KEPEDULIAN
"Ha?" Pijar tidak terkejut, tapi ia sungguh tidak mengira Yudha yang nekat mencari masalah dengan Heksa. "Terus?"
"Ya....karena Andre terlanjur emosi, dia langsung dateng ke base campnya Yudha." Willy menghela napas panjang. "Cari mati aja tu si Andre. Dari kecil kalo ada yang macem-macem sama dia, ya Heksa yang pasang badan. Dan sebaliknya kalo Heksa lagi kena masalah, Andre yang cari jalan keluar tanpa baku hantam. Hehe."
Diam sejenak, Pijar menyunggingkan senyum.
Ternyata persahabatan Andre sama Heksa segitu kuatnya. Gue iri, jangankan sahabat, punya temen yang mau duduk di samping gue waktu di kelas aja udah bersykur.
"Ya jelaslah, Si Andre langsung bonyok gitu." Willy menggeleng-geleng heran. "Andre punya lemah jantung. Fisiknya juga nggak sebaja Heksa. Dan kalo hari ini dia nekat berantem, itu berarti karena dia nggak terima Heksa dipermaluin di depan murid satu sekolah."
Pijar mencoba mencerna makna tersirat dari kisah yang diceritakan Willy kepadanya. Ternyata Yudha yang jadi biang kerok. Tapi ia masih bertanya-tanya kenapa Yudha sampai hati melakukan hal seperti itu.
Memang ada masalah apa Yudha dengan Heksa?
"Yang bikin gue penasaran, Yudha dapet video itu dari mana?" Willy mengusap-usap dagunya, tampak berpikir. "Secara kan Heksa pingsan di rumah hantu. Dan gue baru tahu kalo ternyata lo kerja di sana. Tapi bukan lo kan yang ngerja -"
"Eh.... Ya jelas bukan lah." Pijar mengibas-ngibaskan tangannya. "Gue udah bikin perjanjian sama Heksa. Kalo gue bakal jaga mulut asal dia mau terima tawaran Bu Seli buat jadi partner gue di acara PENSI."
Niat Pijar ingin membela diri. Tapi ia tidak sadar sudah membuat pertikaian ketiga cogan itu semakin meradang.
Fokus Willy malah terbelah. Ia tampak sedikit terkejut, namun berusaha menanggapi ucapan Pijar dengan santai. Jadi Heksa ngibulin gue sama Andre? Katanya nggak bakal terima tawaran manggung kalao nggak bareng-bareng? Cihh, dasar tukang ngibul.
"Heksa akhirnya mau duet sama lo?" tanya Willy memastikan. "Sialan tu orang. Katanya setia kawan, nggak mau tampil kalo kita nggak sepaket."
Pijar menggeser tubuhnya mendekati Willy. "Lo tau kalo gue sama Heksa ada projek?"
"Ya taulah. Setelah diskusi sama Bu Seli, Heksa langsung cerita ke kita yang nunggu dia di luar ruang guru waktu itu. Dia bilangnya nggak bakal nerima tawaran Bu Seli." Willy ngoceh panjang lebar. "Kampret, nggak bisa dipercaya."
Setelah tahu jika diam-diam Heksa berkhianat dengan bandnya, respect Willy pada Heksa jadi hilang. Kesal bukan main. Ia dan Andre sudah sering berkorban untuk Heksa. Bahkan hari ini Andre nyaris mempertaruhkan nyawa hanya demi membela Heksa yang tidak tahu diri itu.
Kalau gue cerita ini ke Andre, bakal makin keruh masalah mereka.
"Yaudah, gue balik dulu, Jar," ucap Willy, menoleh ke sampingnya. Kosong. Sejak kapan ia bicara sendiri? Padahal jelas-jelas tadi Pijar masih berdiri dengan khusyuk mendengarnya bercerita. "Jar?" panggil Willy mulai merinding.
Lalu samar-samar, Willy mendengar suara deru motor dari kejauhan. Matanya menangkap sosok cewek yang baru saja melaju menjauhi area parkir.
Pijar kapan jalannya, coba?
Sementara itu di atas jok motor, Pijar memeras otak.
Yudha...Yudha.. tadi dia masih di sana.
Tanpa pikir panjang, Pijar yang tidak terbiasa mengebut itu seketika menambah kecepatan laju motornya. Ia ingin segera sampai di sana untuk mencari jawaban. Mungkin dengan memecahkan kasus ini, ia bisa membuat hubungan ketiga sahabat itu menjadi lebih baik.
***
Pijar sampai di lokasi ketika mobil Yudha mogok. Ditepikan motornya sambil mengawasi keadaan di sekitar melalui sepasang mata tajamnya. Namun ternyata dugaan Pijar salah. Mobil Yudha sudah tidak ada di sana.
Sedikit menyesal, ia kembali duduk di atas motor. Di saat ia nyaris putus asa dan hendak berbalik arah menuju rumah, matanya menangkap sesuatu yang mengembalikan gairahnya.
Ketemu, gue harus cari tahu.
Mobil Yudha ternyata ada di area parkir rumah hantu Nightmare Dome yang tampak lengang.
Setelah menunggu beberapa menit, Pijar akhirnya berhasil menyeberangi jalanan yang ramai. Buru-buru dimatikan mesin motornya lantas disembunyikan di tempat yang menurut Pijar paling aman.
"Aku titip bentar ya," bisik Pijar pada dedaunan yang menyembunyikan sebagian sisi motornya.
Setelah memastikan situasi aman, dilangkahkan kakinya menuju pintu utama sambil menahan napas. Sebisa mungkin Pijar meminimalisir gerak-geriknya agar tidak membuat kegaduhan.
"Gimana, Bang?"
Pijar yang sedang melintasi salah satu lorong di tempat kerjanya, mendadak berhenti. Sepasang kakinya mundur dengan hati-hati. Sampai akhirnya, langkah Pijar tiba di sebuah ruangan kosong yang jarang digunakan Wisnu juga teman-teman kerjanya.
Namun kali ini, ruangan itu disulap seperti markas dadakan untuk ketiga laki-laki yang sangat dikenalnya. Mereka tampak asyik mendebatkan sesuatu. Entah apa itu, tapi Pijar yakin pasti ada kaitannya dengan kesalahpahaman antara Heksa dan Andre.
"Gagal, Dek." Wisnu berdecak. "Gue ditolak. Malah ditinggal gitu aja. Parah, kan?"
Pijar tidak tahu ada hubungan apa di antara ketiga cowok itu. Tapi yang jelas, ia mendapatkan jawaban dari segala tanda tanya yang ada di kepala.
Dek? Jadi Yudha adeknya Mas Wisnu? Ya Tuhan, gue tahu... gue tahu siapa sumber masalah ini.
"Gue masih nggak terima elo digebukin gitu aja sama Heksa." Wisnu yang setiap harinya tampak lembut, berubah menjadi buas. Sungguh jauh dari apa yang dilihat Pijar dan teman-temannya selama ini.
"Dan tadi sore, Andre berani-beraninya dateng ke base camp gue, Bang. Yaudah, gue habisin aja. Gue tahu dia nggak bisa berantem. Payah banget baru berapa kali tonjok udah K.O. Hahaha," ucap Yudha diiringi tawa mengejek. "Eh, tapi kalo sampe Pijar tahu lo kakak gue gimana, Bang?"
"Selama ini, nggak ada satu pun anak buah gue yang tahu kalo lo itu adik gue. Lagian mereka juga nggak bakal stalking kehidupan pribadi gue, kok." Wisnu menjawab santai. "Gue udah menata image gue sebagai atasan yang baik di depan mereka."
Pijar meremas gemas tangannya. Ingin melayangkan bogem ke satu per satu dari cowok munafik itu.
Gue janji bakal balas mereka, tapi nggak sekarang. Terlalu berbahaya karena gue cewek, sendirian pula.
Sedang asik-asiknya mengintai, Pijar merasakan semilir angin yang mengitari tubuhnya. Lagi-lagi ada yang datang di waktu tidak tepat. Pijar berusaha menggoyang-goyangkan pundak, menghalau apa pun yang mencoba mengusiknya.
"Jangan sekarang." Pijar tampak berbisik sendiri. "Ih, sebentar dong. Aku lagi sibuk." Geram dengan gangguan yang mendatanginya, Pijar bergerak ke sisi kanan.
Glodak.
Jantung Pijar nyaris melompat. Tak bisa dikendalikan, kakinya menyenggol kursi kayu yang terletak di depan pintu.
"Siapa itu?" Suara Evan menyentak dari dalam. "WOY!"
Mendengar jejak-jejak kaki yang semakin mendekat, Pijar segera beranjak dari sana. Kini bukan hanya Evan yang mencoba mengecek situasi di sana, tapi Wisnu dan Yudha juga bergerak cepat menuju tempat Pijar bersembunyi sebelumnya.
Ya Tuhan, kali ini gue bener-bener takut. Kalau sampe ketahuan, bisa-bisa gue dicincang sama berandalan-berandalan itu.
Pijar berlari dengan napas tersengal. Karena penerangan di sana minim, ketiga cowok itu hanya sempat melihat siluet dari mangsa yang sedang mereka kejar.
"Cewek, keliatannya. Pasti bisa kita kejar." Yudha berusaha menenangkan kakaknya yang tampak panik.
Pijar menerobos ke salah satu koridor. Ia berlari sekencang mungkin, memilih jalan yang menurutnya paling aman. Namun sayang, Wisnu yang sudah hafal ruang-ruang di sana langsung tanggap memilih jalan pintas.
Saat langkah Wisnu hampir menyusul Pijar, tiba-tiba seekor kucing hitam melintas. Bukan cuma itu, tiba-tiba kucing di depan Wisnu berontak dengan beringas. Mencakar wajahnya sampai Wisnu yang tak siap akhirnya jatuh tersungkur.
"Sedikit lagi gue berhasil kabur." Pijar menggumam sendiri. Ia menoleh ke sisi kanan dan kiri, seperti memberi kode pada penghuni di sana.
"Woy, berhenti lo!"
Evan yang melihat sekelebat bayangan seorang cewek, segera berlari kencang ke arah Pijar. Namun di luar dugaan, pintu utama yang ada di rumah hantu Nightmare Dome tiba-tiba tertutup rapat setelah Pijar berhasil melarikan diri.
"Anjir ini kenapa nggak bisa dibuka?" Yudha membentak entah pada siapa.
Evan datang dengan napas ngos-ngosan. "Gimana? Buruan buka dong, Yud!" Dirampas engsel pintu yang digenggam Yudha, lalu mencoba menggoyangkannya.
"Siapa yang ngunci?" Evan mulai berkeringat dingin. "Abang lo?"
Yudha menggeleng cepat. "Kagak mungkinlah. Abang gue tadi nggak lewat sini."
Selama sepersekian detik, Yudha dan Evan saling melempar pandang. Tubuh mereka membatu. Suasana hening mendadak membekap keduanya.
"Gue merinding," kata Evan sambil mengusap lengannya.
Yudha menggerakkan kakinya yang kaku. Ia mundur perlahan lalu mengambil ancang-ancang. "Kabuuuuuurrrr!!!"
Yudha yang kelihatannya garang pun, langsung lari pontang-panting ke sembarang arah. Matanya memejam, bahkan ia sampai menubruk benda-benda antik di sepanjang koridor. Disusul Evan yang berteriak histeris saat dikejutkan dengan suara derit kursi goyang di sisi kanan.
Tanpa diketahui ketiga lelaki yang sedang terperangkap di dalam rumah hantu Nightmare Dome, Pijar tersenyum sinis di atas motornya.
Dalam hati, ia merapal janji.
Tunggu pembalasan gue besok Yud. Dan juga buat Mas Wisnu yang selama ini pura-pura baik.
***
HALOOO SELAMAT MALAM MINGGU!
Cieee, yang malam minggunya gabut gara-gara Happy Birthdie Update nya kemaleman.
Sorry deh ya, author kan malam mingguan dulu.
Iya malam mingguan di kasur, soalnya encok kumat :D
By The Way, aku mau ucapin welkam buat Member GC4. Silahkan ramai selalu. Dan selamat satu bulan buat GC2, yah! Kejutannya sebentar, author mau obatin encok dulu.
Maap kalau aku kadang nimbrung, kadang ngilang. Tapi kalo pas mau ngilang, aku selalu kasih kabar kok.
Nggak kayak dia, yang tiba-tiba ngilang pas kamu lagi sayang-sayangnya ....Eaaak
Makasih buat support kalian yang selalu antusias nungguin Happy Birthdie up
Find me : rismami_sunflorist on wattpad and instagram
Sayang kalian semua!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro