BAB 6 - Di Pagar Rumah Disa
Setelah menerima Hoka-hoka Bento yang Kevin bawakan, Disa berbincang beberapa saat dengan Kevin. Lalu, Disa meminta Kevin untuk segera pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukan lebih dari jam tiga pagi.
Kevin pamit dan menjalankan sepeda motornya, "Yaudah. Gue balik dulu. Dimakan Hokben-nya cepetan. Jangan diliatin aja."
"Ya, makanya lo cepetan pulang. Supaya langsung gua makan, nih, makanan dari lo. Hehe." Disa menyeringai sembari menatap Kevin, "Sekali lagi makasih, ya, Vin. Udah repot-repot ke sini. Sampe dibawain makanan segala."
"Sama-sama, sahabat gue yang paling nyebelin! Jangan ngambek kayak gini lagi, ya. Nanti gue yang pusing."
Disa mengangguk, "Yaudah. Hati-hati di jalan, ya."
Kevin segera menjalankan sepeda motornya. Disa masih menunggu di depan pagar rumahnya hingga sepeda motor Kevin hilang dari pandangan. Dalam hati, Disa merasa dadanya menghangat. Persahabatannya bisa terselamatkan.
Sambil menutup pagar rumahnya, Disa senyum-senyum sendiri. Masih terbayang jelas wajah plonga-plongo Kevin yang meminta Disa untuk segera memaafkan Kevin. Setelah menutup pagar, Disa masuk ke rumahnya. Dia duduk di meja makan sambil memakan pemberian dari Kevin. Saat makan Hokben, Disa senyam-senyum lagi. Norak. Tapi, itu yang Disa rasakan.
Seusai makan, Disa naik ke lantai atas kamarnya untuk terlelap sejenak. Disa bisa mencuri tidur beberapa saat sebelum gadis itu berangkat ke sekolah. Disa sampai di tempat tidur, tapi sebelum memejamkan mata, Disa berpikir untuk sejenak menelepon Kevin.
Kevin pun, yang ternyata sudah sigap sampai rumah, langsung mengangkat panggilan dari Disa, "Kenapa, Dis? Gue udah sampe rumah, kok. Nggak usah dikhawatirin."
"Syukur, deh, kalau gitu. Gue cuma mau ngomong sesuatu aja." ucap Disa dari ujung telepon.
"Lo mau ngomong apaan emang? Mau komen soal makanannya nggak enak? Udah dingin Hokben-nya? Atau apa?" Kevin menyelidik, "Apaan? Jangan bikin penasaran."
"Haha! Nggak, kok. Hokben-nya enak banget. Hokben terbaik yang pernah gue makan di jam-jam subuh kayak gini." Disa mengaku.
"Terus, lo mau ngomong apaan? Nggak jadi ngomongnya?"
"Cuma mau bilang makasih. Karena lo itu jadi cowok paling nyebelin sedunia, tapi juga cowok paling baik yang pernah gue kenal."
Setelah ucapan Disa tersebut, Kevin langsung terdiam. Disa juga terdiam. Mereka berdua sama-sama canggung. Tapi, Kevin memecah kecanggung tersebut dengan tawa.
"Lo apaan, sih, sok-sok muji gue. Nggak bagus pujian lo! Udah sana tidur! Bocah lemah! Tidurnye cepet-cepet." Kevin tertawa, "Oh, iya. Siswa berprestasi mah bobonya harus cukup, yah. Asupan gizi dan makanannya harus bener. Supaya otaknya tetap encer dan bisa mikir."
"Nah, makanya udah bener, kan, tuh, lo beliin gue Hokben. Makanan paling bergizi!"
"Udah. Sana tidur!" Kevin memerintah.
"Yaudah. Iya. Gue tidur. Nite, Kevin."
Disa langsung memutus telepon. Disa tersenyum tanpa sebab. Di pikirannya penuh dengan senyuman Kevin ketika mengantar makanan tadi. Disa memejamkan mata dengan pikirannya yang masih tertuju pada Kevin.
Pagi harinya, Disa bersiap ke sekolah. Mama sudah menyediakan sarapan untuk Disa. Disa mengecup pipi mamanya dengan hangat.
"Pagi, Ma." Sapa Disa, "Ngantor jam berapa?"
"Mama nggak ngantor, Sayang." Balas Mama, "Paling langsung ke tempat meeting nanti jam 10-an."
Disa mengangguk paham dan langsung melahap sarapan yang Mama buat. Sambil menatap Disa yang sedang sarapan, Mama tertawa kecil. Disa menangkap tawa yang ditunjukan Mama.
"Kenapa, Ma? Senyum-senyum sendiri? Baru gajian, ya?" Disa menggoda.
"Gajian gimana? Kan, udah lewat tanggal gajiannya. Hahaha." Mama balas bercanda, "Tuh. Ada belahan jiwa kamu di depan pagar rumah. Sarapannya cepetan. Dia udah kangen kamu banget kayaknya."
"Hah?" Disa memasang tampang bingung, "Belahan jiwa yang mana, ya, Ma?"
"Dih. Kok, pura-pura nggak tau? Jangan pura-pura nggak tau, lho. Nanti hilang ingatan beneran." Mama tertawa sembari mencolek pipi Disa, "Kamu ngapain jam 3 pagi tadi? Jalan sama dia?"
"Hah? Sama Kevin? Jalan ke mana?" Disa menggelengkan kepala kuat-kuat, "Nggak ada yang jalan sama dia, kok. Aku nggak ke mana-mana. Cuma di rumah aja."
"Oh. Kirain beli Hoka-hoka Bento ke Margonda sana? Soalnya, Mama liat di kulkas ada ocha dari Hokben, sih."
"Nggaklah, Ma. Kevin yang ke sini. Nganterin aku makanan."
Mama kembali menggoda, "Oh. Pinter juga, ya, dia keilmuan playboy-nya. Memikat cewek dari makanan. Dari perut, naik ke hati gitu. Tau aja dia, semua cewek di dunia ini sukanya makan, tapi mimpinya pengen kurus. Haha."
Disa menggelengkan kepala, "Siapa yang berusaha memikat aku, sih, Ma? Aku, tuh, sama dia cuma temenan doang."
"Iya. Iya." Mama tertawa kecil, "Mama percaya, kok. Yaudah. Cepetan makannya. Ada orang penting yang nunggu kamu di luar."
Disa langsung cepat-cepat mengunyah makanannya dan meminum susu hangat yang dibuatkan Mama khusus untuk Disa. Disa langsung mengambil tas sekolahnya dan memakai sepatu. Disa cukup penasaran siapa yang menunggu Disa di luar.
"Oke. Aku berangkat dulu, ya, Ma." Disa mengecup pipi Mamanya dan menyalami tangan perempuan yang paling Disa cintai itu, "Love you, Ma!"
Mama melambaikan tangan dan lanjut membereskan piring dan gelas Disa. Kemudian, Disa berjalan ke luar rumah. Dalam hati, Disa penasaran pada sosok yang sejak tadi Mama bicarakan. Sampai di depan pagar, Disa melongo.
Kevin sudah menunggu di atas sepeda motornya. Disa berjalan ke arah Kevin dengan tatapan bingung.
"Tumben. Jemput di rumah? Ada angin apaan?" Disa menyelidik, "Apa jangan-jangan lo masuk angin gara-gara nganterin gue makanan subuh-subuh tadi?"
"Anak genk bandel mana ada yang masuk angin! Yang gue rasain sekarang, ya, angin penyesalan. Hehe." Kevin meringis, "Sebagai lanjutan permintaan maaf gue. Ya. Gue inisiatif aja ngejemput lo."
Disa tersenyum malu, "Nggak usah lebay gitu lagian, Vin. Gue biasa, kok, berangkat sekolah sendiri. Nggak enak aja kalau lo ke sini. Malah ngerepotin."
"Gue nggak repot. Kan, sekalian lewat, terus sama-sama tujuannya ke sekolah juga." Jelas Kevin.
"Oh. Yaudah." Disa menerima tawaran Kevin, "Kalau gitu. Kita berangkat ke sekolah sekarang aja. Supaya nggak telat."
Ketika Disa bersiap menaiki sepeda motor Kevin, Kevin langsung menahan Disa, "Eh! Tunggu dulu!"
Disa bingung. Kevin langsung memperhatikan Disa dari ujung kaki sampai ujung kepala. Disa langsung menutup rapat-rapat bagian dadanya dengan kedua tangannya. Disa kemudian langsung membentak.
"Eh! Ngapain lo liatin gue kayak gitu? Awas aja kalau pikiran lo kotor!" bentak Disa dengan wajah serius, "Jangan liatin gue kaya gitu lagi!"
"Dih! Kegeeran lo!" jelas Kevin, "Ganti cepetan rok lo. Nggak suka gue liatnya."
"Ada yang salah emangnya sama rok gue?" tanya Disa dengan nada suara bingung, "Kenapa pake segala diganti?"
"Pokoknya ganti! Itu rok lo pendek banget! Di mana-mana rok cewek baik-baik itu di bawah lutut, bukan di atas lutut!" ucap Kevin dengan tegas, "Pokoknya ganti rok lo sekarang! Atau motor gue nggak bakalan jalan."
"Ada masalah apaan lagi, sih? Kalau gue ganti rok. Harus ke kamar gue lagi. Ngambil rok lagi. Repot. Nanti gue sama lo telat."
"Nggak bakalan telat. Gue, kan, ngebut!" Kevin menegaskan, "Udah! Cepetan ganti. Gue nggak mau, ya, kalau di sekolah ada yang larak-lirik lo dengan tatapan napsu sambil liatin rok lo. Pokoknya ganti! Cepetan!"
Disa mulai mempertanyakan sikap Kevin yang nampak posesif, "Kenapa, sih, gue mau gaya pake rok pendek doang nggak dibolehin. Lo nggak bisa banget liat baju gue kayak anak gaul dikit."
"Kecerdasan lo itu di otak lo. Bukan di paha atau baju lo. Itu yang bikin lo keliatan cantik." Kevin menegaskan, "Udah cepetan sana. Ganti rok lo."
"Iya. Iya." Disa menjawab dengan ucapan malas, "Gue ke atas dulu. Lo tungguin. Nanti kita telat nggak? Kalau pintunya dikunciin gimana? Pagar sekolah dikunciin satpam gimana?"
"GUE TAMPOL SATPAMNYA KALAU NGGAK NGEBOLEHIN KITA MASUK SEKOLAH!" Kevin berucap dengan lantang, "Gue cuma takut sama Tuhan. Sama satpam. Gue nggak takut."
"Yaudah. Tunggu bentar." Disa langsung berlari masuk ke rumah dan mengganti roknya.
Beberapa menit setelahnya, Disa kembali menemui Kevin di luar pagar rumahnya. Kevin langsung memperhatikan penampilan Disa lagi. Disa sudah memakai rok putih abu-abu di bawah lutut.
"Nah. Kalau gini. Cantik. Pas." Kevin langsung menyalakan sepeda motornya, "Ayo, berangkat!"
Disa langsung menaiki sepeda motor Kevin. Kevin meminta Disa memeluknya dari belakang, sontak Disa langsung menolak. Kevin malah ngebut hingga Disa terpaksa memeluk Kevin.
Sambil merasakan angin yang menerpa wajahnya, Kevin berucap, "Kenapa, ya, Dis, kalau dipeluk sama lo. Semua masalah dan luka-luka gue habis berantem kayak hilang gitu aja? Lo punya jawaban itu nggak, Dis?"
Disa pun terdiam. Dia hanya memeluk Kevin dengan pelukan tidak ingin kehilangan.
****
Nah, kan, baper. Haha :') Pernah ngerasain begini sama temen sendiri? Bingung dengan perasaan masing-masing, bingung status hubungan mau disebut apa, tapi nyatanya sama-sama takut kehilangan?
Jangan lupa share, vote, dan komen, ya. Supaya ceritanya cepet dilanjut lagi. Terima kasih telah setia dengan Disa dan Kevin. Semoga kisah cintamu semenyenangkan mereka berdua! Amin.
- Jangan lupa follow penulis #HanyaTigaKata di Wattpad dwitasaridwita
- IG/TWITTER: DWITASARIDWITA
- Pembelian buku Dwitasari dengan HARGA TERMURAH dan bonus TTD, bisa langsung pesan di akun Shopee: DWITASARISME atau WA: 0822-610-22-388
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro