chat dia?" Gempa hanya menghela nafas saat mendengar pertanyaan Taufan. Tangannya menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan jika nomor Gempa telah di blokir dengan Yaya.
"Yaudah besok kita ke rumah Yaya sekalian minta maaf! Kalau mau besok kita juga beli kadonya" saran Taufan dan di balas dengan anggukan pelan kepala Gempa.
*****
"Yaya"
"Hmm.."
"Kamu yakin itu gak berlebihan? Kamu tahu sendiri kan kemarin itu Gempa sibuk?" Gadis berhijab pink yang di ketahui bernama Yaya terlihat menatap datar kakak laki-laki nya, Ice.
Seharian ini kakak nya yang memiliki hobi tidur itu terus menerus mengatakan hal yang sama berulang kali tentang keputusan Yaya untuk mencuekkan Gempa.
"Udah kakak diam aja! Ini urusan Yaya sama Gempa" balas Yaya sambil sibuk kembali membaca novelnya yang sempat tertunda.
Ice menatap miris adiknya itu. Ini yang paling ia benci kalau Yaya sudah marah. Suka bertindak sesuka hatinya dan semua itu terkesan egois.
"Biarkan saja, Ice! Kalau Gempa udah gak ada baru tau rasa dia-- ADAWW!!" Blaze yang merupakan kembaran Ice terlihat memegang kepalanya yang sedikit benjol karena di lempari buku tebal oleh Ice.
Salahnya sendiri ngomong gak pakai rem.
"Ice! Sakit tau! Kenapa kau melempar ku dengan buku!" Omel Blaze sambil meringis pelan. Jujur saja adiknya yang suka tidur itu kalau melempar sesuatu memang gak pakai perasaan.
"Bicara itu di jaga kak Blaze! Kalau benaran terjadi kayak mana?!" Omel Ice dan di balas dengan delikan malas Blaze. Ada apa dengan adiknya yang tukang tidur hari ini?
Yaya hanya terlihat cuek dengan pertengkaran tidak berfaedah kedua kakaknya itu. Ntah kenapa apa yang dikatakan Blaze membuat dirinya langsung kepikiran. Gimana kalau misalnya betulan terjadi? Yaya cepat-cepat menepis pemikiran negatif itu.
Semakin Yaya berusaha menyingkirkan pemikiran itu, maka dirinya semakin gelisah memikirkan Gempa. Sepertinya solusi utama untuk menghilangkan kegelisahannya adalah bertemu Gempa secara langsung.
Yaya sudah memutuskan jika besok ia akan mendatangi rumah sang kekasih. Biarkan hari ini sebagai hari hukuman untuk Gempa karena melupan ulang tahunnya.
*****
Waktu benar-benar bergulir dengan cepat. Kini Yaya telah siap dengan penampilan terbaiknya untuk menemui sang kekasih yang ia rindukan semalaman. Karena jarak rumah Gempa dan Yaya yang lumayan jauh, dirinya terpaksa meminta sukarelawan dari kakak pertamanya Blaze. Kenapa tidak Ice? Tanpa di beritahu pun kalian sudah mengetahui alasan si kebo itu kan?
"Kak Blaze cepatan! Yaya mau ketemu Gempa!" Blaze melirik adiknya itu dengan kesal. Udah minta di antar banyak tingkah lagi. Untung dia adiknya jika tidak mungkin Blaze sudah meninggalkan Yaya sendirian di pinggir jalan.
"Apa kau tidak lihat dengan matamu! Itu jalanan macet Lo!" Omel Blaze dan di balas dengan dengusan sebal Yaya.
"Yaudah kak Blaze nyelip aja! Kan kakak pakai motor!" Sumpah.. sekarang ini Blaze benar-benar ingin melempar adik bodohnya itu sekarang juga. Bukankah sudah jelas itu jalanan macet padat? tapi di suruh nyelip? Nyelip celah mana? Bawah mobil? Jujur saja kedua adiknya itu selalu saja menguji kesabarannya yang memang dasarnya tipis.
"Pergi sana! Liat apa sumber macetnya! Kan ibu-ibu raja jalanan" perintah Blaze dan di balas dengan delikan tajam Yaya.
"Heh! Siapa yang kakak bilang ibu-ibu?!"
"Kamulah"
BLETAK...
Blaze hanya menatap miris adiknya yang sudah berjalan ke arah depan meninggalkannya sendirian. Benjol habis di lempar buku oleh Ice semalam aja belum sembuh dan sekarang di tambah lagi dengan jitakan kepala dari adik Hulk nya itu. Mungkin memang nasib Blaze memiliki adik-adik yang sadisnya ke bangetan.
Yaya menaikkan alisnya bingung. Dari kejauhan terlihat sebuah kerumunan yang sedang melihat sesuatu. Karena di tarik oleh rasa penasaran, Yaya memutuskan untuk ikut serta dalam kerumunan itu.
Sayup-sayup dapat ia dengar suara tangisan dari seseorang yang sangat ia kenal. Kakinya mulai berpacu menembus kerumunan secara paksa untuk memastikan apa yang ia dengar salah.
Pupil matanya mengecil ketika melihat pemandangan di depan matanya. Terlihatlah Taufan, kakak kedua dari Gempa sedang memeluk erat tubuh yang bersimpah darah dengan erat.
Wajahnya terlihat sangat takut. Takut jika sosok yang ada di pelukannya menghilang. Dari pemandangan di depan, dapat Yaya simpulkan kalau tadi terjadi kecelakaan tabrak lari.
Tapi bukan itu yang menarik perhatian gadis berhijab pink itu. Melainkan sosok yang berada di pelukan Taufan. Air matanya serta merta mengalir ketika melihat sang korban. Dia benar-benar tidak menginginkan ini terjadi.
"Ge-Gempa.....?" Taufan tersentak saat dirinya mendengar suara yang familiar itu. Manik birunya terlihat menyiratkan penyesalan saat melihat sosok Yaya yang sedang menangis.
"Ya-Yaya...ma-maaf..karena aku Ge-Gempa...Hiks" tangis Taufan kembali pecah. Ia benar-benar tidak sanggup untuk melanjutkan kata-kata nya. Yaya menggelengkan kepalanya cepat. Ia tidak ingin mempercayai apapun yang di katakan Taufan.
"APA YANG KALIAN LIHAT?! CEPAT TELEPON AMBULAN! APA KALIAN TIDAK LIHAT DIA SEKARAT?!" Yaya terlihat marah dan menghardik orang-orang yang sedari tadi hanya menonton.
Salah satu dari mereka terlihat mulai menghubungi ambulan. Yaya melangkahkan kakinya mendekat ke arah Taufan. Kini dirinya yang mulai merengkuh tubuh bersimpah darah itu.
Apapun yang terjadi, Yaya hanya menginginkan Gempa selamat.
"Ya----ya..?" Yaya tersentak ketika mendengar suara sang kekasih. Manik hazelnya terlihat kembali mengeluarkan air mata. Tapi kali ini air mata itu di sapu lembut oleh tangan Gempa yang berlumuran darah.
"Ya..ma--maaf ya...ka-rna..lu--pa sama ulang ta---hun...ka--mu" Yaya menggelengkan kepalanya pelan sambil menggenggam tangan Gempa lembut.
"Aku sudah memaafkanmu! Yang terpenting sekarang kau harus bertahan! Ambulan sebentar lagi akan tiba" Gempa terlihat menggeleng pelan sambil tersenyum kecil ketika mendengar apa yang di katakan Yaya.
Tangannya terlihat menyodorkan sebuah kotak musik yang masih baru namun terlihat berlumuran darah. Pecahlah sudah tangisan Yaya. Sebuah kotak musik yang dia inginkan dari dulu adalah hadiah ulang tahun yang diberikan oleh Gempa untuk seorang Yaya.
"Ya...Happy Birthday..ma-maaf telat ngucapinnya"
"Gem, aku bilang berhenti bicara"
"A--ku..cuma...ma-mau..bi-bilang..i--itu mung--kin..hadiah..terakhirku..un--tukmu"
"Aku mohon Gem! Berhenti bicara!"
"Se-selamat...tinggal..Yaya"
Detik itu juga Gempa mulai menutup matanya. Yaya benar-benar tidak ingin mempercayai fakta bahwa Gempa telah pergi. Gempa masih hidup! Harus hidup!
"Gem.." seketika itu juga harapan Yaya pupus ketika dirinya tidak merasakan denyut nadi Gempa. Yaya menangis sambil memeluk erat Gempa.
Blaze yang baru saja tiba di tempat kejadian terdiam. Kata-kata yang ia lontarkan ke Yaya semalam benar-benar terjadi. Jika saja Blaze tau kata-kata nya akan benar-benar membuat Gempa pergi ia pasti tidak akan mengucapkan hal itu. Blaze menutup wajahnya dengan topi merah miliknya. Dirinya mulai terisak memandangi pemandangan yang ada di depannya.
Penyesalan memang selalu datang di akhir bukan?.....
END
Sedih gak?
Kalau gak sedih ya udah^^
Ini cerita kedua Krista di wattpad UwU
Ada yang mau request book selanjutnya? Silakan saja karena Krista bingung mau nulis apa di book selanjutnya^^
🌸SAYONARA🌸
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro