Chapter 2
Ada satu hal dari banyak hal yang cukup membuat Seohyun kesal. Bukan terjatuh dari tangga kemudian tangga itu mengenainya. Bukan ia memberi barang baru kemudian teman-temannya tak sengaja merusaknya. Bukan tak sengaja tersandung dan akhirnya jatuh tersungkur di depan banyak orang. Bukan juga membeli barang yang cukup mahal dan ternyata palsu. Hal yang cukup membuatnya kesal adalah ketika ia sudah bersiap untuk tidur, kemudian ada seseorang atau sesuatu yang memaksanya untuk beranjak.
Hal itu terjadi padanya malam ini. Ia pikir setelah memberikan jatah makanan Luhan, ia akan bisa menikmati jam-jam terakhir hari ini. Ternyata Tuhan berkehendak lain, atau bisa dibilang, Luhan berkehendak lain. Namja setampan namja-namja di komik itu justru menyuruhnya untuk kembali datang ke kamarnya dengan menekan tombol panggilan—yang biasa Seohyun sebut tombol sialan—yang terletak menempel di dinding di atas meja kecil yang ada di kamarnya.
Seohyun mencoba bersabar. Namun sedikit gagal. Berkali-kali ia memutar kedua matanya setelah ia bangkit tak lagi berbaring, masih duduk di atas ranjang dan enggan sekali untuk hengkang dari tempat itu.
Yang benar saja? Ia sudah berganti pakaian tidur. Ia juga sudah mencuci kaki dan mukanya. Tak lupa ia menggosok giginya setelah itu. Dan ia juga sudah melompat ke atas ranjangnya, siap untuk pergi ke dunia mimpi. Namun, kenyataan hidup memang sungguh pahit.
Seohyun sekilas melihat ke arah jam dinding seraya memaksa dirinya untuk segera beranjak. Sudah hampir pukul sepuluh malam. Apa lagi yang namja itu inginkan? Dan walaupun tidak tertera di peraturan, bukankah untuk datang ke kamar tamu malam-malam begini terlihat sangat salah? Apalagi Luhan seorang namja sedangkan ia adalah seorang yeoja.
Seohyun mempercepat lajunya ketika didengarnya bel sialan berbunyi kembali. Namja itu benar-benar tidak sabaran.
***
TOK TOK TOK
"Masuk...."
Sosok Luhan yang menatap Seohyun tepat di manik mata menyambut Seohyun seusai yeoja itu menutup pintu kamar. Yeoja itu melangkah lebih dekat secara lambat.
"Sudah kubilang tidak usah mengetuk pintu." Kata Luhan sebagai ganti sapaan 'Selamat malam'.
"Ah, tidak bisa begitu, Tuan." Seohyun memaksakan untuk tertawa kecil sambil menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga kanannya.
Luhan tidak merespon ucapan Seohyun. Namja itu justru memiringkan tubuhnya yang berbaring di atas tempat tidurnya dan terlihat mencari sesuatu di sebuah meja kecil di sana.
Seohyun, yang tak tahu harus berbuat apa terlihat kebingungan. Dipandangnya sekeliling ruangan, guna menghapus rasa canggung yang merasuk di hatinya. Mengapa namja ini tak juga mengatakan apa yang diinginkannya?
"Mengapa Tuan memanggil saya?" pada akhirnya Seohyun memberanikan diri untuk bertanya. Bertepatan dengan itu, Luhan yang tadi terlihat sibuk sepertinya juga sudah menemukan barang yang sedari tadi dicarinya. Namja itu menggenggam sebuah buku tebal di tangannya. Sebuah novel, mungkin?
"Igeo...," Luhan memandangi buku yang ada di genggamannya.
"Ne?"
"Bacakan buku ini untukku."
"Ne?!"
"Wae? Cepat kemarilah!" kata Luhan.
Seohyun melangkah ragu menuju tempat tidur Luhan. Yeoja rupawan itu menengok kesana-kemari mencari sesuatu.
"Eung...," Seohyun menggaruk kulit kepalanya. "Apakah tidak ada kursi kecil di sini?" kata Seohyun lirih.
"Ada, di sana." Ujar Luhan menunjuk ke arah ruang makan di sudut ruangan.
"Ah, iya. Saya lupa kalau ada ruang makan di sini." Ucap Seohyun kikuk sambil berjalan menuju sudut ruangan sebelum akhirnya Luhan menghentikannya.
"Aigoo, tidak usah! Kau terlalu lama, aku ingin segera tidur!" kata Luhan memaksa Seohyun untuk berbalik untuk menatap ke arahnya. "Kemarilah!" ujarnya.
"Saya harus membaca sambil berdiri?" tanya Seohyun tak yakin. "Ah, baiklah saya akan duduk di atas karpet saja." Katanya lagi sambil mencoba mendudukkan dirinya di lantai berkarpet cukup tebal.
"Babo." Desis Luhan lirih. "Yah, siapa yang menyuruhmu duduk di sana? Kemarilah!" perintah Luhan yang ternyata sudah menggeser duduknya ke tepi ranjang yang lain agar Seohyun bisa duduk di ranjang yang sama. Namja itu menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya dengan tangan kanannya.
"Eh?!"
"Wae? Kau ini berlebihan sekali. Apa salahnya duduk di sini?" ucap namja yang masih memakai pakaian yang sama dengan tadi sore itu. "Lagi pula kita tidak melakukan hal yang macam-macam." kata Luhan lagi. Ia tak sadar kalimat terakhirnya itu berhasil membuat muka Seohyun memerah.
"Algeseumnida...."
Seohyun mendudukkan dirinya ditepi ranjang. Tidak berani terlalu dekat. Yeoja itu berkali-kali berdehem dan menggosok-gosok lehernya sebelum akhirnya menerima buku yang diulurkan kepadanya.
Mata Seohyun terbelalak lebar. Berkali-kali ia mencoba memfokuskan dirinya, memastikan apakah yang dilihatnya itu benar, namun hasilnya tetap sama, tak berubah sama sekali. Yeoja itu terkikik ketika menyadari buku yang dipegangnya adalah buku kumpulan dongeng bergambar.
"Wae? Mengapa kau tertawa?" tanya Luhan sambil memandang Seohyun. Sepertinya namja itu sudah melupakan jika ia tidak boleh terlalu dekat dengan Seohyun. Bagaimana nanti jika Seohyun benar-benar tidak bisa keluar dari kamarnya? Ah, nanti kan Luhan sudah tidur, dan Seohyun bisa bebas keluar kamar.
"Tidak, tidak ada apa-apa." Kata Seohyun mencoba menahan tawanya dengan menutup mulutnya dengan tangan. Yeoja itu membuka halaman awal buku dan menemukan sebuah nama yang asing. "Kai?" desisnya lirih.
"Kai?" dahi Luhan berkerut. "Ah, buku ini memang bukan milikku, tapi milik saudaraku. Kai namanya."
Seohyun menunduk, malu. Tak seharusnya ia bertanya hal yang tidak penting seperti itu. Lagipula, mengapa ia harus mengerti siapa itu 'Kai'?
"Mengapa kau tak juga memulainya? Besok aku harus bangun pagi." Ujar Luhan sambil menarik selimut tebalnya sampai menutupi seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala. Namja itu bergerak-gerak lucu, menghangatkan dirinya.
"Ah, arasseo." Seohyun kembali membuka halaman demi halaman buku itu. Ia berhenti di judul cerita pertama, A Little Mermaid. Seohyun menarik napas dalam-dalam, "Di sebuah istana di bawah laut...."
***
Keesokan paginya mata Seohyun membengkak. Ia baru pergi dari kamar Luhan sekitar pukul setengah dua belas malam. Sebenarnya bukan salah Luhan juga. Luhan sudah tertidur sekitar lima menit setelah Seohyun membacakan dongeng untuknya. Seohyun saja yang tidak menyadarinya dan dengan naifnya terus membaca dongeng itu sampai habis.
"Aish, jinja. Aku ngantuk sekali!" berkali-kali yeoja itu mengucek matanya yang kini merah. Udara pagi hari yang dingin membuatnya sedikit menggigil kedinginan. "Seohyun babo!" umpatnya kepada dirinya sendiri.
Seohyun berusaha membuka kelopak matanya dengan jari-jari tangannya, namun capai juga lama-kelamaan. Seohyun mencari cara lain. Ia menyiram wajahnya dengan selang yang mengalirkan air kran untuknya menyiram bunga pagi ini. Lumayan, cukup berhasil.
"Annyeong!"
Seohyun terperanjat. Luhan tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Ada apa pagi-pagi begini namja itu sudah bangun dan seperti pulang berolahraga? Atau memang ia sedang berolah raga?
"Annyeonghaseyo...," Seohyun membungkuk sopan ke arah Luhan.
"Mengapa kau menyirami tanaman liar?" Raut wajah Luhan menunjukkan bahwa ia sedang bingung. Tentu saja sedari tadi Seohyun menyirami tanaman-tanaman liar yang ada di halaman hotel. Karena memang hanya ada tanaman liar di sana.
"Ah, ini? Mereka kan juga tanaman." Jawab Seohyun seadanya. Sebenarnya ia tidak tahu mengapa ia melakukannya. Ia hanya ditugasi oleh Jongdae Ahjussi untuk menyiram seluruh tanaman pada pukul enam pagi. Itupun dilakukannya perminggu bergantian dengan pekerja lainnya. Dan sialnya, jatahnya menyirami bunga selama seminggu bertepatan dengan Luhan yang menyuruhnya untuk menjadi pelayannya. Hal itu cukup memberatkannya, jika ia boleh jujur.
"Ah...," Luhan mengangguk angguk layaknya mengerti. Padahal sebenarnya ia tak paham. "Kau lapar?" tanyanya sesaat kemudian.
"Ne?"
"Kau lapar?" Luhan mengulangi pertanyaannya.
"Aniyo...." Seohyun menggelengkan kepalanya ragu.
"Kau sudah makan?" Seohyun kembali menggeleng. "Kau haus?"
Seohyun mengernyitkan dahinya. Ada apa ini? Mengapa Luhan bertingkah sangat aneh? Mengapa ia terus menerus bertanya?
"Aniyo...,"
"Kau sudah minum?"
"Ne...."
"Aku lapar." Ingin sekali Seohyun membunuh dirinya sendiri. Mengapa ia sangat tidak peka? Namja itu bertanya-tanya tentang makan, pasti namja itu sedang lapar.
"Ah, ne. Mianhaeyo, Tuan. Saya ambilkan dulu. Silakan Tuan tunggu saja di kamar." Buru-buru Seohyun mematikan kran air yang menjulang setinggi lututnya si samping kaki-kakinya. Sementara itu Luhan mengamatinya dari tempatnya berdiri, tak bergeming sedikitpun.
"Tunggu di kamar, ya? Baik, kutunggu kau di kamar." Katanya sambil menyeringai kecil karena pikiran-pikiran buruk memenuhi benaknya. Ia tertawa kecil karena memikirkan yang tidak-tidak tentang yeoja itu.
***
Sudah pukul satu siang ketika Luhan dan Yixing menyelesaikan pekerjaan mereka hari itu. Kedua sobat itu memutuskan untuk sejenak bersantai di kafe terdekat, membeli beberapa camilan dan minuman dingin kesukaan mereka.
Hawa sejuk beraroma bunga melati menerpa kedua namja berperawakan cukup tinggi ketika dibuka olehnya pintu-pintu kaca transparan dengan papan bertuliskan 'Open' tertera di atasnya.
Tempat ini, Jessamine Cafe, memang tempat favorit mereka berdua di Seoul. Yixing dan Luhan sangat senang saat mereka mendapati cabang Jessamine Cafe yang ada di kota terpencil ini berdiri persis di depan tempat kerja mereka berdua.
Seperti biasa, bangku yang dituju kedua namja itu ialah bangku yang terletak paling ujung dan di sebelah dinding berkaca yang memungkinkan mereka untuk mengamati setiap gerak-gerik orang di luar sana.
Luhan yang sampai terlebih dahulu berlari kecil menuju bangku yang lebih berada di sudut, kemudian menarik kursi di depannya untuk diduduki.
"Ya! Aku juga ingin duduk di situ!" ujar Yixing yang kini menampakkan wajah kecewa.
"Mehrong!" Luhan menjulurkan lidahnya. Dari dulu selalu saja begini, ia dan Yixing berebut duduk di tempat yang lebih berada di sudut.
Yixing tak berniat bergerak lebih cepat, mengetahui tempat favoritnya sudah diduduki oleh Luhan. Namja itu berjalan lambat, sementara Luhan yang sudah berada di singgasananya memilih untuk melihat-lihat menu untuk menunggu kawannya itu.
"Sial, aku kalah cepat." Yixing menarik sebuah bangku yang berada di hadapan Luhan. Luhan tertawa kecil mendengarnya.
"Kau pasti lupa."
"Yeah, aku lupa apabila kita masih mempunyai misi saat baru datang di JeCa." Kata Yixing yang menyingkat Jessamine Cafe menjadi JeCa. "Misi siapa yang paling cepat mendapatkan tempat yang paling nyaman."
"Untung aku tidak dilahirkan pelupa sepertimu!" Yixing mencibir.
"Setidaknya aku tidak dilahirkan sial sepertimu hingga harus tinggal di penginapan berhantu!" balas Yixing sambil menjulurkan lidahnya kekanakan.
"Diam, kau!"
"Ahahaha, mengapa kau melihat menu? Bukankah kita berdua sudah hafal menunya yang dari dulu tetap sama?" tanya Yixing menyambar menu yang ada di tangan Luhan, melihat apakah ada perubahan di menu itu.
"Aku hanya kurang kerjaan. Tidak melihat menu saja aku tahu akan pesan apa."
***
Seohyun melihat jam dinding yang tergantung di dinding kamarnya. Pukul setengah dua siang. Sebentar lagi Luhan akan pulang dan ia belum membersihkan kamar namja itu. Ia bahkan belum mandi.
Ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa tadi pagi setelah mengantarkan makanan Luhan ia tidak langsung mandi kemudian merapikan kamar namja itu? Mengapa ia harus memilih untuk kembali ke kamar dan tenggelam dalam tidurnya?
Memang ia sangat capai. Biasanya setiap hari Seohyun tidur minimal delapan jam, namun karena tugas barunya, ia harus tidur kurang dari tujuh jam.
Seohyun membau tubuhnya sendiri. Tidak buruk. Tapi tetap saja, menjijikkan. Bisa-bisanya ia tidak mandi pagi! Sebenarnya Seohyun tak mengira ia akan tidur selama ini. Berapa jam tadi ia tertidur? Sepertinya lebih dari lima jam. Pantas saja kepalanya terasa agak pusing.
Handuk putih yang tergantung di gantungan kecil ia sambar. Ia harus mandi kilat.
***
"Sial, masih hari kedua dan aku sudah malas bekerja."
Samar-sama Seohyun mendengar suara Luhan di luar kamar. Sepertinya namja itu baru pulang. Jam berapa pula sekarang? Jam dua siang, mungkin?
Seohyun mendongakkan kepalanya, menatap jam dinding di kamar 236 ini untuk memastikan pukul berapa saat itu. Tangannya masih melipat seprai ranjang Luhan ketika ia mendengar sebuah suara yang terdengar sedikit kaget.
"Oh?"
Seohyun membalikkan badannya. "Annyeonghaseyo, Tuan." Katanya sambil tersenyum kikuk. "Maaf saya baru membersihkan kamar Tuan sekarang." Katanya sambil merapikan selimut yang kini sudah diletakkannya di atas ranjang.
"Gwaenchanha...." kata Luhan.
"Saya permisi dulu...." Seohyun kembali membungkuk.
"Seohyun,"
Seohyun kembali menegakkan tubuhnya mendengar namanya terpanggil. "Ne?"
"Kau setiap malam bisa kemari, kan?"
"Ne?"
Seohyun berusaha mencerna permintaan Luhan. Maksudnya setiap malam harus ke kamarnya itu berarti ia harus membacakan cerita dari buku dongeng kemarin setiap hari?
Luhan masih menatap yeoja itu. Wajahnya yang terlihat bingung menampilkan kesan begitu lucu. Luhan menjelajahi setiap sudut muka Seohyun sementara yang ditatap masih terfokus dengan pikirannya. Mengapa wajah yeoja itu terlihat bersinar? Apakah ia benar-benar malaikat? Wajahnya yang halus tanpa sedikitpun cela terlihat semakin sempurna saja di mata Luhan.
Tanpa sadar, tangan Luhan bergerak menyentuh pipi Seohyun, membuat yeoja itu terperanjat.
"Ah, mian, tadi ada semut." Kata Luhan kikuk. Bodoh sekali dia. Bagaimana jika Seohyun trauma dan ia tak bisa dekat lagi dengan dirinya?
"Ah, jinja?" Seohyun terlihat tak begitu merespon gerakan Luhan yang tiba-tiba. Ia justru terfokus dengan 'semut' yang kata Luhan baru saja mendarat di pipinya. Mengapa ia tak merasa gatal?
"Percuma kau mencari semut itu. Sudah aku buang." Kata Luhan. "Nanti malam kemarilah." Ucap Luhan diikuti anggukan Seohyun.
Kepergian Seohyun diikuti dengan helaan napas berat Luhan. Untung saja Seohyun tidak ketakutan. Sepertinya ia sudah mulai terbiasa dengan Luhan.
"Wajahnya begitu halus." Ujar namja itu sambil tersenyum lebar seperti terbius oleh Seohyun. Sepertinya hari ini Luhan tidak akan mencuci tangannya.
***
Drrt drrt
Tangan Luhan bergerak meraba-raba meja kecil di samping tempat tidurnya. Siapa yang berani menggangu tidur sorenya?
Luhan masih tak menggerakkan tubuhnya, membiarkan tangannya saja yang mencari dimana letak telepon genggamnya. Ia ingin berbaring saja sehabis mandi sore tadi. Sebenarnya suara tadi adalah suara getaran telepon genggamnya yang menandakan ada pesan masuk. Luhan bisa saja tak menggubrisnya. Namun bagaimana jika isi pesan itu penting?
Namja itu memutuskan untuk bangun dari posisinya ketika tak juga dapat diraihnya telepon genggam miliknya. Ia mengutuk dirinya sendiri saat mengetahui telepon genggamnya ternyata jatuh, sekarang sudah berada di atas karpet. Pantas saja sedari tadi tangannya tak menjamah benda itu.
Dengan malas di ambilnya telepon genggamnya yang masih utuh. Untung saja karpet ini cukup tebal, jadi tak terjadi apa-apa pada telepon genggamnya.
Luhan mengumpat. Ternyata pesan dari Yixing. Pasti tidak penting.
Dengan malas ia membuka pesan dari Yixing. Ia memutar kedua bola matanya ketika mendapati pesan bodoh dari Yixing. Benar kan, tidak penting. Lalu, untuk apa ia tadi mengorbankan tidurnya yang masih bisa ia teruskan?
"Hoi, sudah petang." Luhan mengumpat membacanya. Benar-benar gulma, tanaman pengganggu! Ehm, walaupun Yixing tidak bisa disebut sebagai tanaman.
"Lalu?! Kau menggangguku, Babo!" balas Luhan berapi-api. Dilemparkannya telepon genggam itu di atas ranjang. Kemudian namja itu beranjak dan melangkah ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka.
Luhan ingat kemarin Seohyun memasuki kamar mandi ini. Luhan ingat betapa takutnya Seohyun ketika yeoja itu keluar dari kamar mandi dan mendapati dirinya sedang berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Raut wajahnya yang ketakutan begitu lucu. Sangat menggemaskan sehingga Luhan ingin sekali mencubitnya. Namun apa daya, mereka baru bertemu pada hari itu dan Luhan tidak bisa bertingkah di depannya. Namja itu tidak tahu mengapa ia tak bisa menjadi namja buruk di depan Seohyun. Padahal dibelakangnya, ia yakin ia adalah namja terburuk di dunia.
Rupanya air memang memiliki sihir tersendiri untuk dapat menghilangkan rasa kantuk yang menjalari diri Luhan. Hanya dengan mencuci mukanya, ia sudah merasa kembali segar.
Namja yang kini hanya memakai kaus putih polos tanpa lengan dipadu dengan celana santai itu menjatuhkan dirinya kembali di atas ranjang. Ia tidak memiliki sesuatu untuk dikerjakannya, oleh karena itu dirinya memutuskan untuk membalas pesan dari Yixing.
"Menggangu apa? Bahkan dari sini aku bisa melihat kau tidak melakukan apa-apa. Hahaha, apa yang bisa dilakukan di penginapan berhantu? Hei, ngomong-ngomong apa kau ingat bagaimana caramu tidur kemarin? Kalau tidak ingat bersiaplah untuk terjaga di malam hari bersama hantu-hantu di sana! HAHAHA...."
Yixing masih menyebut tempat ini tempat berhantu. Luhan tertawa sejenak. Kebalikan dari Yixing, namja itu justru sangat betah tinggal di penginapan ini. Walaupun masih 2 hari, Luhan benar-benar merasa nyaman di sini. Apalagi ditambah dengan adanya Seohyun. Luhan tersenyum kecil mengingat betapa takut dirinya saat pertama memasuki gerbang hotel ini.
Luhan menggapai remote televisi yang terletak tak jauh dari tempatnya berbaring. Beginilah pekerjaan orang yang tak tahu harus berbuat apa. Hanya menonton televisi saja.
"JINJA? KIRIMKAN FOTONYA!"
Bravo. Benar, kan? Luhan terkekeh. Enak saja ia ingin meminta foto Seohyun. Seohyun miliknya! Saat itu juga Luhan tersadar, ia belum memiliki foto Seohyun.
Luhan menatap layar telepon genggamnya. Waktu di sana menunjukkan pukul tujuh malam. Ketika itu juga perutnya tiba-tiba meraung-raung meminta makanan.
"Aigoo, aku belum makan ya? Aku lupa." Katanya sambil menekan tombol yang biasa ditekannya jika ingin memanggil Seohyun.
"Enak saja. Dia milikku!" balas Luhan setelahnya.
Suara pintu diketuk kemudian dibuka membuat Luhan seketika melayangkan pandangannya ke arah pintu tersebut. Dan terdapatlah Seohyun, yang masih memakai seragam kerjanya, berdiri di sana sembari menutup pintu. Yeoja itu sudah belajar rupanya, untuk masuk saja ke kamar Luhan tanpa menunggu persetujuan dari namja itu, karena memang pasti akan disetujui lalu untuk apa meminta persetujuan?
Apakah Luhan belum menyebutkan bahwa seragam kerja Seohyun yang berwarna merah itu benar-benar membuat yeoja itu terlihat lebih mengagumkan? Apalagi kaki Seohyun terlihat jenjang dengan rok yang panjangnya di atas lutut itu.
Bukan hanya kali ini saja ia memandangi yeoja itu seperti ini, namun sepertinya kali ini lebih berbeda. Setelah mengetahui Yixing pun tertarik setelah ia berkata yeoja yang melayaninya cantik, ia sadar bahwa Seohyun bukan hanya cantik, melainkan sempurna.
"Eh? Kau sudah membawa makanan? Bagaimana kau bisa tahu aku ingin makan?" Luhan menggaruk kulit kepalanya kikuk. "Terimakasih...." katanya ketika Seohyun hanya meresponnya dengan sebuah senyuman manis.
Seperti biasanya, Seohyun membawa senampan berisi makanan itu ke sudut ruangan. Diletakkannya benda itu di atas meja bundar yang ada di sana. Saat itu pula, Luhan yang berada sedikit jauh di belakang Seohyun segera mengambil telepon genggamnya dan memotret tampak belakang tubuh Seohyun. Ia memotretnya beberapa kali dan meringis kesenangan ketika gambar terakhir yang ia ambil sangatlah sempurna, tidak kabur seperti gambar-gambar lainnya.
"Saya permisi dulu, Tuan...."
"Jangan lupa nanti malam."
"Ne?" Luhan tak merespon. Ia biarkan Seohyun memikirkan apa yang dibicarakannya terlebih dahulu, dan untungnya Seohyun segera paham. "Ah, itu. Saya mengerti. Baik, saya permisi dahulu...."
Luhan mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Seohyun. Di amatinya setiap gerakan yang dibuat oleh Seohyun hingga akhirnya yeoja itu menghilang di balik pintu kayu yang memisahkan mereka berdua untuk berada di tempat yang sama.
Sepeninggal Seohyun, segera Luhan menyambar telepon genggamnya. Yixing ternyata sudah membalas pesannya.
"J E B A L L U H A N – A H !"
Luhan terkikik. Apa mungkin sebaiknya ia menunjukkan foto dari Seohyun agar Yixing semakin menyesal tak berada di tempat ini? Toh, foto yang ia punya hanyalah tampak belakang tubuh Seohyun.
"Baiklah. Tapi hanya belakangnya saja, oke? Mehrong~!" Luhan menyisipkan foto Seohyun yang baru saja diambilnya setelah pesannya untuk Yixing. Kemudian ia menambah sebuah tulisan singkat. "Baru saja aku mengambil gambar ini beberapa menit yang lalu."
Luhan membanting telepon genggamnya di atas tempat tidur. Ia lebih memilih beranjak dan segera menghabiskan makanan yang baru saja dibawa Seohyun. Entah mengapa makanan itu terasa lebih lezat dari sebelumnya. Mungkin karena aura positif dari si Pembawa makanan? Luhan tertawa kecil.
Dilahapnya sepiring nasi goreng itu dengan nikmatnya. Setelah habis, ia meminum segelas air berwarna putih di depannya yang ia tak tahu apa namanya. Jus leci, mungkin?
Segera Luhan kembali pada telepon genggamnya setelah makanan tadi habis. Ia menyeringai kecil ketika membaca pesan singkat dari Yixing.
"WOW! Malaikat model jatuh dari surga! Tidak mungkin! Pasti kau mengunduhnya dari google gambar! Yah, berikan aku tampak depannya!!!!!!!!!!!!!!!!"
"Tentu saja Seohyun begitu mengagumkan." Katanya sebelum membalas pesan dari Yixing.
"Urusi saja Tiffanymu, Zhang Yixing. :p"
***
Malam itu Luhan kembali memanggil Seohyun untuk menemaninya. Namun tak seperti kemarin, yeoja itu kini datang dengan memakai seragamnya. Ya, seragamnya dengan rok di atas lutut dan sepasang high heels.
"Mengapa kau masih memakai seragammu?" tanya Luhan ketika dilihatnya Seohyun yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Ne?" Seohyun sedikit terperanjat dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Luhan. "Bukankah tidak sopan jika saya memakai baju tidur seperti kemarin?" tanyanya.
"Anggap saja aku orang terdekatmu."
"Eh?"
"Maksudku, jika kau menganggapku sebagai orang yang dekat denganmu, kau tidak akan sungkan denganku, bukan? Dan, bukankah menyulitkan memakai baju seperti itu untuk duduk di tempat tidur?" tanya Luhan sambil menyerahkan buku dongengnya yang masih sama dengan buku yang kemarin dibaca oleh Seohyun.
Seohyun hanya tersenyum kikuk. Sungguh ia tidak mengerti apa yang harus dilakukannya. Di satu sisi, ia benar-benar merasa tidak nyaman jika harus berpakaian casual di depan orang yang harusnya ia layani. Tapi, memang benar kata Luhan. Seragamnya ini membuat pergerakannya sangat tidak bebas. Jika ia sedang duduk, pasti roknya akan terus terangkat tanpa ia kehendaki.
Seohyun memposisikan duduknya di tepi tempat tidur. Sedikit memiringkan tubuhnya agar ia tak membelakangi Luhan. Namun terjadilah apa yang sedari tadi dikhawatirkannya. Bawahannya terus terangkat, bahkan sampai setengah paha.
Ingin tahu mengapa Seohyun tak juga membacakan cerita untuknya, yang sudah memposisikan diri begitu nyamannya di bawah selimut tebal berwarna putih yang melingkupi dirinya, Luhan menatap ke arah Seohyun. Terlihatlah yeoja yang sedang bergelut dengan pakaiannya. Yeoja yang berusaha menempatkan diri senyaman mungkin tanpa membiarkan bagian dari tubuhnya terlihat sepenuhnya.
Luhan, yang ingin dianggap gentleman oleh yeoja di sampingnya, beranjak bangun dari posisi berbaringnya. Namja itu beralih menjangkau ujung selimut yang berada tepat di samping kaki milik Seohyun. Sedetik kemudian, ia menyampirkannya di kaki jenjang yeoja itu, menutupi tubuh bagian bawah Seohyun dengan selimut yang sama dengannya.
Hal itu membuat Luhan berada sangat dekat dengan Seohyun, hingga yeoja itu dapat merasakan kulitnya yang bersentuhan dengan rambut kepala Luhan. Seohyun tersentak ke belakang, sedikit terperanjat oleh hal yang dilakukan Luhan. Ia tak pernah membayangkan namja ini akan membantunya di saat seperti ini.
"Kamsahamnida...." ujar Seohyun. Ia tak menyadari wajahnya sudah semerah tomat kali ini. Kejadian tadi adalah kali pertama ia berada begitu dekat dengan seorang lelaki.
Luhan yang menyadari perubahan raut muka Seohyun merasa begitu bangga terhadap dirinya. Untung saja otaknya beekerja dengan cepat untuk memikirkan cara menghilangkan kekhawatiran Seohyun. Namja itu yakin pasti hati Seohyun sudah sedikit terbuka untuknya.
Sesaat setelah Luhan kembali berbaring, Seohyun berdehem kecil. Kemudian yeoja itu memulai ceritanya. "Dahulu, di sebuah kerajaan megah...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro