Chapter 1
"Kau akan membawa ini?" Seorang namja mengulurkan tangannya, ingin menunjukkan barang yang ditemukannya kepada yeoja di sampingnya. Namun sepertinya yeoja itu tak mendengar apapun. Ia masih tetap sibuk dengan barang-barang yang ada di depannya dan tak menggubris hal lainnya. "Seo Joohyun!"
Yeoja yang dipanggil Seo Joohyun itu menoleh, sedikit terkejut. "Ya?"
"Apakah kau akan membawa ini?" namja itu menggoyang-goyangkan sepasang sarung tangan yang dibawanya.
Dahi Seohyun berkerut. Ia terlihat mengamati benda yang dibawa namja imut di depannya. Beberapa detik kemudian setelah mengetahui benda apa itu, ia menggeleng. "Ani. Buat apa aku membawa sarung tangan?" Seohyun kembali terfokus pada benda-benda di depannya. "Sekarang, kan, musim panas." Tambahnya.
Namja itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau pikir di gunung tidak akan dingin saat musim panas?"
"Aku bisa memakai jaket."
Namja itu tak membalas lagi. Ia tahu sekali Seohyun berkata tidak, itu memang berarti tidak. Ia kembali meneruskan mengemasi barang-barang di depannya. Beberapa menit berlalu, dan ia mendapati Seohyun yang meminta sarung tangan itu darinya.
"Jongin, bisakah kau memberikan sarung tangan itu padaku?"
"Huh?" Jongin terlihat kebingungan. "Kau ingin membawanya?"
"Ani, berikan saja."
"Ah, ya." Jongin tersenyum kecil. Dia pikir akan sangat aneh apabila Seohyun mengubah keputusannya. Sambil diberikannya sarung tangan itu pada Seohyun, ia mengerlingkan sebelah matanya.
Seohyun mengernyitkan dahinya. "Untuk apa yang tadi?" tanyanya tanpa mengharapkan sebuah jawaban. Sang namja hanya tertawa kecil.
Jongin memasukkan benda-benda yang sudah dipilihnya ke dalam sebuah koper besar berwarna biru tua. Sementara Seohyun masih mengamati sarung tangan itu, entah apa yang dipikirkannya. Ketika Jongin melirik sekilas ke arah yeoja itu, sang yeoja masih terus menatap tajam benda itu. Sarung tangan tebal berwarna merah marun.
"Apakah sekarang kau sedang menimang-nimang apakah kau akan membawa sarung tangan itu?" Tanya Jongin. "Percayalah padaku kau akan membutuhkannya." Katanya lagi sambil membuka laci meja yang ada di sebelahnya.
Seohyun mendengus pelan mendengarnya. "Aku tidak akan membawanya."
"Arasseo." Kata Jongin singkat sambil mengangkat buku kecil yang ditemukannya di antara berbagai macam benda yang ada di dalam laci. "Buku yang aneh." Katanya sambil memperhatikan sampul depan dan belakang buku itu. Sampul depannya terlihat dikeruk agar dapat ditulisi. Judulnya Seohyun si Dewi Cinta. Jongin tertawa cukup keras setelah membacanya.
"Wae?" Tanya Seohyun pada Jongin namun tak digubris oleh namja itu. Seohyun hanya memutar kedua bola matanya setelah melihat apa yang ada di tangan Jongin. "Bagaimana kau bisa menemukan benda itu? Kupikir buku itu sudah menghilang entah ke mana."
"Aku menemukannya di la—what the?! 43?!" Jongin membulatkan matanya setelah melihat daftar isi. "Oke, aku memang kaget di sini tertulis empat puluh tiga orang, namun aku lebih terkejut lagi mengapa sang penulis buku ini repot-repot membuat daftar isi manual. Bahkan buku ini isinya hasil tulis tangan. Ia pasti memiliki niat yang tinggi."
"Teman-temanku memang kurang kerjaan." Seohyun menjawab asal. Ia bisa berkomentar apa? Ia juga tak tahu mengapa temannya memberikan buku berisikan ringkasan setiap hubungan Seohyun dengan mantan pacar-pacarnya.
"Dewa 1: Wu Yifan. 1990. Teman sebangku. Resmi berpacaran pada tanggal 3 Februari 2002." Jongin menahan tawa membaca beberapa poin halaman awal setelah daftar isi buku itu. "Woah 2002?! Itu 12 tahun yang lalu." Komentarnya. "Putus pada tanggal 7 Februari 2002—what?! Hanya 4 hari?!—Alasan putus karena setelah 4 hari berpacaran Seohyun menyadari bahwa Wu Yifan tidak cukup tampan."
Seohyun menghela napas pelan sambil menahan malu ketika dilihatnya Jongin berguling kesana kemari karena tertawa saking kerasnya. Selucu itukah masa lalunya yang kelam? Ya, masa lalu yang kelam. Seohyun sangat menyesalinya.
"Namja ini tak terlalu tampan bagimu?!" Katanya sambil menunjuk sebuah foto Seohyun bersama Wu Yifan di halaman yang sama kolom paling bawah. "Dia cukup tampan..."
"Dia bukan keturunan Asia."
"Rasis."
Seohyun mencibir. Tentu saja memang bukan itu alasannya. Ia hanya mengada-ada saja.
"Dewa 29: Zhang Yixing. 1991. Teman dari teman. Resmi berpacaran pada tanggal 27 Juli 2005. Putus pada tanggal 18 Agustus 2005. Alasan putus karena Yixing terlalu baik—what?!" Jongin mendengus sedikit menghina. "Alasan klasik."
"Kau tidak perlu mengomentari setiap halaman." Kata Seohyun sembari memasukkan beberapa potong pakaian.
"Kau tidak sadar aku melewati 27 dewa lainnya?" Tanya Jongin sambil menekankan kata dewa kemudian kembali tertawa.
"Kau tertawa sangat puas. Sepertinya buku itu membuatmu bahagia. Kau boleh mengambilnya." Seohyun menggeleng-nggelengkan kepalanya.
Jongin tidak merespon perkataan Seohyun. Namja itu terus membolak-balik halaman-halaman buku itu dan sering kali tertawa keras sekali ketika membaca tulisan-tulisan di sana.
"Mwoya?! Tanggal resmi berpacaran dan tanggal putusmu dengan monyet bernama Minho ini sama?!"
"Kau yang monyet, Monyet!" balas Seohyun sewot. "Dia orang tertampan yang pernah menjadi pacarku."
Jongin memperhatikan foto yang tertera di sana dengan seksama. "Sekarang rekor itu sudah terpatahkan olehku, bukan?" Seohyun kembali memutar kedua bola matanya.
Jongin terus membuka halaman demi halaman dan sampailah ia pada halaman terakhir yang membuatnya kembali tertawa. "Semoga Menjadi Dewa Seohyun?!" Namja itu membawa satu-satunya kalimat yang ada di sana dengan sebuah foto yang ukurannya lebih besar tertempel di tengah halaman. Pada foto itu Seohyun terlihat lebih ceria dibandingkan dengan foto-foto lainnya. Tubuh Seohyun terlihat sangat dekat dengan tubuh namja itu dilihat dari sudut pandang foto ini. Namja yang ada di foto hanya mengenakan kaos putih polos dan sebuah jaket berwarna gelap namun ia tampak baik. Namja itu tersenyum tipis. Cukup manis, pikir Jongin.
Seohyun memperhatikan Jongin tanpa berkedip dan ia baru menyadarinya ketika Jongin berkata, "Kau pasti sangat menyukainya."
Beberapa menit ruangan yang hanya dihuni Seohyun dan Jongin itu tak bersuara. Hingga akhirnya keheningan sesaat itu dipecahkan oleh suara pintu yang dibuka dengan orang yang tiba-tiba muncul dari luar. "Sudah selesai? Eomma sudah menunggu di bawah."
"Hyung!" Jongin berdiri dan menyusul namja itu untuk mengajaknya masuk. Mereka berdua mendekati tempat Seohyun duduk setelah menutup pintu ruangan.
"Kau membawa cukup banyak barang hanya untuk pergi ke gunung selama tiga hari." Kata namja itu yang hanya dibalas Seohyun dengan cibiran pelan.
"Sama sekali tak membutuhkan komentarmu, Luhan."
Jongin duduk di antara Seohyun dan Luhan setelah mengambil buku yang sedari tadi menarik perhatiannya. Setelah meminta Luhan untuk sedikit bergeser menjauh, Jongin duduk bersila. "Hyung! Coba tebak benda menakjubkan apa yang baru saja kutemukan?!" katanya sambil menunjukkan buku Seohyun si Dewi Cinta.
Luhan mengerutkan dahi sambil menahan senyum ketika Jongin membuka halaman awal buku itu. Sekali-kali ia melirik Seohyun yang menutup mukanya menahan malu.
"43 orang, Hyung! Yang benar saja!" Luhan tertawa. "Lihat ini, Hyung! Alasan putus karena Park Chanyeol terlihat seperti orang idiot. Lalu mengapa ia berpacaran dengan namja ini?! Aku benar-benar tak mengerti jalan pikirannya." Luhan tertawa lebih keras lagi.
"Yah!!!" Seohyun memekik. "Haruskah menyebarkan aib seseorang?" tanyanya sambil menatap kesal ke arah dua namja yang kini saling pandang. "Lebih baik kau segera selesaikan tugasmu dan turun untuk makan, Kim Jongin." Katanya menahan kesal.
"Ah, kau benar!" kata Jongin sambil bangkit dari duduknya. "Aku harus membantu ibu mertua menyiapkan makanan." Tambahnya lagi selagi ia terbirit-birit meninggalkan ruangan meninggalkan dua manusia yang memandang punggungnya aneh.
"Huh? Ibu mertua?" Seohyun mendengus pelan.
Luhan ganti melirik Seohyun ketika objek namja yang dilihatnya menghilang. Ia tersenyum tanpa arti sambil kembali mengambil buku Seohyun si Dewi Cinta yang tadi dilemparkan oleh Jongin. Namja itu membaca tulisan-tulisan di sana dalam diam, namun tak jarang ia tertawa.
Hingga ia sampai pada halam terakhir buku itu dan mengerutkan dahinya. "Semoga Menjadi Dewa Seohyun?" ulangnya dengan suara yang dapat didengar oleh Seohyun. Tanpa Seohyun melihat pun yeoja itu tahu Luhan sedang menahan senyumnya.
Yeoja itu menoleh. Ketika tatapannya bertemu dengan Luhan, ia memalingkan mukanya. Ia berpura-pura menyibukkan dirinya dengan menata barang-barang yang tidak seharusnya ditata.
Luhan tersenyum kecil melihatnya. "Apakah buku ini ditulis sebelum kau lulus sekolah menengah atas?" Tanya namja itu sambil menatap Seohyun.
Yeoja itu hanya diam.
***
"Yah! Yah!" Seohyun berteriak. "Harus berapa kali aku harus mengatakan padamu bahwa aku tidak mau ikut bimbingan belajar, Jung Sooyeon?!" Yeoja itu mengerem langkahnya yang ditarik oleh Sooyeon. Ia melepaskan cengkraman sahabatnya dengan paksa ketika mereka berdua akhirnya berhenti.
Sooyeon melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil mendengus pelan. "Seo Joohyun. Aku tahu kau pintar, tapi tak seharusnya kau bolos bimbingan belajar. Kita sudah berada di tahun ketiga sekolah menengah atas dan sebentar lagi akan memasuki jenjang perkuliahan. Lagi pula, kau tahu, kan, bagaimana Eommamu membanting tulang untuk mem—"
"Lalalalalalalalalala~" Seohyun menutup telinganya sambil matanya melirik ke arah lain asal bukan Sooyeon.
"Ah, jeongmal!" Sooyeon kembali mencengkeram tangan Seohyun dan menarik yeoja itu.
"Yah! Aku tidak mau!"
"Bagaimana kalau kau diam dan menurut saja? Karena aku tidak akan membawamu ke tempat bimbingan belajar tapi ke sini."
Dahi Seohyun berkerut. Kedai Bubbe Tea? "Kalau hanya bubble tea mengapa harus ke sini, sih? Di depan sekolah juga ada!"
"Haih, penjualnya beda!" Sooyeon mengerling, cukup membuat Seohyun geli.
Sementara Sooyeon mendekat ke penjual bubble tea itu, Seohyun memerhatikan kedai yang sudah ada di sini cukup lama itu. Kedai minuman itu berada tepat di sebelah bimbingan belajar Seohyun dan Sooyeon. Tempatnya kecil namun bersih. Kedai itu memang hanya menjual bubble tea, namun dengan berbagai macam rasa. Seohyun hanya pernah mencoba rasa coklat dan sudah dapat ditebak ia akan memesan rasa coklat.
"Coklat." Ujar Seohyun ketika Sooyeon berbalik menghadapnya.
"Sudah aku pesankan dari tadi." Sooyeon berlari kecil ke arah Seohyun dan menarik yeoja itu mendekati kedai. "Kau benar-benar harus melihat penjualnya. Dia benar-benar tampan! Lebih tampan dari Minho."
"Hei..." Seohyun menyipitkan matanya ketika Sooyeon menyebutkan salah satu mantan pacarnya.
"Hihihi, tapi sungguh aku berani bersumpah!"
"Lalu? Kau ingin aku mendekatinya, begitu?"
"Ya, jangan berani mendekatinya kalau tak ingin kehilangan teman yang lucu seperti aku, ya?!" Well, kalimat Sooyeon lebih terdengar sebagai ancaman.
Seohyun hanya tersenyum kecil. Tidak tertarik sama sekali, Jung Sooyeon, sama sekali. Sambil berbalik menahan tawa, ia menangkap sesosok namja tampan yang keluar dari bangunan yang paling ia benci. Namja itu hanya mengenakan kemeja polos dengan celana hitam namun ia terlihat memukau. Mentor bimbingan belajarkah?
"Sooyeon..." Seohyun berbalik, berharap menemukan Sooyeon namun sepertinya yeoja itu sibuk mengambil pesanan. Dan saat ia berbalik untuk melihat namja itu, ia sudah menghilang. What? Ia cepat sekali.
Seohyun menunggu Sooyeon dengan malas. Ia bisa melihat kedua tangan Sooyeon sudah memegang dua gelas plastic bubble tea—yang berarti harusnya ia sudah bisa pergi dari depan kedai itu namun yeoja itu memilih untuk tetap tinggal disana. Ketika Seohyun sedikit memiringkan mukanya untuk melihat salah satu sisi wajah Sooyeon, ia tersenyum. Entah mengejek atau bangga atau ikut berbahagia. Pasalnya terlihat sekali Sooyeon menyukai namja di dalam sana. Seohyun penasaran, setampan apa namja itu?
"OH MY GOD!"
"Yah, jangan melompat-lompat! Kau sadar, kan, kau bisa membuat isinya keluar?" Yang pertama kali Seohyun selamatkan adalah kedua bubble tea dengan warna cairan yang berbeda ketika Sooyeon sudah berada di dekatnya.
"Seo Joohyun, kau tahu apa yang baru saja terjadi?"
"Tidak, kalau kau tidak memberitahuku?" kata Seohyun sambil merampas gelas minumannya dan meminumnya masih sambil memerhatikan Sooyeon.
Sepertinya Sooyeon tidak peduli betapa dinginnya jawaban Seohyun karena yeoja itu masih terus melompat lompat kegirangan. "Sehun! Dia tadi memegang tanganku! KYAA!!!"
"Sebentar..." Seohyun memegang pundak Sooyeon untuk sedikit menenangkan yeoja itu. "Tapi Sehun itu siapa?"
Sooyeon memutar kedua bola matanya mendengar pertanyaan yang seluruh dunia sudah tahu jawabannya. "Sehun, Oh Sehun! Penjual bubble tea itu!"
"Ahh...."
"Begitu saja?!" Sooyeon memasang muka kesal.
"Selamat!" Dengan sedikit memaksa, Seohyun menjabat tangan Sooyeon sambil menggoyang-goyangkannya. Seohyun hanya melihatnya dengan muka datar.
"Agashi!" Duo Babo itu pun menoleh. Satu dengan muka sumringah, yang satunya dengan muka datar. "Kembaliannya!"
"Ambil, sana!" perintah Seohyun.
"Tidak mau!" Sooyeon menggeleng keras. "Mukaku maih merah begini, kau menyuruhku untuk menghadapinya lagi?! Kau yang ambil!"
Seohyun mencibir. "Dasar yeoja ribet."
Seohyun memperhatikan muka namja yang katanya bernama Oh Sehun itu dengan seksama. Hmm, tak terlalu buruk. Tapi ia tak tertarik. Entahlah, mungkin karena namja itu sudah diclaim Sooyeon? Atau memang karena ia tak tertarik?
"Ini kembaliannya, Agashi..." Seohyun mengulurkan tangannya dan hendak mengambil selembar kertas yang masih dalam genggaman namja di depannya. Namun tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut pada jemari-jemarinya yang membuatnya reflex mengerutkan dahi dan menarik tangannya kembali dengan cepat, tak lupa merebut kertas tadi. Dilihatnya sekilas namja di depannya yang ternyata sedang tersenyum manis, amat manis sehingga memuakkan.
"Brrph..."
Seohyun menoleh ke asal suara yang terdengar menahan tawa yang berasal dari dalam kedai dan matanya kontan melebar ketika ia kembali melihat namja berkemeja merah polos itu. Ketika ia berbalik badan, ia mendengar kedua namja di dalam tadi bercakap-cakap.
"Apakah kau benar-benar harus memegang tangan setiap yeoja yang membeli bubble teamu?" Tanya seseorang, sepertinya namja berkemeja merah polos.
"Tentu saja, asal bukan ahjumma." Balas namja lainnya kemudian diikuti tawa keduanya.
Seohyun memutar kedua bola matanya. Ia teringat Sooyeon yang kegirangan disentuh namja tadi. Mungkinkah yeoja itu berpikir Sehun atau siapalah tadi namanya tertarik kepadanya? Tidak, kan? Dia tidak sebodoh itu, kan?
"Seo Joohyun, kau benar-benar harus mendengarkan ceritaku dari awal! Tadi saat aku akan mengambil gelas bubble tea tiba-tiba—" Seohyun mendengarkan celotehan Sooyeon sedetik setelah ia berada di dekat Sooyeon. Benar saja ternyata, yeoja itu mengira Sehun menyukai dirinya. Dan ternyata alasan dia lama berada di kedai itu adalah ia merayu Sehun agar memberinya diskon. Seohyun tidak bisa bermuka lebih datar lagi selain ini.
Sementara Sooyeon berceloteh, namja berkemeja merah polos keluar dari kedai bubble tea itu sambil membawa dua gelas bubble tea. Seohyun reflex memukul-mukul lengan Sooyeon. "Yah, yah!" katanya.
"Aih, Wae?! Sakit, tahu!" Sooyeon berusaha menghindar.
"Itu." Seohyun menunjuk namja yang kini tengah berjalan melewati mereka berdua. "Dia siapa?"
"Mana?" Tanya Sooyeon sehingga Seohyun harus menunjukkannya dengan lebih jelas lagi. "Ahh, dia. Luhan, kan, maksudmu?"
"Luhan?" Seohyun mengernyitkan dahinya.
"Nah, ini. Ini sangat menunjukkan bahwa kau tak sekalipun pernah datang ke bimbingan belajar!" kata Sooyeon. Seohyun hanya menelan ludah tak bisa menyalahkan. Ia memang sudah mendaftar, namun sekalipun ia tak pernah hadir dalam sesi pertemuan.
"Ya, ya, ya. Jadi dia siapa?"
Sooyeon mengendus kesal. "Dia Luhan. Mentor Korean Akademi pelajaran Matematika. Dia baru beberapa bulan di sini namun sudah banyak pasang mata yang selalu mengarah kepadanya setiap kali ia berjalan. Ia hanya lima tahun lebih tua dari kita, by the way." Sooyeon melirik Seohyun ketika ia telah selesai bercerita. "Wah, wah, lihat siapa yang raut mukanya langsung berganti begitu aku menceritakan tentang seseorang. Bisa tidak, kau lebih menyembunyikan ketertarikanmu pada dia? Mulutmu hamper robek karena tersenyum terlalu lebar." Sooyeon mengejek teman di sampingnya sambil menyenggol bahunya.
"Ish, diam kau!"
"Sepertinya mulai besok ada yang akan seharian belajar di KA (Korean Akademi)." Goda Sooyeon lagi. "Jangan lupa kau masih ada Changmin. Dia lebih brutal dari yang kau kira." Sooyeon mengatakan kalimat terakhir sambil setengah berbisik.
"Dia lebih cuek dari yang aku kira. Dia juga tak banyak bertanya. Aku suka itu." Seohyun kembali menyedot minumannya.
"Ah, karena itu kalian bisa bertahan lebih dari seminggu?" Seohyun hanya mengangguk. "Jangan-jangan dia sama saja dengan kau. Yang penting punya kekasih."
Seohyun tertawa keras hingga ia hampir tersedak. "Well, aku tak peduli." Katanya diikuti dengan gelengan tak mau tahu Sooyeon.
"Baiklah, aku masuk dulu! Changmin bisa menjemputmu, kan?"
Seohyun menggangguk. "Yap."
Sooyeon pergi dengan lambaian tangan bahagianya. Seohyun juga tak kalah antusias untuk melambaikan tangan. Setelah Sooyeon hilang dari pandangannya, yeoja itu langsung mengeluarkan handphonenya dan mengirim pesan pada seseorang.
Tak sampai sepuluh menit, orang yang ditunggunya tiba dengan sebuah mobil yang selama seminggu ini mengantar jemput Seohyun. Tanpa basa-basi Seohyun langsung membuka pintu untuk duduk di kursi depan.
"Maaf tidak mengabarimu dulu aku akan ke mari." Katanya. Formalitas.
"Tidak apa-apa." Balas Changmin sebelum menginjak pedal gasnya.
Seohyun mengangguk-angguk sambil berpikir. Lain kali tentu ia tak perlu memberi tahu namja ini, bukan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro