twelve; farewell
Dua hari berlalu setelah pidato duka Albus Dumbledore diinterupsi dan tak pernah dilanjutkan kembali. Nyatanya, gadis yang kelihatan tak ada sangkut pautnya dengan kejadian Turnamen Triwizard itu selamat.
Selamat.
Ia masih hidup, namun tak diperbolehkan bertemu siapapun dulu. Kecuali Harry Potter, mungkin menjelaskan segala yang terjadi hari itu. Tapi Harry terlihat sangat khawatir, Hermione dan Ron saja tak diberitahu apa-apa soal kejadian ini. Keduanya sama-sama clueless.
Hari ini, para murid dari Durmstrang dan Beauxbaston kembali pada sekolah mereka masing-masing. Yang berarti perpisahan akan dilakukan seluruh murid, tak terkecuali Harry dan Cedric.
Krum dan Fleur beberapa kali meminta maaf soal serangan yang melibatkan mereka dan Cedric di tengah labirin tempo hari, pemuda itu tersenyum maklum. Toh memang mereka dimantrai, tak bisa melakukan apa-apa.
Lalu setelah perpisahan itu selesai, dan para murid bersiap mengepak segala pakaian dan barang mereka karena akan menjalani liburan akhir tahun, Cedric buru-buru berjalan menuju ruangan kepala sekolah. Pemuda itu merasa pantas mendapat penjelasan, setelah semua yang terjadi, Harry juga tak memberi tahu apa-apa.
Lalu saat figur yang ia kenal betul, yang selalu nyaman ia peluk lama-lama, terlihat keluar dari ruangan yang ia tuju, pemuda itu tak dapat menahan diri.
"[name]!"
Netra coklat yang dirindukan Cedric kini terlihat kembali, memancarkan tatapan yang sedikit lebih hangat dari biasanya. Pemuda itu sedikit bersyukur, ia berpikir mungkin [name] sudah merasa lebih baik.
Cedric tersenyum lebar. "'Kan sudah janji mau bertemu dengan Ayahku. Jangan malah menghilang begitu saja dong!"
"Ah?" [name] berkedip beberapa kali, "Memangnya ada apa? Apa aku melakukan kesalahan?"
Cedric membatu.
"T-tidak, kau tidak melakukan apa-apa." Pemuda itu menggaruk tengkuk, "Kau-"
"Aku harus pergi, belum membereskan barang-barang untuk liburan akhir tahun." Gadis itu tersenyum tipis, "Sudah dulu ya. Sampai nanti, Diggory."
"Iya...."
Cedric mengerutkan dahi.
Pintu besar kembali terbuka, memperlihatkan sang kepala sekoah yang masih melemparkan tatapan duka.
"Profesor...."
Albus Dumbledore menepuk bahu Cedric, "Bantu aku, Cedric. Tolong lupakan segala hal yang pernah terjadi antara kau dan Brookheimer."
Cedric menatap bingung, "Kau.... Obliviate?"
"Hm."
Albus Dumbledore menarik Cedric Diggory dalam pelukan singkat, "Kalian sama-sama berkorban banyak."
Pemuda menatap nanar, "Profesor. Setidaknya tolong jelaskan apa yang terjadi, aku mohon."
Laki-laki tua yang berdiri di hadapannya menghela nafas pelan, "Kau akan sangat terbebani, Cedric. Aku tahu ini tidak adil. Tapi— untuk terakhir kalinya aku meminta pertolonganmu. Tolong relakan saja."
Cedric Diggory adalah Hufflepuff sejati. Pemuda polos yang selalu membantu sedama. Parasnya tampan, ia jujur, cerdas, memiliki pemikiran bijak.
Dengan kebaikan seluas samudera, mempunyai senyum semanis cokelat yang dijual di tanah abang. Namun kejadian kali ini menghantui dirinya; mengganggu perasaan yang dimiliki naluri manusianya.
Ia tahu betul kejadian kemarin bukan hanya tentang dirinya dan [name] seorang. Ia hafal dengan gerak-gerik Harry Potter yang sejak tahun pertamanya saja sudah banyak menarik perhatian, disangkut pautkan dengan sang Pangeran Kegelapan. Ia tahu Voldemort adalah penyihir yang ditakuti semua orang, tak terkecuali Albus Dumbledore.
Pemuda itu tahu. Hafal. Sadar.
Namun semua pemikiran itu menjatuhkannya pada konklusi jauh, bahwa dirinya memang tak berarti lebih.
Mungkin surat kaleng itu memang benar, reputasi baik Cedric hanyalah sesuatu yang dilebih-lebihkan. Semua pujian itu hanya omong kosong, ia sebenarnya tak pantas menerima itu semua. Cedric hanyalah murid yang sedikit beruntung.
Ia merasa tak dianggap. Perasaan yang selama ini disangkal, sejak pertama Harry Potter memasuki turnamen bersama dirinya. Pemuda itu dipaksa menerima.
Namun sekarang, ia mulai berhenti menyangkal. Pikiran negatif itu mulai ia dapatkan saat hatinya berkata bahwa dirinya pantas mendapatkan sebuah penjelasan, namun orang yang paling ia percaya di Hogwarts berkata kebalikan.
Cedric Diggory hanya ingin sebuah kesempatan. Sekali lagi, pemuda ini hanya ingin tahu alasan-alasan dibalik segala yang akan menimpanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro