Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SPECIAL PART : KESAN PERTAMA WILLY SAAT BERTEMU HEKSA DAN ANDRE

(Ini bukan Special Part yang ada di novel, karena yang ada di novel, special partnya jauh-jauh lebih special dari ini). Bukan juga Sequel Happy Birth-die. Ini hanya secuil kisah dari banyak kenangan yang diukir oleh tiga sahabat baik, Andre, Willy serta Heksa.

                               ***

Tak peduli seberapa jauh sahabatmu sekarang, selama masih ada kenangan yang tertinggal, sosoknya akan selalu bersamamu dalam ingatan.

( This quote tribute for Andre in real life. To Hanbin, you're always gonna be a part of them.

Ikonic mana suaranya? )

Get Ready? Showtime! Enjoy the story :)

                                ***

Tahun ajaran baru SMA Rising Dream.

Lapangan utama SMA Rising Dream dipenuhi murid-murid berseragam putih biru. Tenang dulu, mereka bukannya tengah berdemo seperti yang sedang ramai-ramainya di televisi.

Keramaian itu akan terus berlanjut selama tiga hari. Tepatnya mulai hari ini sampai lusa, calon murid baru SMA Rising Dream harus mengikuti proses Masa Orientasi Siswa, atau yang biasa disebut MOS.

"Cepat, cepat, cepat! Liat tuh, temen-temen kamu sudah baris di lapangan!" Salah satu senior meneriaki gadis berkacamata yang baru saja melewati gerbang.

Khusus hari pertama MOS, calon murid baru diwajibkan membawa dua buah kemoceng yang dijepit di ikat pinggangnya.

Dari rumah sampai sekolah, kemocengnya tidak boleh dilepas. Kalau sampai ada yang tertangkap basah melanggar, hukumannya pasti lebih memalukan berkali lipat.

"Bagi kalian yang tidak memakai atribut sekolah lengkap, harap segera ke depan dan berbaris di samping Kak Yuri!" teriak Mia, yang dipercaya menjadi ketua seksi acara.

"Dan seperti kemarin yang sudah kami sampaikan, hari ini kalian wajib membawa dua buah kemoceng, tiga permen kiz yang tulisannya beda-beda." Evan menimpali lalu mengamati pasukan putih biru di depannya.

"Sekarang taruh semua barangnya di depan kalian, karena satu per satu akan kami akan mulai mengecek," tukas Damar tegas.

Sebagai sosok yang dipercaya menjadi ketua panitia MOS, ia terlihat paling bijaksana. Tidak berkuasa, tidak juga sombong, apalagi semena-mena dengan para peserta MOS.

"Permen kiz-nya kenapa cuma bawa dua? Tulisannya juga nggak ada yang sama kayak yang kita minta," ucap Mia begitu selesei meneliti barang milik salah satu murid. "Sana baris di depan."

Baru jam delapan pagi, tapi sinar matahari benar-benar begitu terik. Teriakan para senior yang saling bersahutan, juga membuat atsmosfer di sana semakin memanas.

Sampai di detik yang tidak terduga, sebuah pemandangan mengejutkan membuat suasana mendadak senyap. Berpasang-pasang mata terpusat ke satu titik.

"Gilaaa, siapa tu berani banget?" Evan membelalak. Tangannya menyikut lengan sosok di sebelahnya yang juga sama-sama terlihat syok.

Sebuah mobil mewah yang dimodif sedemikian rupa baru saja memasuki gerbang. Pemandangan itu akan menjadi hal biasa, sebelum si pengemudi ternyata memarkir mobilnya di pinggir lapangan. Bukan di area parkir yang sebenarnya.

Yang semakin membuat orang-orang melongo tak percaya, muncul sosok murid berseragam putih biru dari dalam mobil. Walau tidak mengemudi sendiri, nyatanya kedatangan cowok tampan itu berhasil membuat murid-murid cewek terperangah.

"Atasin Yud," tukas Damar sembari mengedikkan dagunya. Ingin diatasi sendiri, tapi ada hal lain yang harus ia kerjakan di ruang OSIS.

Usai mendapat mandat dari atasannya, tiga panitia MOS segera berlari kecil menghampiri murid baru yang berulah itu.

"Nama lo?" Suara Yudha terdengar sengak. Ia sudah terlanjur emosi melihat cowok yang petentang-petenteng di depannya itu.

"Kenalin, nama gue HEK-SAMINA MINA E..E.. WAKA WAKA E..E.. " Heksa terbahak sendiri lalu kembali menarik tangannya yang sudah terulur.

Evan dan Yuri menggembungkan pipi, menahan tawa. Sebelum keduanya langsung memalingkan wajah begitu mendapati Yudha yang mendelik kesal.

"Kemarin kan udah diumumin kalo kalian wajib jalan kaki..."

"Iya, gue tahu," potong Heksa cepat, sebelum Yudha selesei bicara. "Tapi rumah gue jauh. Terus kalo gue naik angkot, nanti gue dikira anak bebek yang lepas dari rombongannya."

Heksa mengangkat dua kemocengnya. "Gara-gara bawa ini, loh." Sedetik kemudian, ia bingung sendiri. "Eh, tapi kemoceng itu dari bulu bebek apa ayam, ya?"

"Dua-duanya bisa, sih." Tanpa sadar Evan menyahut. "Bisa kan, Yur?"

Yuri menggeleng ragu. "Kayaknya gue belum pernah lihat deh, Van."

Melihat dua kawannya yang gagal fokus, Yudha menggeram. "Kalian pada ngomongin apa, woy!"

Yuri berdeham sekali, kembali fokus. "Permen kiz-nya mana?" tanyanya ketus. Tetap pura-pura galak meski nyatanya sulit sekali bersikap tegas di depan Heksa.

Walau terkesan malas-malasan, Heksa tetap menarik ranselnya lalu merogoh-rogoh sesuatu dari dalam sana.

"Nih," tukas Heksa sembari meletakkan tiga buah permen ke tangan Yudha.

Nyatanya di balik permen-permen itu, ada kertas yang sengaja ditempel untuk menutupi tulisan aslinya.

"Udah tempelan, tulisannya juga nggak bener." Evan membolak-balik tiga buah permen di tangan Yudha.

"Kemarin kan kita minta tulisannya itu, 'hai' , 'apa kabar', sama 'kenalan yuk'. Lah ini yang lo tulis apaan?" Evan mengernyit bingung. "I Need You, I Love You.."

Heksa menanggapi dengan santai. Lagi-lagi memotong ucapan kakak kelasnya. "Biar sama kayak lagunya Smash, Kak. You know me so well....Girl I Need You, Girl I Love You, Girl I Heard You."

Sambil bernyanyi, Heksa membentuk simbol hati dengan kedua tangannya. Menyerupai dance asli dari lagu yang sempat booming beberapa tahun silam.

Yuri melongo lalu mengangkat kedua tangannya. Ia berdiri di antara Yudha dan Evan sembari berkata lirih.

"Sumpah, Gaiz. Gue give up ngadepin junior sableng tapi ganteng maksimal model ginian. Mau marah bawannya nggak tega."

Yudha berdecak lantas kembali fokus menghakimi Heksa. "Heh, lo nggak usah banyak alasan, ya. Bilang aja lo males nyari, kan?"

"Ajegileee sembarangan lo ngomongnya, Kak. Asal kalian tahu, ya.." tanpa rasa takut, Heksa mengacungkan telunjuknya ke wajah ketiga seniornya secara bergantian, "gue udah ngeborong lima puluh bungkus permen dari beberapa toko."

"Nah, abis itu gue minta asisten-asisten rumah tangga gue buat cek isinya satu per satu." Heksa melipat kedua tangannya di depan dada, angkuh. "Tetep aja nggak nemu, tuh."

Belum sempat para seniornya menjawab, Heksa membungkam ketiganya lagi. "Jangan-jangan kalian ngibulin kita, ya? Coba deh gue mau lihat. Ada murid yang beneran nemu tulisan kayak gitu, nggak?"

Urat-urat leher Yudha mengencang. Tangannya terkepal di samping badan. Kalau saja tidak ada larangan adu fisik selama MOS berlangsung, mungkin ia sudah mengajak Heksa berduel. Belum tahu jika anak baru yang ada di hadapannya itu juga jago beladiri.

"Udah-udah, nggak usah ribut di sini." Yuri mencoba menengahi. Peka begitu mendapati wajah Yudha yang memerah. "Lo buruan ikut baris sana. Gabung sama murid-murid lainnya."

Sambil memasukkan tangannya ke dalam saku, Heksa melenggang santai. Celingak-celinguk mencari seseorang sebelum tatapannya tertancap ke arah lain.

"Heh, Kak. Itu ada yang telat juga. Nggak lo hukum?" tanya Heksa, membuat ketiga seniornya berhenti lantas menoleh bersamaan ke arah gerbang.

Yudha memicing. Menatap sosok murid laki-laki yang baru saja melangkah melewati gerbang.

Sosok cowok beralis tebal dengan rambut klimis itu, tampak kebingungan sekaligus gelisah. Tak sesuai dengan perawakannya yang tinggi tegap, di mata Heksa, sosok itu terlihat  seperti loser.

"Nikita Willy?" Heksa mengeja nama yang tertera di papan kardus yang terkalung di leher itu.

"Willy doang itu, nggak ada Nikitanya," sembur Yudha kesal. "Lo bisa baca nggak, sih?"

Evan memberi kode pada cowok culun itu agar mendekat.
"Lo telat kenapa?" tanya Evan dengan wajah beringas. Merasa jika Willy akan menjadi sasaran empuk panitia MOS.

"Kalo ditanya itu jawab, bukannya diem kayak patung!"

Willy mundur beberapa langkah, kaget. "Saya udah berangkat pagi-pagi banget tadi kak, abis subuh. Tapi karena rumah saya jauh dan panitia MOS mewajibkan peserta berangkat sekolah jalan kaki...."

"WTF! Lo beneran jalan kaki dari rumah?" Heksa berusaha melebarkan matanya, meski tak bisa. "Buset, daaaah geblek banget."

Kepala Yuri bergedek takjub. "Maksud kita gini loh. Jarak tiga ratus meter dari gerbang, lo harusnya yang jalan kaki sendiri. Bukannya bener-bener start dari rumah, lo langsung jalan kaki."

Evan berdecak sambil menggeleng heran. Heksa tepok jidat, bingung bukan baik dengan jalan pikiran Willy.

Daripada pusing mendengar ocehan seniornya, Heksa melenggang sendiri menuju barisan murid baru yang ada di tengah lapangan.

Heksa terdiam sejenak, mengamati wajah-wajah asing di depannya, sebelum akhirnya ia tersenyum ketika menemukan sosok yang dicari.

"Ndre!" Heksa berseru penuh semangat. Ia berlari kecil sembari meneriaki sahabatnya itu.

Seketika, perhatian para murid baru terpusat pada dua makhluk tampan yang juga ada di dalam barisan.

"Ji, gans banget ya," bisik Najla ke Jia. Dua sahabat baik itu sama-sama punya keinginan menjadi center tim cheers SMA Rising Dream.

"Kalo gue lebih suka yang mukanya kalem itu, Naj." Jia mengedikkan dagu ke arah Andre.

Najla mengangguk setuju. "Kalo yang disebelahnya, mukanya auto tampol. Eh, tapi bikin penasaran tauk. Lo nggak liat tadi seberani apa dia ke Panitia MOS?"

Merasa banyak mata yang mengawasinya, Heksa berhenti berbincang dengan Andre. Diamati satu per satu murid yang berbisik-bisik sembari meliriknya.

"Apa liat-liat?" tanya Heksa ketus. "Baru pertama ketemu cowok yang gantengnya maksimal kayak kita?"

Andre mengulas senyum. Sebuah senyuman yang kalau dilihat cewek-cewek bikin hati adem kayak ubin masjid.

"Sa, udah cuekin aja. Lo jadi mirip sama panitia MOS kalo ngamuk-ngamuk gitu," tukas Andre. Suaranya dilirihkan. "Mendingan lo mintain nomer cewek yang itu tuh... Gemesin parah, dah."

Semena-mena Heksa menonyor jidat Andre. "Makin gede makin jelalatan lo."

Andre dan Heksa masih cekikikan berjamaah, sebelum Yudha datang tiba-tiba. Cowok yang paling senang menindas para murid baru itu, menatap Heksa dengan wajah garang.

"Lo tadi telat, kan? Baris di depan," tegas Yudha. Tatapannya tak lepas dari bola mata Heksa yang menajam.

Kaki Heksa sudah terangkat, ingin maju menantang Yudha. Namun sebelum Heksa benar-benar melangkah, Andre cepat-cepat menarik bahu sahabatnya itu.

"Sa, nggak usah diladeni. Baris di depan doang apa susahnya, sih? Nanti kalo dia macem-macem, baru lo hajar." Andre mencoba membujuk Heksa, walau ujung-ujungnya juga kompor.

Yudha mengangkat tiga jari tangannya. "Dalam hitungan ketiga kalo lo masih tetep di sini..."

"Lo berani apa?" sambar Heksa cepat, memotong ucapan Yudha tanpa rasa takut sedikit pun.

***

HUAAAAAAA ...
RASANYA KOK GUE TERHARU BANGET YA NULIS PART BARU INI?
Kangen beneran sumpah...

Udah pada punya novelnya? Puas? Atau jadi nagih minta sequel? Wkwkw. Absen dulu sini yang udah bisa peluk HBD versi cetak.

Aku bakal balik dan lanjutin part ini kalo voment udah sampe 3000.wkwkw
ILY 3000 VOMENT
Jangan lupa baca ceritaku VaniLate di wattpad Rismami_Sunflorist yaaaa
Mau  ke Instagramku juga bolehhh

Salam sayang,
Rismami_sunflorist

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro