Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[tujuh--a]

Bagas memasuki ballroom sebuah hotel berbintang lima tanpa pasangan. Padahal banyak rekan kerjanya yang datang ke acara ulang tahun salah satu petinggi bank itu, dengan mengajak istri mereka juga. Namun, Bagas sama sekali tidak menginginkan ada Praya bersamanya.

Menurut Bagas, Praya tidak cocok menghadiri sebuah acara yang berisikan banyak orang-orang penting. Mulai dari jajaran direksi bank tempatnya bekerja, sampai kolega yang bukan main-main statusnya. Lagipula Bagas tidak ingin jabatan prestisiusnya sebagai salah satu direktur bank swasta ternama, harus sedikit ternoda hanya gara-gara tampilan sang istri yang tak sesuai dengan citra dirinya.

Ia mengambil segelas minuman dari atas nampan, ketika seorang pelayan menawarinya. Ia menyesap perlahan cairan alkohol berwarna bening itu dengan pandangan lurus ke arah seorang wanita.

Bagas memperhatikan Raisa yang sedang membaur bersama para tamu undangan. Raisa adalah contoh wanita moderen yang memiliki kecakapan dalam banyak hal. Cantik, cerdas, supel, dan yang pasti tipikal seperti itulah yang diidamkan Bagas. Wanita sempurna yang pantas melengkapi sebagian dirinya.

Gaun berwarna hitam tanpa motif itu begitu pas membalut tubuh Raisa yang tinggi semampai. Ia cukup mengenal dengan baik apa yang ada di balik gaun tersebut. Bagas tidak akan pernah bosan menjelajahi setiap area tubuh wanita itu di saat dia tanpa busana. Raisa serupa candu yang selalu bisa mengintimidasi gairahnya. Wajah cantik perpaduan Indonesia dan Jerman, menambah keindahan ragawi Raisa. Keindahaan yang telah mampu memikat Bagas, hingga terlalu menyukai wanita itu.

Raisa menoleh dan menyadari tengah diperhatikan oleh Bagas, ketika pandangan mereka berdua bertemu. Dia lalu tersenyum seraya sedikit memberi kerlingan menggoda. Tak satu orang pun akan menyadari kalau Raisa sedang memberi isyarat mesra kepadanya.

Hubungan gelap yang dilakoni Bagas bersama Raisa sudah berlangsung hampir satu tahun. Ketertarikan mereka dipicu oleh intensitas waktu yang terus menerus terjalin di kantor. Pun bahasa tubuh Raisa terlalu menarik untuk ia lewatkan, saat wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu mulai memberikan sinyal tersembunyi.

Ketertarikan satu sama lain yang kemudian berlanjut sampai mereka mengikat diri masing-masing dalam perselingkuhan. Raisa rela diduakan. Asal Bagas selalu ada untuknya saat wanita itu membutuhkan dirinya.

Termasuk saat Bagas sedang berada di rumah ibu mertuanya, Raisa sampai nekat mendatangi kediamannya untuk bertemu. Tentu saja Bagas tidak bisa membiarkan dia sendirian menunggu di sana. Ia memilih tidak memedulikan Praya daripada harus melepas kebersamaannya dengan Raisa.

"Mana istri kamu? Nggak diajak?" tanya Arman, teman sekantornya yang sudah datang lebih dulu.

"Sibuk." Bagas menjawab sekenanya.

"Bukannya istri kamu nggak kerja?" Arman bertanya, tapi dengan cepat menarik kesimpulannya sendiri. "Ah, aku bisa paham kalau jam kerja ibu rumah tangga itu dua puluh empat jam."

Bagas hanya mengedikkan pundak. Entah kenapa ia merasa kalau Arman seperti sedang menyindirnya.

Lelaki berpotongan rambut cepak itu menyenggol lengan Bagas dan menunjuk ke arah istrinya yang sedang mengobrol dengan para istri bankir.

"Julia mana mau ditinggal di rumah. Dia paling suka ke acara-acara seperti ini. Kalau dia tahu aku nggak ajak dia, bisa-bisa aku nggak dibukain pintu kalau pulang," beber Arman yang setengah bergurau.

Bagas membandingkannya dengan Praya yang tidak akan mempermasalahkan. Istrinya mempunyai dunianya sendiri. Dunia yang berbeda dengannya. Sehingga Bagas tidak mau memasukkan Praya ke dalam dunianya yang tanpa cela. Bagi Bagas, Praya merupakan sebuah wujud tanpa kelebihan. Ia tidak bisa menemukan hal bagus dalam diri Praya.

Dulu, ia memang mencintai Praya. Namun, sekarang cinta itu sudah terkikis oleh waktu. Bagas tidak merasakan kejutan-kejutan menyenangkan lagi kala bersama Praya. Seolah ada dua sosok Praya yang pernah dikenalnya. Dan Praya yang sekarang bukanlah wanita yang ia puja lagi.

Sambil mendengarkan Arman bercerita tentang hal lain, ia tak sengaja melihat seseorang yang sudah dikenalnya. Seseorang yang tidak disangkanya bisa hadir di sini.

"Kenapa?" tanya Arman sambil mengikuti arah pandang temannya itu ke tempat di mana sang presiden komisaris sedang berbincang bersama beberapa orang lain, yang di antaranya ada Pijar.

Menjadi sebuah tanya yang mengherankan untuk Bagas, karena Pijar terlihat begitu akrab berbicara dengan petinggi bank-nya itu.

Ia kemudian memilih meninggalkan tempatnya berdiri bersama Arman, demi menuju area lain. Sebisa mungkin ia menghindari Pijar. Ia malas bertegur sapa dengan Pijar. Dari dulu ia memang tidak menyukai sosok Pijar. Baginya, Pijar tetaplah anak pungut yang tidak bisa ditempatkan dalam satu strata dengannya.

Tiba-tiba ada yang menepuk pelan bahunya saat Bagas sedang berbincang dengan salah seorang rekan kerjanya. Ia menoleh dan mendapati orang yang tidak ingin ia sapa malah sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Ternyata kamu ada di sini juga," tegur Pijar sambil mengulurkan tangan untuk dijabat. "Tangan saya sekarang bersih dan nggak bau ikan. Jadi kamu nggak perlu takut akan tertular baunya."

Sindiran Pijar itu membuat Bagas tersentil. Rasa tidak sukanya pada lelaki itu semakin besar. Akan tetapi akhirnya ia menjabat tangan Pijar, meski dengan setengah hati. Seraya memindai penampilan Pijar yang terlihat berbeda.

Bagas bisa menilai harga pakaian yang dikenakan Pijar tidaklah murah. Ditambah jam tangan Pijar telah sedikit mencuri perhatiannya. Jam tangan tersebut adalah seri terbatas dari merek Richard Mille, dengan kisaran harga dua kali lipat dari jam tangannya sendiri. Orang biasa tidak mungkin bisa menjangkau harga fantastis jam tangan mewah itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Pijar.

"Mau bicara apa?" Alis Bagas terangkat naik.

"Ada sesuatu yang mau saya omongin. Ini tentang Praya."

Mendengar nama istrinya disebut, Bagas lalu memusatkan perhatiannya pada Pijar. "Kenapa memangnya dengan Praya?"

"Saya hanya mau tahu aja tentang keadaan dia yang sebenarnya."

"Maksud kamu?"

Pijar menatap lawan bicaranya dengan serius. "Apa yang kamu lakukan sama Praya?"

"Saya nggak mengerti maksud kamu," cetus Bagas dengan raut wajah yang menunjukkan ketidaksukaan pada Pijar.

"Saya tahu ada sesuatu yang terjadi di antara kalian. Dan saya tahu kalau kondisi Praya sedang nggak baik-baik aja."

Bagas tersenyum sinis. "Tahu apa kamu dengan urusan rumah tangga saya? Lagipula siapa kamu? Seenaknya mencampuri urusan kami.

"Tapi saya adalah keluarganya juga. Saya hanya nggak mau melihat Praya nggak bahagia."

"Kamu jangan sok tahu. Praya bahagia atau nggak bahagia, kamu nggak bisa langsung menilainya." Kalimat Bagas terdengar tajam. Ia merasa perlu mengingatkan Pijar kembali tentang posisi lelaki itu di dalam keluarga istrinya.

"Seharusnya kamu jangan lupa dengan asal usul hidup kamu. Tapi sepertinya kamu memang sudah lupa, ya, dari mana kamu berasal," ejek Bagas.

Air muka Pijar tampak menegang, tapi suaranya mampu dia kendalikan setenang mungkin.

"Saya memang hanya anak pungut. Mungkin kalau dibandingkan dengan kamu, saya pasti kalah jauh. Tapi asal kamu tahu," Pijar memberi penekanan pada setiap kata-katanya, "saya akan selalu menjaga dan melindungi keluarga saya. Termasuk kalau ada sesuatu yang membuat Praya tidak bahagia. Saya nggak akan tinggal diam begitu aja."

Sorot mata Bagas terlihat sengit. Ia bukanlah lawan yang mudah ditaklukkan. Dan ia ingin menunjukkannya pada Pijar. Lelaki sok tahu di hadapannya ini perlu diberi pelajaran.

"Kamu sebaiknya jangan jadi pahlawan kesiangan dan jangan berani-beraninya menyentuh masalah keluarga saya. Urus hidup kamu sendiri. Nggak perlu kamu mengurusi hidup Praya lagi. Ingat, Praya itu istri saya."

Dan sebelum melangkah pergi, Bagas mengutarakan lagi isi pikirannya. "Saya tahu kamu masih menyukai Praya. Tapi ingat kalau kamu pasti selalu kalah. Sama seperti dulu. Kamu nggak akan pernah bisa mendapatkan Praya."

•••♡•••

Kalian tim Bagas atau tim Pijar? Atau bukan tim keduanya?

Jangan lupa untuk VOTE dan komentar. Kalau jumlah VOTE-nya banyak pasti double update ❤

Terima kasih sudah membaca cerita ini ❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro