Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KEBAIKAN

Motor Pijar sudah melaju sejauh lima ratus meter, ketika tiba-tiba Heksa menginjak rem dan menepi.

"Loh, kok berhenti, Sa?" Pijar mengikuti Heksa yang turun dari motor.

Heksa mendengus sambil berkacak pinggang. "Lo kira gue ini tukang ojek, Zom? Ya lo balik sendirilah." Ia langsung mencak-mencak. "Udah untung gue bantuin kabur dari Pak Broto."

Pijar tersenyum kikuk. "Nggak sekalian anterin sampe rumah?" tanya Pijar polos. Sengaja menggoda Heksa yang gampang terpancing emosi. Tanpa sadar gadis itu mulai ketularan jahil karena terlalu sering bersama Heksa.

Heksa hanya melengos lalu membuang muka. Saat tatapannya beralih ke arah lain, tampak sebuah mobil familiar bergerak mendekat.

Dia lagi dia lagi..capek gue lama-lama kayak dikejar paparazi gini

Setelah terdengar suara klakson beberapa kali, mobil berwarna merah itu berhenti di depan Pijar. Seakan-akan ingin menahan Pijar agar tidak pergi.

Tak lama setelahnya, muncul dua cowok tampan yang berasal dari SMA Rising Dream. Keduanya sama-sama tersenyum. Hanya saja bedanya, yang satu tersenyum tulus, yang satunya lagi mau senyum setelah dipaksa Andre.

"Ndre, kita ngapain lagi sih nemuin dia? Bete gue -" Willy langsung lunglai. Badannya dibungkukkan. Ditatap Heksa yang juga terlihat kesal. "Capek gue seharian, ayo balik aja."

"Kok lo naik motor sama Pijar, Sa?" tanya Andre heran. Kentara sekali ia tidak suka melihat keduanya sering bersama.

Willy mengangguk-angguk setuju. "Mobil lo mana, Sa?"

Mendengar pertanyaan dua temannya, Heksa mendecih. Merasa tak nyaman karena lama kelamaan Andre dan Willy terlampau mencampuri urusan hidupnya.

"Mobil gue yang mana maksud lo, Will?" Heksa menaikkan ujung bibirnya. "Mobil gue kan banyak," lanjutnya lagi dengan wajah angkuh yang minta ditampol.

"YA MOBIL YANG LO BAWA HARI INI KE SEKOLAH DONG, BAMBANG!" Willy yang aslinya punya temperamen sebelas dua belas dengan Heksa, langsung naik darah.

Heksa mengorek-ngorek kupingnya seolah tak peduli dengan teriakan Willy. "Gue suruh sopir gue ambil di sekolah."

Andre menipiskan bibir, tersenyum manis. Meski dua sahabatnya itu sering ribut, tapi keributan kecil seperti inilah yang ia rindukan. Sejak insiden di rumah hantu Nightmare Dome, Heksa jarang sekali bergabung dengannya dan Willy. 

Dan karena sebab itu, Andre tidak bisa memungkiri jika ada secuil rasa kehilangan dari formasi lengkap ketiga cogan yang sebelumnya selalu bersama.

"Oh, iya!" Andre masuk ke mobil sebentar lalu kembali dengan membawa ransel. "Nanti sore ada acara ulang tahunnya Aura di Yam Yam Fried Chicken." Ia menyodorkan selembar undangan ke Pijar lalu ke Heksa. "Kalian dateng, ya."

Pijar mengulum senyum. Baru tahu kalau ternyata Andre mempunyai adik perempuan bernama Aura setelah dijelaskan oleh Willy. Ia masih asyik memperhatikan cover undangan ulang tahun milik Aura, sebelum tiba-tiba Heksa merampas undangan itu dari tangannya.

"Pijar nggak bisa dateng," ucap Heksa ketus. Disodorkan undangannya ke dada Andre. "Dan gue juga nggak bakal dateng. Males, sibuk!"

Undangan yang sudah ada di tangan Andre, ditarik lagi oleh Pijar. "Gue bisa dateng, kok. Makasih udah undang gue, Ndre."

Heksa dongkol. Ia ingin mencegah Pijar, tapi merasa tidak perlu ikut campur. Toh, kalau pun nanti Pijar membuat masalah saat di sana itu bukan urusannya. Jadi untuk apa khawatir? Pijar sendiri yang mengiyakan ajakan Andre.

"Gue nggak bakal bantuin lo lagi," bisik Heksa ke Pijar yang terkesan tidak peduli dengan ancamannya. "Siap-siap dikatain orang gila setelah lo salaman sama Aura dan tahu proses kematiannya."

Heksa berusaha menakut-nakuti. Ia ingin Pijar berpikir rasional. Namun apa gunanya terus mengoceh, kalau sejak tadi ceramah panjang lebarnya tidak didengar Pijar.

"SERAH LO!" Heksa mengentakkan kaki lalu beranjak kasar dari sana.

"Sa! Bareng gue aja. Kita kan searah!" Andre berteriak. Sedikit demi sedikit ia ingin mengajak Heksa berbaikan. "Sa!"

Heksa berhenti melangkah. Berbalik sebentar lalu menatap Andre dengan sengit. "Nggak butuh!"

Masa habis nolak mentah-mentah tawaran nebeng, gue pulang jalan kaki? Nggak elit banget.

Setelah berjalan beberapa meter, Heksa baru ingat kalau masih ada sopir pribadinya yang mungkin sedang menganggur di rumah. Cepat-cepat dikeluarkan ponselnya untuk menghubungi sopir bernama Pak Win.

Sementara itu Pijar menerima undangan dari Andre lantas menyimpannya ke dalam tas. Ia melempar senyum sebelum berpamitan dengan Andre dan Willy. Walau sebenarnya kini hatinya cemas dan gelisah, karena Heksa mengancam tidak mau datang ke perayaan ulang tahun Aura.

Jujur saja, jauh di hati kecil Pijar ia juga enggan datang. Kalau di dunia ini tidak ada yang namanya hutang budi, mungkin dengan mudahnya Pijar akan menolak mentah-mentah datang ke acara itu.

***

Sore sepulang sekolah, Pijar kebingungan sendiri di depan cermin kamar. Ia hanya memliki dua gaun berwarna putih, satu gaun baru yang dikenakan saat berfoto dengan ibunya, satu gaun lagi adalah gaun lama milik mendiang sang ibu ketika remaja.

Dua-duanya, sama-sama memiliki kenangan yang membuat Pijar teringat lagi dengan mendiang sang ibu.

"Yang ini aja, deh." Pijar memilih gaun polos berenda yang memiliki ujung melebar di bawah lutut.

Panjang lengan gaunnya tiga perempat. Namun sudah cukup untuk menyembunyikan lengan kurus miliknya yang seringkali membuat Pijar sendiri merasa miris. Seperti orang yang kekurangan gizi atau terkena busung lapar.

Itu sebabnya kebanyakan seragam milik Pijar dibuat lebih lebar dan malah cenderung kebesaran.

"Mau ke mana?" Papa Pijar menatap anaknya tak suka. Gusar karena tidak biasanya jam-jam sore seperti ini Pijar sibuk. "Sudah masak untuk makan malam?"

Pijar menutup pintu lemari bajunya dengan kencang. Setiap kali berada di dekat Papanya, emosinya selalu meluap. Sosok yang tampak datar dan tenang itu seketika berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya.

"Di meja makan udah siap semua." Pijar menanggapi dengan sewot. "Dicek dulu baru tanya, Pa. 

Ketika Pijar melintasi Papanya, keduanya sama-sama membisu. Jujur, ia malas berpamitan. Sedangkan Papanya juga tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Ingin mengucapkan terima kasih pada Pijar, tapi ia berpikir jika memang sudah tugasnya seorang anak melayani orang tua.

Jadi, aku nggak salah, kan?

Pijar sudah bersiap mengenakan flat shoes putihnya di teras, ketika teriakan Papanya kembali terdengar.

"Apalagi sih, Pa? Aku dah kerjain semuanya. Aku udah masak-" Pijar tertegun ketika menoleh dan melihat Papanya muncul dengan sebuah kotak.

"Ketinggalan." Disodorkan kotak bersampul putih perak itu ke Pijar. "Makanya kalau mau pergi dicek dulu."

Meski kedengaran ketus, Papa Pijar ternyata masih peduli. Semenjak kedatangan Andre, Heksa, Willy juga teman-teman kerja Pijar ke rumahnya, hati kecil Papa Pijar sedikit terbuka. Seolah tak percaya jika ternyata masih banyak orang yang menyayangi putri sulungnya itu.

Tapi kenapa sampai sekarang aku masih tidak bisa berdamai dengan Pijar? Atau sebenarnya - aku yang enggan berdamai dengan takdir? Kematian istriku, bukan salah siapa-siapa, kan?

Pijar berdehem, heran melihat Papanya yang melamun tiba-tiba. Ia mengucap pamit dengan singkat, mengenakan helm dan melajukan motornya begitu saja.

Selama beberapa menit, Papa Pijar masih membeku di ambang pintu. Menatap kepergian putrinya dengan mata sayu. Entah sebab apa, ada lubang di hatinya yang kini menganga lebar. Rasanya semakin sakit ketika ingatan melemparnya ke kejadian beberapa tahun silam, hari di mana ketika ia merasakan kehilangan yang teramat pedih.

Mau bagaimana pun, Pijar memang ada di sana. Dia juga ikut campur, dan seharusnya dia berusaha lebih keras.

***

Sementara di tempat lain, kediaman Anthony dan Anita yang tampak sepi mendadak gaduh seperti suasana di tempat konser. Pasangan dokter itu sedang tidak di rumah, tapi anak laki-laki mereka yang punya suara toa sejak tadi membuat keributan di dalam kamar.

Kamar Heksa bernuansa klub bola luar negeri. Ada poster-poster pemain favoritnya, lalu gitar yang digantung di dinding, dan beberapa kertas berisi lirik lagu yang ia tulis.

Tak lupa juga ada speaker jumbo yang biasa terlihat di acara pernikahan atau dangdutan di desa. Jadi sudah tahu kan, kenapa suara Heksa bisa mirip toa? Ya karena ia terlalu sering mendengarkan musik melalui speaker jumbo itu.

Seperti sekarang ini, Heksa sedang asik mendendangkan lagu dari musisi legendaris favoritnya.

"Pas. Volume maksimal, lagu rock. Surga dunia buat gue," gumam Heksa lalu naik ke atas kasur.

ROCKER JUGA MANUSIA..

PUNYA RASA PUNYA HATI...

Sebelas dua belas dengan orang gila, Heksa melonjak-lonjak di atas kasur. Gulingnya multifungsi, kadang dijadikan mikrofon kadang digenjreng-genjreng menyerupai gitar. 

Untung saja kalau lagi nyanyi suara cemprengnya berubah merdu. Tapi karena terlalu terbawa emosi, banyak bagian yang jadi kedengaran fales.

"Mas Heksa!"

Asisten rumah tangga yang bernama Sekar itu, berteriak dari luar pintu. Walau tahu kalau suaranya tak akan berhasil mengalahkan speaker jumbo milik Heksa, tapi ia masih belum menyerah memanggil cowok itu.

"Kalau mau manggil Mas Heksa, pencet ini aja, Bi," ucap asisten rumah tangga lain yang kebetulan melintas. "Di kamar Mas Heksa dipasang lampu, jadi kalu kita pencet lampunya nanti kedip-kedip."

Setelah menunggu satu menit, Heksa akhirnya membuka pintu.

"Apaan sih, Bi?" tanya Heksa sewot. "Gue lagi konser, jangan diganggu."

"Maaf, Mas. Tadi teman Mas Heksa yang namanya Willy nelpon ke rumah." Sekar menunjukkan nomor yang muncul dari telepon yang masih ia genggam. "Dia titip pesan, jangan lupa datang ke acara ulang tahun adiknya Mas Andre."

Sekar yang baru bekerja seminggu di sana, langsung pamit begitu mendapati ekspresi sebal Heksa ketika mendengar nama Andre disebut.

Heksa kembali ke kamar sambil membanting pintu. Speakernya dimatikan. Ia memejam beberapa saat lalu melempar tubuh ke ranjang.

Kenapa pikiran gue jadi kalut?

Seakan sedang berperang dengan akal sehatnya sendiri, cowok itu berguling ke kanan lalu ke kiri. Bingung. Matanya tak berhenti mengamati undangan ulang tahun Aura yang diberikan Andre. 

Dengan lancang tiba-tiba hal lain melintas di otaknya. Membuat cowok itu benar-benar ingin marah, sebab tak juga berhasil menyingkirkan sosok yang sejak tadi membayangi pikirannya.

Arrrrrrghhhhh emosi gueeeeeee

Bersamaan dengan Heksa yang melempar guling ke arah pintu, seseorang muncul dari sana.

"Eh? Papa?"

Anthony melotot. Kepalanya menggeleng heran. "Ini muka Papa, Sa. Bukan tembok."

Heksa langsung melompat dari ranjang. Berlari kecil menghampiri sang ayah yang pura-pura marah.

"Ampun, Pa. Kalau Papa marah, nanti makin mirip sama Hamish Daud." Heksa nyengir sambil menaikkan alisnya.

"Papa tadi papasan sama Willy. Nggak tau dia mau ke mana soalnya rapi banget." Anthony meletakkan bubur ayam kesukaan anaknya. "Nih, makan. Kalo udah nggak hangat, minta Bibi aja buat angetin. Atau mau Papa peluk aja biar hangat. Haha."

Heksa mencibir, menggoda Papanya. "Gombal tu ke Mama, Pa. Jangan ke aku, jatuhnya geli sendiri nih, Pa. Hehe."

Anthony terkekeh. Ia beranjak dari kamar Heksa lalu menuruni anak tangga sambil memanggil-manggil istrinya.

"Sering-sering bawain aku makanan ya, Pa. Biar cakepnya ngalahin Hamish Daud!" teriak Heksa yang direspon Papanya dari kejauhan dengan mengangkat jempol.

Bubur ayam pemberian Anthony masih mengeluarkan kepulan asap ketika pembungkusnya dibuka Heksa. Tidak langsung dimakan, ia hanya melamun sambil mengaduk-aduk bubur itu dengan tatapan kosong.

"Ah, sial! Gue makan di dalem mobil ajalah."

Cepat-cepat Heksa memasukkan lagi bubur ayamnya ke kantong plastik lantas menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja.

***

Jadi gaiz, gencatan senjata yang dilakukan Andre ke Pijar, bukan cuma di wattpad doang. Andre juga beraksi di RP nya, beberapa kali nyepik Pijar di what's app. INI BUKTINYA...

**Mari kita tunggu, apa mereka berdua akan online bareng malem ini

>>BY THE WAY, KALIAN TAHU KALAU BESOK PENGUMUMAN ELIMINASI KEDUA? JENG...JENG... DEG-DEGAN PARAH. HUAAAAA...

Aku bisa selalu semangat nulis berkat dukungan kalian. Apalagi sekarang ada empat grup chat, warbiyasah sekali ramainya. Selalu always everytime aku nggak bakal berhenti buat ucapin makasih ke kalian ya :). 

Dan barusan aku dikirimin ucapan semangat juga dari Heksa :D. Bayangin dia lagi bilang, "SEMANGAT EMAK :D"

Find me on wattpad and instagram

rismami_sunflorist


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro