Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

Hari ini masih pagi, sekitar jam tujuh. Entah Sooyeon masih tidur dan bermimpi sesuatu yang aneh, atau memang pasangan itu yang hari ini aneh. Sooyeon mengucek matanya berkali-kali namun yang dilihatnya tetap sama. Seohyun sedang menyenderkan diri di samping pintu mobil Changmin yang sedang tertutup, kepalanya menunduk sambil tangannya merapikan seragam sekolahnya. Di depannya, Changmin terlihat memegang puncak kepala yeoja itu kemudian mengelusnya sampai ujung.

Sooyeon mengernyitkan dahinya. Ada apa gerangan dengan pasangan itu? Beberapa detik kemudian Sooyeon baru menyadari bahwa bukan hanya dia yang sedang menonton adegan itu. Ternyata beberapa pasang mata pun juga melakukan hal yang sama. Ada tatapan ikut bahagia, sedih dan kecewa, iri, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun tatapan-tatapan tersebut didominasi dengan tatapan iri.

Dahi Sooyeon semakin berkerut ketika dilihatnya mereka berdua tertawa. Wah, kalau tidak salah ini adalah kali pertama Sooyeon melihatnya dan ia merasa aneh. Apakah Seohyun mulai menyukai Changmin begitu pula sebaliknya?

"Woah..." Sooyeon tidak bisa menahan suaranya untuk keluar ketika tiba-tiba Changmin mencium puncak kepala Seohyun. "Seo Joohyun, kau benar-benar jatuh cinta kali ini, huh?" komentarnya tak cukup keras untuk didengar orang lain.

Sementara itu, di tempat lain. Di mana tempat itu merupakan pusat perhatian seluruh siswi maupun siswa Soha High School, terlihat dua sejoli yang sedang berada di dunia masing-masing.

"Haish, bagaimana bisa seragamku tumpah oleh teh? Ini tidak akan terlihat coklat saat nanti aku ke KA, kan?" Seohyun terlihat berbicara pada dirinya sendiri. Tanpa mengharapkan jawaban dari orang yang kini sedang mengelus rambutnya.

"Ya, rambutmu bahkan tak sehalus mantan kekasihku..."

"Mantan yang putusnya dua hari sebelum kau bersamaku?" Tanya Seohyun merespon perkataan Changmin.

"Bagaimana kau tahu? Jangan bilang kau mencar—"

"Tentu saja tidak!" Seohyun terlihat jengkel. "Dia yang datang kepadaku dan memarah-marahiku, kau tahu? 'Kami baru saja putus dua hari yang lalu dan sekarang kau sudah bersamanya? Yeoja macam apa kau ini?! Aku tahu kau cantik, tapi kau tidak bisa melakukan ini padaku, kau tahu itu?!'"

Changmin tertawa lepas karenanya. "Karena itulah aku memutuskannya. Dia terlalu posesif. Memuakkan."

"Huh, terserah saja apa katamu. Aku kesal sekali tiap mengingatnya." Kata Seohyun. "Ngomong-ngomong, kau nanti harus mengantarku ke KA sepulang sekolah, mengerti?"

"Ingin bertemu mentormu yang itu?" Seohyun mengangguk. "Tapi sepertinya dia bukan tipe orang yang akan tertarik padamu..." komentar Changmin jujur.

"Yah!!!" Seohyun mendesis. "Aku sudah tahu itu, jadi jangan ditekankan lagi, oke? Mana mungkin orang seperti itu tertarik dengan orang sepertiku?"

"Ya, kan? Seperti Sooyeon yang tidak mungkin menyukaiku."

Seohyun menoleh sebentar kemudian tertawa terbahak-bahak. "Kau mau aku mengatakannya pada Sooyeon?"

"Ya! Mati kau jika kau lakukan itu!"

Seohyun tertawa lebih keras lagi. Changmin hanya menyungging kecil sebelum tiba-tiba mengecup puncak kepala Seohyun.

"Untuk apa itu?" Seohyun menatap Changmin aneh. "Kau sadar, kan, kita sekarang menjadi pusat perhatian? Maksudku sekarang." Seohyun menekankan kata sekarang.

"Dan kau peduli pada hal seperti itu?"

"Tidak juga."

"Bagus." Changmin mengacak rambut Seohyun. "Menurutmu mengapa aku ingin memiliki kekasih? Tentu saja supaya dapat melakukan hal bodoh seperti tadi."

"Ah, whatever." Seohyun memalingkn mukanya sedikit ke kanan dan dilihatnya Sooyeon sedang berdiri sendiri mengamati dirinya dan Changmin. "O ow, sepertinya harapanmu untuk bersama dengan Sooyeon akan semakin memudar." Katanya sebelum ia berteriak memanggil Sooyeon. "Sooyeon-ah!" Seohyun melambaikan tangannya.

***

"Kau gila?!"

"Wae?" Seohyun berhenti sejenak untuk menatap Sooyeon setelah mendengar kata 'gila'.

"Mengapa aku harus pergi ke KA bersama kau dan Changmin?" Tanya Sooyeon.

"Dan mengapa itu adalah sebuah masalah?"

"Sekarang siapa orang di dunia ini yang mau menjadi third wheel?" Sooyeon melipat kedua tangannya. Ia kesal sekali. Mengapa Seohyun tidak peka? Bagaimana bisa yeoja itu menyuruhnya menjadi obat nyamuk?

"Hah? Kau pikir aku akan mendiamkanmu ketika ada Changmin? Bukankah kau juga tahu yang harusnya tak digubris adalah Changmin?" kata Seohyun sambil menatap Sooyeon tak kalah aneh dari tatapan Sooyeon ke arahnya.

"Hhh, sepertinya kau tak sadar, Seohyun-ah..."

"Apa?" Mata Seohyun membulat. "Aku tak sadar apa?"

"Kau. Mulai. Menyukai. Changmin." Sooyeon menekankan setiap kata sambil menoel bahu Seohyun. Seohyun menatapnya semakin aneh.

"Dan kau dapatkan dari mana teori bodoh itu?" Tanya Seohyun.

"Oke, dengarkan aku. Semua orang di sekolah juga tahu hubungan kalian berdua lebih serius daripada kau dengan mantan pacarmu yang lainnya. Apalagi adegan tadi pagi yang menjadi pembicaraan hangat betapa serasinya kau dan Changmin! Kau bahkan tertawa bersamanya! Itu sangat aneh."

"Oke. Jadi aku memiliki kesimpulan bahwa aku tidak boleh tertawa bersama kekasihku. Oke..." Seohyun berusaha membuat kesimpulan sebodoh mungkin. Oh, come on! Sekarang ia ingin sekali membocorkan rahasia bahwa Changmin menyukai Sooyeon namun itu tidak mungkin dilakukannya. Ugh, sangat menyebalkan!

"Kau tahu bukan itu yang aku maksud, Seo Joohyun. Dan orang-orang juga membicarakan hubunganmu yang bertahan cukup lama dengan Changmin." Tambah Sooyeon mantap.

"Oke, dua minggu kurang adalah waktu yang lama. Oke."

"Stop menambahkan kata 'oke' di depan dan belakang kalimatmu, Seo Joohyun! Itu membuatku geli." Sooyeon menutup telinganya sambil begidik ngeri.

"Tidak segeli aku yang mendengar berita bodoh ini." Kata Seohyun lirih. "Ok, whatever. Ayo sekarang kita harus ke KA! Tidak ada yang bisa membuatku telat melihat Luhan!!!" Seohyun menarik Sooyeon dengan bersemangat.

"Yah!!!! Kau bahkan tidak memerhatikan apa yang baru saja kita bicarakan!!!! Sudah kubilang aku tidak mau berangkat bersama kal—"

"DIAM! Kau akan menghambat pertemuanku dengan Luhan jika seperti ini terus." Kata Seohyun sambil menarik Sooyeon lebih kuat. Yang ditarik hanya pasrah.

***

Sooyeon memerhatikan bahwa ketika dirinya dan Seohyun turun dari kursi penumpang, Changmin juga ikut turun. Hal tersebut menambah keganjilan dalam hubungan Seohyun dan Changmin yang kata Seohyun datar. Seperti hubungannya yang lain.

"Terimakasih karena membiarkanku melihat Sooyeon lama." Changmin berbisik di telinga Seohyun namun tiba-tiba ditepis, memaksa wajah namja itu untuk menjauh. "Yah, untuk apa itu?!" makinya masih dengan suara pelan.

"Jangan dekat-dekat. Bisa-bisa Luhan tidak mendekatiku karena mengira aku sudah bersamamu." Ujar Seohyun tanpa menatap ke arah Changmin sedikitpun. Matanya terus tertuju pada ruangan kaca didepannya. Di sana terlihat Luhan sedang bersama seorang yeoja. Namja itu terlihat serius. Sepertinya ia sedang menerangkan sesuatu. "Oh my god. Betapa seksinya raut muka yang serius itu..." katanya, tak peduli tatapan aneh dua orang di belakangnya.

"Ya! Jangan macam-macam kau!"

Dengan kalimat Changmin itu, Sooyeon benar-benar yakin bahwa hubungan Changmin dan Seohyun tidak seperti hubungan cinta Seohyun dengan mantan kekasihnya yang lain.

***

"Mengapa hanya kita yang ada di ruangan ini?" Tanya Seohyun setelah 15 detik mereka memasuki ruangan.

"Karena bimbingan belajarnya baru mulai satu jam lagi?"

"Mwo?!"

"Mwo?"

"Jadi maksudmu kita datang terlalu cepat, begitu?" Sooyeon mengangguk sambil menggumam. "Yah!!! Kenapa kau tak memberitahu aku dari tadi?!"

"Ah, jeongmal! Kau sendiri yang menyeretku kemari tanpa mendengarkanku!"

"Kau hanya bilang kau tidak mau berangkat denganku dan Changmin, Sooyeon-ah. Bukan bilang kalau bimbingan belajar kita belum mulai."

"Jinjja! Aku tak percaya kau berubah drastis seperti ini hanya gara-gara Luhan busuk itu."

"Eii..." Nada Seohyun menghalus seketika. Seohyun menyenggol Sooyeon dengan bahunya.

"Ih!" Sooyeon menatap Seohyun gemas. Yeoja itu akhirnya memposisikan dirinya untuk tidur di kursi ruangan yang sama sekali tidak nyaman.

"Apa aku juga punya pilihan lain selain tidur?" Tanya Seohyun pada dirinya sendiri dan ikut terlelap.

"Ah, benar! Aku punya pilihan lain! Bubble tea!"

Seohyun hanya mendengus.

Seohyun dibangunkan dengan suara berisik yang berasal dari ruangannya sendiri. Yang pertamakali dilihatnya adalah seorang mentor yang sedang berdiri membelakanginya sambil menuliskan sesuatu di papan tulis.

Luhan? Tentu saja bukan! Orang yang sedang berdiri di depannya memiliki kaki yang ramping, putih, dan mulus. Sepatunya berhak lumayan tinggi, sekitar tujuh senti. Ia mengenakan blazer, dan juga rok hitam yang panjangnya hanya sampai lutut. Apakah Seohyun belum menyebutkan kalau rambut orang itu panjang?

"Yah, mwoya?!" bisiknya pada Sooyeon yang sedang menutup muka di sampingnya. Ia cukup kesal karena telah menunggu sampai tertidur dan ternyata yang dilihatnya bukan Luhan.

"Hah?" Tanya Sooyeon sambil sesenggukan. "Aku menangis seperti ini karena ternyata Oh Sehun adalah namja yang jahat. Bagaimana bisa ia memegang tangan yeoja lain di depanku! Oh, dan jangan lupakan ia juga mengerlingkan sebelah matanya! Huuuaaa!!!"

Seohyun tak bisa berkomentar apa-apa selain menatapnya iba. Yah, walau Seohyun akui Sooyeon adalah gadis yang lemah, namun ia merasa kasihan juga. Sekali suka, yeoja itu menyukai namja yang salah.

Namun tak dapat dipungkiri ia juga kesal. Sebenarnya tadi dia bukan ingin bertanya tentang Oh Sehun—karena ia sudah mengetahui alasannya—namun ia ingin bertanya mengapa ia tak melihat Luhan.

"Sabar." Katanya. Well, Seohyun memang bukan penasihat yang baik. "Tapi ngomong-ngomong mengapa yang di depan bukan Luhan, ya?" tanyanya.

"Hm?" Sooyeon mendongakkan kepalanya. "Kan Luhan ada di bidang matematika."

"Lalu?"

"Jadwal kita hari ini kan Kimia."

DIENGG~ Satu jitakan berhasil mendarat di kepala Sooyeon.

"Yah!!! Untuk apa itu?!" Katanya kesal namun masih berusaha untuk berbisik.

"Dan mengapa aku harus menunggu hal yang tidak pasti di sini?!"

"Lah, siapa tadi yang memaksaku untuk ke KA kalau bukan kau? Ku pikir kau memang sudah tau jadwalnya dan hanya ingin melihat Luhan sekilas tadi."

"YAH!!!"

***

"Jinjja! Hari ini benar-benar matematika." Sooyeon mengacungkan kedua jarinya ke atas ketika ia dan Seohyun berjalan menuju ruangan mereka.

"Ara..."

Ya, Seohyun hanya menunggu jadwal bimbingan matematika. Sooyeon geleng-geleng kepala. Dikiranya, sobatnya itu akan masuk tiap hari ternyata tidak.

Mereka berdua melihat dari kaca pintu terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan. Betapa kagetnya Seohyun ketika sekali lagi, bukan Luhan yang di lihatnya berdiri sambil membawa buku setebal KBBK (Kamus Besar Bahasa Korea) itu.

"Loh?" adalah kata pertama yang keluar dari mulut Sooyeon. Yeoja itu seketika melirik ke arah Seohyun yang hanya menghela napas panjang. "Bukan jodohmu, mungkin." Katanya sambil membuka pintu kemudian memasuki ruangan berkapasitas lima belas orang itu.

Seohyun tak ikut masuk. Setelah Sooyeon duduk, Seohyun langsung menitup pintu ruangan itu dan pergi ke meja resepsionis.

"Unnie..." panggilnya pada seseorang yang sepertinya suda ia kenal.

"Seohyun?!" Yeoja itu menunjuknya tak percaya. "Mengapa kamu masuk?" Oke, itu adalah pertanyaan paling aneh sedunia.

"Unnie, bukankah hari ini jadwal kelasku adalah matematika?" tanyanya dengan suara yang dibuat seimut mungkin.

"Ya, kenapa?" Tanya yeoja itu lagi. Sepertinya belum mengerti arah pembicaraan Seohyun.

"Lalu mengapa bukan Luhan yang mengajar di kelasku, Unnie?"

Yeoja itu terlihat bingung. "Mentor matematika bukan hanya Luhan..." jawabnya. "Ah, kau lebih paham apabila diterangkan oleh Luhan?"

"Eoh?" Seohyun berusaha mencerna kalimat yeoja itu hingga kemudian ia mengangguk-angguk dengan cepat. "Eoh!!!"

"Ah, begitu." Kata yeoja itu sambil memalingkan mukanya sebentar dan bergerak mencari sesuatu. Dahi Seohyun berkerut ketika yeoja itu memberinya sebuah buku cukup tebal. Ia juga membukakan halaman yang kosong untuk Seohyun. "Kalau begitu lebih baik kau ikut tambahan saja."

"Tambahan?" Seohyun akui ia yakin saat ini ia terlihat sangat bodoh di depan yeoja di depannya itu.

Benar saja. Sedetik setelah Seohyun menanyakan perihal tambhan, yeoja itu tertawa kecil. "Aku tidak tahu apakah kau tidak tahu program KA karena kau tidak pernah masuk atau karena memang kau tidak tahu, tapi kau memang bisa meminta tambahan. Kau bisa memilih waktunya dan mentornya. Dan kau bisa lebih fokus karena akan sendirian. Tapi nanti harus disesuaikan dengan jadwal pembimingnya terlebih dahulu. Jadi, nanti pihak KA akan mengonfirmasi lewat pesan jadi bubuhkan nomor teleponmu di sini." Jelasnya disertai senyuman di akhir kalimat.

Jujur saja, itu tadi adalah kalimat yang panjang, namun Seohyun hanya terfokus pada satu kata. "Sendiri?!"

"Ah, kalau kau tidak mau sendiri juga tidak apa-apa. Kau bisa mengajak temanmu yang lainnya."

"Ahyoung-ah, ada telepon untukmu!"

"Ah, ne!—Sebentar, ya..."

Seohyun hanya tersenyum. Terlalu lebar sepertinya.

***

"Jadi kapan kalian akan menikah?"

Pertanyaan yang sukses membuat dua sendok terjatuh disertai pemilik sendok yang melihat ke asal suara. Sementara itu, seseorang yang lain hanya tersenyum malu sambil sekali-kali melihat yeoja di sampingnya.

"Kami bahkan baru berhubungan selama enam bulan, Eomma." Seohyun angkat bicara sambil kembali mengambil sendoknya yang sempat berdenting cukup keras.

"Benar kata Seohyun, Sai-ssi. Tidak perlu terlalu terburu-buru. Kami masih dalam tahap saling mengenal satu sama lain..." kali ini Jongin angkat bicara.

"Kalian bisa lebih mengenal satu sama lain setelah kalian menikah nant—"

"Eomma!"

"Arasseo, arasseo. Aku tidak akan ikut campur." Kata Eomma Seohyun. "Jongin-ah, berhenti memanggilku Sai-ssi, eoh? Kau bisa memanggilku Eomma." Jongin hanya tersenyum. Sai melirik Seohyun sekilas. Sangat tampak bahwa anak semata wayangnya itu terlihat murung dan kesal. Ia menghela napas panjang. "Tidak perlu sekesal itu, bukan? Eomma hanya terlampau senang karena akhirnya kau tak lagi terpuruk karena putus dengan namja tiga tahunmu itu!" Sekali lagi dua orang terdiam karena kalimat Ibu Seohyun.

"Hm??" Jongin terlihat paling penasaran. "Namja tiga tahun? Maksudmu Seohyun sebelumnya pernah berhubungan dengan seorang namja selama tiga tahun? Wah, itu hebat!" Jongin tiba-tiba memegang tangan Seohyun dan tangannya yang lain mengelus rambut yeoja itu. Membuat Seohyun hanya bisa tersenyum kikuk.

"Kau tidak tahu?!" Sai melirik anaknya dengan tatapan aneh. "Aku tidak mengerti mengapa Seohyun tidak memberitahumu, tapi dulu ia yakin sekali akan menikah dengan namja itu."

"Eomma..."

"Tapi akhirnya, mereka putus juga. Bahkan aku belum sempat bertemu dengan namja itu." Kata Sai, bercerita kepada Jongin tanpa beban. Seohyun cukup khawatir Jongin akan merasa tidak enak, namun sepertinya namja itu menanggapinya biasa-biasa saja.

"Ah, begitu. Saya dulu juga selalu yakin akan menikah dengan kekasih saya yang sebelum-sebelumnya, Ibu. Tapi, yah, ternyata tidak begitu. Semoga kali ini benar-benar terjadi." Jongin menyembunyikan mukanya setelah mengucapkan kalimat terakhir.

"Sudahlah, makan saja." Kata Seohyun sembari mengambil segelas air. Situasi ini cukup menghangatkan tubuhnya, rupanya.

"Ah, ya, Luhan. Mengapa kau sedari tadi diam saja? Bagaimana dengan dirimu? Kudengar kau juga baru putus dengan kekasihmu." Kata Sai mengalihkan pembicaraan.

"Hyung?! Kau punya kekasih? Mengapa tak bercerita padaku?" kata Jongin sambil mengambil sepotong ayam yang ada di tengah meja.

Luhan hanya tersenyum kecil, masih melihat piringnya. "Tidak. Kami sudah berpisah sejak lama. Hanya aku saja yang benar-benar baru merasakannya akhir-akhir ini." Luhan mengambil nasi yang ada di piringnya dengan lambat. Ia juga memasukkannya ke dalam mulut dengan lambat pula.

"Ah, belum bisa berpaling? Sepertinya kau harus kukenalkan dengan seseorang. Seohyun pun juga begitu sampai ku kenalkan pada Jongin. Tak disangka ternyata mereka berdua saling cocok satu sama lain." Eomma Seohyun mengelus punggung Jongin dengan lembut.

"Ah, ne. Terimakasih, Ibu." Jongin tersenyum dengan lebar, dibalas dengan anggukan Eomma Seohyun.

"Oh, ya. Appamu baru pulang lima hari lagi. Kau bisa tinggal di sini dulu selama itu. Bagaimana?" Tanya Sai lagi, kali ini ditujukan pada Luhan. "Atau kau ikut Seohyun dan Jongin ke gunung?"

"Ide yang bagus! Ikut kami saja, Hyung!"

Luhan menatap Ibu Seohyun, Seohyun, dan Jongin bergantian, lalu tersenyum. "Terserah saja bagaimana enaknya."

***

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Seohyun pun tiba. Tambahan! Tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan berjuta-juta rasa terimakasihnya, Seohyun akhirnya mengirimi yeoja itu karangan bunga dengan dua batang coklat.

"Yah, mengapa kau mengirimiku bunga dan coklat?! Menurutmu apa komentar kekasihku ketika melihatnya, hah?" kata Ahyoung sambil menoyor kepala Seohyun.

"Unnie! Kau seharusnya berterimakasih, bukan justru memukulku seperti ini!" kata Seohyun kesal sambil mengusap-usap kepalanya.

"Haish! Kau bisa mengirimiku benda-benda lain!" katanya masih kesal. Pasalnya ia dimaki-maki kekasihnya, karena dianggap berselingkuh. Kekasihnya juga tidak begitu saja percaya ketika ia mengatakan dari mana asal bunga itu sesungguhnya. Baru, ketika Ahyoung menunjukkan kartu ucapan dari Seohyun, kekasihnya itu percaya. "Untung saja kau menuliskan surat! Kalau tidak, bisa mati, aku! Lagi pula siapa, sih, orang gila yang mengirimkan bunga kepada teman sesame perempuannya?!"

"Eiii... caramu berterimakasih sangatlah aneh, Unnie." Kata Seohyun sambil melambaikan tangannya sembari berbalik untuk mencari tempat duduk.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau sudah datang? Bukankah jam tambahanmu masih satu jam lagi?" Tanya Ahyoung.

"Katakan saja kau muak melihatku berada di sini. Baiklah, baiklah. Aku akan menunggu di ruang tambahan. Annyeong!"

Ahyoung mendengus. "Cih, dasar anak gila." Ahyoung menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan senyumnya yang mengembang.

Sementara itu di ruangan berdinding kaca, Seohyun terlihat sedang berkeliaran ke sana-kemari. Jujur, dia bingung. Ia bingung apa yang harus ia lakukan nanti ketika Luhan datang (tentu saja belajar). Ia bingung apa yang harus ia katakan nanti (tentu saja hal yang berhubungan dengan matematika). Dan yang paling penting, ia bingung sekarang apa yang harus dilakukannya sekarang (bisa bermain game, membeli cemilan di depan, bisa juga mengerjakan soal-soal matematika [oke, yang terakhir adalah ide yang buruk]).

Seohyun memutuskan untuk duduk saja. Ia melihat sekeliling ruangan dan baru menyadari sesuatu. "Ah, jadi ini ruangan tambahan. Aku kira kelas... yang terbuka." Katanya. Cukup garing. Tidak apa-apa jika tidak tertawa.

"Selamat siang..." Seohyun dikagetkan oleh suara seseorang yang membuka pintu. Demi apapun jantungnya berdetak seribu kali lebih kencang dari biasanya hanya untuk melihat seseorang yang bukan Luhan memasuki ruangan yang sama. Ah, ya. Ruangan ini tidak hanya berisi satu meja. Mungkin kelas tambahan yang lain.

Beberapa menit berlalu dan semakin banyak pula siswa maupun siswi yang memasuki ruangan itu, walaupun tak sebanyak kelasnya biasanya. "Ya... sendiri." Katanya lirih. Well, walaupun mereka semua tidak sedang berada dalam satu meja dengannya, tetap saja ia tak bisa disebut sendirian, bukan? Oh, apa yang dia harapkan dari kelas tambahan. Oh, ayolah.

"Maaf, saya terlambat." Seseorang yang tiba-tiba duduk di depan Seohyun membuyarkan lamunan yeoja itu.

Seohyun terlihat gelagapan menyadari siapa yang saat ini sedang berada di depannya. Hatinya ingin sekali berteriak "OH MY GOD!" tapi otaknya memintanya untuk bersikap dingin dan membuat sanga namja jatuh cinta dengannya.

"Ah, ya." Katanya sambil disertai senyum kikuk. Seohyun kemudian berbalik dan mengambil buku diktatnya.

"Jadi bagaimana yang akan kita pelajari hari ini?" Tanya Luhan sambil mengambil kotak pensil yang ada di dalam tasnya.

"Ne?" Tanya Seohyun spontan tanpa berpikir terlebih dahulu. "Integral?" jawabnya asal yang lebih terdengar seperti pertanyaan. Saat ini ia ingin sekali membenturkan dirinya ke dinding terdekat karena telah membiarkan Luhan melihat tingkah bodohnya. Bisa-bisanya ia terlihat kikuk di depan namja yang disukainya?!

"Integral? Baiklah." Kata Luhan. "Apakah kau sudah mengerjakannya terlebih dahulu?"

"Ne? Haruskah aku mengerjakannya terlebih dulu? Tapi aku hanya tahu judulnya saja..." kata Seohyun semakin lirih di akhir kalimat.

Luhan tertawa kecil. "Baiklah, kita mulai saja dari awal. Ku kira ada yang ingin kau tanyakan kepadaku soal integral." Kata Luhan sambil membuka sebuah halaman kosong pada bukunya. "Jadi.........."

***

"Ah, jeongmal! Mengerjakan soal-soal itu sangat menyita waktuku!" kata Seohyun sambil merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Di tangan kanannya ada sebuah telepon genggam yang sedang terhubung dengan orang di tempat yang lain. "Ku pikir aku akan menghabiskan waktuku untuk memperhatikan dirinya! Ternyata!" katanya kesal sambil menendang-nendang selimutnya.

"Tapi masih lebih baik daripada tidak sama sekali, bukan? Paling tidak dia sekarang mengenal dirimu?" yeoja di sambungan teleponnya terdengar terkikik.

"Mengenal apanya... Ia hanya tau mukaku. Itu saja."

"Huh? Kau pikir dia tak akan segera mengenalmu apabila kau mendaftar tambahan matematika setiap hari?!"

"Mungkin saja, kalau ingatannya lemah." Kata Seohyun. "Jadi apa yang harus aku lakukan supaya aku tak membuang waktuku?" Seohyun menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri, sambil berharap jika seperti itu, otaknya akan terkoyak juga dan akan membuahkan suatu ide yang cemerlang.

"Tentu saja kau harus mengerjakan soal-soal itu di rumah! Dan kau bisa memperhatikannya sepuasmu ketika ia memeriksa tugasmu."

"Yang benar saja?!" Seohyun langsung mendudukkan dirinya mendengar ide yang tidak mungkin dilakukannya itu. "Sekarang kau yang paling tahu aku adalah orang termalas sedunia, yang hanya belajar jika ada ulangan saja. Dan kau berpikir aku akan mengerjakan matematika di rumah hanya untuk melihat Luhan dengan puas di KA, begitu?" tanyanya dengan nada tidak percaya. "Maldo andwae..."

"Tapi kau pintar matematika!"

"Kau benar. Aku pintar dalam pelajaran itu..." kata Seohyun membanggakan dirinya. "Tapi mana mungkin aku membuang-buang waktuku yang berharga di rumah untuk—AKJSABKURYREAE!!!!" Seohyun berteriak tidak jelas.

"Yah, aku tidak memaksamu." Sooyeon terdengar kesal.

"Aku tahu. Aku hanya kesal pada diriku sendiri karena hatiku ingin mewujudkan rencanamu tapi otakku terlalu malas." Kata Seohyun sambil kembali merebahkan dirinya dengan santai.

"Oh, ayolah. Ini tidak seperti mengerjakan fisika."

"Kau benar. Sangat benar."

***

"Apa kita berhenti sampai di sini saja?" Tanya Changmin, suatu hari ketika ia dan Seohyun sedang menikmati makan siang di kantin.

"Huh, wae?" Tanya Seohyun. Cukup terkejut.

"Apakah kau menanyakan itu karena kau tidak ingin putus denganku?" Changmin tertawa meledek. Tentu saja ia sudah tahu jawabannya.

"Kau yang paling tahu jika bukan seperti itu." Seohyun juga ikut tertawa. Orang yang melihat mereka dari kejauhan tak akan percaya bahwa mereka yang sedang tertawa bersama ini sedang membicarakan tentang hubungan mereka yang mungkin akan kandas. "Jadi, kenapa?"

"Teman-temanku mendengar kau dan Sooyeon berbicara tentang Luhan-Luhanmu itu. Dan mereka bilang aku lelaki yang bodoh karena sudah dibohongi dan diduakan." Kata Changmin santai sambil menyedot minumannya.

"Brrrftttt!!" Seohyun tak bisa menahan tawanya. Yeoja itu memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sakit karena menahan tawa. "Okay, diduakan!" katanya menekankan kata 'diduakan' yang sangat tidak mungkin terjadi.

"Aku tak tahan mendengar celotehan mereka. Bahkan mereka menyebutku banci desa yang sok pahlawan. Apa, sih?" Changmin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau tahu, aku paling benci direndahkan. Jadi lebih baik kita berhenti saja." Tambahnya lagi.

"Ini sangatlah lucu, karena kita putus hanya karena hal itu. Tapi, well, okay!" kata Seohyun sambil melahap makanannya.

"Aku akan memiliki kekasih baru dalam waktu yang singkat jadi jangan kaget apalagi mendatangi kekasih baruku, okay?" katanya sambil tertawa.

"Kau pikir aku mantan kekasihmu?!"

"Terimakasih telah menjadi kekasih yang baik selama tiga minggu ini."

"Sangat aneh mendengarkan ini dari mulutmu sendiri."

***

"Aku putus dengan Changmin."

"HAH?!" Sooyeon merespon dengan berlebihan. "Kenapa?!"

"Apa maksudmu kenapa? Tentu saja karena kami ingin putus." Kata Seohyun santai.

"Bukankah kau begitu menyukainya?!" Sooyeon yang sebenarnya tadi sudah sampai pintu kelas akhirnya tergopoh-gopoh kembali untuk mendekati Seohyun yang masih berada di mejanya, membersihkan buku-bukunya.

"Sudah kubilang itu tidak benar, Sooyeon-ah." Kata Seohyun sambil membersihkan mejanya. "Yoooooooo, kita bertemu dengan Luhan! Kau tahu, sedari tadi aku sibuk sekali saat pelajaran. Kau bisa tebak, bukan, aku sedang apa? Tentu saja mengerjakan matematika!" kata Seohyun terlampau bahagia.

"Hh... bagaimanabisa kau sebahagia itu setelah putus?" Sooyeon menghela napas. "Ini bukan yang pertama kalinya, tapi kau selalu membuatku terkejut. Daebak. Daebak. Jinjja daebak."

Seohyun hanya mencibir.

***

"Ehem..." Seohyun mendongakkan kepalanya dan melihat Luhan yang kini sedang mengamati bukunya. Ya, mengamati.

Sudah dua menit namja itu melihat buku yang terbuka itu namun tak menyentuhnya. Entah tadi ia berdehem karena ia memang memiliki masalah pada tenggorokannya atau ia super kaget karena Seohyun yang super niat juga mengerjakan materi satu bab. Padahal ia yakin seratus persen Seohyun baru mendengarkan materi bab ini kemarin. Ya, Luhan bisa yakin karena Seohyun benar-benar melongo seperti baru mendapat pencerahan ketika ia menjelaskan materi integral kemarin hari. Dan sekarang yeoja itu sudah menerjakan satu bab?

"Ada apa?" Tanya Seohyun. "Apa tulisanku jelek? Apa ini terlalu banyak? Atau..." Seohyun tiba-tiba tersenyum lebar. Sangat lebar. "Tidak usah kagum begitu... aku memang pintar dalam pelajaran ini. Tapi aku buruk dalam pelajaran lain." Katanya sambil berbicara lebih lirih pada kalimat terakhir.

Dahi Luhan berkerut. Segera ia hapus semua pikiran baiknya kepada murid di depannya. Super percaya diri!

"Cepat periksa dan lihatlah kehebatanku, Luhan!" kata Seohyun sambil mendorong-dorong bukunya ke hadapan Luhan agar lebih dekat.

Dahi Luhan semakin berkerut. Luhan? Luhan?! Apa ia tak salah dengar? Ani... tapi ia tidak sedikitpun mengharap seorang muridnya memanggil namanya langsung seperti itu. Jadi hal ini terasa sangat aneh. "Luhan?" tanyanya sembari melihat yeoja di depannya.

"Hmm?" Yeoja itu balik menatap matanya. Dan Luhan yakin seratus persen ada yang aneh dari tatapan mata itu. "Bukankah namamu Luhan?" tanyanya. "Apa salah? Sooyeon bilang namanya Luhan, kan? Aku tidak salah ingat, kan?" yeoja itu terlihat memandangi dinding sambil berbicara lirih pada dirinya sendiri.

"Agashi, berapa umurmu?" Tanya Luhan langsung.

"Seohyun. Namaku Seohyun." Yeoja itu dengan mata berbinar tiba-tiba menyahut tangan Luhan dan menjabatnya dengan cengkraman yang cukup kuat.

"Umur... bukan nama..." Luhan berusaha keras untuk melepaskan tangannya karena ternyata Seohyun tak mau melepaskan tangannya.

"Ah, umur! Tujuh belas!" katanya.

Luhan menarik napas dalam-dalam. Sungguh ia baru menemui murid yang bertindak tak sopan seperti ini. "Aku 22."

"Ah..." Seohyun mengangguk angguk mengerti. "Lalu?" tanyanya cukup hati-hati. Yang ia takutkan adalah ia terlihat bodoh di depan Luhan. Itu saja.

"Kita berjarak lima tahun. Kau tak seharusnya memanggilku Luhan saja, Agashi." Katanya berusaha tenang.

"Hmm??? Tapi kita hanya berjarak lima tahun??" kata Seohyun tak mengerti.

"Lima tahun itu bukan hanya, Agashi."

"Bagiku, itu hanya!"

Luhan hanya mendesah panjang.

Hari-hari berikutnya juga dilalui Seohyun dengan les matematika setiap pulang sekolah. Ia tak rugi juga sebenarnya, karena kecintaannya kepada Luhan (atau obsesi?) membuatnya cukup mahir dalam mengerjakan soal-soal matematika. Dan yang paling penting, ia kadang mendapat pujian dari Luhan. Ya, kadang. Entah mengapa Seohyun merasa Luhan sedikit bersikap aneh padanya. Apakah karena ia memanggil Luhan dengan namanya saja? Dia tidak se-childish itu, bukan?

"Kau datang dengan namja yang berbeda dari sebelumnya..." kata Luhan masih sambil membaca sebuah Koran, saat Seohyun datang siang itu.

"Huh? Bagaimana kau tau?" Tanya Seohyun sambil membuka tasnya, mencari-cari bukunya. Dalam hati sesungguhnya ia sangat senang. Berarti Luhan memperhatikannya.

"Ani, biasanya tukang parkir di depan membicarakanmu. Aku mencoba melihatnya, dan ternyata benar." Namja itu melipat korannya dan memasukkannya ke dalam tasnya.

Seohyun hanya mengangkat bahunya, tidak ingin memberikan komentar. Ya, memang ia tadi diantar oleh namja kedua setelah kandasnya hubungannya dengan Changmin. Seteperintahnyalah hubungannya dengan Changmin berakhir, Seohyun memulai hubungan baru dengan Jinwoon selama beberapa hari kemudian sekarang ia sedang bersama dengan Minhyuk, kalau yeoja itu tak salah mengingat namanya.

Seohyun mendesah sebelum akhirnya berbicara. "Kau,"

Luhan mendesis. "Sss!" Matana mendelik menatap Seohyun kesal. "Luhan-ssi!" perintahnya.

"Shireo!" Seohyun cemberut. "Kau tak tertarik sedikitpun kepadaku, ya?"

"Huh?"

"Sepertinya kau sudah tahu ini, tapi aku akan memperjelasnya sendiri, oke?" ujar yeoja yang tak paham situasi ini. Ia tak sadar bahwa Luhan sama sekali tak mengerti dengan ucapannya. "Aku tertarik padamu, Luhan." Katanya datar.

"Ye????!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro