Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 4

Yang nanya Seo Raejun siapa, aku ini ngasal ya soalnya kalian bayangin aja mukanya serem, badannya tinggi, rahangnya tegas kayak preman aja gitu:v /plak.

.

.

.

-Merasa kehilangan-

"Kenapa aku harus merasakan semua ini ...." Junghwan terisak sembari mengulas air mata yang mengalir di pipinya. Ia menggigit bibirnya menahan tangis yang amat dalam pada foto yang berada di ponselnya.

Dia sangat menyesal.

Jika saja ia bisa memutar waktu, dia akan mengubah segalanya. Tidak akan ada yang tersakiti olehnya. Semua menunduk pilu dan dia berakhir merasakan sakit melihat keluarganya terluka. Dia sangat tidak menyukainya.

Junghwan marah pada dirinya sendiri telah melukai hati banyak orang. Mungkin seharusnya dia saja yang menggantikannya, mati adalah kemungkinan terburuk dalam hidupnya disaat seseorang tidak lagi memerlukannya.

Seandainya saja dunianya itu normal, ia lantas berbahagia. Tapi dunianya sungguh tak pernah normal. Ia harus paham akan semua itu bahwa dunia ini tidak pernah pantas untuknya.

Junghwan tanpa sadar berjalan ke arah taman di daerah Songpa-gu, letaknya berada di area barat daya dekat area Gangnam-gu yang terkenal sangat ramai. Matahari masih menandakan sore sebagai lambang waktu yang ada, Junghwan menidurkan diri di sana, di atas kursi panjang yang sedikit berkarat. Kursi ini mungkin sangat persis seperti dirinya, tidak bisa bertahan dalam salah satu kondisi, mereka akan dibuang dan digantikan dengan yang baru.

Ia ingin tidur sebentar, berharap bahwa hari itu tidak pernah terjadi.

Tanpa tahu dia bangun dalam keadaan sadar bahwa dia kembali ke masa lalu.

Entah bagaimana, Tuhan mengabulkan doanya.

***

"Seharusnya aku sadar bahwa mereka tidak akan percaya padaku semudah itu."

Setelah rela berjalan setelah sadar dari kebingungan malam itu, ia harus menahan relung bergejolak bahwa keluarganya tidak akan mempercayainya.

Tentu saja, Junghwan harus berpikir lebih jeli bahwa ... siapa yang percaya khayalan aneh yang terdengar omong kosong itu?

Tapi dia memang kembali ke masa lalu, dengan doa dari Tuhan yang mengabulkannya secara singkat.

"Apa aku tidak salah berjalan ke sini?" Junghwan menghampiri lagi sebuah minimarket yang iseng ditemuinya. Di sebelahnya ada berbagai toko besar seperti pizza dan donat.

Ngomong-ngomong soal donat, Junghwan jadi ingin menyentuh dan meraup kasar donat itu.

Tapi tidak mungkin ... masa dia mencurinya?

"Mungkin aku harus memakan mie cup saja," keluh Junghwan dengan memegang selembaran uang di kantungnya.

Ia harus menyakinkan Jaehyuk dan Winter bahwa dia memang anaknya. Secepat mungkin karena uang dia akan segera habis mungkin dalam besok atau lusa.

Saat tiba Junghwan membayarnya, seorang kasir perempuan yang ramah melihat Junghwan di berita web sekolahnya membuat ia segera mengembalikan uang yang dibayar Junghwan sambil berkata, "tidak usah bayar." Junghwan tahu itu sangat merepotkan, tapi ia berterima kasih kepada perempuan di depannya. Ia bisa menggunakan uang ini di lain waktu, semoga saja dia bisa berhemat setelahnya.

"Aku doakan Noona akan selalu bahagia." Senyum ramah Junghwan menyapa perempuan itu dan segera melangkah pergi keluar dari supermarket.

Dia sangat mengenali perempuan itu, yang selalu baik hati menemani sahabatnya dalam keadaan apapun.

Junghwan menyengir menatap mie cup setelah menutup pintu minimarket itu. Junghwan bahkan tidak memikirkan alasan kenapa dia bisa diberikan makanan itu, padahal di web Sekolah Gujeong sudah tersebar banyak isu buruk tentangnya. Apalagi tentang baju kotornya menambah orang menilai dirinya sebagai orang miskin yang ingin mendapatkan perhatian di muka umum.

Junghwan tak memikirkannya dan segera melahapnya dalam keadaan berdiri, tapi tak butuh waktu lama, semua tumpah begitu saja.

Buk!

Tendangan di perutnya membuat Junghwan reflek jatuh sambil menatap seseorang yang dengan cepat menginjak perutnya, ini terasa sangat menyakitkan. Ia merasa tidak mampu melawan karena tenaganya terkuras habis sejak kemarin.

"Dasar anak bodoh, kau berani melawanku tadi?" Dia menginjak perut lawannya beberapa kali hingga si empu meringis kesakitan, tidak siap dengan orang yang berdiri di atasnya.

"Tolong hentikan!" Perempuan kasir itu berlari dari minimarket melerainya tapi yang ada dia didorong kasar hingga jatuh.

"Diam kau miskin?! Sana pergi atau aku akan menyuruh bosmu untuk memecatmu?!" Junghwan menggeleng marah ingin bangun tapi dadanya diinjak kasar olehnya.

Raejun tidak akan membiarkan lelaki di bawahnya ini hidup tenang, tidak akan pernah.

"Cepat bangun br*ngsek?! Cepat lawan!" Tantang Raejun yang tertawa karena untuk bangun saja, lawannya kehilangan keseimbangan.

Junghwan mulai berdiri dengan napas sesak tapi sebuah tendangan kaki di wajahnya membuat mulutnya mengeluarkan darah, entah bagaimana kepalanya terasa pusing. Ia sudah merasakan sakit berkali lipat dan tidak bisa bangun.

"Tolong jangan lakukan itu!" Perempuan itu menolong Junghwan, bahkan dia menjadikan dirinya benteng pertahanan. Karena ia merasa orang hanya melihat pertengkaran ini, tak ada yang menolong lelaki mie cup itu dalam aksi kasar ini.

"Cepat ambil dia?! Aku ingin membuat anak culun ini babak belur?! Kalau perlu mati sekalian!" Kedua anak buah Raejun menggenggam erat tangan perempuan itu yang menangis ingin melepaskan diri, ia tidak tega melihat semua kejadian anarkis ini.

"Sudah siap untuk mati?" Junghwan menggeleng, ini baru hari pertamanya di sini. Dia tidak akan mau sampai itu terjadi.

"Apa-apaan kalian ini?!" Raejun yang melihat kedua polisi yang berkeliling segera menyuruh anak buahnya untuk pergi.

Ckckck, mengganggu saja.

Salah satu polisi itu mengecek keadaan Junghwan yang wajahnya terluka bahkan mengeluarkan darah. Junghwan sedikit tersenyum menatap seorang lelaki tua dihadapannya kembali menolongnya seperti saat itu.

Syukurlah, kalau pria ini yang menolongku. Junghwan membatin tak lama matanya terpejam.

"Dia pingsan dan banyak luka ditubuhnya. Apa yang terjadi Minju?" Tanya lelaki itu yang mulai merasa kasihan pada anak muda di depannya.

"Dia dipukuli oleh geng Raejun, Paman." Minju menatap sedih karena tidak bisa menolongnya.

"Ckckck, anak itu lagi." Polisi lainnya mengeluh kesal pada anak berandalan itu. Entah sudah berapa kali selalu ada kasus yang melibatkan Raejun dan kawanannya.

Minju hanya bisa diam, tak bisa memberikan informasi lebih bahwa Raejun telah mengacau salah satu keluarga polisi ini. Minju hanya bisa diam tak ingin membocorkan apa yang dikatakan temannya.

Polisi dengan alis menukik menatap aneh temannya yang menggendong anak muda itu dan berjalan pergi. "Apa yang kau lakukan?"

"Ambulance akan datang sangat lama. Aku akan membawanya." Polisi Kim sangat yakin bahwa anak ini butuh diselamatkan secepatnya, atas dasar kemanusiaan. Tidak lebih.

Tapi entah kenapa, dia merasa ada yang berbeda dengan anak yang berada di punggungnya ini.

"Dia ternyata tidak pernah berubah." Temannya memilih untuk berjalan berkeliling ke tempat yang lain, barangkali menemukan kasus yang sama seperti ini.

Minju hanya bisa menatap dalam diam, sampai lupa kalau dia harus membereskan kekacauan ini. Mie yang tumpah dengan beberapa tetesan darah akan membuat pelanggan tak tertarik datang ke sini.

.

.

.

.

.

Omake :

Jaehyuk terdiam memikirkan sesuatu, tentang lelaki yang menolongnya dan mengatakan bahwa dia bukan pelakunya.

"Dia siapa?" Tanya Jaehyuk misterius, sampai meninggalkan buku serta penanya untuk sejenak memikirkan lelaki itu di tengah malam.

Dia memanggilnya ayah, tapi rasanya entah kenapa terasa tidak asing.

"Jaehyuk?"

Cklek.

Jaehyuk kembali memegang penanya dan tersenyum menatap ibunya yang datang sembari mengelus kepalanya pelan.

"Cepat tidur, nanti jam 3 bangun lagi." Jaehyuk mengangguk patuh.

* * *

Jangan lupa vote and coment🙃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro