BAB 24 - Kecemburuan Kevin
Hingga kelas di tempat les usai, Kevin tak kunjung menampakan batang hidungnya. Kevin benar-benar tidak datang ke tempat les. Disa semakin merenggut.
Ketika melihat Disa cemberut, Kian langsung menepuk bahu Disa, "Bakso aci, yuk?"
"Nggak, ah. Lagi nggak mood." jawab Disa pendek, "Kalau lo mau, gue temenin makanan, tapi gue nggak ikutan makan."
"Yah. Nggak enak dong kalau gue makan, tapi lo ngga makan." tanggap Kian dengan muka bete, "Mau langsung balik aja? Gue anterin, ya?"
"Gue pesen ojeg online aja. Mending lo balik duluan." ujar Disa langsung mengambil HP-nya, yang ternyata lowbat, "Yaelah. Pake lowbat. Mana nggak bawa powerbank lagi buat nge-charge."
Kian langsung menarik tangan Disa, "Yaudah. Tandanya, semesta mendukung gue buat nganterin lo balik!"
Bersama dengan Disa, Kian langsung berjalan ke parkiran sepeda motor. Kian memberikan helm pada Disa sebelum mereka sama-sama meninggalkan parkiran sepeda motor di tempat les. Ketika sepeda motor Kian sudah dijalankan, Kian langsung mengarahkan kaca spionnya ke jok belakang sepeda motornya. Disa nampak murung sembari menatap jalanan.
Ketika menunggu lampu merah, Kian mengajak Disa bicara, "Lagi mikirin apa, Dis? Lo kehabisan kuota, ya? Sampe bete gitu mukanya. Hehe."
"Nggak, kok. Nggak apa-apa. Kuota gue malah masih banyak, kok." tanggap Disa.
"Jangan cemberut gitu napa, Dis, mukanya. Senyum dikit, dong. Nggak enak diliatnya." Kian menghibur.
"Gue nggak apa-apa, Kian. Lagi pengen cepet-cepet sampe rumah aja."
Intruksi Disa pun diterima dengan mantap oleh Kian. Kian berusaha untuk membuat Disa lebih cepat sampai rumah. Ketika sampai di depan rumah Disa, Disa langsung turun dari sepeda motor Kian dan memberikan helm pada Kian.
"Makasih, ya, udah nganterin gue. Lo mending langsung pulang aja. Istirahat. Supaya besok kondisi lo prima pas sekolah." ungkap Disa sembari memaksakan senyum di bibirnya, "Makasih juga tadi udah repot-repot jemput gue di sekolah, pake nganterin ke tempat les. Paginya juga jemput gue. Gue nggak ngerti kenapa lo sebaik ini sama gue, Kian. Karena gue nggak tau cara ngebales kebaikan lo ke gue."
Kian menggelengkan kepala sembari tersenyum ke arah Disa, "Nggak usah mikir buat ngebales setiap tindakan gue, Dis. Karena gue nggak minta balesan apa-apa. Kayak yang gue bilang kemarin-kemarin, gue seneng, kok, ngejalanin waktu-waktu terbaik sama lo."
"Gue seneng sama laki-laki yang tulus kayak lo," wajah Disa mulai nampak cerah, ada senyum tulus di bibirnya yang dia berikan untuk Kian, "Yaudah. Gue masuk ke rumah dulu, ya, gue mau istirahat."
Disa meninggalkan Kian dan memutuskan untuk masuk ke rumahnya. Ketika Disa baru saja membuka pagar, Kian langsung memanggil nama Disa sekali lagi.
"Dis..." panggil Kian sembari turun dari sepeda motornya, "Jangan masuk ke rumah dulu."
Disa langsung menoleh dengan cepat, "Kenapa, Kian?"
Kian mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Disa nampak bingung menatap Kian yang sedang merogoh-rogoh tasnya. Kian memberikan boneka beruang, coklat, dan sebatang mawar untuk Disa. Melihat benda-benda pemberian Kian, Disa langsung tertawa.
"Jadi, bercandaan gue yang kemarin itu lo anggep serius, ya?" Disa tertawa geli, "Karena gue bilang kenapa lo nggak sekalian bawa boneka, coklat, dan bunga? Haha! Lo polos banget, sih, Kian! Gue nggak minta beneran, waktu itu gue cuma bercanda doang."
"Lah?" Kian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, "Gue pikir lo beneran mau benda-benda ini. Makanya tadi, pas pulang sekolah, gue sempet-sempetin beli. Nggak mau lo terima, ya?"
Disa langsung tersenyum antusias ketika menerima boneka, coklat, dan bunga dari Kian, "Gue terima dengan baik, Kian."
Gadis itu langsung membuka bungkus coklat dan membagikannya pada Kian. Kian menerima coklat dan mereka sama-sama makan coklat tersebut. Ketika memakan coklat tersebut, rasa manis di lidah Disa membuat Disa melengkungkan senyumnya.
"Nah! Gitu, dong! Dari tadi gue nunggu lo senyum. Baru sekarang senyumnya." Kian tertawa kecil, "Terus senyum gini, ya, Dis. Lo jangan nangis lagi, ya."
"Hah? Nangis? Maksudnya?" Disa seakan amnesia pada tangisannya pagi tadi di pundak Kian.
"Lo lupa, ya, lo nangis di pundak gue pas di motor tadi pagi?" ucap Kian mengingatkan, "Gue kaget waktu turun dari motor, kenapa baju gue basah? Itu mungkin air mata lo, karena kalau itu basah karena iler lo, baju gue udah bau jigong dari tadi!"
"Hahaha!" Disa tertawa mendengar becandaan dari Kian, "Iya. Gue janji nggak nangis lagi. Makanya, lo sering-sering ngehibur gue, dong, supaya gue nggak nangis lagi."
"Ini, kan, udah gue hibur. Bunga, boneka, sama coklatnya supaya lo nggak sedih lagi." Kian menjelaskan, "Apa mau sekalian gue bawain tokonya juga supaya lo makin seneng? Hahaha."
"Sekalian mbak-mbaknya yang jualan di tokonya, ya? Lo beli sekalian? Haha." timpal Disa mencoba mengimbangi becandaan Kian.
"Janji nggak, nih?"
"Janji buat apaan lagi?"
"Janji buat nggak nangis lagi!" seru Kian, "Lo nggak boleh nangis lagi karena kalau lo nangis, hati gue ngerasa ada yang salah, sampe gue merasa butuh meluk lo supaya lo ngerasa aman ada di pelukan gue."
Mendengar ucapan Kian, Disa langsung berhenti mengunyah coklat yang diberikan Kian tadi. Disa mematung memandangi Kian. Dengan sangat dalam, Disa memandangi mata Kian, Disa mencoba mencari ketulusan dalam pandangan mata itu. Kebaikan hati Kian membuat Disa terpaku, rasanya Disa ingin memeluk malaikat yang kali ini berada di depannya.
Karena melihat Disa yang terdiam, Kian lantas mengambil langkah cepat untuk memeluk Disa. Kian tidak mengerti kekuatan apa yang ada dalam dirinya, kekuatan dalam hatinya seakan menyuruh Kian untuk memeluk Disa jauh lebih erat.
Dipeluk dengan pelukan seerat itu, Disa pun tak mampu menolak. Disa hanya terdiam mematung ketika pelukan hangat Kian membuat kerapuhan dalam diri Disa seakan-akan hilang. Pelukan Kian seperti pacuan energi listrik entah dari mana yang mampu menambah daya kesabaran Disa untuk kembali menjalani hidup.
"Gue nggak tau gimana caranya bales kebaikan lo, Kian." ucap Disa dengan nada pelan.
Kian berbisik lirih di telinga Disa, "Cukup lo bales pake senyuman lo aja, Dis. Ngeliat lo senyum udah bikin gue tenang banget. Gue pengen jadi orang yang bikin lo senyum terus hingga lo lupa sama kesedihan lo. Gue nggak tau, mungkin nangis lo banyak sebabnya. Entah hubungan lo sama Kevin, atau yang lainnya, tapi gue pastikan selama lo butuh gue ada, gue pasti ada, Dis."
Disa tak perlu berpanjang lebar menjelaskan perasaannya malam ini. Yang jelas, pelukan Kian terasa begitu nyaman, dan kenyamanan itu enggan Disa lepaskan. Beberapa detik mereka berpelukan sejenak, sebelum akhirnya Disa sendiri mencoba melepaskan pelukan itu.
"Kalau kelamaan, nanti gue bisa kangen sama lo. Hehe." Disa tertawa untuk menyembunyikan rasa salah tingkah dalam dirinya, "Yaudah sana. Pulang sekarang. Supaya lo nggak sampe rumah kemaleman. Jangan lupa kabarin kalau udah sampe rumah, ya."
"Oh, iya. Besok gue mau bantuin lo ngajarin les boleh nggak?" tanya Kian, "Besok kita pulang bareng aja habis itu gue mampir ke rumah lo."
Kian langsung berjalan ke arah sepeda motornya. Cowok itu menyalakan mesin sepeda motornya dan meninggalkan rumah Disa. Disa masih menunggu hingga sepeda motor Kian hilang dari pandangannya, setelah itu Disa memutuskan untuk masuk ke rumah.
Ternyata, dari jauh, dari tempat persembunyiannya, Kevin memperhatikan betapa romantisnya Disa dan Kian. Hati Kevin sangat berdarah ketika melihat Kian memeluk Disa dengan begitu eratnya, bahkan Disa nampak begitu nyaman berada dalam pelukan Kian.
Tanpa Kevin sadari, dia mengepalkan tangannya, memukul keras jok sepeda motornya. Dia tidak marah pada Disa, kali ini—dia justru marah pada dirinya sendiri, karena tidak bisa menjaga Disa seutuhnya. Dan, hatinya lebih patah lagi, mengetahui bahwa Disa sudah punya "penjaga lain" sehingga tidak lagi membutuhkan kehadiran Kevin.
Dengan keadaan marah besar, Kevin menelepon Donny, anak buahnya, tangan kanan kepercayaannya, "Don, lo lagi sibuk nggak?"
Donny dengan sigap menjawab, "Nggak, Vin. Kenapa?"
"Tolong lo cari tau. Kian sekolah di mana. Gue mau kasih hadiah buat dia!" ucap Kevin dengan amarah di dadanya.
"Hadiah apaan, Vin?" tanya Donny dengan nada bingung.
"Hadiahnya?" Kevin berpikir beberapa saat, "Pecahin kepalanya, atau pindahin tenggorokannya ke pankreas."
"Buset! Sadis amat!" Donny terkekeh, "Yaudah. Gue cari tau dulu, ya."
Kevin langsung menutup telepon dan meninggalkan persembunyiannya. Dalam kepala Kevin hanya ada satu keinginan. Menghabisi Kian dengan tangan Kevin sendiri.
***
- Kenapa Kevin secemburu itu sama Disa dan Kian? Padahal, kevin bukan pacar Disa? Kenapa, sih, Kevin segininya sama Disa? Apa Kevin punya perasaan yang nggak pernah Kevin ungkapkan?
- Buat yang udah baca. Langsung VOTE, KOMEN, dan SHARE, ya. VOTE KOMEN SHARE itu gratis loh dan bisa dukung penulis favorit kamu supaya makin semangat nulisnya!
- Mau follow aku di Instagram, bisa banget akun Instagram aku: DWITASARIDWITA
- Kamu TIM KEVIN atau TIM KIAN? Kamu mau ngobrol sama pengagum #HanyaTigaKata dan gabung di grup Whatsapp-nya? Langsung daftar dengan cara WA ke: 0822-610-22-388
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro