BAB 7
-Dia kembali-
Jaehyuk pusing, bahkan ia rela menidurkan dirinya di UKS sejak jam pertama dimulai hingga tak lama istirahat pun tiba. Ia merasa stres, apalagi orang tuanya yang memarahinya mengenai nilai matematikanya yang menurun hingga berada di nilai 85.
"Jaehyuk?" Jaehyuk yang mendengar langsung saja menutup mata damai hingga Asahi dan Jeongin datang sembari membawa sebungkus makanan.
"Sepertinya kita makan di tempat lain saja." Asahi bergerak cepat keluar berbeda dengan Jeongin yang berjalan mendekati Jaehyuk sambil menaruh roti di meja.
"Jangan menghindari kami, Jaehyuk. Aku tahu kau bangun." Jaehyuk membuka matanya tak bisa melawan, Jeongin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mau sampai kapan kau begini? Apa kau tidak mau mencari segalanya?" Jaehyuk tak bisa menjawab.
"Dengar, jika bukan kau pelakunya, kenapa kau hanya diam, kenapa kau diam saja saat mereka mengejekmu? Cepat jawab?!" Jeongin marah, Jaehyuk seperti orang yang putus asa.
"Kau tahu, aku merasa kasihan—bukan! Aku kecewa melihatmu lemah. Aku yakin kau ingin memukul mereka, lalu kenapa kau tidak melakukannya?" Sarkas Jeongin membuat Jaehyuk bangun untuk duduk dan berpikir.
"Jeongin ... kau tahu aku tidak akan melakukan itu."
"Lalu, kalau kau tidak memukul mereka, kau mau melakukan apa?" Jaehyuk hanya bisa bergumam bahwa dia bisa membuktikan kepada semuanya.
"Cari semua, tindas mereka dengan semua perkataanmu." Jeongin bergerak keluar dan menutup pintu itu perlahan hingga akhirnya tertutup rapat, disusul Asahi yang mengatakan tidak apa-apa sambil berjalan menyusul Jeongin yang sedang menyender di dinding UKS.
"Aku tak menyangka kalau kau begitu kasar." Asahi melipat tangan di dadanya karena suara Jeongin bisa saja terdengar hingga keluar ruangan.
Jeongin mengedikkan bahunya. "Mau sampai kapan kau terus mendengar Jaehyuk diejek seperti itu. Persoalan dia yang diguyur oleh teman sekelas kita itu sudah menganggap bahwa dia tidak berguna. Pion pion itu—"
Jeongin meremat tangannya sambil menatap Asahi dengan tersenyum. "Kita lihat saja, siapa yang akan mati duluan karena perkataannya, Jaehyuk atau orang-orang itu?"
Asahi hanya terdiam menatap kawannya sejak SMP yang begitu kuat saat melihatnya.
"Aku senang melihatmu tampak kuat." Asahi tersenyum dan segera bergerak mengintip Jaehyuk yang sedang merenung, lalu berjalan cepat menyusul Jeongin yang berjalan entah ke mana.
Di lorong yang sama, ada seseorang yang mengintip sambil melihat keadaan sekitar. Ia mengenakan pakaian serba hitam, tak lupa ia memakai masker dan kacamata untuk menutupi wajahnya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya sambil menatap suara bising membuat dia segera bersembunyi di balik dinding dan menatap seseorang yang keluar.
Junghwan tersenyum sambil berteriak, "Appa?!" Jaehyuk memasang death glare pada orang yang suaranya sudah sangat ia kenali, padahal ini kedua kalinya mereka bertemu.
Oh Tuhan, kenapa dia harus bertemu dengan anak ini lagi?
Junghwan tampil dengan senyum menawan membuat Jaehyuk tak tega untuk mengacuhkannya.
"Kenapa rambut Appa seperti tersambar listrik?" Jaehyuk meraba rambutnya dan segera diam menengok ke arah jendela UKS.
Benar, dia seperti orang gila sekarang.
"Tidak apa-apa, aku tadi hanya sedang tiduran." Jaehyuk berjalan pergi, mengharapkan agar anak yang sangat menyebalkan ini pergi dari sini.
"Appa, kenapa kau meninggalkanku?" Junghwan berjalan cepat menghadang Jaehyuk yang sudah menggertak giginya kesal.
"Jangan bicara apapun, aku masih anak sekolah!" Jaehyuk kesal setengah mati, ia sedang pusing dan harus dihadapkan dengan manusia di depannya yang bisa menguras tenaganya.
Junghwan terdiam menunduk sedih, membuat Jaehyuk simpati dan segera menghela napas panjang.
"Kau kenapa ke sini?" Tanya Jaehyuk dengan menatap ke segala arah. Dia langsung terkejut saat lelaki ini memeluknya.
Sangat erat.
Bahkan Jaehyuk berpikir beberapa detik bahwa Junghwan adalah keluarganya. Pelukannya mengingatkannya pada kakek pihak ayahnya yang meninggal beberapa tahun yang lalu.
Apa dia benar anakku?
Junghwan melepaskan pelukannya dan menatap Jaehyuk yang terdiam. "Yah, namaku Yoon Junghwan. Ingat terus namaku ya." Junghwan tersenyum dan segera berjalan pergi.
"Kenapa dia pergi?" Tanyanya dan merasakan tepukan dari belakang. "Jaehyuk, kamu bolos?" Jaehyuk menengok ke belakang dan terkaget melihat guru killer berada di belakangnya.
Ia menunduk hormat sambil berkata, "maaf, pak. Tadi saya enggak enak badan, ini rencananya mau ke kelas." Guru itu mengangguk dan ancang-ancang pergi sambil menggebrak penggaris itu ke dinding.
Jaehyuk yang tak kuat berlama-lama akhirnya pergi.
***
"Aku tidak bisa lama-lama, aku ada les, " pekik Jeongin dan Asahi pun mengangguk.
Jeongin dan Asahi sedang duduk di kelas kosong bersama Jaehyuk yang ingin mengutarakan sesuatu.
"Hallo!" Mereka bertiga menengok dan Jaehyuk terkejut dengan adanya Junghwan yang duduk di sampingnya.
Jangan sampai dia memanggil ayah seperti tadi.
"Kau kenal?" Jeongin bertanya membuat Jaehyuk menggeleng—
"Aku di sini sebenarnya tidak ingin berbasa-basi." Junghwan segera mengeluarkan sebuah foto. Foto itu menampilkan foto Winter di laman sekolah.
"Aku tinggal di rumah Winter Noona, aku dengan jelas tahu ini di mana. Ini area kamar mandi di rumahnya di lantai 2, dekat kamarnya. Jadi yang aku tanyakan, siapa yang bisa datang ke rumahnya?" Tanya Junghwan membuat mereka bertiga berpikir.
Jeongin mulai bersuara. "Kata temanku, rumah Winter itu ada di Songpa-Gu, daerahnya sangat jauh dari sini. Dan hanya teman dan pacar—tunggu, apa?!" Jeongin menunjuk Junghwan membuat dia menimbulkan senyum miringnya.
"Ini masalah simpel, jadi kalian harus membuktikan kalau orang itu harus ditangkap. Aku jamin kalian berpikiran hal yang sama jadi aku tidak usah perjelas siapa pelakunya." Junghwan bergerak sambil tersenyum segera memakai kacamata hitamnya kembali.
"Junghwan?!" Junghwan menengok saat Jaehyuk berdiri dan menatapnya. "Terima kasih." Junghwan mengangguk dan tersenyum lebar.
"Sama-sama, Appa?!" Junghwan berlari keluar agar tidak diamuk massa.
***
"Kau ini ke mana saja hah?!" Junkyu menggeram membuat Junghwan terkekeh.
Jadi sekitar jam 11 siang, Junghwan ikut dengan Junkyu ingin pergi ke area Gangnam-gu. Ternyata saat sore dia menyangkut di area sekolah adiknya.
"Ini sudah sore, apa kau mau aku diamuk Appa hah?!" Junkyu jengkel, ia tidak mau terkena semprot dari ayahnya yang galak.
"Hehehe maaf, Hyeong. Tadi aku senang lihat pertandingan basket di sana." Junkyu memilih mengabaikannya dan segera menyalakan motornya dan membawa Junghwan pergi ke rumah.
Tak berapa lama, mobil milik orang tua Jaehyuk datang dengan Jaehyuk yang keluar gerbang bersama teman-temannya.
"Yasudah ya, aku sudah dijemput!" Jeongin dan Asahi mengangguk dan menatap Jaehyuk yang menaiki kendaraan roda empat itu yang sudah mulai pergi melewatinya dengan lambaian tangan Jaehyuk dari jendela yang dibuka.
"Orang tua Jaehyuk sombong ya, bahkan tidak menegur kita sama sekali." Asahi memukul lengan Jeongin, menunjukkan bahwa itu ucapan yang tidak sopan.
"Itu busnya!" Asahi berlari meninggalkan Jeongin yang mengaduh kelupaan hingga melihat sesuatu di ujung sana.
Bukan mobil Jaehyuk, tapi ada Raejun di sana terdiam dan mulai menatapnya.
Ada apa dengannya?
* * *
Jangan lupa vote and coment🙃
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro