Chapter 3
"Yah, jinja! Jung Daeun!!!!"
"Aigoo, mian Seohyun-ah."
"Aish!" Seohyun menatap celemeknya yang terkena cipratan kecap. Kemudian dialihkannya pandangan matanya ke arah Daeun, sahabatnya. Raut muka Seohyun terlihat begitu kesal. Sementara itu Daeun hanya meringis merasa bersalah. Sejurus kemudian, Seohyun meninggalkan dapur hotel dengan tatapan seluruh penghuni dapur ke arahnya.
"Kau tak apa?" tanya Sehun pada Daeun. Daeun tersenyum kecil.
"Gwaenchanha," katanya. "Ia pasti sedang PMS."
Sehun menganga, mengerti maksud Daeun. Memang aneh wanita yang sedang PMS. Sebagai contoh terdekat, ibu Sehun. Ia selalu saja terkena cipratan amarah ibunya walau ia tak melakukan apapun. Diam saja, saran ayahnya.
"Pasti begitu. Biasanya ia tidak marah jika ada hal seperti ini terjadi." Kata Sehun. Daeun mengangguk mengerti.
"Seohyun yang sedang PMS benar-benar meyedihkan. Bagaimana nanti dia melayani Tuan Luhan nantinya? Kudengar namja itu selalu meminta yang macam-macam."
Sehun mencuatkan bibir bawahnya diimbangi dengan kedua tangannya yang ia tempatkan melayang di sebelah bahunya, tanda ia tidak mengerti.
***
"Yah!!!" Seohyun meneriaki kran air ketika ia gagal memasangkan selang panjang yang dipegangnya ke ujung kran. Ia mengatupkan bibirnya. Tak tahu mengapa, ia begitu kesal akan hal ini. Seohyun terus memandangi kran itu dnegan amarah yang memucak, bahkan yeoja itu menendang kran air itu dan alhasil, dirinyalah yang akhirnya kesakitan.
Kala itu, seperti hari kemarin, Luhan terlihat baru saja datang sehabis berolah raga. Ia tertawa kecil ketika melihat prosesi Seohyun yang menendang kran air kemudian melompat-lompat dengan satu kaki, kesakitan.
Yeoja itu tak berhenti hingga di situ. Ia masih berusaha menautkan selang bodoh itu dengan sekuat tenaga. Namun sayangnya, acap kali ia mencoba ia selalu saja tak berhasil menautkannya. Entah karena memang selang itu terlalu kecil sehingga tak muat untuk dimasuki ujung kran, atau dirinya yang terlalu tak sabaran hingga menghancurkan segala upayanya sendiri. Pada akhirnya, Seohyun membanting selang tak berdosa itu ke tanah dengan amarah yang luar biasa.
Yeoja itu mengatur deru napasnya. Ia sedikit tersentak ke belakag ketika disadarinya Luhan berdiri tepat di sebelahnya. Menatapnya dengan senyuman aneh yang ia sendiri tak ahu apa artinya.
Sebagai pekerja yang baik, ia membungkukkan dirinya. Hal itu tak dihiraukan Luhan. Namja itu justru berjalan melewatinya dan berjongkok disamping kran air yang menjadi penyebab amarahnya. Diadahkan tangannya ke arah Seohyun, meminta selang yang berada persis di samping kaki yeoja itu. Seohyun menurutinya. Ia mengambil selang itu kemudian ia letakkan di atas telapak tangan kanan Luhan.
Dengan sekali gerakan, Luhan berhasil menautkan ujung kran dengan selang itu. Seohyun hanya menatapnya datar. Tak berniat untuk tersenyum karena dirinya benar-benar dilanda mood yang buruk kala itu. Luhan menyeringai kecil. Kemudian ia berdiri disambut dengan ucapan terimakasih dari Seohyun.
"Kamsamnida," kata Yeoja itu sedikit bengis. Luhan sedikit terperanjat karenanya. Seohyun yang biasanya akan selalu berterimakasih seraya tersenyum manis. Luhan menggaruk kulit kepalanya yang terasa cukup gatal ketika Seohyun tiba-tiba meninggalkannya begitu saja. Sungguh aneh.
***
Hal itu terjadi lagi di saat Seohyun datang ke kamar Luhan untuk memberinya makanan. Yeoja itu tak menyapa Luhan sedikitpun. Melihatnya saja tidak, apalagi menyapa. Bahkan Luhan tak ingat apakah ia mendengar ketukan pintu sebelum Seohyun memasuki kamarnya.
Tentu saja Luhan bingung. Apa yang terjadi padanya sehingga ia bertingkah aneh seperti ini? Luhan benar-benar ditinggalkannya bingung sepeninggal Seohyun.
***
Tak seperti biasanya, hari ini pesuruh Luhan menjemput namja itu tiga puluh menit lebih lamban dari biasanya. Luhan yang sudah menunggu selama tiga puluh menit di depan gerbang hotel tentu saja kesal bukan kepalang.
Ketika pintu belakang mobil dibuka, dengan segera Luhan memasukinya dan langsung melontarkan semua sumpah serapah yang diketahuinya. Pesuruh Luhan tak berani mengatakan apa-apa, hanya sabar mendengarkan apa yang diucapkan Luhan.
"Yah, diamlah. Tadi bangun kesiangan...."
Luhan menoleh ke arah Yixing. "Siapa?"
"Aku."
Luhan buru-buru menjitak kepala Yixing. "Sial, kenapa kau tak bilang?!"
"Kau tidak tanya!!!" teriak Yixing sambil mengelus kepalanya. Benar-benar Luhan ini.
Luhan hanya mencibir. Ia terbiasa. Terbiasa melakukan sesuatu tapa berpikir terlebih dahulu, tanpa mencari tahu alasan di balik suatu peristiwa. Yah, mungkin karena memang ia dibesarkan dengan dipenuhi semua keinginannya. Sehingga yang terpenting baginya hanyalah apa yang terjadi di depannya. Bukan apa yang sebenarnya terjadi di belakang sana.
"Yah, aku nanti ke penginapanmu." Kata Yixing seraya mengambil sebotol air mineral yang bertempat di sebelahnya.
"Kapan?"
"Nanti."
"Maksudku kapan itu tepatnya kapan?!" tanya Luhan emosi.
Yixing menatap kawannya dengan tatapan ilfeel. "Mengapa kau jadi bengis begini?"
"Biasanya juga seperti ini, kan?"
"Ani...."
"Terserah."
Sejujurnya Luhan terbawa suasana tadi pagi. Bagaimana Seohyun yang tiba-tiba memperlakukannya seperti ini, seperti mencampakkan dirinya setelah dua hari sebelumnya membuatnya merasa seperti raja.
Sejujurnya Luhan tidak mempermasalahkan itu. Bahkan Seohyun yang sukar ditebak itu membuatnya semakin penasaran dengan dirinya. Hanya saja, ia sedikit kaget dan tidak terbiasa. Hingga akhirnya kekesalannya memancar ke seluruh penjuru dunia.
"Aku ingin melihat yeoja di foto yang kau kirimkan!"
Luhan menhamburkan pandangannya pada Yixing seketika. "Tidak boleh." Katanya.
"Waee?!" Yixing tentu saja protes. Ia juga ingin melihat yeoja itu. Jarang sekali bukan, ada sesuatu yang wah di tempat yang ewh? Maksudnya mautiara di tengah lumpur. Yah, kurang lebih begitu. "Kau takut dia menyukaiku, ya? Haha. Tentu saja ia akan menyukaiku." Kata Yixing dengan percaya dirinya.
Luhan menampakkan ekspresi ingin muntah, kemudian diraihnya tas yang ada di sebelahnya dan diambilnya sebuah benda mengkilat dari sana. "Ini cermin!!!"
"Aku tahu itu cermin!!" kata Yixing. "Tapi mengapa kau membawa cermin?!"
"Untuk berjaga-jaga saat-saat seperti ini datang. Sepertinya kau harus banyak kusadarkan. Aku, Lu Han, lebih tampan darimu, Zhang Yixing."
"Mim...," Yixing mendekatkan wajahnya pada Luhan. "Pi."
"Sialan!"
***
Hari ini Seohyun sangat murung. Ia juga merasakannya sendiri. Ia malas melakukan apa-apa, ia juga malas bertemu orang lain. Yang ia inginkan hanyalah kehidupan yang tenang, tanpa suara.
Seohyun tahu, hal ini tak akan berlangsung lama. Moodnya lama kelamaan pasti akan membaik. Tapi mugkin tidak untuk hari ini.
PMS termasuk dalam kala yang sangat tidak disukai yeoja itu. Ia merasa ia menjadi orang yang berbeda jika ia sedang mengalami masa PMS. Teman-temannya juga berkata begitu. Tapi apa mau diperbuat? Mungkin ini memang takdir Seohyun untuk selalu mengalami masa PMS di awal datang bulan.
"Kau sudah membersihkan kamar Tuan Luhan? Aku belum melihatmu berjalan ke arah sana." Seseorang mengingatkan Seohyun di balik lamunannya.
"Belum." Jawabnya datar.
"Sebaiknya kau segera membersihkannya. Sebentar lagi Tuan luhan datang."
"Iya."
"Yah, maksudku segera itu sekarang!"
"AKU BILANG IYA! KAU TULI?!" teriak Seohyun emosi. Kawan Seohyun yang ternyata seorang namja itu terlihat sedikit ketakutan melihatnya bertingkah seperti ini. Buru-buru namja itu berlari terbirit-birit. Sesaat setelah namja itu hilang dari pandangan Seohyun, yeoja itu memukul dirinya sendiri. "Bodoh, mengapa kau emosi tidak jelas?"
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Seohyun membersihkan kamar Luhan. Tidak sampai dua puluh menit, kamar yang tadinya berantakan, bantal dan guling berserakan di mana-mana, sudah menjadi rapi dengan sapuan tangan ajaib Seohyun.
Yeoja itu melamun sembari duduk di tepi ranjang kamar Luhan. Ia tidak melamunkan apa-apa, hanya lamunan kosong saja. Ia tersadar akan lamunannya ketika diketahuinya ia belum mencuci pakaiannya. Benar-benar hanya tersisa satu pasang pakaian saja di lemarinya. Lalu bagaimana ia akan menjalani hari esok?
Seohyun menghela napas panjang. Untuk sekedar berdiri saja ia enggan, apalagi untuk mencuci pakaian. Dan belum juga menjemur pakaian itu, menunggu hingga kering, dan menyetrikanya.
***
"Yah, benarkah tempat ini tidak berhantu?" Luhan melirik ke arah Yixing, menatapnya dengan pandangan yang bisa dibilang cukup ilfeel. Namja itu menggeleng, memberi respon. "Benarkah?" Luhan kembali menggeleng. "Jinja??"
"YAAAHHH!!!" Luhan memekik. "Sudah berapa kali kubilang tidak?!"
"Kau tidak bilang, hanya menggeleng saja." Kata Yixing membela diri.
Luhan geleng-geleng kepala. Kawannya yang satu ini memang benar-benar menyebalkan. Selalu saja terus bertanya tentang pertanyaan yang sudah dijawab berulang-ulang dengan jawaban yang sama.
Luhan menghela napas panjang. Haruskah ia mengijinkan namja ini mengikutinya ke penginapan yang telah dianggapnya rumah sendiri? Sungguh, Luhan hari ini benar-benar merasa tidak enak badan. Moodnya juga memburuk melihat Seohyun yang tiba-tiba dingin. Hari ini rencananya ia akan menghabiskan sorenya untuk beristirahat, atau bisa dibilang untuk tidur, setelah pulang dari kerja. Namun naas, rencananya gagal hanya karena kedatangan kawannya yang ingin melihat rupa nyata seorang Seohyun. Salah Luhan sendiri sebenarnya. Mengapa ia menunjukkan foto Seohyun? Mengapa ia memberi tahu ada yeoja cantik di penginapannya?
"Yah, dilihat dari foto yang kau kirimkan, yeoja itu terlihat cukup tinggi. Seberapa tingginya?" tanya Yixing yang kini menyandarkan dirinya di jok mobil yang kini tengah melaju dengan kecepatan sedang.
"Ya...."
"Seberapa? Lebih tinggi darimu, ya? Wah, berarti kau dan dia tidak bisa bersatu!" Sambar Yixing dengan semangatnya.
"Dia hanya segini, Babo!" kata Luhan sambil meletakkan tangannya di samping telinganya. "Dan mengapa kau jadi hyper begini, sih?! Aku tahu besok Tiffany akan datang kemari, tapi bisakah kau sedikit menyembunyikan perasaan senangmu?"
"Yah, aku tidak begini karena Tiffany!"
"Nah, ketahuan."
"Diam kau!"
"Bisakah kau lebih cepat?! Aku muak mendengar celotehan namja di sebelahku ini!" ujar Luhan pada pesuruhnya, tak menghiraukan Yixing yang kini tengah memukul-mukuli tubuhnya.
***
Mobil yang dikendarai oleh suruhan Luhan itu melaju dengan amat kencangnya, setelah Luhan dan Yixing benar-benar sudah menapakkan kedua kaki mereka di tanah. Luhan berasumsi bahwa pesuruhnya telah terdoktrin perkataan Yixing yang mengakatan penginapan ini berhantu. Mengingat akan hal itu, Luhan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Lengan Luhan langsung disambar Yixing begitu Luhan membalikkan badannya untuk berjalan ke arah hotel tempatnya tinggal sementara. Pada saat-saat seperti ini, Luhan benar-benar mempertanyakan kejantanan Yixing. Yang benar saja namja ini takut pada hotel yang mempunyai image berhantu?
Padahal acap kali Luhan menonton tayangan horor ataupun detektif, tayangan kesukaannya, Yixing selalu ada di sampingnya. Apakah setiap kali mereka melihat film horor, sebenarnya Yixing tidak pernah ikut melihat dengan seksama?
"Yah, Babo, jangan meremas lenganku!" geram Luhan yang berusaha melepaskan cengkraman tangan Yixing yang melekat di lengan atasnya. Sial, sepertinya namja ini belum memotong kukunya karena Luhan merasa cengkramannya terasa sakit luar biasa.
"Jangan mengada-ngada kau! Aku hanya memegangimu biasa saja." Ujar Yixing berkilah. Biasa saja apanya? Luhan yakin pasti nanti saat ia memeriksa tangannya, warna kulitnya sudah berubah kemerahan.
"Biasa saja kepalamu botak?!"
"Shh!!" Yixing meletakkan jari telunjuknya tepat di depan mulutnya. "Jangan berbicara sebelum semuanya benar-benar aman!"
"Kau ini kenapa?" Luhan berhenti berjalan, diikuti Yixing. "Kau panas, ya?" tanyanya sambil menyentuh dahi Yixing.
Yixing kemudian menepis tangan hina Luhan dari keningnya. "Jangan bertingkah seperti itu di depan umum! Aku tidak mau disangka gay!"
"What?!" Luhan tidak menyangka Yixing akan berkata seperti ini. Bahkan sedikitpun ia tidak pernah punya pemikiran sehina itu. Dasar makhluk ajaib. Apakah hotel ini benar-benar membuatmu takut, Yixing? Luhan terkikik sendiri.
Bangunan hotel semakin lama semakin dekat, dan itu berbanding lurus dengan ketakutan Yixing yang semakin lama semakin menjadi. Ketika mereka berdua akan memasuki pintu gotel, Luhan bertanya-tanya apakah Yixing juga akan bertingkah sama ketika dirinya pertama kali kemari? Apakah Yixing juga akan terkaget-kaget oleh pintu yang terbuka dengan sendirinya?
"HUAAAAAAAA!!!"
Luhan menepuk keningnya, merasa benar-benar malu berada di samping Yixing saat ini. Sial, namja ini benar-benar memalukan!
"Yah!! Ini rumah hantu atau apa?!" teriak Yixing yang menghambur ke arah Luhan.
"Kau siapa?" Luhan terus berjalan tanpa memedulikan Yixing.
"Heh, tidak usah pura-pura tidak kenal, kau!" sayangnya apapun yang dikatakan Yixing tidak berpengaruh pada Luhan. Namja itu bersumpah tidak akan menganggap Yixing ada sebelum ia memasuki kamarnya. Ia benar-benar malu. Apakah Yixing tidak melihat tadi bagaimana semua orang mengarahkan pandangannya dan tertawa cekikikan ke arah mereka berdua?! Aigoo, betapa memalukannya.
Luhan menebarkan senyum cool-nya saat semua pekerja hotel itu tersenyum dan membungkuk ke arahnya. Dalam hati Luhan berharap mereka tidak mengira Yixing adalah temannya. Sayangnya itu pasti tidak mungkin karena Yixing terus saja menempel kepadanya.
Dan betapa bodohnya, Luhan ingat, saat Yixing tersadar bahwa pintu hotel ini dibukakan oleh petugas. Raut muka namja itu begitu bodoh, ia benar-benar ingin mati saat itu. Apakah dulu ia juga bertingkah bodoh seperti ini? Luhan rasa tidak seekstrim ini.
***
Perjalanan menuju kamar Luhan yang bernomor 236 terasa amat jauh dengan Yixing di sampingnya. Namja ini sedari tadi tidak berhenti memandangi sekeliling, terpesona dengan penginapan ini. Luhan telah berusaha mempercepat langkahnya, namun sepertinya tidak ada gunanya.
"Wah, bagaimana bisa hotel ini begitu bagus? Benar-benar lebih bagus dari hotel tempatku menginap!" cerocos Yixing cukup keras. Luhan berjalan semakin cepat, namun Yixing tak kalah cepat menyamakan langkah kaki mereka.
"Shh, jangan keras-keras, Babo!"
"Wah, bersih dan indah, ya?" komentar Yixing seperti orang pinggiran. Sebenarnya namja itu sudah berkali-kali menginap di hotel dengan fasilitas yang lebih bagus, namun mungkin karena image yang dibangun hotel ini dengan realisasi hotel ini berbeda, jadi Hotel ini terkesan lebih 'Wah'. "Bagaimana bisa mereka bilang hotel ini begitu buruk padahal mereka belum pernah kemari?" cerocos Yixing lagi.
"Kau juga termasuk." Sindir Luhan tak terlalu lirih namun Yixing terlalu tuli untuk mendengarnya.
"Pantas saja kau tidak ingin berganti tempat denganku!" ungkapnya lagi.
"Kau diam bisa atau tidak, sih?!" akhirnya Luhan dan Yixing sampai juga di depan pintu kamar Luhan. Luhan benar-benar mencoba membuka pintu kamarnya lebih cepat. Namun semakin ia berusaha, semakin sulit ia membuka pintu.
Kembali Luhan menepuk dahinya ketika Yixing ber 'Woaaaaaah' ketika melihat wujud kamarnya. Namja itu, seperti belum pernah melihat hotel bagus saja.
"Hey, itu kan meja yang ada di foto yang kau kirim?!" teriak Yixing sambil menunjuk meja di sudut ruangan sembari berlari ke arah benda itu.
Luhan yang sedari tadi geleng-geleng kepala melihat tingkahnya, hanya bisa terus melakukan aktivitasnya tanpa menganggap kawannya itu ada. Selesai melucuti pakaian kerjanya dan menggantinya dengan pakaian santai, Luhan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya.
Yixing yang mendengar suara kasur yang di tindihi sesuatu segera menolehkan kepalanya dan mendapati Luhan sedang tengkurap. Senyum Yixing merekah, beberapa saat kemudian namja itu juga sudah menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.
"Wah, empuknya!"
"Memangnya tempat tidurmu tidak?"
"Iya sih. Tapi ini semua terlalu tidak mungkin untuk hotel horor." Kata Yixing.
"Dan kau masih berkata hotel ini horor setelah melihat wujud dalam hotel ini?" kata Luhan tanpa memandang Yixing.
"Tidak juga."
Yixing memutar tubuhnya, tertentang di atas ranjang sambil membuka telepon genggamnya.
"Kau besok berulang tahun." Kata Luhan. "Mungkin Tiffany kemari untuk mengunjungimu."
"Semoga begitu." Yixing menoleh ke arah Luhan. "Atau mengunjungimu." Kata Yixing.
"Aku tidak suka Tiffany." Kata Luhan yang seperti dimintai penjelasan secara tidak langsung.
"Aku tidak bertanya."
"Pernyataanmu tadi mengandung unsur pertanyaan yang tersirat." Ujar Luhan membuat Yixing bungkam.
"Aku lelah." Kata Yixing.
"Diam. Aku mau tidur."
"Jangan tidur! Aku tidak bisa tidur sore-sore begini!" kata Yixing sambil menghentak-hentakkan tubuh Luhan.
"Aish, kau lihat TV saja!" kata Luhan sambil melepaskan tangan Yixing dari tubuhnya yang haus akan istirahat.
"Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku ke dunia mimpi." Kata Yixing yang tidak disambut Luhan. Rupanya namja itu sudah terlelap.
***
Seohyun kesal sekali. Hari ini Jongdae Ahjussi memberinya tugas yang banyaknya luar biasa. Mulai dari membantu kawan-kawannya mencuci piring, melaundry pakaian, membantu menyiapkan makanan, dan belum lagi tugasnya minggu ini yaitu menyiram bunga.
Melaundry pakaian, ya? Bahkan Seohyun belum mencuci pakaiannya, tapi ia harus mencucikan pakaian orang lain. Sungguh ironi.
Kata Jongdae Ahjussi dulu, jika ditugasi untuk melayani tamu, pekerja hotel tidak akan ditimpa beban tugas yang lain. Namun mengapa ia diberi tugas yang begitu banyak? Padahal ia sedang ada tugas melayani Luhan. Sayangnya Luhan hari ini seperti tidak terlalu membutuhkannya sehingga Jongdae Ahjussi memakai alasan tersebut untuk menggunakan waktu luangnya. Hingga pada akhirnya, Seohyun benar-benar merasa lelah bukan main.
Seusai mengerjakan seluruh tugasnya, Seohyun segera kembali ke kamarnya untuk membersihkan dirinya sekaligus menyegarkan pikirannya. Ketika berganti pakaian, dilihatnya sepasang pakaian yang tersisa. Seohyun menghela napas. Ia mengalihkan pandangannya ke arah setumpuk pakaian yang belum disentuhnya. Mengapa ia tak mencucinya hari-hari kemarin? Mengapa pakaiannya harus habis di saat ia benar-benar malas untuk melakukan apa-apa?
TEET TEET
"Dia masih membutuhkanku, ternyata." Seohyun tersenyum tanpa arti. Panggilan ini adalah panggilan pertama Luhan. Jika ia tak menghitung mengambil makanan di pagi hari tadi. "Mungkin ia lapar?"
Kemungkinan besar memang Luhan sedang lapar. Maka dari itu, Seohyun langsung pergi ke ruang pengambilan makanan dengan pakaian seadanya. Sialnya, pakaian kerjanya juga belum dicuci, dan pakaian yang ia gunakan tadi sudah kotor. Lagipula, Luhan tidak mempermasalahkan apa yang harus dipakai oleh Seohyun ketika menemui namja itu.
"Mengambil makanan untuk Tuan Luhan?" tanya Sehun kala bertemu dengan Seohyun di ruang mengambil makanan yang ada di belakang hotel. Seohyun mengangguk. "Mengapa tidak memakai pakaian kerja? Memangnya tidak apa-apa?"
"Belum dicuci. Tidak apa-apa."
"Mengapa belum dicuci?" tanya Sehun.
"Malas."
"Mengapa kau malas?"
"Apakah aku tidak boleh malas, hah?! Memangnya aku ini robot?! Lagipula mengapa kau ingin tahu sekali?!" maki Seohyun seraya meletakkan segelas minuman di atas nampan yang akan dibawanya ke kamar Luhan.
Sehun seketika bungkam. Efek PMS ternyata masih melekat kuat sekali.
***
CEKLEK...
Suara pintu kamar yang terbuka tiba-tiba menggugah Luhan dan Yixing untuk melihat siapa di balik munculnya suara itu. Luhan sudah mengerti jika itu Seohyun, namun Yixing, ia ketakutan. Rasa takutnya semakin berkembang saat tak juga ada orang yang memasuki kamar Luhan.
"Yah, setan!!!" katanya sambil merangkul Luhan.
"Tidak ada setan!"
"SETAAN!!"
Seohyun menampakkan batang hidungnya kala Yixing berteriak. Yeoja yang melihat pemandangan tak seronok, dua lelaki berpelukan di atas ranjang, menganga lebar. Sepertinya waktu berhenti berjalan untuk beberapa detik karena di ruangan itu mereka bertiga hanya saling pandang.
Yixing terpana. Benar-benar terpana. Ia tak melakukan gerakan bukan karena apa-apa, melainkan karena ada sesosok makhluk bersinar yang ada di depannya. Walaupun ia hanya memakai celana jeans dan kaus yang dipadu dengan cardigan dengan warna senada, tetap saja aura dewi melekat pada dirinya.
"Yah!!" Luhan yang tersadar lebih dahulu segera menyingkirkan tangan Yixing dari tubuhnya yang membuat keadaan semakin awkward. Mengapa Seohyun harus melihatnya dalam keadaan seperti itu?
"Ini makan-" Seohyun menjeda kalimatnya. "Ah, ada dua orang. Baiklah, saya akan mengambilkan lagi." Katanya sambil berjalan menuju sudut ruangan, seperti biasa.
Ia membungkuk sejenak sambil tersenyum sebelum meninggalkan tempat itu. Senyumannya berbeda dari biasanya, menurut Luhan. Senyumnya kali ini terkesan dipaksa. Pasti saat ini Seohyun sedang tidak dalam keadaan yang baik, pikir Luhan.
"Daebak." Kata Yixing sambil tersenyum sangat-sangat lebar.
"Apa-apaan kau ini?"
"Benar-benar malaikat." Kata Yixing. "Kalau Tiffany tidak menyukaiku, benar-benar kuambil dia darimu, Luhan!" kata Yixing lagi sebelum mendapat jitakan keras dari Luhan.
"Tidak akan pernah!" ujar Luhan. "Cepat kau pulang setelah kau habiskan makananmu!"
"Jadi kau mengusirku?"
"Tentu saja!"
***
Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, dan Luhan masih belum mandi. Sudah satu jam berlalu setelah Yixing meninggalkan tempat Luhan. Luhan sendiri tak sadar apa yang dilakukannya selama satu jam itu namun ia mulai merasakan gatal di tubuhnya.
Untuk saat ini, bel sialan sangat berguna baginya.
TEET TEET
Tak ada lima menit, Seohyun telah datang di hadapannya. Tanpa membawa apa-apa. Yeoja itu mengangguk mengerti ketika diutarakannya keinginan Luhan untuk mandi. Yeoja itu menurut dan memasuki kamar mandi untuk mengisi air untuk mandi Luhan.
Luhan menunggu sambil melihat tayangan kartun di televisi. Tayangan ini begitu lucu hingga Luhan berkali-kali tertawa terbahak-bahak. Belum juga Seohyun keluar dari kamar mandi, Luhan merasa kandung kemihnya sudah penuh dan ia butuh kamar mandi saat itu juga.
Sedikit menahan, Luhan segera beranjak dan berlari terbirit-birit menuju kamar mandi. Pada saat yang sama, Seohyun yang sudah selesai mengisi air untuk Luhan mandi membuka pintu kamar mandi. Yeoja itu begitu kaget ketika dilihatnya Luhan berada tepat di depannya.
"HYAAAA!" mata Luhan membulat ketika dilihatnya yeoja di depannya terpelanting jatuh ke dalam bath up kamar mandi yang penuh dengan air. Raut mukanya terlihat sangat menyedihkan. Yeoja itu mungkin menahan amarahnya.
Sayangnya Luhan tak bisa lagi menahan rasa ingin kencingnya. Buru-buru ditariknya Seohyun keluar dari bath up dan didorongnya pelan tubuh yeoja itu keluar kamar mandi. "Aku ingin buang air kecil!!" katanya sebelum menghempaskan pintu kamar mandinya keras-keras sehingga menghasilkan suara dentuman yang cukup keras.
Seohyun, dengan posisi duduk bertimpuh, memandang pintu yang tetutup di depannya dengan pandangan tak percaya. Tak percaya bahwa ia benar-benar basah kuyub saat ini. Tak percaya bahwa ia harus menghadapi kenyataan menghabiskan malam dengan baju seperti ini. Dan juga tak percaya bahwa Luhan sialan itu benar-benar mendorongnya keluar dari kamar mandi.
Seohyun masih mempertahankan posisi duduknya. Yeoja itu menahan rasa kesal di dadanya. Apakah namja itu benar-benar tidak tahu betapa sensitif dirinya hari ini? Ah, ya, wajahnya. Tadi namja itu menampakkan ekspresi yang cukup menggelikan. Dan tadi Seohyun ingat ia berkata ia ingin buang air kecil, kalau tidak salah. Tapi tetap saja, mengesalkan!
Saat di kala Luhan keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah segar—sepertinya ia mandi setelahnya—Seohyun masih berada di posisi sebelumnya. Tubuh namja itu sedikit terdorong kebelakang saking kagetnya. Posisi Seohyun yang saat ini menunduk menghadap lantai benar-benar membuatnya terlihat seperti suster ngesot. Ya, ia memang menyukai film horor, tapi ia tentu saja tidak mau mengalami hal horor!
"Aish, jinja." Kalimat dingin itu adalah kalimat pertama yang dikeluarkan oleh yeoja berparas cantik di depan Luhan. Kalimat itu tak dikeluarkan keras, namun dapat terdengar oleh telinga Luhan.
"Mian...." kata Luhan sambil menggaruk-garuk kulit kepalanya.
"Ah, gwanchanhayo. Mianhamnida." Seohyun yang tersadar dirinya bertingkah yang tak sepatutnya di depan Luhan, segera berdiri dan membungkuk ke arah Luhan. Bodoh sekali dirinya ini. Mengapa ia tak profesional?
"Gwaenchanha? Jinja?"
"Ne, gwaenchanhayo...." kata Seohyun.
"Kau tidak terlihat baik-baik saja. Apa benar kau tak apa?"
"Ne...."
"Sungguh?"
"YAH, JINJA GWAENCHANHA!" teriak Seohyun ke arah Luhan. Luhan sedikit tersentak karenanya. Apa benar Seohyun baru saja meneriakinya? "Aigoo, mianhamnida Tuan...," Seohyun merutuki dirinya sendiri. Bahkan yeoja itu menampar pipinya sendiri berkali-kali.
"Kau...," ujar Luhan. "sedang PMS, ya?" tanyanya kemudian. Luhan baru saja menyadari beberapa detik yang lalu. Tingkah Seohyun yang tak terduga ini, yang begitu sensitif akan segala hal, mengingatkannya akan Tiffany yang selalu menjadikan Yixing sasaran kemarahannya apabila yeoja itu sedang mengalami PMS.
Seohyun tak menjawab. Yeoja itu seperti sedang menata hatinya. Tak tahu mengapa, rasanya dirinya ingin marah-marah saja. Namun ia tak mungkin marah di depan Luhan, bukan? Tapi ia benar-benar ingin marah! Kau tahu rasanya ingin marah tapi tidak tahu mengapa kau harus marah? Seohyun tahu rasanya.
"Kau benar-benar baik-baik saja?" tanya Luhan lagi. Namja itu tak tahu, menanyai Seohyun seperti itu sama saja dengan menyulutkan api di bahan yang mudah terbakar.
"AKU TIDAK BAIK-BAIK SAJA!" teriak Seohyun. "An-gwaenchanha! An-gwaenchanha! An-gwaenchanha!" sejurus kemudian yeoja itu sudah mencak-mencak tidak jelas. Apakah dirinya benar-benar tidak baik-baik saja? Sepertinya begitu. "Apa maksudmu mendorongku keluar seperti tadi, hah?!" dengan berani Seohyun menatap ke arah Luhan. Yang ditatap hanya tersenyum kaku, tak tahu harus berbuat apa. "Dan kau juga membuatku basah kuyub begini! Aku tahu kau harusnya kulayani dengan baik, tapi tidak begini juga balasannya!"
"Mian...."
"Dan kau tahu, aku harus tidur dengan baju basah yang kupakai sekarang malam ini! Ini semua karena ulahmu! Bajuku belum ada yang kucuci, kau puas?! Terimakasih telah menghancurkan hariku." Kemarahan Seohyun cukup mereda setelah ia mengatakan segalanya. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa. Mengapa ia menumpahkan kemarahannya pada Luhan yang tak berdosa? Ralat, Luhan yang sedikit berdosa. "Aku lelah." Kata Seohyun yang langsung jatuh bersimpuh di karpet tebal di tengah ruangan itu.
Luhan tak berkata apapun. Namja itu justru berjalan menjauh dari Seohyun. Seohyun sendiri tak melarangnya. Memangnya siapa dia?
Sejurus kemudian Luhan menampakkan dirinya di depan Seohyun sambil berjongkok, menyejajarkan matanya dengan yeoja di depannya. Seohyun menatapnya sejenak hingga pandangannya tertuju ke arah sesuatu yang dibawa oleh Luhan. Sebuah kaus biru dengan celana santai selutut berwarna putih.
"Pakai ini." Kata Luhan lembut. Seohyun kembali menatapnya. "Pakai saja." Luhan menyodorkan pakaian itu dengan paksa sampai Seohyun membawanya. "Pergi mandi, dan segera bacakan cerita untukku. Aku mau tidur." Namja itu meninggalkan Seohyun yang terperangah. Seohyun terus menatap ke arah Luhan sampai namja itu hilang di balik selimut tebal. Pakai? Tidak? Pakai? Tidak? Pakai!
Dengan gerakan gesit Seohyun berlari menuju kamar mandi. Yah, daripada nanti ia masuk angin, lebih baik ia menerima tawaran Luhan, bukan? Sementara itu Luhan yang mendengar suara gerakan Seohyun hanya tersenyum kecil.
Pintu kamar mandi terbuka. Luhan, yang semula duduk manis di tepi ranjang, mengalihakan pandangannya sejenak dan berbalik menghadap Seohyun. Namja itu terperangah. Walaupun Seohyun hanya memakai kaos dan celana santai miliknya, yeoja itu tetap terlihat bersinar. Luhan menyadari rambut Seohyun juga basah, seperti dirinya. Apakah yeoja itu tak kedinginan mencuci rambut malam hari begini?
"Kau mencuci rambut malam-malam begini? Tidak dingin?" tanyanya sambil mematikan televisi kamarnya dan beranjak mendekat ke arah Seohyun.
"Sudah terlanjur basah, tadi." Jawab yeoja itu singkat. "Kau belum tidur? Kupikir tadi aku cukup lama berada di kamar mandi?"
"Cukup lama?" Luhan menaikkan alisnya. Seohyun mengangguk pelan, ragu. "Lama sekali, kau tahu! Lihatlah sekarang sudah pukul setengah sepuluh lebih!" Luhan menunjuk jam dinding yang menempel di dinding atas televisi.
Seohyun tersenyum sungkan. "Mian...," ujarnya ragu. "haeyo."
"Yah, tak usah berbicara formal lagi." Ucap Luhan. "Kupikir kita sudah cukup dekat setelah kau memaki-maki diriku yang tak berdosa ini?"
Seohyun menampakkan wajah konyolnya. Perkataan Luhan mengingatkannya pada segala hal sial yang terjadi padanya hari ini. Namun tak tahu mengapa, ia cukup merasa senang ketika Luhan menganggap mereka sudah semakin dekat. Aneh.
"Aish, sudahlah. Cepat bacakan cerita untukku. Hari sudah semakin larut." Kata Luhan seraya menggandeng tangan Seohyun dan menuntunnya menuju tempatnya biasa tidur. "Duduk." Katanya memegang kedua pundak Seohyun kemudian memaksanya untuk duduk sementara dirinya segera merangkak di atas tempat tidur.
Luhan menyodorkan buku yang sama seperti malam-malam sebelumnya, dan Seohyun menerimanya.
"Err~" Seohyun terlihat menggigil. "Dingin." Katanya lagi saat angin malam merasuk ke dalam tubuhnya dan menusuk-nusuk tulangnya.
"Apa?" tanya Luhan. Ia merasa ia mendengar sesuatu dari Seohyun namun ia tidak terlalu memperhatikannya tadi.
"Ani, tidak apa-apa. Hawanya dingin." Kata Seohyun sambil membuka buku yang dibawanya, mencari halaman terakhir cerita yang ia baca.
Luhan menatapnya sejenak. Tak mengalihkan pandangannya dari Seohyun sedetikpun. Dingin? Tentu saja dingin. Seohyun baru saja mandi, dan juga rambutnya masih begitu basah.
"Masuklah."
"Eh?" Seohyun menatap ke arah namja yang kini membukakan selimut untuknya. "Ke mana aku harus masuk?" tanya Seohyun. Luhan tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya menunjuk bagian ranjang yang telah ia singkap selimutnya dengan matanya.
Seohyun mengernyitkan dahinya. Ia harus masuk? Ini seperti saat ia disodori selimut oleh Luhan kemarin, tapi lebih. Kemarin kakinya menyentuh lantai, namun sekarang, Luhan menyuruhnya untuk memasukkan seluruh tubuh bagian bawahnya di bawah selimut yang hangat.
"Yah, jinja. Kau bilang kau kedinginan." Kata Luhan sambil memutar tubuh Seohyun dan mengangkat kedua kaki Seohyun agar diletakkannya di atas ranjang. "Sekarang bacakan ceritanya untukku."
Seohyun mengangguk mengerti.
"Ella adalah seorang gadis yang hidup bahagia sebelum ibu kandungnya meninggal...."
Luhan menutup matanya. Ia tersenyum kecil. Suara ini yang tiga hari ini menemaninya di kala ia akan pergi tidur. Biasanya, dalam beberapa menit Luhan sudah tak sadarkan diri. Namun tak tahu mengapa, sudah lima menit Seohyun membacakan cerita, Luhan tak juga bisa tidur. Namja itu justru menyadari suara Seohyun yang semakin lama semakin melemah dan akhirnya hilang.
"Eh?" Segera Luhan membuka matanya dan melihat ke arah Seohyun. Rupanya yeoja itu tertidur. Ia tidur dengan posisi duduk menyandar pada sandaran tempat tidur dengan punggung yang menekuk. "Ah, bukankah posisi ini sangat tidak mengenakkan?" tanya Luhan pada dirinya sendiri.
Luhan bangun dari tidurnya, membenahi posisi tidur Seohyun dengan membuatnya berbaring di sebelahnya. Seohyun sedikit menyesuaikan tempatnya masih sambil tidur ketika Luhan sudah tidak menyentuhnya.
"Kau pasti lelah sekali, ya?" tanya Luhan sambil mengusap lembut rambut Seohyun yang tergerai dengan indahnya. Luhan terus memandangi yeoja itu hingga ia teringat akan sesuatu. Seohyun belum mencuci pakaiannya tadi, katanya?
Dengan segera Luhan beranjak. Sesungguhnya ia tak tahu mengapa ia melakukan ini. Ia hanya ingin saja. Lagipula ia belum bisa tidur.
***
Luhan mendatangi ruangan Jongdae Ahjussi. Semoga saja beliau masih ada di ruangannya.
"Ya, masuk!" teriak sesorang dari dalam yang pasti Jongdae Ahjussi. "Ada ap-" mata Jongdae terbelalak. "Ah, Tuan Luhan! Ada masalah apa?" tanyanya.
Luhan sedikit menahan tawanya. Ia selalu saja berhasil menakut-nakuti orang hanya dengan memasang raut muka yang datar.
"Kunci kamar Seohyun." Katanya sambil mengadahkan tangannya.
"Heh?!" mata Jongdae benar-benar hampir keluar saat ini. Yang benar saja namja ini meminta kunci kamar pekerjanya? "Tidak bisa begitu, Tuan."
"Sekarang berikan padaku. Aku tidak akan melakukan hal yang buruk." Kata Luhan.
"Tapi...,"
"Sekarang."
"Tidak bisa, Tuan."
"Aku bilang sekarang!"
"Ya, ya...." Jongdae terlihat terburu-buru pergi untuk mengambil kunci kamar Seohyun. "Aish, jinja." Bisiknya lemah. Ia sebenarnya tak percaya akan selemah ini berhadapan dengan Luhan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro