Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 1 - TANGIS DISA

Disa menatap danau Universitas Indonesia dengan rasa bersalah. Dia merasa tidak akan pantas menjadi mahasiswi di kampus ini. Matanya terus memandangi megahnya kampus Universitas Indonesia. Kampus yang menjadi impiannya sejak lama. Disa ingin berjuang lebih kuat daripada siswa-siswi lainnya di sekolah agar Disa bisa diterima di universitas yang menurutnya terbaik ini.

Tapi, mimpi itu seketika goncang. Ketika gadis itu menatap kertas ulangan Fisika yang dia terima di sekolah tadi. Hatinya perih. Rasanya dia ingin memutar ulang waktu agar bisa kembali mengulang ujian Fisika beberapa hari yang lalu itu. Agar Disa bisa mengerjakan dengan prima. Agar Disa bisa memperoleh nilai sempurna.

Dia memegang kertas ulangan Fisikanya dengan mata basah. Hatinya perih mengingat perjuangannya ketika mempelajari Sigma Torsi di tempat les mati-matian. Bagaimana saat dia mengingat seluruh rumus tersebut, mencoba mengerjakan soal-soal latihan dengan tepat dan cermat. Sementara nilai yang didapatnya tidak sebanding dengan usaha kerasnya. Kini, Disa mulai menangis sesenggukan.

Air mata yang tergenang sejak tadi di pelupuk matanya langsung mengalir deras menuju pipinya. Dengan dada yang terasa masih perih, Disa menatap ponselnya. Tidak ada balasan pesan apapun dari cowok yang sejak tadi dia tunggu.

Matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Pada pukul setengah lima sore, Disa masih menghayati kesedihannya. Bahkan, dia lupa bahwa chat pada cowok yang dia tunggu itu hanya dibaca tanpa ada respons apapun.

Ketika sibuk menangis, ada tangan yang menepuk bahu Disa. Cowok yang Disa tunggu pun datang. Cowok itu datang dengan pelipis memar dan hidung yang disumpal tisu. Tisu tersebut sudah penuh dengan darah kering.

"Lho, Vin?" Disa bingung menatap Kevin, "Lo berantem sama siapa lagi? Ini, kok, bengkak-bengkak semuanya?"

Disa panik menatap cowok di sampingnya. Gadis itu langsung mengambil kotak P3K kecil yang ada di dalam tasnya. Dengan Rivanol dan kapas, Disa langsung menepuk lembut memar di pelipis Kevin. Kevin hanya terdiam ketika sahabatnya berusaha mengobati luka di pelipisnya.

"Udah. Nggak kenapa-napa juga lagian." Kevin menepis tangan Disa, "Nggak sakit. Nggak usah lebay."

"Ini tapi bengkak, Vin." Disa tidak peduli pada penolakan cowok di sampingnya, "Lo kapan, sih, berhenti berantem sama anak geng di sekolah lain? Kurang kerjaan banget."

Kevin sangat paham rasa khawatir sahabatnya. Akhirnya, cowok itu membiarkan Disa mengobati luka memar di wajahnya. Setelah mengoleskan Rivanol, Disa langsung memakaikan perban di luka memar Kevin.

Kevin memegangi perban tersebut dengan bingung, "Ini apaan, nih?"

"Itu diperban luka memarnya. Biar dingin lukanya. Nggak memar lagi." Disa menjelaskan.

"Nggak usah diginiin juga kali." Kevin memohon, "Lagian, mana ada ketua geng sekolah yang pake perban kayak gini."

"Bawel banget, sih!"

Kevin bingung, "Lo kenapa marah-marah, sih? Ini bukan tanggal lo dapet, kan? Lagian, gue nggak bego-bego amat soal siklus menstruasi, lho. Gue gini-gini tau dan ngerti pelajaran Biologi. Siklus menstruasi itu sebulan sekali. Lo udah dapet minggu kemarin. Pas lo minta tolong beliin gue softex. Karena lo lupa bawa."

"Berisik!" Disa bete karena mengingat kebodohannya yang lupa membawa softex minggu lalu, "Ngerti apaan? Ngerti pelajaran Biologi? Orang lo tukang bolos!"

"Iyalah. Gue mau masuk jurusan IPA juga supaya bisa lindungin lo." jelas Kevin, "Nggak ada orang yang boleh nyakitin lo. Lo bersyukur harusnya dilindungin."

"Sok jagoan dasar."

"Emang jagoan." Kevin melepas perban di pelipisnya, "Jagoan itu nggak pake perban."

Disa menatap sebal, "Kok dilepas perbannya? Itu gue berusaha buat ngobatin lo. Bukannya dihargain juga."

"Ngapain pake perban? Emangnya gue pemeran FTV yang ketabrak mobil terus langsung dibawa ke rumah sakit?"

"Tau ah!" Disa membuang muka, kini tatapannya mengarah pada danau Universitas Indonesia, "Susah banget dibilangin. Jangan berantem lagi. Lo kapan mau dengerin gue?"

Kevin seakan tidak peduli dengan nasehat Disa yang berulang Disa ucapkan. Mungkin, kalau boleh dihitung, larangan untuk beradu fisik dengan geng sekolah lain sudah Disa ucapkan lebih dari sejuta kali. Tapi, memang dasar Kevin senang memicu hormon adrenalinnya dengan mencari keributan, rasanya nasehat Disa pun hanya akan dianggap angin lalu oleh Kevin.

"Lo dengerin gue, dong. Sekali aja. Jangan main-main sama nilai dan sekolah. Nanti lo bisa dikeluarin dari sekolah." Disa menjelaskan, "Katanya lo mau ngelindungin gue. Kalau lo dikeluarin dari sekolah, siapa yang bakalan lindungin gue?"

"Iya, deh, iya." Kevin memilih tidak berdebat agar perasaan Disa tenang, "Jadi, lo ngapain nge-chat gue tadi? Katanya mau ketemu?"

"Gue kira lo nggak dateng."

Kevin menatap Disa dengan penuh keyakinan, "Ya, kalau lo yang minta, gue pasti dateng kali, Dis. Jam berapapun."

"Gue kira nggak dateng," wajah Disa terlipat sebal, "Habis, chat gue nggak dibales."

"Gimana mau bales chat-nya, Dis? Gue baca chat lo waktu gue lagi main tinju-tinjuan sama si Kolay."

"Hah? Kolay? Aneh banget namanya." Disa memasang tampang bingung.

"Iya, Kolay. Nama gaul di tongkrongannya dia, tuh."

"Kolay anak mana?"

"Anak STM. Serem dia kalau tawuran. Bawa-bawa parang sama celurit." Kevin menjelaskan, "Kalau gue dan anak-anak selalu pake tangan kosong."

"Iya, gue tau, kok, lo anak karate yang udah sabuk hitam." Disa mejelaskan, "Nggak usah sombong."

"Terus, kenapa lo manggil gue ke sini?" Kevin mengulang pertanyaannya, "Sorry, apa karena orangtua lo ribut lagi?"

Mendengar pertanyaan Kevin, Disa membalas dengan gelengan kepal. Disa langsung menunjukan kertas ulangan Fisikanya. Wajahnya sedih bukan main, "Nih, liat."

Kevin sekilas melihat nilai ulangan Fisika Disa, "Kenapa nilainya? Ini dapet 95, kan? Bagus nilainya. Emang dasarnya lo pinter, sih."

Mata Disa kembali berair, "Nggak mau 95, gue maunya dapet 100."

"Yaelah, Dis." Kevin menggelengkan kepala, "Jadi, lo nyuruh gue ke sini, sampe gue nggak jadi nonjok si Kolay, cuma gara-gara nilai lo nggak dapet seratus?"

Disa mengangguk.

"Dis..." nada Kevin mulai terdengar kesal, Kevin membuka tasnya dan mengeluarkan kertas ulangan Fisikanya "Gue aja dapet nilai 50, Dis. Tapi, gue sikapinnya dengan santai. Nggak drama dan lebay kayak lo!"

"Habisnya...." Disa menunduk.

"Dis..." Kevin gusar, "Yaelah. Gue batal ninju mukanya si Kolay cuma gara-gara mau ketemu sama lo. Gue kira lo kenapa-napa, ternyata cuma karena masalah ginian. Kesel banget elah gue sama lo."

"Habisnya...."

"Habis apaan?" suara Kevin mulai meninggi, "Tadi, gue hampir bikin lehernya Kolay patah. Kakinya juga patah. Bentar lagi masuk rumah sakit tuh dia. Tapi, cuma gara-gara nyusulin lo ke sini, gue batal ninju mukanya dia."

"Habisnya..." Disa mengulang.

"Habis apaan? Tau, ah, gedeg gue sama lo. Gue tinggalin juga, nih, bocah lama-lama."

"Habisnya, cuma lo yang bisa bikin gue tenang kalau gue lagi panik gini." Disa mengaku.

Kevin terdiam.

Disa juga terdiam.

Ada jeda beberapa detik di antara mereka sebelum Kevin mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka berdua.

"Dasar lebay!" Kevin memukul lembut bahu Disa, "Laper nggak? Batagor, yuk. Sekalian gue anterin lo ke tempat les."

Disa mengangguk, "Iya, laper."

"Jangan sedih, ya, awas kalau sampe nangis lagi." Kevin membawakan tas Disa, "Gue bawain aja tasnya. Supaya beban idup lo nggak nambah."

- BERSAMBUNG -

***

SHARE DONG BERAPA NILAI TERJELEK KALIAN SELAMA UJIAN? DAN MATA PELAJARAN APA YANG KALIAN BENCI DI SEKOLAH YANG SUSAH BANGET KALIAN TAKLUKIN? KOMEN DI SINI :D

- Jangan lupa follow penulis #HanyaTigaKata di Wattpad dwitasaridwita

- IG/TWITTER: DWITASARIDWITA

- Pembelian buku Dwitasari dengan HARGA TERMURAH dan bonus TTD, bisa langsung pesan di akun Shopee: DWITASARISME atau WA: 0822-610-22-388

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro