Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[delapan--d]

"Mana Praya?" Bagas langsung bertanya tanpa berbasa-basi lagi.

Jelas saja pertanyaan tersebut disambut Pijar dengan dingin. Kekesalan Pijar pada Bagas sudah mencapai batas yang bisa ditolerirnya. Ia tidak bisa hanya berdiam diri menanggapi kearoganan seorang Bagas.

"Buat apa kamu cari dia?" Pijar menatap laki-laki di hadapannya itu dengan sorot menantang. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Setidaknya ia sedang menahan diri untuk tidak melayangkan bogem mentah ke wajah angkuh Bagas.

Bagas tampak tidak menyukai tanggapan Pijar dan kembali mempertegas posisinya.

"Dia istri saya. Jadi saya punya hak atas dia," lontar Bagas.

"Dia memang istri kamu, tapi apa kamu sudah membuat dia bahagia? Selama ini Praya banyak menderita karena kamu." Pijar masih berusaha bersikap tenang, meski kata-katanya kini terdengar tajam. "Gara-gara kamu juga nyawa dia hampir terancam."

"Tahu apa kamu tentang masalah kami? Kamu hanya orang luar yang sok tahu dengan urusan rumah tangga orang lain!"

"Saya juga adalah keluarga Praya!" seru Pijar. Ia sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk tak berkata keras.

Bagas tersenyum sinis. Meremehkan Pijar dengan pandangannya yang sama sekali tak bersahabat.

"Anak pungut tetap selamanya akan menjadi anak pungut. Seharusnya kamu sadar dan nggak perlu bertindak melebihi batas kamu di keluarga ini," cela Bagas.

Bagas lalu berjalan melewati Pijar. Dia hendak menemui sendiri Praya di kamarnya. Namun, Pijar segera mencekal lengan Bagas. Menahan langkah lelaki itu. Bagaimanapun juga bukan sesuatu yang baik kalau Bagas sampai menjumpai Praya.

"Kamu nggak bisa bertemu Praya sekarang. Dia butuh waktu untuk sendiri," sergahnya.

Bagas menyentak tangan Pijar. Tidak menyukai tindakan Pijar yang menurutnya lancang.

"Berani-beraninya kamu menghalangi saya!" bentak Bagas sengit.

"Apa kamu nggak paham juga dengan kondisi istri kamu, Gas? Dia butuh menenangkan diri, karena kamu adalah sumber masalahnya!" Pijar tak kalah lantang menyuarakan pendapatnya.

Sejenak Bagas hanya menggeleng, lalu dengan cepat mencengkram kerah kemeja Pijar dan menariknya mendekat

"Sialan kamu!" geram Bagas yang tersulut emosinya. "Jangan pernah mencampuri urusan saya dengan Praya. Saya hanya mau bertemu istri saya. Kamu nggak ada hak sama sekali mengatur saya ataupun Praya!"

Tangan Bagas masih mencengkram kerah kemeja Pijar dengan kuat, lalu berkata dengan kebencian yang tidak ditutupinya, "Kamu hanya parasit di keluarga ini. Bagi Praya, kamu juga nggak berarti apa-apa. Saya yang memiliki Praya. Bukan kamu. Sekuat apa pun usaha kamu supaya terlihat baik, tetap aja kamu hanya sampah yang pasti juga terlahir dari sampah!"

Bagas sudah menyerempet masalah pribadi yang berhubungan dengan asal usul Pijar. Walaupun Pijar sama sekali tidak mengetahui sosok ibu kandungnya, tapi bukanlah pembenaran bagi Bagas untuk melontarkan kalimat menghina sekasar itu.

Pijar segera bergerak melepaskan diri dari Bagas dan langsung melayangkan tinjunya tepat di pipi sebelah kanan lelaki itu. Bagas terkejut dengan serangan mendadak tersebut. Dia mengusap pipinya yang terasa ngilu.

"Kurang ajar!" Bagas tak terima dan bersiap melayangkan balasannya ke arah Pijar.

"Berhenti, Mas!"

Sebuah suara menghentikan tinjunya di udara. Keduanya menoleh bersamaan dan mendapati Praya berdiri di samping ibunya. Bagas lantas menurunkan tangan dan berjalan mendekati istrinya.

"Kita pulang sekarang," ajak Bagas yang lebih kepada sebuah perintah. Suaranya tidak sekencang tadi, karena masih menghormati ibu mertuanya.

"Untuk apa aku pulang, Mas?" tanya Praya pelan.

"Kita harus selesaikan masalah kita di rumah. Bukan di sini."

Praya menggeleng lemah. "Tapi aku sudah nggak mau kembali ke rumah kita, Mas."

"Kalau kamu nggak mau kembali ke rumah, seenggaknya kita bicarakan di tempat lain."

"Kamu dengar sendiri, kan. Jadi tolong jangan paksa dia lagi," timpal Pijar. Ia tidak suka melihat Bagas memaksa Praya.

Namun, Bagas tidak menggubris saran Pijar dan lebih memilih melanjutkan keinginannya untuk berbicara dengan Praya. Bagas mencoba meraih tangannya, tapi tidak berhasil. Praya sedikit menjauhkan diri dari Bagas.

"Baik, kalau itu mau kamu. Aku akan jemput anak-anak sekarang di rumah Aneta. Mereka harus pulang sama aku," tukas Bagas.

Pijar yakin kalau Bagas sengaja menyeret kedua buah hati mereka ke dalam masalahnya agar Praya menurut.

"Kamu nggak bisa lakukan itu, Gas!" protes Pijar.

Bagas tidak menghiraukannya dan melangkah keluar rumah tanpa banyak kata lagi. Seperti yang diprediksi oleh Pijar, Praya pun hendak mengikuti Bagas. Arini tak mampu berkata apa-apa melihat polemik anak dan menantunya. Sambil dipapah Ratmi, wanita itu terduduk di kursi.

"Praya sudah. Biar anak-anak aku yang urus," kejar Pijar sambil menahan lengan Praya yang sudah mencapai teras.

"Aku harus menyelesaikan semuanya sama Mas Bagas. Dia nggak bisa ambil anak-anak aku," ucap Praya. Kegelisahan terpancar jelas di wajah pucatnya.

"Aku paham. Tapi kamu nggak perlu mengikuti dia. Biar aku hubungi Aneta supaya mengamankan Tara dan Salwa."

Sayanganya, Praya sudah tak mampu lagi berpikir logis di tengah kekalutannya. Praya tetap berjalan ke arah mobil Bagas yang sudah siap untuk meninggalkan halaman. Praya membuka pintu mobil bagian depan dan duduk di samping Bagas. Tidak peduli pada ketukan Pijar di kaca jendela mobil yang memintanya untuk keluar.

Usaha Pijar sia-sia saja, karena Bagas segera menjalankan mobilnya. Menyisakan Pijar yang hampir tak percaya kalau sudah melepaskan Praya kembali pada masalah.

Akan tetapi, ia tidak mau tinggal diam dan bergegas masuk kembali ke rumah untuk mengambil kunci mobil. Pijar harus mengikuti mereka berdua. Ia tidak akan pernah bisa tenang selama Praya bersama dengan Bagas.

•••

Setelah beberapa menit mobil berjalan, baik Praya ataupun Bagas belum ada yang bersuara. Mereka berdua seperti sedang bergelut dalam pikiran masing-masing. Kebisuan di antara mereka hanya diisi suara deru mesin mobil.

Praya hanya bergeming seraya menggigiti kuku-kuku jarinya. Diliputi kecemasan yang menghimpit benaknya. Ia tidak lagi mampu berpikir panjang selama itu menyangkut sang buah hati. Ia tidak mau Bagas merebut mereka dari hidupnya.

Bagas tidak bisa mengambil Tara

Bagas tidak bisa mengambil Salwa

Kata-kata itu berputar terus di kepalanya, seakan bersuara secara nyata yang mengalahkan deru mesin mobil.

"Seharusnya kamu jangan membawa masalah kita keluar. Masalah ini hanya antara kamu dan aku. Orang lain nggak perlu ikut campur," beber Bagas setelah beberapa saat membiarkan waktu merangkai kebisuan.

Bagas melirik sekilas ke arah Praya yang masih saja diam. Bagas menggunakan kesempatannya untuk berbicara lagi. Mengeluhkan tindakan Praya yang malah membawa Tara dan Salwa ke rumah Aneta. Sampai kemudian bergulir pada nama lain.

"Kamu sebaiknya belajar dari kesalahan kamu waktu mengasuh Lavi, yang karena keteledoran kamu dia sampai meninggal."

Hati Praya teriris mendengar nama Lavi disebut lagi oleh Bagas. Dosanya seolah kembali memanggil untuk meminta sebuah penebusan.

"Apa kamu yakin bisa menjadi ibu yang baik setelah kejadian semalam?" Pertanyaan Bagas itu seperti menyudutkan Praya.

Praya tercenung memikirkan ucapan Bagas. Memikirkan ketidakmampuannya sebagai seorang ibu.

Aku bukan ibu yang baik. Batinnya menyebutkan kalimat itu dengan lantang. Berkali-kali. Praya sudah tidak bisa berpikir secara jernih. Sejak semalam, kekacauan dalam dirinya belum sepenuhnya pulih. Malah semakin parah.

Diam-diam ia membuka pintu mobil. Angin dari luar mulai masuk melewati celah pintu yang telah terbuka sedikit. Praya menahannya untuk beberapa saat. Memperhatikan Bagas yang masih melihat ke arah jalan di depan. Sampai ketika Bagas menoleh dan menatapnya, Praya yakin, inilah saat yang tepat untuk mati.

Praya memejamkan mata, lalu melompat keluar dari mobil yang masih melaju. Meninggalkan Bagas dalam kengerian yang sama sekali tidak disangka sang suami akan terjadi sepersekian detik kemudian.

Sayangnya, semua sudah terlambat.

•••☆•••


Ada yang bisa menebak kejadian selanjutnya?

Jangan lupa VOTE dan komentarnya sebanyak-banyaknya. Siapa tahu update lagi❤

Terima kasih banyak ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro