Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[empat--a]

Praya berdiri di depan cermin. Meneliti refleksi diri yang terpantul di sana. Alis berantakan, mata sayu seperti orang mengantuk, juga kantung mata yang menambah ketidaksempurnaan. Ia menilai wajahnya sudah tidak bisa disebut menarik lagi. Meski kulit wajahnya tidak bermasalah, tapi proses penuaan sudah menunjukkan eksistensinya. Kerutan samar di ujung matanya mulai terlihat.

Praya merasa bukan lagi wanita cantik yang sering menuai kekaguman Bagas. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Bagas memujinya. Ia lantas menyentuh bibirnya, karena teringat kalau dulu Bagas begitu menyukai bagian ini. Bagas selalu memuji keindahan bibirnya, selalu menyempatkan untuk memberikan kecupan mesra dan banyak ciuman panjang. Ia tiba-tiba merasa rindu mencecap rasa manis itu lagi.

Praya menyadari kalau semua orang tengah bergerak melewati siklus hidupnya masing-masing. Terlahir ke dunia, berkembang seiring usia, lalu mati. Tinggal bagaimana seseorang itu bisa menyikapi segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupnya dengan baik atau tidak.

Pergerakan hidupnya telah terputus. Setidaknya begitu yang ia pikir. Ia hanya perlu melewati sisa usia dengan menebus kesalahan yang pernah dilakukannya. Hatinya hanya akan selalu terselimuti oleh awan mendung.

"Mungkin kalau waktunya sudah tepat, aku akan menceraikan dia."

Perkataan Bagas itu terus menerus terngiang sejak semalam. Membebani benaknya yang tak bisa tenang. Praya sudah berjuang bertahun-tahun menahan segala ketimpangan rumah tangganya. Sehingga ia tidak akan membiarkan usahanya selama ini harus berakhir dengan perceraian.

Harapan Praya tidaklah muluk. Ia berharap jangan sampai pernikahannya kandas dan membiarkan kedua anaknya berada di keluarga yang tidak utuh. Ia hanya ingin Tara dan Salwa bahagia.

Mungkin Praya harus mencoba peruntungannya sekali lagi. Ia kemudian mengambil lipstick yang sudah sangat jarang dipakainya. Ia hampir tidak pernah mewarnai kelopak bibirnya kala berada di rumah. Namun kali ini ia ingin memberikan sentuhan berbeda. Berharap Bagas memperhatikannya, meski hanya sedikit.

Pulasan lipstick itu agak terasa asing bagi Praya yang sekian lama terbiasa tanpa polesan apa pun. Dengan menggunakan telunjuk, ia merapikan sedikit lipstick yang keluar dari garis bibir. Warna lipstick yang ia pakai tidak terlalu mencolok, tapi tetap terlihat perbedaannya.

Bagas sudah bersiap berangkat ke kantor. Dia melihat ke arah Praya yang sedang duduk di depan meja rias. Namun hanya sekilas saja. Seperti Bagas yang biasanya. Bagas yang tak acuh dan tak menganggap penting keberadaan Praya. Dia masuk ke kamar hanya untuk mengambil tas kerjanya.

"Aku berangkat." Hanya itu saja yang diucapkan Bagas sambil berlalu keluar kamar. Hati Praya berdenyut. Mendadak merindukan masa-masa bahagianya dulu bersama Bagas.

•••

Wiper bergerak menghapus jejak air yang menetes pada kaca depan mobil yang sedang Praya kendarai. Salwa duduk manis di sebelahnya sambil menekuri layar ponsel. Tara berada di kursi belakang. Anak lelakinya itu memejamkan mata dengan headset terpasang di telinga. Praya sengaja sekalian menjemput Tara ke sekolah untuk pulang bersama, daripada membiarkan dia kehujanan di jalan.

Hari ini mereka bertiga akan makan siang di salah satu restoran jepang favorit Salwa. Meskipun pada awalnya Tara menolak untuk ikut, tapi akhirnya remaja itu mengikuti kemauan adiknya. Dia memilih untuk mengalah daripada mendebat Salwa, yang akan terus merajuk kalau keinginannya tidak dituruti.

Restoran jepang yang mereka tuju ada di bilangan Kuningan. Jarak yang lumayan jauh untuk sekadar mengisi perut. Padahal Praya sudah memasak untuk makan siang. Namun, sama seperti Tara, ia juga lebih baik menyetujui kemauan Salwa.

Jalanan di depannya agak tersendat. Banyak kendaraan berbelok arah dengan memotong jalan. Sehingga ia harus menunggu sampai seorang pemuda yang mengatur pergerakan kendaraan di jalan tersebut, memberinya giliran untuk lewat.

Hujan masih belum reda saat mereka sampai di tujuan. Mobilnya sengaja berhenti tepat di depan pintu masuk restoran yang berkanopi, agar kedua anaknya tidak kehujanan. Salwa dan Tara lebih dulu turun, sedangkan Praya masih harus memarkir mobilnya di pelataran restoran yang hampir terisi penuh.

Ia melihat masih ada ruang untuk mobilnya di bagian belakang restoran. Walau sayangnya agak jauh dari pintu masuk, mau tak mau ia harus tetap memarkirnya di sana. Setelah itu, Praya terpaksa menerabas hujan demi bergabung bersama kedua anaknya yang sudah berada di dalam restoran.

Praya terlalu tergesa-gesa, membuat ia tak berkonsentrasi dengan langkah kakinya sendiri. Hal itu tak ayal membuat dirinya tersandung, jatuh ke arah depan, dan menimpa kubangan air hujan. Hampir saja wajah Praya turut menyentuh tanah, tapi untung ia dengan sigap menahan benturan dengan sikut. Yang hanya menyebabkan luka gores pada bagian tersebut.

Praya bangkit berdiri seraya membetulkan letak kacamatanya yang miring. Pakaiannya jadi kotor berbercak kecoklatan. Ia kemudian memasuki restoran dalam kondisi yang timpang dengan keadaan di sekelilingnya. Terlihat memprihatinkan.

Tara yang melihat Praya datang dengan basah kuyup, lekas menarik beberapa lembar tisu dari kotak dan memberikan pada ibunya.

Praya mengelap wajah, lalu melepas kacamatanya yang juga basah. Pendingin ruangan di dalam restoran membuatnya kedingininan.

"Bunda pakai hoodie aku aja, ya," cetus Tara dan bersiap melepaskan hoodie yang melapisi seragam sekolahnya.

"Nggak usah. Bunda nggak apa-apa, kok," tolak Praya.

"Tapi Bunda pasti kedinginan."

Praya menggeleng dan tersenyum, lalu membenahi rambutnya yang lepek dengan jemari. "Kamu pesan apa?" tanyanya pada Tara.

"Ramen aja."

Dan Praya tak perlu bertanya lagi pada Salwa yang sedang serius memilih menu di tablet. Sampai-sampai tak merasa perlu khawatir dengan keadaan ibunya yang basah kuyup.

"Bunda kenapa, sih, sampai basah banget gitu?" Mata Salwa membelalak kaget melihat kekacauan penampilan Praya, begitu gadis itu menyerahkan tablet kepadanya.

"Nggak perlu kamu tanya lagi. Udah pasti Bunda kehujanan," sela Tara.

"Iya tahu. Tapi masa udah mirip orang kecebur selokan aja basahnya. Jarak parkiran, kan, nggak jauh. Bunda ke ...."

"Salwa." Suara Tara yang tiba-tiba berubah tajam menghentikan perkataan Salwa. Tatapan mata Tara memberi isyarat pada adiknya agar lebih baik diam saja.

Salwa memutar kedua bola matanya, lalu melipat kedua tangan di depan dada dan mengedarkan pandangannya ke arah lain.

Praya sebenarnya tak terlalu menggubris kata-kata Salwa. Perhatiannya sedang tertuju pada layar tablet yang menampilkan deretan gambar menu makanan dan minuman. Ia lalu memilih chicken katsudon.

"Lho, itu ada Ayah."

Celetukan Salwa membuat Praya langsung mendongak dari tablet dan mengikuti arah pandang anaknya itu.

Bagas muncul dari arah pintu masuk dengan dua orang laki-laki yang Praya tahu adalah rekan kerja suaminya. Namun di antara mereka ada seorang wanita yang Praya tidak kenal. Mungkin karyawan baru.

"Ayah!" panggil Salwa sambil melambaikan tangan untuk menarik perhatian Bagas.

Bagas tampak tidak menyangka bertemu keluarganya di sini. Laki-laki itu tersenyum pada Salwa, tapi senyumnya seakan menghilang begitu melihat Praya. Raut mukanya sesaat mengeruh.

Praya segera berdiri ketika rekan kerja Bagas menghampiri mejanya untuk menyapa dan berjabat tangan, termasuk si wanita yang tersenyum ramah. Penampilannya sangat menarik, cantik, dan anggun.

Kepercayaan diri Praya langsung merosot tajam. Penampilannya bagai langit dan bumi dengan wanita itu. Padu padan kaos over size yang kotor dan jeans lusuhnya tidak mungkin bisa disetarakan dengan kesempurnaan.

Bagas tak berkata apa-apa padanya. Namun, ia tahu kalau Bagas tidak menyukai kehadiran dirinya di restoran ini.

"Ayah gabung sama teman kantor dulu, ya," tukas Bagas pada Salwa tanpa melihat lagi ke arah istrinya.

Dan pesan yang dikirimkan Bagas selanjutnya, membuat Praya semakin jatuh ke dalam kerendahan diri.

• Selesai makan langsung pulang. Jangan lama-lama di sini

• Kamu hanya bikin malu aku aja

Seketika, benak Praya terasa sesak. Apalagi dari mejanya ia bisa melihat interaksi Bagas dengan teman-temannya. Senyum yang terkembang di wajah Bagas bukanlah untuknya. Suaminya itu begitu senang bercengkrama dengan wanita lain.

•••☆•••

Hmmm ... apa dia wanita lainnya?

Oh iya, menurut kalian masih ada cinta nggak sih buat Praya di hati Bagas?

Jangan lupa VOTE biar makin semangat dan cepat update-nya ❤❤
Dan bagi yang belum follow, jangan lupa follow akun ini ya hehehe ... ❤❤

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro