Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KEJUTAN


Tuhan pasti memberi pertolongan pada orang-orang lemah yang tidak bersalah. Jangan cuma duduk diam dan pasrah, karena pertolongan-Nya hanya akan datang pada mereka yang pantang menyerah.

***

Pijar melangkah gontai menuju tempat kerjanya. Sebenarnya ia malas berangkat, malas kerja, malas melakukan hal apa pun semenjak kehilangan sosok Bu Ghina. Tapi kalau terus mengikuti ego, mau bayar uang sekolah pakai apa? Mau beli kebutuhan ini itu dengan uang siapa?

Napas Pijar berhembus lemah. Ia tahu pada akhirnya yang meninggalkan hanya bisa dikenang, dan yang ditinggalkan harus tetap berjuang.

"Sorry, gue lagi nggak mood." Baru sampai gerbang rumah hantu Nightmare Dome, Pijar sudah berbicara sendiri.

Malam yang tampak cerah dan bertaburan bintang itu, tiba-tiba mengeluarkan suara gemuruh. Membuat titik-titik air menetes tanpa terduga.

"Gue nggak nangis, kok." Pijar jadi merasa terharu saat suara di sekeliling memintanya untuk tidak menangis. "Iya, iya, gue nggak bakal sedih lagi."

Rintik-rintik hujan berhenti. Angin yang tadinya berhembus kencang, mulai meniupkan semilir yang menyejukkan. Pijar mengedipkan sebelah matanya ke sisi kanan. Tidak ada kehidupan. Kosong. Yang tampak hanya lahan luas tanpa ditumbuhi tanaman apa pun.

"Hei, Jar. Lo baru dateng?" Farhan menepuk pundaknya. "Kata Mas Wisnu nanti selesai kerja kita ada meeting dulu."

"Meeting? Di ruang biasa?" tanya Pijar lalu mengikuti Farhan yang berjalan cepat.

***

Ada yang aneh di rumah hantu Nightmare Dome malam itu. Baru jam delapan malam, Wisnu sudah meminta anak buahnya untuk berkumpul di ruang meeting. Tidak hanya itu, ia sampai menutup gerbang depan agar tidak ada lagi pengunjung yang datang.

"Lo tahu kenapa Mas Wisnu minta kita kumpul di sini?" bisik Susi terdengar sedikit panik.

Lina menggeser tubuhnya sampai duduk berdempetan dengan Pijar dan Susi. "Jangan-jangan mau ada PHK massal."

Vania langsung parno. "Kalo emang kita nanti kena PHK, mau mangkal di mana lagi setelah ini?"

"Malam semuanya," sapa Wisnu dengan kemeja putih rapi seperti orang sedang magang.

Lina meneguk ludah. Ia menatap satu per satu temannya yang duduk berseberangan dengannya. Ada satu hal yang membuatnya bertanya-tanya.

Kenapa para hantu lelaki terlihat santai dan malah senyum-senyum penuh arti gitu? Bahkan Farhan dan Dito asyik memainkan ponsel di bawah meja. 

"Hari ini gue mau kasih pengumuman penting ke kalian."

Susi mulai merasakan jantungnya melemah. Tangannya berkeringat dingin. 

"Mas!" Vania memberanikan diri mengacungkan jari lalu beranjak dari kursi putih itu. "Apa dari kita ada yg bikin kesalahan? Apa jangan-jangan ada PHK masal?"

Wisnu mencondongkan tubuhnya lalu berpegangan pada meja di depannya. Meja berbentuk kotak yang dilapisi kain putih itu, seperti dipersiapkan untuk menjadi tempat eksekusi mati saja.

"Duduk, Van. Duduk." Wisnu berusaha meredam kepanikan anak buahnya. "Kalau kalian ngerasa nggak ngelakuin kesalahan, ngapain gue pecat?"

"Tapi kemarin-kemarin saya sering absen, Mas." Pijar mengakui kesalahannya.

Farhan menatap Pijar yang duduk di seberangnya. "Jar..jar.. kalau pun lo nggak masuk kerja sampe setahun, lo nggak bakal dikeluarin dari sini. Malah yang ada, Mas Wisnu yang keluar gara-gara nggak kuat nahan kangen dan jauhan sama lo."

Wisnu melemparkan spidol ke arah Farhan. "Jadi sebenernya maksud gue ngumpulin kalian ke sini, gue mau kalian jadi saksi."

"Saksi apaan, Mas?" Susi mengerutkan kening, bingung.

Wisnu memberi kode pada Farhan dan Dito untuk segera mengikutinya. Tak lama kemudian, mereka berdua muncul dengan dua buah lilin yang menyala di tangan masing-masing. Total ada empat lilin.

Di belakang anak buahnya, Wisnu berjalan dengan wajah tegang.

"Cieeeeeeee!" Susi yang mulai paham, langsung menyoraki bosnya itu. "Mas Wisnu bawa mawar putih, Gengs! Kalian tahu buat siapa?"

"Pijaaaarr!!" teriak kompak teman-temannya.

Lalu Susi dan Lina menjadi paduan suara dadakan. Mereka menyenandungkan sebuah lagu yang biasa dijadikan backsound di acara pernikahan. Lagu Janji Suci, milik Yovie and Nuno.

Jangan kau tolak dan buatku hancur

Ku tak akan mengulang tuk meminta

Satu keyakinan hatiku ini

Akulah yang terbaik untukmu

Wisnu melangkah maju sampai ke tempat Pijar duduk. Gadis itu masih termenung sendiri di kursinya. Tak terusik dengan sorakan teman-temannya.

"Jar?" panggil Wisnu lembut. "Kalo lo terima gue, sisain satu lilinnya yang tetap berpijar. Kalo lo tolak gue, tiup semua lilinnya."

Farhan dan Dito menyodorkan tangannya. Sekarang ada empat lilin yang berpijar di hadapan Pijar.

"Terima..terima!" Teriak Susi dan Lina penuh semangat.

Pijar bergantian menatap wajah teman-temannya dengan sorot kebingungan. Tatapannya kini bergeser pada sebuket bunga mawar putih yang disodorkan Wisnu.

"Terima ini?" Pijar mengangkat buket bunga dari tangan Wisnu. "Udah, kan?"

Susi menggeleng-geleng takjub mendengar kalimat yang dilontarkan Pijar. Sedangkan Lina menepuk jidatnya sendiri, heran.

"Lo kayaknya kudu berendam dulu di Laut Cina Selatan deh, Jar," tukas Farhan geregetan. "Bang, lo gagal romantis," katanya lalu melirik ke arah Wisnu. "Mending lo ganti target aja. Tuh, Lina, Susi sama Vania masih nganggur."

Dito nyaris tersedak menahan tawa. Sedangkan Wisnu tampak berusaha memanjangkan sumbu kesabarannya.

"Gue mau lo jadi cewek gue, Jar," ucap Wisnu dengan tenang.

Pijar termenung sejenak, menatap Wisnu dengan intens. Ia merunduk lalu maju selangkah menghampiri lilin-lilin yang digenggam Farhan.

Wush...

Satu lilin di tangan kiri Farhan mati.

Bukan cuma Wisnu yang menahan napas, kini teman-teman kerja Pijar juga ikut deg-deg an.

"Siap-siap, Bang." Dito masih sempat berbisik. Walau hanya mendapat balasan berupa senyuman kaku dari atasannya.

Farhan gemetaran. Lilin kedua baru saja ditiup Pijar.

"Tenang-tenang, Bang. Pasti ada yang disisain, kok," ujar Farhan ingin menenangkan. Ditepuk-tepuk punggung Wisnu yang mulai menegang.

Langkah Pijar kini terhenti di depan lilin-lilin yang dibawa Dito. Sepasang lilin itu masih berpijar. Menyala dengan terang. Saat lilin ketiga dipadamkan Pijar, jantung Wisnu seolah melompat dari rongga dadanya.

"Aaaak satu lilin lagi, woy!" Susi berteriak heboh. "Kita hitung mundur aja. Sekalian buat ngasih waktu Pijar buat mikir. Jadi setelah hitungan satu, lo putusin mau niup apa nggak, Jar," ucapnya dengan penuh semangat sambil menatap Pijar.

Wisnu hanya manggut-manggut menurut. Tak tahu lagi harus bereaksi seperti apa karena ia tengah sibuk menstabilkan debaran jantungnya.

"Lima!"

Susi memimpin teman-temannya menghitung mundur.

"Empat!"

"Tiga...."

Wisnu seperti ingin kabur saja saat mendengar hitungan anak buahnya yang semakin mengerucut.

"Dua..."

"Sa..."

Dreet...Dreet..

Terdengar bunyi getaran ponsel di atas meja yang seketika merusak momen sakral itu. Hitungan teman-teman Pijar terhenti otomatis. Buru-buru Pijar meminta ijin pada Wisnu untuk mengecek lebih dulu chat masuk di ponselnya.

From: Willy

Andre masuk RS Medika, ruang Dahlia 4

Deg!

Andre kenapa? Tanpa sadar Pijar meremas ponsel di genggamannya.

"Mas, maaf. Aku ijin pulang dulu," kata Pijar cepat lalu meletakkan buket bunga pemberian Wisnu ke atas meja. Langkahnya sudah sampai di ambang pintu, sebelum tiba-tiba Wisnu meneriakkan namanya.

"Jar! Jawabannya gimana?" tanya Wisnu dengan penuh harap.

Pijar menoleh, memberi jeda yang menyesakkan karena ia hanya terdiam di ambang pintu sembari menatap satu lilin yang masih menyala di tangan Dito. 

Lalu secara misterius, mendadak angin kencang datang dan memadamkan cahaya lilin yang tersisa.

"Tuh Mas, udah dijawab." Pijar tersenyum sekilas. Senyuman penuh arti yang lebih menyerupai seringai kemenangan.

Susi, Lina dan Vania saling melempar tatapan. Berharap keputusan Pijar tidak merubah mood atasannya yang terbiasa ramah itu. Meski merasa seram dengan semilir angin yang tiba-tiba datang dan menyapu cahaya lilin di tangan Dito, nyatanya mereka tetap saja bergosip.

Topik malam itu tentu soal atasannya yang ditolak Zombie Cantik.

Sementara di area lain, Pijar terburu-buru menyalakan mesin motor. Tanpa pikir panjang ia langsung melaju dengan kecepatan penuh. Karena lalu lintas yang sangat padat, ia terpaksa harus menyalip beberapa kendaraan yang ada di depan.

Sampai tiba-tiba dari arah berlawanan, sebuah mobil sedan nyaris menyenggolnya.

Pijar sempat melihat wajah si pengemudi.

Yudha, murid kelas dua belas SMA Rising Dream, yang sempat membuat masalah dengannya di hari Mia jatuh dari panggung.

Saat Pijar menepikan motornya untuk menarik napas panjang, dari kejauhan tiba-tiba mobil Yudha terlihat oleng ke kiri. Salah satu ban mobil yang dikendarai cowok itu kempes.

Dari kaca spion motor, Pijar masih bisa melihat mobil berwarna kuning mencolok itu minggir dan berhenti di seberang Rumah Hantu Nightmare Dome. Ia tersenyum sinis, puas bisa membalas.

Rasain!

***

Rumah sakit lagi. Bertemu dengan mereka yang sedang berjuang untuk hidup. Pijar tiba di sana dengan napas terengah-engah. Baru saja hendak melangkah menuju resepsionis, seseorang menubruknya dari arah lain.

"Elo, Zom? Ngapain?" Heksa menatapnya bingung. Namun manik mata cowok itu juga memancarkan kegelisahan. "Mau liat Andre? Ayo bareng gue."

Heksa sedang tidak punya waktu untuk bertele-tele lagi. Kegelisahannya semakin menjadi ketika melihat Pijar yang panik bukan main. Sama seperti dirinya yang sedang berusaha memasukkan sugesti positif ke kepala.

Andre bakal baik-baik aja.

"Sini, Zom." Heksa berbelok ketika mereka sampai di persimpangan. Karena beberapa kali menemani Papanya bertemu dengan Dokter Handoko, ia jadi agak hafal dengan ruang-ruang di sana.

"Loh, Sus?" Heksa melongo ketika mendapati ruangan Dahlia 4 yang kosong. "Pasien ini udah pulang, ya?"

Suster yang sedang menata ranjang pasien itu menoleh ke ambang pintu. "Anda kerabatnya? Pasien baru saja dibawa ke ruang jenazah sama suster yang berjaga di sini."

Heksa merasa kehabisan oksigen. Napasnya tercekat di tenggorokan. Ia mundur beberapa langkah, lalu terduduk dengan wajah linglung.

Nggak..nggak mungkin... Gue belum minta maaf. Gue belum baikan.

***

Huwaaa....

Para bucinnya Andre, udah siap kalo nggak bisa nge-fly lagi tanpa gombalannya?

Hati aman? Coba kalian cek detak jantung kalian masih stabil, kan? Apa udah marathonan?


***By The Way, makin lama makin banyak yang nanyain aku soal rencana Opmem GC4. Enaknya mulai aku buka minggu ini, bulan ini, bulan depan atau kapan? :D

Dan buat kalian semua yang selalu setia baca Happy Birth-die, terimakasih banyak. Jadi tanggal 8 kemarin, satu bulannya GC1. Dan antara masih percaya nggak percaya, sampai sekarang udah ada 3 Grup Chat Happy Birth-die readers, otw ke GC4 juga :)

Buat GC2 sama GC3, siap-siap kita rayain satu bulan kita ya.

SEKALI LAGI TERIMAKASIH BANYAK ANTUSIASNYA KALIAN SEMUA :)

Find me on wattpad dan instagram :)

rismami_sunflorist

Sampai ketemu di malam jumat....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro