Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 3: PERTEMUAN



"Tak ada yang bisa menebak, bagaimana akhir dari sebuah pertemuan."

***

Ciiiiiit ....

Suara derit roda mobil Heksa membuat murid-murid yang berjalan kaki di sekitarnya sontak menyingkir. Cowok itu tidak mengurangi kecepatan mobilnya meski ia sudah memasuki gerbang utama Rising Dream.

Heksa membuka kaca jendelanya. Ia meneriaki teman-temannya di depan tangan kirinya yang dibentuk menyerupai corong. "Minggir kalian. Gue mau lewat. Beri jalan pada pangeran SMA Rising Dream ini!" bentak Heksa pada sekumpulan murid kelas XII yang menghalangi jalannya.

Tak peduli meski mendapat lirikan tajam dari murid-murid itu, Heksa segera menepikan mobilnya di area parkir milik para guru. Kebiasaan. Walau ujung-ujungnya nanti pasti kena semprot Pak Broto.

"Waktu tersisa lima belas menit lagi," ucap Heksa, dinadakan seperti suara dingin Chef Juna yang membuat para peserta jadi terburu-buru menyelesaikan masakannya.

Cepat-cepat Heksa turun dari mobil, lalu terdengar bunyi "pip" dua kali saat ia menekan bulatan merah pada remote mobilnya.

Tok ... tok ... tok ....

Heksa yang baru melangkah menjauhi mobil terpaksa berbalik lagi begitu mendengar suara aneh dari balik punggungnya.

"Astagfirullah!" Heksa menjerit ketakutan.

Ia sampai terjungkal ke belakang saat mendapati sosok gadis beraura suram duduk di kursi pengemudi. Hanya terlihat bagian matanya karena wajah gadis itu terhalangi rambut panjang yang tampak berantakan.

"Gawat, gue lupa kalau tadi berangkat sama si Zombie." Sembari merapal doa, Heksa membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Pijar turun.

"Kok lo tahu-tahu udah di kursi gue, sih? Terus, kenapa rambut lo berantakan kayak gitu?" Heksa segera menjaga jarak saat gadis itu turun dari mobilnya.

"Tadi lo kenceng banget nyetirnya, Sa. Rambut gue jadi acak-acakan gini," jawab Pijar sembari menyisir rambutnya dengan jari jemari.

Heksa berdecak sekali, lalu mendekati gadis itu. "Aaa, bodo amat, gue buru-buru!" tukasnya galak. Sebelum memelesat pergi, Heksa sengaja menjaili Pijar dengan mengacak-acak rambut gadis itu. "BYE!"

Bukannya marah, sudut-sudut bibir Pijar malah tertarik ke samping. Gadis itu tersenyum. Namun, efeknya membuat murid-murid yang melewatinya langsung bergidik ngeri. Beberapa dari mereka bahkan cepat-cepat berlari menuju kelas masing-masing.

Dengan rambut yang masih berantakan dan kulit pucatnya, senyuman khas gadis itu tampak seperti seringai di mata orang-orang yang melihatnya.

Sementara itu, terjadi kehebohan di kelas XI Bahasa.

Siapa lagi biang keroknya kalau bukan Heksa?

Begitu masuk kelas, cowok itu langsung menghambur ke arah Andre yang ternyata sampai tertidur di meja setelah menunggu sahabatnya yang tak datang-datang itu.

"Ndre, Ndre! PR lo mana!" Heksa mengguncang-guncang pundak cowok itu.

Andre mengangkat wajahnya yang disandarkan di meja. Matanya mengerjap-ngerjap bingung. "Tadi dipinjem siapa, ya?" Telunjuk Andre terarah ke bangku di barisan depan.

"Kerjaan Hamka nih, pasti! Dia, kan, langganan pinjem PR lo." Heksa mendumel sendiri. Yang dipinjam PR-nya Andre, tapi ia yang kesal.

Ia menyerbu ke meja Hamka, lalu serta-merta menyambar buku PR Andre meskipun temannya itu masih sibuk menyalin jawaban.

"Woy, Sa!" panggil Hamka dengan sedikit membentak.

"Apa?" Heksa berbalik menatapnya. Tangan kanannya dikepalkan, seperti hendak melesatkan bogem. "Gue udah pinjem dari semalem. Apa lo? Maju sini kalau be—"

Fokus Heksa terpecah saat tiba-tiba buku catatan Andre raib dari tangannya.

"Kalau mau rebutan tuh, rebutan cewek. Bukan rebutan bukunya Andre!" teriak Willy yang sengaja menjauhkan buku catatan Andre dari jangkauan Heksa. Ia terbahak kencang saat mendengar Heksa tak berhenti mengomel di belakangnya.

"Nih, gue balikin." Willy meletakkan buku itu ke meja Heksa. "Gue baik, kan?" tanyanya sembari menaik-naikkan sebelah alisnya.

Ia terus mengusili Heksa sampai tiba-tiba tatapannya bergeser ke Andre yang termangu sambil bertopang dagu.

"Ndre, lo kenapa dari tadi diem aja?" tanya Willy penasaran. Meski di antara ketiga cogan itu memang Andre yang paling kalem, tapi kali ini cowok itu juga terlihat sendu.

"Lagi meratapi kejomloannya, kali," celetuk Heksa yang diam-diam masih menyimak ucapan Willy walau sedang bertempur dengan waktu. "Makanya cari pacar."

Willy langsung meraup wajah sahabatnya itu. "DIEM LO, SIPIT! Buruan kerjain PR-nya sebelum Bu Mel ...." Kalimat Willy menggantung. Kini, fokusnya terpusat ke jendela kelas. "RASAIN LO, SA!"

Tangan Heksa yang sibuk mencatat angka-angka di bukunya berhenti menulis. Pulpennya diletakkan di meja. Ia menyerah. Mustahil ia bisa menyalin jawaban sepuluh nomor dalam waktu tidak lebih dari semenit. Dikira sulapan?

Alhasil, Heksa harus menerima hukuman karena tidak mengerjakan tugas. Baru beberapa menit dijemur, Heksa sudah banjir keringat. Meski kepanasan, ia juga masih sempat mengomel.

Untung saja sebelum berlari ke lapangan tadi, Heksa sempat menukar seragam sekolahnya dengan kaus tim basketnya.

Ia tidak ingin membuat seragam serta jas sekolahnya basah dan mengeluarkan aroma-aroma aneh. Walau Heksa sendiri merasa keringatnya seharum bedak bayi.

Bayi badak, lebih tepatnya."

"Nih, Sa." Andre melempar botol air mineral dingin ke Heksa yang langsung sigap menangkapnya.

Untungnya, setelah Bu Mel meminta murid-murid mengumpulkan tugas dan menghukum yang belum mengerjakan, ia justru meninggalkan kelas Andre. Jadilah kelas itu mendapat jam kosong.

Andre dan Willy yang bosan di kelas, akhirnya menghampiri Heksa sembari membawa minuman dingin untuk sahabatnya itu.

"Gue masih kuat. Gue nggak haus," tukas Heksa sembari membusungkan dadanya. "Lihat, gue masih seger buger gini."

"Ya udah, sini botolnya." Willy menyambar botol dari tangan cowok itu. Namun, dengan cepat Heksa menarik botolnya lagi.

Dengan tidak tahu malu, Heksa membuka botol minum dari Willy lantas meneguk isinya sampai habis.

"Yaelah, akhirnya juga diminum," decak Willy kesal.

"Gue bukannya haus, ya. Tapi sayang, mubazir kalau nggak jadi diminum," Heksa beralibi. "Kok, lo pada di sini? Bu Mel ke mana?" tanya Heksa penasaran. Ia menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Abis disuruh ngumpulin PR, dia ngasih tugas, terus kita ditinggal rapat."

"Balik kelas aja yok, Ndre. Panas, nih." Willy menyeret lengan Andre, sementara Heksa mengomel sendiri menyumpahi Willy yang tidak setia kawan.

Keduanya berjalan beriringan menyusuri koridor. Saat hendak berbelok ke tangga, sepasang mata Andre tanpa sengaja menangkap objek yang membuat ujung-ujung bibirnya melengkung. Ia tersenyum.

"Wil, Wil! Lo balik kelas duluan, deh." Ia mendorong pelan pundak Willy.

"Ada apaan, sih?" Willy mengikuti arah tatapan Andre karena penasaran. "Yaelah, masih aja lo ambil kesempatan dalam kesempitan."

"Buruan sana, dih! Ntar kalau ada guru masuk kelas, kabarin gue." Tak sabar menunggu reaksi Willy yang malas-malasan menyingkir, Andre tanpa sadar mendorong cowok itu sampai nyaris terjungkal.

"Wil, sorry!" ucap Andre, tak enak sendiri.

Willy hanya melengos. Ia melenggang menuju kelas sembari membenahi seragamnya yang sedikit kusut.

Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menghampiri Pijar yang duduk sendiri di depan perpustakaan.

Pijar yang awalnya menoleh ke sisi berlawanan, tiba-tiba memalingkan wajah. Seolah tahu Andre sedang berderap menuju perpustakaan.

"Eh?" Andre sedikit terkejut melihat Pijar yang menoleh ke arahnya. Namun, ia tak ingin ambil pusing. Ia melompat duduk di samping Pijar, lalu menatap gadis itu dengan intens. "Lo kok nggak di kelas, Jar? Jam kosong?"

Pijar menggeleng lemah. "Nggak, sih."

"Terus kenapa?" Andre menunduk agar bisa melihat wajah Pijar dengan lebih jelas. "Lo lagi sedih, Jar?"

Pijar hanya tersenyum kecil.

Andre mengangguk-angguk. "Oh, gue tahu. Jangan-jangan lo nggak bahagia, ya, sama Heksa."

"Eh, bukan soal itu!" Pijar menggeleng cepat sembari mengibas-ngibaskan tangannya.

Andre melengos, sedikit dongkol. "Giliran gue ngebahas Heksa responsnya cepet. Terus?" tanya Andre, masih berusaha menarik perhatian Pijar. Ia benar-benar tulus ingin membantu gadis itu. "Cerita, lah ...."

Baru saja hendak membuka mulut, Pijar menggeser tatapannya ke arah lain. Tepatnya, ke balik punggung Andre. Gadis itu tampak terkejut, tapi raut wajahnya masih datar seperti biasanya. Sebenarnya, Pijar hendak bercerita kalau pagi ini ia terpaksa keluar kelas karena ada teman sekelasnya yang berulang tahun."

"Tuh, Sa. Lihat, deh, sahabat lo sendiri mau nikung lo!" Willy mengompori penuh semangat.

Andre yang masih memosisikan tubuhnya menghadap Pijar, tahu adegan apa yang sedang terjadi di belakangnya. Ternyata ,Willy tidak kembali ke kelas, tapi berbelok ke lapangan lagi untuk mengadu kepada Heksa.

Minta dirukyah nih si Willy.

"Heh, minggir lo!"

Belum sempat Andre beranjak dari duduknya, Heksa menarik kerah belakang jas seragam Andre dan menyeretnya menjauhi Pijar.

"Lo mau ngapain, hah?" tukas Heksa sembari bersedekap setelah mengempaskan Andre. Andre agak tersandung saat berusaha berdiri tegak lagi. Namun, setelah memperoleh kembali keseimbangannya, wajah Andre juga kembali datar.

Pijar yang sedari tadi tampak sendu seketika berbinar begitu melihat Heksa datang.

Meski kebanyakan orang sering dipusingkan dengan tingkah laku Heksa, tapi bagi Pijar apa pun yang dilakukan lelaki itu selalu membuatnya terhibur. Definisi bucin yang sebenarnya.

"Untung aja Willy ngasih tahu gue. Wah, lo emang terbaek, Wil," decak Heksa sembari merangkul pundak Willy dan mengabaikan Andre.

"Gue punya ide cemerlang!" Heksa menjentikkan jarinya, bersiap mengoceh lagi. "Mending abis ini kita buka sayembara aja biar Andre nggak jomlo lagi. Gue yakin, pasti nanti NGGAK ADA SATU PUN MURID CEWEK YANG DAFTAR. HAHAHAHAHAAA."

"Bisa diem nggak lo, Sa?" Willy mengusap-usap telinganya, lalu membungkam mulut Heksa. Ia menoleh pada Andre yang anehnya perhatiannya tertuju pada gerbang sekolah. Willy pun mengikuti arah pandang Andre.

"Ndre, lo kenal dia siapa?" tanya Willy saat melihat fokus pandangan Andre.

Andre mengangguk sekali tanpa melepaskan tatapannya dari sosok gadis yang baru saja memasuki gerbang sekolahnya. Gadis itu mengenakan seragam yang berbeda dengan murid-murid SMA Rising Dream.

"Lo mah kalau soal cewek cakep langsung gercep," dengus Willy sembari melepaskan tangannya dari mulut Heksa.

"Tapi, nggak seharusnya dia sekolah di sini," tegas Andre. Wajahnya yang biasanya kalem dan penuh senyum, kini tampak tak bersahabat."

"Wah, wah. Gue mulai mengendus adanya aroma-aroma konstruksi," celetuk Heksa terdengar ambigu.

Willy menoleh dengan alis berkerut. "Lo satu spesies sama bulldog? Pake acara ngendus segala! Hahaaa!" Tawa Willy seketika terhenti setelah mendapat toyoran di dahinya.

"Eh, tapi bentar-bentar. Lo tadi bilang apa, Sa? Konstruksi? Apa hubungannya, sih?" tanya Willy penasaran.

"Semacam ada maksud dari sebuah kejadian. Nah, mungkin aja cewek itu sengaja sekolah di Rising Dream karena punya maksud tertentu. Misal ...."

"Itu bukan konstruksi, tahu! Itu konspirasi! Lo kira mau bangun rumah, pake acara konstruksi segala?" sembur Willy sebelum Heksa selesai menjelaskan.

"Iya, gue mau bangun rumah," jeda sejenak Heksa tersenyum jail, "bangun rumah tangga sama Pijar. Ciaaat ciaaat!" Heksa menunjuk-nunjuk heboh dirinya sendiri. Sementara, Pijar hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Willy membuang muka sembari menutupi telinganya. "Bodo amat gue nggak denger."

Di luar dugaan, Andre tiba-tiba menatap keduanya dengan ekspresi serius. "Sekarang juga cari cara buat ngerjain tuh cewek! Bikin dia nggak betah sekolah di sini!" tukas Andre diiringi senyum licik.

Kalau soal berbuat dosa dan maksiat, Heksa memang jagonya. Otaknya mendadak genius tiap kali merencanakan hal-hal buruk kepada orang lain. Jadi, pantas sekali Andre minta bantuannya.

"By the way dari tadi kita gibahin tu cewek, tapi gue belom tahu dia siapa." Willy mengusap-usap dagunya. Ia penasaran melihat Andre yang tampak sangat membenci gadis itu.

"Dia siapa, Ndre?" tanyanya sembari menoleh menatap Andre.

"Eluna Ginny, panggilannya Ginny," jawab Andre. Sorot matanya berapi-api. "Dan mulai hari ini, dia jadi musuh bebuyutan gue di SMA Rising Dream.


bersambung....

***

Sampai sini gimana SoBel?

Siapa yang mau cepetan update sini absen dluu...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro