BAB 9 - Kedatangan Kevin
Disa sedang mengistirahatkan otaknya sembari melihat ponselnya. Jam 10 malam memang paling nyaman untuk rebahan sembari melihat banyak informasi yang tersebar di Instagram. Gadis itu merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang nyaman. Tak ada suara apapun di kamar Disa kecuali suara pendingin udara.
Saat Disa sedang asik menatap timeline Instagram, layar HP Disa menunjukan tanda panggilan dari Kevin. Disa langsung menjawab panggilan tersebut.
"Kenapa, Vin?" sapa Disa di awal pembicaraan mereka berdua.
"Eh. Gue di bawah, nih." suara Kevin terdengar lelah dan terengah-engah, "Lo ke bawah, dong. Bukain pagar rumah."
"Oh. Iya-iya. Bentar." Disa langsung memutus sambungan telepon dan keluar dari kamarnya.
Cepat-cepat Disa menuruni tangga, kemudian dia membuka pintu rumahnya. Disa berjalan keluar untuk membuka pagar.
Deg.
Dengan segera Disa membuka pagar. Mata Disa sudah sangat panas dan ingin menangis. Kevin sudah bersandar lemas di atas sepeda motornya dengan pelipis berdarah. Baju Kevin sudah compang-camping. Mata Kevin nampak kuyu, Kevin menatap Disa dengan tatapan lelah.
Disa langsung mendekat ke arah Kevin sambil menangis pelan, "Lo nggak ngerti, ya, kalau gue bilang berhenti buat berantem? Gue sedih tau kalau liat lo kayak gini! Lo suka banget bikin gue nangis! Kenapa lo seneng bikin gue nangis? Lo bahagia kalau liat gue nangis? Puas lo?"
Kevin merasa bersalah dan cowok itu hanya mampu menundukan kepalanya. Kevin tidak menyangka bahwa reaksi Disa akan separah ini. Padahal, Kevin yang merasakan ditinju habis-habisan pun hanya merasakan sakit yang bagi Kevin tidak terlalu parah. Tapi, ternyata, rasa kekhawatiran Disa jauh lebih dalam. Mungkin, Disa tidak menyangka bahwa Kevin akan datang dengan keadaan lusuh dan penuh bekas biru-biru di wajahnya.
Entah mengapa, Kevin merasa sedih melihat serta mendengar Disa menangis dengan napas sesak tak karuan seperti itu. Kevin langsung menghapus air mata Disa dengan tangannya yang nampak kotor dengan sisa darah juga.
Secara refleks, Kevin langsung memeluk Disa. Kevin membawa sahabat masa kecilnya itu ke dalam pelukannya. Di dalam pelukan Kevin, Disa terdengar menangis makin terisak. Kevin masih mengelus bahu Disa dengan lembut, berharap Disa berhenti menangis.
Disa buru-buru menghapus air matanya dan segera melepas pelukan Kevin.
"Dasar laki! Main peluk-peluk aja nggak pake izin dulu!" Disa membentak Kevin sembari mendorong Kevin.
"Sakit bego! Ini badan gue memar-memar ditonjokin semuanya, bukannya dimanja, kek! Disayang-sayang, kek! Ini pake lo dorong segala!" Kevin balas membentak Disa, "Sahabat apaan lo! Tega banget sama gue!"
"Lo juga tega karena sering bikin gue nangis dan khawatir!" Disa berucap dengan nada tinggi, "Sekali aja, sedetik aja, lo nggak bikin gue khawatir bisa nggak, sih! Ngeselin banget jadi orang! Kalau lo kenapa-napa dan gue nggak bisa nolongin gimana?"
Ucapan Disa membuat Kevin semakin merasa bersalah. Kevin kembali menundukan kepalanya, "Ya, maafin gue, Dis."
"Minta maaf mulu! Dari kemarin juga minta maaf tapi lo nggak pernah berubah!" Disa makin kesal menatap sahabatnya, "Untung gue masih bisa nolong, kalau gue nggak bisa gimana?"
"Yaudah, iya! Makanya lo jangan punya pacar dulu, supaya kalau gue kenapa-napa, lo bakalan selalu punya waktu buat nolongin gue." Kevin memanyunkan mulutnya sembari menatap Disa dengan tatapan mengiba minta dikasihani dan dimaafkan, "Maafin, ya, Dis. Jangan marah."
Disa melipat tangannya di depan dadanya, seakan sedang berpikir untuk memaafkan Kevin atau malah membiarkan Kevin di depan rumahnya dengan pelipis penuh darah yang mengering.
"Yaudah. Masukin motor lo ke rumah gue." Disa berucap dengan nada yang masih terdengar kesal, "Motor bagus kalau ditaro di luar, nggak ada yang jagain, ngeri hilang."
Kevin langsung memasukan sepeda motornya ke garasi rumah Disa. Disa langsung masuk ke rumah, diikuti dengan Kevin yang selesai memarkir sepeda motor Ninjanya. Kevin duduk di ruang tamu sembari memegangi kepalanya yang memar.
"Lo mau minum apa?" tanya Disa sebelum ke dapur.
"Apa aja. Yang dingin juga boleh." jawab Kevin sembari memegangi kepalanya.
Disa langsung ke dapur untuk mengambil kompres dan batu es.
Cowok itu sebenarnya menahan rasa sakit, tapi karena tidak ingin membuat Disa makin khawatir, maka Kevin hanya meringis perih tanpa mengeluh kesakitan sama sekali. Beberapa menit setelahnya, Disa sudah membawa kompres dan batu es. Disa duduk di samping Kevin dan membasuh luka di kepala Kevin.
Kevin mulai tak tahan untuk meringis kesakitan. Tapi, Disa tidak menghentikan kegiatan membasuh luka Kevin, karena makin cepat diobati justru makin baik untuk luka Kevin.
"Ya Allah. Pelan-pelan, Dis. Sakit ini, loh." Kevin tak tahan untuk mengeluh.
"Makanya. Kalau tau bakalan sakit, nggak usah sok-sokan berantem!" Disa menekan kompresan di pelipis Kevin dengan kesal.
"Aduh! Sakit tau, Dis! Pelan-pelan, dong, ngompresnya." Kevin memohon, "Jangan ditekan-tekan kayak gitu. Malah makin sakit."
"Kalau nggak ditekan, ya, nggak bakalan bersih darah keringnya. Gimana, sih! Anak IPA, kok, nggak tau apa-apaan soal pelajaran Biologi."
"Yah. Emang nggak tau apa-apa. Orang gue masuk IPA supaya bisa bareng-bareng sama lo dan lindungin lo terus, kok!" cetus Kevin.
"Tau ah! Posesif banget, sih, lo. Gue nggak minta dilindungin juga, kan."
"Mana tau ada cowok yang mau godain lo."
"Biarin aja. Suatu saat, gue kan emang harus punya pacar."
"Kok gitu?" Kevin nyerocos, "Siapa orangnya?"
"Nggak usah nanya-nanya. Diem aja. Ini gue mau bersihin darah kering di deket bibir lo. Kalau lo ngomong terus, susah bersihininnya." Disa menyuruh Kevin berhenti bicara.
Ketika Disa sedang membersihkan sisa-sisa darah di wajah Kevin, mereka berdua sama-sama terdiam. Kevin iseng memperhatikan setiap inci wajah Disa, sahabat masa kecilnya yang hobi marah-marah itu. Kevin memperhatikan sisa-sisa air mata yang masih menggenang di mata Disa. Mata Disa nampak terlihat merah karena menangis tadi.
"Lo cantik kalau lagi nangis. Hehe." Kevin iseng bercanda pada Disa.
"Pantes aja lo seneng bikin gue nangis."
"Eh. Kalimat gue belom selesai."
"Apa emang lanjutannya?" Disa bertanya penasaran.
"Lebih cantik lagi, kalau nggak nangis."
Disa tersenyum malu, "Kalau bukan sahabat gue, udah gue tendang lo jauh-jauh dari hidup gue. Jadi cowok, kok, suka bikin khawatir!"
"Makasih, Dis, udah selalu khawatir sama gue."
"Ke rumah sakit, yuk, Vin? Gue takut kepala lo kenapa-napa, deh." Disa menawarkan, "Nggak usah bawa motor dulu. Kita naik taksi online aja."
"Aduh, Dis. Nggak usah lebay. Ini gue udah mau sembuh, kok, karena dikompres sama lo."
"Kenapa kalau luka-luka selalu ke rumah gue, sih, Vin? Nggak langsung pulang aja?"
Kevin tersenyum menatap Disa, "Kalau pulangnya ke lo, pasti gue diobatin lukanya. Kalau pulang ke tempat lain, mungkin gue nggak bakalan diobatin lukanya."
Disa menepuk bahu Kevin, "Halah! Bilang aja lo takut sama bokap lo dan dimarahin habis-habisan. Kalau cari perhatian sama bokap nyokap lo, jangan kayak gini caranya, Vin. Pake cara yang bener dikit, kek, jangan pake berantem-beranteman segala."
"Cuma dengan cara kayak gini, kan, Dis, gue bisa diperhatiin? Dan, bokap nyokap gue lupa sama kesibukan mereka masing-masing."
Disa langsung memegangi bahu Kevin dengan lembut, "Kalau lo nggak bisa dapetin perhatian lebih di rumah lo, rumah gue selalu terbuka, kok, buat nerima lo, Vin."
"Thanks, Dis." Kevin tersenyum.
"Habis ini lo pulang, ya, karena besok kita masuk pagi, lho."
Kevin mengangguk singkat, "Tapi, teleponan dulu kalau gue nanti sampe rumah, ya?"
"Iya. Manja bener lo!"
- BERSAMBUNG -
***
Jadi, Kevin bukannya belajar buat remed Fisika, malah pulang sekolah langsung tawuran lagi. Haha. Untungnya, sebandel apapun Kevin, Disa selalu punya rasa sabar yang besar buat sahabatnya.
Menurut kamu, di bab ini, quotes apa yang paling bikin kamu baper? Jangan lupa vote, komen, dan share supaya ceritanya makin cepat dilanjut!
- Jangan lupa follow penulis #HanyaTigaKata di Wattpad dwitasaridwita
- IG/TWITTER: DWITASARIDWITA
- Pembelian buku Dwitasari dengan HARGA TERMURAH dan bonus TTD, bisa langsung pesan di akun Shopee: DWITASARISME atau WA: 0822-610-22-388
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro