
9. Bintang
Ipda Yudha duduk tegap di hadapan Arina dan Citra. Dua gadis itu adalah saksi penemuan mayat seorang pelajar SMA F. Mereka memandang Yudha dengan takut.
"Tenanglah. Saya hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada kalian berdua, sebagai orang pertama yang menemukan korban," jelas Yudha.
Dua gadis itu mengangguk. Badan mereka tampak mengigil. Mungkin mereka masih syok karena tiba-tiba menemukan mayat.
"Jadi, bagaimana kronologinya sampai kalian bisa menemukan korban?"
"Kami sedang berangkat ke sekolah, lalu di jalan itu kami menemukan orang itu sudah...." Arina tidak bisa meneruskan kalimatnya.
"Kami nggak tahu kenapa dia bisa jadi seperti itu," tambah Citra.
Yudha mengangguk mengerti lalu bertanya lagi. "Kalian mengenal korban?"
"Kami hanya tahu, tapi nggak kenal. Namanya Budi, dia kakak kelas kami kalau nggak salah kelas XII IPA1. Dia terkenal sebagai anak berandalan," terang Citra.
Kombespol Adam memasuki ruangan bersama seorang pemuda yang cukup tampan. Adam tertegun saat melihat kehadiran Arina dan Citra, dua sahabat putrinya di ruangan itu.
"Lho? Kalian teman-temannya Shita, kan? Arina sama Citra, kan?" tegur Adam.
Arina dan Citra berdiri dan mengangguk dengan hormat kepada Ayah Shita itu.
"Apa kabar, Om." Keduanya menyapa dengan sopan.
"Sedang apa kalian di sini?"
"Mereka menjadi saksi penemuan korban meninggal di Jl X kilometer tiga belas, Pak," jawab Yudha.
(Sementara gitu, daku males ngarang nama jalannya 😂).
"Hm, begitu. Kalian santai saja ya. Pak Yudha ini baik, walau tampangnya agak seram. Kalian jawab saja pertanyaannya, nanti kalau sudah selesai kalian kuantar ke sekolah," ucap Adam sambil tersenyum.
"Makasih, Om." Arina dan Citra tersenyum senang, keduanya kembali duduk berhadapan dengan Yudha. Sementara Adam mengajak cowok ganteng berambut gondrong itu duduk di mejanya.
"Silakan duduk," kata Adam pada pemuda itu.
"Terima kasih, Pak," jawab pemuda itu dengan gugup.
Citra diam-diam melirik pemuda itu. Cowok itu benar-benar tipenya. Citra terus mengamatinya sampai dia hampir tidak mendengarkan pertanyaan dari Pak Yudha dan menjawab dengan asal-asalan.
"Jadi apa yang mau Anda laporkan?" tanya Adam pada si pemuda.
"Saya ... Saya baru saja membunuh orang, Pak." Pemuda itu terbata.
"Hah?!" Citra berteriak tidak percaya mendengar pengakuan pemuda itu. Sayang sekali.
Beberapa orang di Ditreskrimum itu pun menoleh padanya dengan penasaran karena Citra tiba-tiba berteriak. Terutama Yudha yang sedang mengintrogasinya. Polisi yang masih muda dan cakep tapi bertampang serius itu sampai melotot. Citra hanya nyengir dengan innocent.
"Siapa yang Anda bunuh?" tanya Adam pada si pemuda ganteng tadi.
"Sa-saya nggak sengaja melakukannya, Pak. Tadi malam Saya pulang dari Tuban ke Surabaya naik mobil. Sebelum menyetir saya minum obat flu karena merasa nggak enak badan. Saya lupa kalau obat itu menyebabkan kantuk, lalu anak SMA itu tiba-tiba berada di depan saya ... saya terkejut dan saya nggak bisa...."
Pemuda itu memegangi kepalanya dengan frustrasi. Citra memandangnya dengan sedih, turut prihatin.
"Di mana kecelakaan ini terjadi?" tanya Adam.
"Di Jalan X."
"Sebentar." Adam tertegun. Dia kemudian bertanya pada Yudha yang ada di sebelahnya.
"Yud, tadi ada penemuan mayat di mana?"
"Jalan X kilometer tiga belas, Pak," jawab Yuda.
"Ciri-ciri korbannya?"
"Siswa SMA F kelas XII, namanya Budi."
"Apa itu anak yang nggak sengaja kamu tabrak?" tegur Adam pada pemuda yang duduk di hadapannya.
"Mu-mungkin, Pak, karena ketakutan saya meninggalkan mayatnya begitu saja di jalan itu." Cowok itu terbata.
"Bisa kamu tunjukan foto korban kepada pemuda ini, Yudha?"
"Ah, ini Pak."
Yudha menyodorkan selembar foto pada Adam. Adam menunjukannya pada pemuda itu. Pemuda itu memandang foto itu lalu mengangguk dengan yakin.
"Ya, Pak, ini memang orang yang saya tabrak, nggak salah lagi."
Adam melenggut.
"Kelihatannya kasus ini sudah selesai." Adam menepuk-nepuk bahu pemuda itu dengan penuh kasih.
"Kamu anak yang baik karena berani mengakui kesalahanmu, hanya saja kamu sedang sial. Kamu pasti akan mendapatkan keringanan hukuman."
Citra menghembuskan napas lega. Tapi sang pemuda terus memandangi foto di hadapannya dengan gamang.
"Kenapa?" tanya Adam saat menyadari wajah kebingungan pemuda itu.
"Ada yang aneh dengan foto ini, Pak," ujar pemuda itu.
"Aneh?"
Yudha dan Adam sama-sama berdiri menghampiri si pemuda dan ikut mengamati foto TKP itu.
"Apanya yang aneh?"
"Ini,Pak, lambang Bintang di samping mayat ini." Si pemuda menunjuk pada gambar bintang yang ada pada foto TKP yang ditulis dengan darah.
"Setelah menabrak korban, saya sempat turun dari mobil untuk melihat kondisi korban. Saat itu saya yakin anak ini sudah mati dan lambang ini nggak ada, saya baru melihatnya sekarang," terang pemuda itu.
Adam dan Yudha saling berpandangan kemudian menoleh pada Arina dan Citra sang saksi penemu pertama korban. Yuda menunjukan foto itu pada keduanya.
"Apa saat kalian pertama kali menemukan korban, lambang ini sudah ada?" tanya Yudha.
Keduanya mengangguk setuju. "Sudah ada."
Adam dan Yuda saling bertatapan lagi. Adam lalu bertanya pada si pemuda yang kini statusnya jadi tersangka. "Benar bukan Anda yang menggambar lambang ini? Benar setelah menabraknya pemuda ini langsung mati?"
Pemuda itu memanggut, yakin. "Saya berani sumpah, Pak! Anak itu sudah meninggal dan lambang itu nggak ada sebelum saya pergi, dan saya juga mana berani menggambar lambang seperti itu."
Adam dan Yudha terpegun Siapa yang menggambar lambang ini?
***
Votes dan komen ya Guys...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro