Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KESEMPATAN

Pagi ini Pijar membuka-buka memonya dan menyadari satu hal. Yang diingat Pijar, saat kematian Mia suasananya belum ramai. Dekorasi juga masih dipersiapkan oleh panitia. Dan yang paling membuat Pijar yakin jika kejadian itu bukan di hari lomba baca puisi diadakan adalah, pakaian yang dikenakan Mia.

Kaos rumahan berwarna putih, nggak mungkin dipakai buat pentas, kan? Jadi itu berarti...waktu gladi bersih?

Tatapan Pijar beralih ke jam tangannya. Menghitung mundur waktu yang tersisa sambil terus berjalan ke arah gerbang sekolah.

"Eh, sorry!" Seseorang menyenggol lengannya ketika Pijar berjalan melewati gerbang sekolah.

Pijar menoleh. Mendapati wajah asing berdiri di depannya. Mengabaikan sosok yang ada di depannya, tatapan Pijar teralih ke arah lapangan sekolah.

"Selamat datang peserta Lomba Baca Puisi SMA Rising Dream."

Pijar menggerutu di dalam hati.

Banner penyambutan lomba puisi juga sudah dipasang. Dan kemarin ia sempat berbincang dengan Bu Ghina, gladi bersih akan dilaksanakan nanti di jam pelajaran ketiga. Itu berarti masih ada waktu sekitar dua jam sebelum maut menjemput Mia.

"Misi, Kak?"

Tepukan tepat di depan wajah Pijar, membuatnya mengerjap-ngerjap. "Hmm?"

"Lo murid sini, kan?" tanya sosok cowok berambut ikal yang menyenggolnya tadi. "Bisa minta tolong, nggak?"

Nando melancarkan aksinya. Lumayan, batin cowok itu. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Ikut lomba setengah terpaksa, eh malah ketemu gebetan. Barangkali bisa dijadiin pacar?

"Minta tolong?" Pijar menaikkan alisnya. "Apa?" tanyanya datar seperti biasa.

Merasa mendapat lampu hijau, Nando mengulurkan tangannya sebelum memperkenalkan diri. "Gue, Nando dari SMA Star High. Gue mau ketemu ketua panitia buat acara lomba baca puisi besok. Ruang Osis di mana?" Tatapan Nando beralih ke nama yang tertera di seragam Pijar.

"Di sana," jawab Pijar. Kepalanya masih menunduk dengan telunjuk diacungkan ke sisi kanan. "Langsung belok aja," lanjutnya dengan suara berat.

Nando bergidik ngeri. Tapi sudah terlanjur tanya, masa tahu-tahu kabur? Lagian kalau dilihat-lihat menurut mata Nando yang masih normal, Pijar sebenarnya cantik. Hanya sedikit seram karena sepertinya jarang senyum.

"Boleh tolong anterin?" Meski takut-takut, Nando tidak punya pilihan lain.

Anggukan lemah Pijar membuat Nando mengikuti cewek mistis itu tanpa banyak tanya. Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, seseorang menghadang keduanya sambil marah-marah tidak jelas.

Nando jelas bingung. Alisnya berkerut tak suka.

Menyebalkan sekali, baru pertama ketemu cowok aneh ini, tapi kenapa gue rasanya udah kesel setengah mampus, ya?

"Woy Zom, ngapain lo ke arah lapangan? Kelas lo kan di sana," cegat Heksa tanpa basa-basi.

Dari kejauhan tadi matanya tak sengaja menangkap sosok Pijar yang ditemani cowok asing yang tampan. Heksa berdecak, mengamati penampilan Nando dari ujung kaki sampai kepala.

Alah, masih gantengan gue ternyata.

"Lo siapa?" Heksa menatap sengit sosok di depannya sambil mendorong pundak Nando. "Anak mana? Ngapain nyasar ke sini?"

"Heksa, nggak boleh kasar." Pijar memperingati. "Gue mau anterin dia dulu ke Ruang Osis."

Bukan cemburu atau kesal karena diabaikan, tapi Heksa ingin memaki Pijar sebelum gadis itu pergi. "Lo nggak tau gue tadi nungguin lo dateng berapa lama? Katanya mau latihan musikalisasi puisi dulu sebelum bel masuk. Seumur-umur baru kali ini gue berangkat pagi, eh lo malah ngaret parah."

Pijar diam saja. Sadar diri jika memang ia salah. "Ya maaf deh, Sa. Gue ketiduran di atas meja belajar sampe akhirnya bangun kesiangan. Nih, badan gue jadi pegel-pegel."

Kreek, kretek...

Saat Pijar menggoyangkan kepalanya, terdengar bunyi tulang-tulang lehernya yang saling beradu. Heksa bergidik. Membayangkan tulang-tulang di dalam tubuh Pijar yang sudah remuk namun masih bisa digerakkan. Seperti zombie di film-film horor, yang masih bisa berjalan normal dengan organ tubuh yang terkadang tidak lengkap.

"Masih ada perlu sama gue?" Pijar masih menunduk. Namun bola matanya digerakkan ke atas, menatap Heksa dengan sorot mengancam. "Kalo lo mau –"

"Nggak...Nggak. Lo nganterin ini curut aja sana," kata Heksa yang meski takut, masih bisa ketus dengan orang lain.

***

Andre memegangi dadanya kuat-kuat. Pelajaran Olahraga, seharusnya ia absen karena semalam kondisi tubuhnya sedang tidak stabil. Tapi Andre ingat, kalau hari ini ada pengambilan nilai untuk lari mengelilingi luar sekolah seperti yang dijanjikan Pak Hariman minggu lalu. 

Kalau sampai absen lagi, teman sekelasnya pasti menganggapnya cowok lemah. 

"Ndre, pelan-pelan aja lo larinya," pesan Willy sebelum Pak Hariman meniup peluit.

Andre terkekeh geli. "Ya kalo pelan namanya jalan, bukan lari, Bambang."

Meski wajah Andre masih segar, tapi Willy tidak bisa melepaskan tatapannya dari sahabatnya itu. Apalagi ketika peluit akhirnya dibunyikan, Andre langsung berlari kencang meninggalkannya yang masih mengambil ancang-ancang.

"Ndre, woy!"

Aneh, kenapa kayaknya Andre pengen buru-buru sampai finish, ya? Biasanya kalau Pelajaran Olahraga dia santai banget.

Heksa ada di baris paling depan. Cowok yang kebanyakan gaya itu sesekali menoleh ke belakang. Menjulurkan lidah pada teman-temannya yang berusaha menyusul dengan susah payah.

"Ah, lo lagi lo lagi. Bosen banget gue, Han." Heksa menyikut pelan lengan Hansamu, atlet futsal yang sering mendapat nilai tertinggi di setiap materi Olahraga. "Kali ini gue nggak bakal kalah dari lo."

"Liat aja nanti," jawab Hansamu singkat lalu menambah kecepatan larinya.

Kurang lebih tiga puluh menit lamanya murid-murid kelas bahasa mengitari jalanan di sekitar SMA Rising Dream. Pak Hariman menunggu di tengah lapangan, mencatat satu per satu muridnya yang datang dengan napas ngos-ngosan.

Heksa yang sudah sombong sejak pengambilan nilai dimulai, hanya bisa membuang muka ketika ternyata Hansamu lebih dulu sampai.

"Apa gue harus jadi atlet futsal dulu biar bisa ngalahin si botak itu?" Heksa menggerutu sembari membuka lokernya untuk mengambil botol minum. Di saat itulah ia mendengar suara Willy dan Andre yang baru saja datang.

"Lo beneran nggak papa, kan?" tanya Willy khawatir.

"Ah, lo kayak emak-emak kompleks yang lagi belanja sayur. Bawel banget." Andre menanggapi sambil bergurau. Ia melirik sekilas Heksa yang duduk sendirian dengan tatapan lurus ke depan, pura-pura tidak peduli.

Tepat saat Andre membuka lokernya untuk mengambil ponsel, dadanya mendadak terasa ngilu. Jantungnya berulah lagi. Dan kini pasokan oksigen yang ada di sekitarnya mendadak menipis. Membuatnya menahan sesak yang sangat menyakitkan.

"Ndre! Ndre!" Willy menghampiri Andre yang sedang menekan dadanya kuat-kuat. "Annjirrrr, udah gue bilangin dari ta –"

"Ssst, berisik lo," potong Andre yang masih bisa memberi kode pada Willy untuk menutup mulut. "Anterin gue ke ruang serbaguna, ya."

Willy melongo. "Ha? Sejak kapan ruang serbaguna jadi tempat buat rawat orang sakit? Ya gue bawa lo ke UKS lah." Ia sudah siap memapah Andre, ketika tiba-tiba tubuh sahabatnya itu terasa lebih berat.

Bruk

"Ndre! Woy, temen-temen bantuin gue!" teriak Willy begitu tubuh Andre yang lebih kurus darinya jatuh ke lantai.

Heksa terlonjak. Botol minumnya dilempar begitu saja ketika ia menoleh ke belakang dan mendapati Andre yang tertidur di lantai ruang ganti olahraga. Tidur kok di sembarang tempat, sih?

Meski kesannya masa bodoh, pada akhirnya Heksa yang berlari paling kencang menghampiri Andre.

"Dia kenapa, Will?" tanya Heksa pura-pura polos.

"Ya pingsan, lah? Emangnya lagi jogging?" Willy yang nyolot, membuat Heksa nyaris melayangkan bogemnya kalau buru-buru tidak ditahan.

Diamati tubuh Andre yang terbujur lemas di depannya.

Kemarin bikin gue pingsan di rumah hantu, sekarang lo kena karmanya kan, Ndre?

Meski masih kesal dengan Andre, rupanya Heksa masih punya hati. Sambil menggerutu ia mencoba mengangkat bagian kepala sampai punggung Andre. Bersamaan dengan itu, fokus Heksa dikacaukan dengan getaran ponsel Andre yang teronggok di lantai.

Pijar's calling....

***

Pijar berjalan mondar-mandir di depan ruang serbaguna. Pikirannya kalut. Sesekali ia melirik ke arah ponselnya, berharap mendapat kabar dari seseorang yang kemarin berjanji membantunya. 

Gladi bersih beberapa menit lagi akan dimulai. Meski tim bagian perlengkapan masih sibuk membenahi dekorasi panggung, beberapa orang yang bersangkutan juga sibuk berlalu lalang.

Termasuk Mia, sosok yang nyawanya sedang di ujung tanduk.

"Woy!"

Tubuh Pijar terjingkat. Ia yang awalnya sibuk mengawasi situasi di dalam ruang serbaguna, langsung balik badan begitu mendengar sapaan di belakangnya.

"Kok lo yang dateng?" Pijar menatap heran kemunculan Heksa yang tiba-tiba. "Andre mana?"

Heksa melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya mana gue tahu, emang gue emaknya? Lagian gue juga kebetulan lewat sini dan nggak sengaja liat gerak-gerik lo yang mencurigakan."

Tak menggubris ocehan Heksa, gadis itu menjauh lantas memainkan ponselnya.

Dret...dret...

Dret...dret...

Mata Pijar memicing. Sambil menajamkan pendengarannya, ia beringsut menghampiri Heksa yang pura-pura menunjukkan wajah polos.

"Kok hp-nya Andre bisa sama lo?" tanya Pijar setelah memastikan ponsel Andre ada di saku seragam Heksa.

Terlahir dengan kelihaian mengibul, membuat Heksa tidak kehabisan akal. "Andre lagi remidi Matematika. Abis itu dia juga harus ngulang kuis Sejarah karena nilainya bobrok."

Sorry, Ndre. Hancur sudah image lo sebagai pemegang ranking pertama di kelas. Untungnya Pijar murid baru, jadi nggak bakal tahu.

Kalau sudah berada di dekat Heksa, fokus Pijar selalu terbelah. Kesal setengah mati, tapi Pijar berusaha menahannya. Yang terpenting sekarang ia harus segera mencari cara untuk membawa Mia cepat-cepat keluar dari gedung serbaguna.

"Lo mau ngapain, sih?" Heksa merunduk, mengamati Pijar lekat-lekat. "Mencurigakan! Gue laporin Bu Ghina ah –"

Ancaman pura-pura Heksa, berhasil membuat Pijar bereaksi. "Gue minta kerja samanya."

"Oh, lo butuh bantuan?" tanya Heksa sembari memamerkan senyum culasnya.

***

*Andre said, "Will.. gendong gue sampe ke ruang serbaguna, buat ketemu Pijar."

>Gimana, readers? Makin muak sama Heksa, nggak? Udah ogeb, tukang ngibul, licik pulaaaa..

By the way, kalian udah masuk grup chat Happy Birth-die ? Ada yang chatnya belum dibales? Maaf banget ya karena sejak dibuka sabtu kemarin, chat masuk sampai 400 an :D

Maka dari itu, akhirnya author sepakat buat nambah admin. Yang mau gabung GC, silahkan chat ke salah satu nomor di bawah ini:

1. Najla : 089626315794

2. Pitak : 081215696353

3. Amel : 082324934823

4. Emil : 087794021306

>>FYI, AUTHOR LAGI CARI RP WILLY. YANG MINAT DM KE INSTAGRAM YA *DIUTAMAKAN COWOK YA

ini intagram author : rismami_sunflorist 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro