Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PERJUANGAN

Selama beberapa bulan ini aku mencoba menjadi normal. Sulit, memang. Kenyataannya menghindar, menjauh dan menjaga jarak dengan mereka yang sedang bersinggungan dengan kematian, tidaklah mudah.

Kalau diijinkan mengeluh pada Tuhan, sebenarnya aku lelah. Berpura-pura masa bodoh pun tidak ada artinya lagi. Percuma. Makin lama aku membatasi diri dengan mereka, aku malah semakin tersiksa.

***

Pijar terjebak di lorong putih tak berpenghuni. Kanan kirinya dinding kosong yang membisu. Sekencang apa pun berteriak, yang terdengar hanya lolongannya yang kembali memantul.

Ia mencoba melangkah keluar, tapi kakinya kaku. Seolah ada magnet yang ia pijak hingga membuat gadis itu tak bisa bergerak.

Pijar ketakutan. Cemas bukan main membayangkan jika jiwanya terperangkap di dimensi lain. Selamanya terjebak di sana. Atau memang takdir berkata, sisa-sisa hidupnya harus dihabiskan di sini?

Tidak, Pijar tidak mau.

Aku ingin kembali.

Secepatnya.

"Kalau lagi pingsan gini, mukanya lebih manusiawi ya, Gaiz."

Suara tidak asing menerobos masuk ke alam bawah sadar Pijar.

"Lo pingsan apa mati, sih?"

Kali ini dinadakan lebih nyaring.

Tubuh Pijar tiba-tiba menggelinjang di ranjang UKS, seperti baru saja terkena setruman. Bola matanya terbuka otomatis. Ia mengerjap-ngerjap sesaat sebelum bangkit dan duduk dengan napas ngos-ngosan di tepi ranjang UKS.

Heksa yang awalnya sengak, langsung menciut dan mundur menjaga jarak.

Beraninya cuma pas Pijar pingsan, doang?

"Hei, lo mau gue panggilin penjaga UKS?" Andre celingak-celinguk karena sejak tadi Bu Karin tidak ada di tempat.

"Ada yang sakit? Kepala? Kaki?" tanya Andre sambil curi-curi kesempatan. "Atau hati lo? Kalau soal hati, nggak perlu panggil Bu Karin. Cukup tatap gue -"

Sebelum si Raja Gombal melancarkan aksinya, Willy cepat-cepat membekap mulut sahabatnya yang terkenal playboy itu. "Anjayy, lo kalau modus lihat-lihat sasarannya, dong. Masa hantu juga lo gimbalin?" bisiknya pada Andre.

Pijar hanya diam saja melihat tingkah laku manusia-manusia heboh di depannya. Arah matanya digerakkan ke sudut lain. Menerawang kosong ke jendela besar di ruang UKS yang tidak tertutup rapat oleh tirai.

Sudut bibirnya sedikit tertarik. Mendapati adanya kehidupan di luar sana, membuat Pijar akhirnya dapat bernapas lega.

Sinar matahari, pohon-pohon di lapangan sekolah, dan sekumpulan murid yang sedang pemanasan sebelum pelajaran olahraga dimulai.

Sungguh pemandangan yang menyejukkan mata Pijar. Hal sederhana yang terkadang tidak disadari manusia-manusia normal hingga lupa bagaimana caranya bersyukur pada Tuhan.

Jadi gue udah benar-benar kembali?

"Yaelah, malah bengong." Heksa mendecak malas. "Nyusahin aja, lo. Gara-gara lo pingsan, kita yang disuruh tanggung jawab sama Bu Seli. Dan akhirnya kita jadi terpaksa nggak ikut pelajaran Bahasa Indonesia."

"Aissh, gaya amat lo. Bilang aja ke Pijar, sering-sering pingsan di depan kita pas mau Pelajaran Bahasa Indonesia biar kita punya alesan bolos," dengusnya sambil menoyor Heksa yang langsung nyengir.

Pijar meneliti satu per satu cowok most wanted sekolah yang berkerumun mengelilinginya. Willy si penggebuk drum, Andre yang pegang bass, dan Heksa pemain gitar yang merangkap menjadi vokalis.

Kalian pernah punya teman yang kalau ngomong suaranya cempreng, tapi waktu nyanyi merdunya bikin meleleh?

Nah, Heksa ini orangnya.

Pijar sendiri heran, baru hari ini ia mendengar langsung suara asli Heksa yang nyatanya saat berteriak cemprengnya ngalahin kaleng rombeng.

"Hp lo getar, noh." Willy menunjuk ke arah saku celana Andre. "Dari Chelsea, Viona, apa Dinda, Ndre?"

Andre mendelik. Memberi kode pada Willy agar tidak membuka aibnya di depan Pijar.

"Sorry, gue angkat telepon dulu, ya," kata Andre ke Pijar yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala.

Sepeninggal Andre, giliran Willy yang belingsatan. Kakinya bergoyang-goyang. Sesekali disilangkan, goyang lagi dan akhirnya ia menyerah. Baru saja ia ingin beranjak dari ruang UKS, Heksa mencekal lengannya.

"Lo mau kabur juga?" tanya Heksa dengan nada mengancam.

"Gue mau kencing, Njiir." Willy sudah sampai ambang pintu sebelum menyadari ternyata Heksa mengekorinya. "Kenapa? Mau ikut?"

Heksa mendengus. "Najisss! Amit-amit tujuh turunan, woy."

Samar-samar suara tawa Willy masih terdengar. Willy memang benar-benar menuju toilet. Tapi sesekali ia masih sempat menjulurkan lidah pada Heksa dari kejauhan.

Dalam sekejap, atsmosfer di ruang UKS berubah mencekam. Senyap.

Pijar dan Heksa sama-sama mengunci mulut.

Glek!

Heksa meneguk ludah. Ia masih berdiri di ambang pintu. Bergantian menatap Andre yang masih sibuk menelepon lalu beralih mengamati Pijar yang belum berubah posisi. Seram....

Ditambah lagi aroma anyir dari obat-obatan yang ada di ruang UKS, membuat perut Heksa mendadak mual.

Yang lebih horot, eskpresi Pijar ketika melamun seperti sekarang. Heksa masih fokus mengawasi gerak-gerik Pijar, sebelum tiba-tiba cewek mistis itu menoleh ke ambang pintu.

Anjir! Mampus deh, gue! Sialan, Andre lama banget, sih!

"Lo ngapain berdiri di sana?" tanya Pijar dengan suara serak. Lalu ditepuk-tepuk tepi ranjangnya. "Sini aja, duduk di samping gue. Masih muat kok."

Sebelum menanggapi Pijar, lebih dulu Heksa menarik napas panjang. "Gue lagi nungguin Andre."

Di benaknya, Heksa jadi membayangkan macam-macam.

Jangan-jangan nanti kalau gue kesitu, Pijar jadi punya taring dan mau sedot darah gue? Hiiii! Terus nanti, wajah gue yang tampan ini berubah jadi kayak satu spesies sama dia. Tidaaaaaak.

"Sa?" Pijar memanggil lagi.

Kali ini ditambah dengan lambaian tangan versi slow motion, yang membuat Heksa rasanya ingin cepat-cepat kabur dari sana. Bulir-bulir keringat dingin membasahi telapak tangannya yang gemetar.

Pernah merasakan takut yang berlebihan hingga rasa-rasanya ingin muntah? Jujur saja, sekarang Heksa ada di situasi itu.

Pijar yang tidak peka, malah berpikir ada baiknya mengajak Heksa ngobrol. "Oh, iya. Gue mau tanya sesuatu."

"Apaan?" Heksa merespon judes. Walau sebenernya sedari tadi tangannya menggenggam erat kusen pintu karena ketakutan.

"Kalau lo tahu seseorang umurnya nggak bakal lama lagi, apa lo bakal kabulin apa pun yang dia minta?" tanya Pijar dengan tatapan lurus mengarah ke bola mata Heksa.

Mendengar pertanyaan konyol Pijar, rasa takut Heksa perlahan surut. "Heh, lo itu cuma pingsan sebentar dan paling karena kecapean doang. Nggak usah lebay gitu, napa?"

Pijar melengos. Mendesah lemah dan membatin gemas di dalam hati.

Bukan gue, bego. Tapi gue lagi bahas umur Bu Ghina yang udah tinggal menghitung hari.

Heksa ngoceh lagi, sok-sokan jadi motivator. Kalau lagi serius gini, doi jadi lupa phobianya. "Lo harus optimis dan percaya diri kayak gue. Tapi gimana ya, kan kalau gue emang udah terlahir sempurna soalnya."

Pijar diam-diam menggerutu. Menyesal karena sempat mengira Heksa bisa diajak jadi teman curhat. Daripada harus berlama-lama dengan Heksa, mending balik kelas aja.

"Loh, lo udah baikan?" Tepat ketika Pijar turun dari ranjang UKS, Andre masuk dan melihatnya berjalan terpincang. "Kaki lo masih sakit? Kita anterin ke kelas, ya?"

Kebetulan di saat yang bersamaan, Willy juga datang. "Apa mau digendong? Tinggal pilih dan lihat, mana yang lebih kekar. Tapi mending sama Andre aja, ding."

Karena diam-diam Willy juga sebenernya takut, Andre yang akhirnya dijadiin tumbal.

"Yaelah ngapain pake acara dianter segala? Dia bisa jalan sendiri, tuh." Heksa menanggapi kedua sahabatnya dengan ketus.

"Iya, gue bisa jalan sendiri," kata Pijar singkat.

Di saat cewek-cewek lain berebutan mencari perhatian tiga cowok most wanted itu, Pijar malah bertingkah sebaliknya. Udah terbiasa mandiri dan malas punya hutang budi dengan orang lain.

"Makasih semuanya," ucap Pijar lalu berjalan terseok menuju kelasnya.

Andre dan Willy menatap kepergian Pijar dengan mata iba. Ada secuil perasaan bersalah yang bersarang di hati kecil mereka.

"Tu cewek kasihan juga, ya," celetuk Willy tiba-tiba. "Sama sekali nggak punya temen, padahal udah enam bulan sekolah di sini."

Lain dengan kedua sahabatnya yang mulai menaruh empati pada Pijar, Heksa malah mendecak malas. "Salah sendiri punya muka pucet gitu kayak mayat hidup."

"Yaudah bro, kita balik kelas aja." ajak Andre kemudian merangkul kedua sahabatnya menuju kelas.

Baru beberapa langkah berjalan, Heksa mendadak berhenti. "Eh, gue ke toilet dulu, ya. Ntar gue nyusul."

Tanpa menunggu jawaban kedua sahabatnya, Heksa melesat cepat lalu berbelok menuju toilet. Namun yang terjadi sebenarnya ia tidak sungguh-sungguh pergi ke sana. Sepasang matanya kini sibuk mengawasi keberadaan Willy dan Andre dari balik tembok.

Sip, aman.

Willy dan Andre sudah menjauh. Heksa juga tak lupa memastikan jika kedua sahabatnya sudah masuk kelas.

Dan anehnya, sekarang Heksa malah putar balik. Sepasang kakinya menganyun ringan menuju arah lain. Ia sendiri tidak habis pikir dengan akal sehatnya yang mulai terganggu. Hatinya memberi perintah untuk memastikan Pijar sampai di kelas dengan selamat.

Tentu saja dengan catatan, tanpa diketahui Willy dan Andre.

Oke, ini gue lakuin karena ngerasa bersalah sama Pijar.

Haish, lelet banget sih jalannya. Biar cepet terbang kek atau melayang. Tapi dia kan zombie, bukan kuntilanak, ya?

Sesampainya di koridor kelas IPS, tampak beberapa murid duduk santai sambil ngobrol diluar kelas. Mungkin sedang pelajaran kosong atau guru mapelnya mengakhiri materi lebih cepat. Heksa yang jarang-jarang melintas di sana, seketika membuat para kaum hawa saling berbisik.

Ada yang tersenyum genit. Ada yang dadah-dadah, ada juga yang nekad kasih kiss bye.

Tanpa mengeluarkan suara, Heksa mendelik galak. Mengancam satu per satu dari mereka agar tidak berisik.

Merasakan atmosfer di sekitarnya mendadak berubah, Pijar mengangkat wajah. Bola matanya berbinar, merasa asing dengan pemandangan di sekitarnya.

Ini gue nggak salah lihat? Mereka nyambut kedatangan gue?

Meski tidak ditunjukkan terang-terangan, Pijar jadi senyum-senyum sendiri. Di dalam hati ia kegeeran bukan main.

Sedangkan Heksa kembali ke kelasnya dengan wajah linglung. Merasa bodoh dengan apa yang baru saja ia lakukan. Cowok tampan itu melangkah santai dengan satu tangan di masukkan ke dalam saku celana. Mengabaikan sapaan heboh cewek-cewek di kanan kirinya yang terus memanggilnya.

Ganteng-ganteng songong parah....

***

Setelah dua bab awal kalian dibikin dag dig dug, di siang yang panas ini gue mau kasih liat yang adem-adem.

*ini ekspresi Heksa waktu ditonyor Willy


Next part? Tahu hari apa? MALAM JUMAT DONG...

*Dan pasti setiap malam jumat, kalian bakal ketemu sosok Pijar yang makin mistis. Buat pembukaan, author share dulu fotonya.

*udah bisa nebak siapa castnya? yang bener, besok malam Jumat diajak Pijar ronda di kompleks sebelah

Instagram author: rismami_sunflorist

wattpad : rismami_sunflorist

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro