BAB 5
-Aku kembali-
Mata Junghwan terbuka, menatap seorang pria berumur yang tersenyum lalu berlari seperti hendak memanggil seseorang.
Junghwan tersenyum mengerjakan mata menatap area kamar ini, ia tidak tahu milik siapa kamar yang ia tempati, tapi baunya sangat tidak asing.
"Lihat, dia sudah bangun!" Junghwan mengerjapkan mata menatap wanita yang tersenyum duduk di pinggir ranjang mengelus rambutnya dengan gerakan melambat.
Ia benci mengakuinya, tapi ia rindu perlakuan ini.
"Dia baik-baik saja, kau jangan sampai berlarian seperti anak kecil!" Wanita itu marah membuat pria itu terkekeh.
Junghwan menyimpulkan senyumnya, pria di depannya mungkin sedikit ceroboh. Tapi dia merasa sangat tertolong.
Junghwan melihat pria yang masih mengenakan baju polisi itu duduk menggantikan istrinya yang sedang mengambilkan obat. "Apa kau merasa enakan?" Junghwan mengangguk pelan. "Appa tidak usah khawatir, aku 'kan kuat!" Junghwan memeragakan tangannya keatas bak anak-anak yang ingin bermain.
Tapi dia memang anak kecil, selalu ceroboh dan suka membuat masalah.
"Appa?" Junghwan terdiam sambil menutup mulutnya, ia tiba-tiba cengengesan tak tahu mau beralasan apa.
"Kau mengenaliku?" Junghwan mau tidak mau mengangguk. Mungkin mengatakan yang sejujurnya itu lebih baik—
"Maaf aku tidak sopan memanggilmu tadi." Junghwan menunduk malu.
—tapi tidak untuk kali ini.
Suho mengangguk. "Kamu bisa panggil aku Appa untuk seterusnya, tidak apa-apa."
Junghwan menatap Suho tersentuh.
"Sekarang kamu tinggal di sini dulu ya, apa aku bisa menghubungi orang tuamu?" Junghwan menggeleng pelan. "Orang tuaku sedang berada di luar negeri, dia tidak akan menghubungiku," ucapnya berbohong.
Suho merasa tersentuh lalu memeluk anak itu. "Siapa namamu?"
"So Junghwan."
"Namamu sangat bagus, jadi jangan bersedih lagi." Suho memeluknya pelan. Junghwan tanpa sadar meneteskan air matanya, meremat baju Suho di balik punggungnya.
"Ohh ayolah, Appa membuatnya menangis." Junghwan menatap lelaki di depannya sambil tersenyum tanpa sadar.
Ternyata yang dia katakan di masa depan memang benar, lelaki itu memang cukup jantan jika pertama kali mereka bertemu.
Selebihnya ... Junghwan harus merenungi dirinya lebih lanjut.
"Tumben sudah pulang, tidak punya teman ya?" Tanya Suho menyelidik pada anaknya. Junkyu menggeram kesal, tapi dia tahan setelah mengingat sesuatu.
"Aku melihat Winter murung, jadi sebagai Oppa yang baik aku harus menemaninya di rumah." Junkyu membanggakan dirinya sebentar sebelum kalimat savage menerpanya.
"Ayah tahu kamu itu ingin rebahan, jangan banyak beralasan!" Junkyu memutarkan bola matanya malas, padahal yang dia omongkan itu benar. Tapi memang sehabis menemui ayahnya saat ini, dia ingin rebahan.
"Ke mana ibumu ini? Kenapa obatnya belum datang?" Suho melepas pelukan Junghwan dan segera berjalan keluar kamar, saat itu Junkyu menyorotnya dan menatapnya menyelidik.
"Enak ya dipeluk sampai nangis gitu?" Tanya Junkyu sambil duduk di sebelah Junghwan, tak lama dia menarik pipi itu kencang.
"Kok kamu lucu!" Junkyu menggeram gemas membuat Junghwan kesal. "Aku berotot tahu!" Junghwan memperlihatkan otot di tangannya yang lumayan kekar.
Junkyu menggeram kepada anak baru ini, dia juga punya kok!
"Nih aku juga punya!" Junkyu pamer tangannya di depan Junghwan membuat dia tertawa. "Itu lemak, Hyeong."
"Iya ya, terserah. Ohh iya Junghwan, kamu tinggal di mana?" Junghwan terdiam menatap Junkyu teduh, apa dia harus bicara bahwa dia anak dari adiknya sendiri?
Mungkin dia akan tertawa tidak jelas, seperti kepribadiannya.
Tapi balik lagi ke pemikiran awalnya, siapa juga yang percaya bahwa anakmu datang dari masa depan?
"Ckckck, Ibumu ini. Ada tamu enggak ngomong dulu." Suho menghela napas mengeluh pada Junkyu kalau Jisoo malah asyik rumpi sama tetangga yang baru datang, mana sampai dipanggil-panggil enggak menyaut lagi.
Junghwan terdiam sembari melahap obat yang diberikan oleh Suho, sembari Junkyu yang menatapnya menyelidik.
Dia pasti ingin tahu aku tinggal di mana?
Junkyu tipikal yang punya rasa ingin tahu dan kecurigaan yang tinggi, jadi wajar saja Junghwan merasa takut.
"Kau tinggal di Mars ya?" Junghwan cengengesan mengangguk sambil menatap Suho yang memukul bahu Junkyu yang masih saja berpikiran absurd.
Bukan hanya Junkyu saja ... bahkan ibunya juga suka melakukan itu. Ya jadi wajar saja ....
* * *
Winter menguap sambil menatap jam yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.
Sekolah masih lama.
Winter menguap kebosanan sambil mengucek matanya menatap cahaya yang masuk mengintip dari balik jendelanya, ia segera membukanya sambil menutup matanya silau. Setelahnya beranjak untuk keluar kamar sambil memandang area bawah yang sudah agak ramai.
Ada ayahnya yang sedang memakai kacamatanya membaca buku di meja makan, ada kakaknya yang sedang berlarian mengambil roti, mungkin dia ada jadwal pagi untuk berangkat ke sekolahnya. Lalu juga ada seorang cowok yang keluar dari kamar kakaknya—tunggu, siapa dia?
"KAU ORANG GILA ITU?!" Winter berdecak sambil maju memukul Junghwan bahkan menendang kakinya hingga terjatuh. Junghwan yang baru bangun bahkan tidak bisa melawan.
"Hey, kau ini kenapa sih?" Junkyu maju menaiki tangga menatap Winter aneh.
Suho juga ikut datang berlarian bahkan dengan kacamatanya yang miring. "Kamu tidak apa-apa?" Suho segera membangunkan Junghwan yang meringis.
"Kalian kenapa? Apa ada alien di sini?" Tanya Jisoo yang dibalut dengan celemek dengan membawa sebuah panci.
Oke kita abaikan.
Winter cuma bisa diam menunduk saat orang tuanya tak lama marah padanya, tapi dia memang benar kok kalau anak di depannya ini orang gila. Dia mengaku sebagai anaknya kemarin?!
"Bisa jelaskan?" Tanya Suho seram. Junghwan langsung menggelengkan kepala juga tangannya di depan Suho. "Winter Noona kaget karena melihat diriku. Tolong jangan memarahinya." Mohon Junghwan membuat Suho cuma bisa terdiam.
Emang anak ceweknya yang satu ini kelakuannya agak menyeramkan, jadi wajar saja.
"Sudah kalian segera siap-siap, Eomma akan mengobati Junghwan." Jisoo bergerak menyambar lengan Junghwan dan membawanya untuk duduk terlebih dahulu di kamar. Ia segera turun ke bawah mengambil kotak P3K dan tak lupa membawa pancinya juga.
"Ohh iya aku berangkat dulu!" Junkyu berlarian pergi menuruni tangga dan tak lama Suho menyusul sambil menyentil dahi anak perempuannya. "Jangan ulangi lagi!" Winter cemberut.
* * *
"Sepertinya dia tak tahu malu."
"Tapi bukankah Raejun pelakunya?"
"Kau percaya pada lelaki aneh kemarin itu?"
Jaehyuk mendengar itu, dengan sangat jelas mereka mengejeknya, bukan di depan matanya langsung, tapi di belakangnya yang padahal dia belum pergi sangat jauh.
Sebut saja mereka itu tidak tahu malu, mungkin Jaehyuk akan menginjak wajah mereka satu persatu, kalau dia bisa melakukannya.
Jaehyuk benci diremehkan, apalagi dengan sangat tidak tahu diuntung.
Ia baru saja mendapat tumpahan air yang berada di atas pintu kelasnya, dengan semua wajah teman-temannya yang menahan tawa membuat ia ingin sekali mengambil bogem mentah pada mereka.
Tidak ada Asahi maupun Jeongin yang bisa menolongnya. Walaupun ia mengharapkan Asahi yang pasti sebentar lagi akan datang, ia merasa terlalu bergantung kepada mereka.
"Ohh tidak ... apa aku perlu mengelap bajumu?" Tanya seseorang yang memberikan sebuah kain sebagai tanda perhatian. "Tidak usah." Jaehyuk berjalan pergi dengan suara tawa menggelegar di belakangnya.
Kain itu kotor, Jaehyuk sudah tahu itu. Dia bergerak melangkah ke kamar mandi yang sedang kosong sembari mengeluarkan baju di dalam tasnya.
Di lain tempat, Asahi datang dan melihat ada genangan air di pintu belakang. Ada apa ini? Dia berjalan masuk tanpa mempedulikan orang yang melihatnya dan segera menatap kursi Jaehyuk yang masih kosong.
"Tumben dia telat," gumamnya dan segera mengirim pesan pada Jaehyuk. Tapi ia melihat Jeongin mengirim pesan padanya bertuliskan untuk menjaga Jaehyuk hari ini.
"Sebenarnya anak itu ke mana?" Tanya Asahi lagi dan segera menelponnya, ia merasa ada sesuatu dan mulai berjalan keluar dari kelas.
Cklek.
Asahi membuka loker Jaehyuk dan tahu jawabannya. Banyak sampah di sana hingga saat ia membukanya, bau busuk mulai menguar.
"Asahi?" Asahi menengok dan menatap Jaehyuk yang memakai pakaian olahraga.
Dia tahu jawabannya.
"Kenapa kau tidak melawan? Memukulnya itu adalah pilihan terbaik!"
"Aku memukul semua teman sekelasku? itu tidak mungkin." Jaehyuk menyengir dan melanjutkan suaranya. "Orang tuaku pasti akan memarahiku setelahnya."
"Lalu dengan kau yang tersiksa seperti ini? Bagaimana jika kau berpikiran untuk mati?!" Asahi menggebrak loker Jaehyuk kencang.
Mungkin dia dan Jaehyuk berbeda, tapi ia ingin sahabatnya itu tahu bahwa diam saja juga tidak dapat menyelesaikan masalah.
Permasalahan ini jangan dianggap omong kosong.
* * *
Say Hello buat Suho dan Jisoo👋👋
Bisaan banget yang ngedit😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro