Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

nine; draco's issue

"Malf—"

Draco memutar bola mata, langkah kakinya bergerak pergi ke arah lain. Menghindar, putar balik. Pergi kemana saja, asal tak ada perempuan di hadapannya.

[name] menatap bingung.

"Hey! Kau kenapa?"

Gadis itu sebenarnya benci membuat-buat drama, sungguhan tak suka karena pasti menarik perhatian banyak mata. Tapi untuk kali ini perasaannya entah kenapa sangat tak enak.

Draco Malfoy tak mau berbicara dengan [name] sejak kejadian semalam. Tadi pagi pun ia tak terlihat di Great Hall, [name] datangi ke kamar putra tetap tak ada.

Lalu tatapan menelisik yang dilemparkan Lucius Malfoy saat keduanya berpapasan membuat [name] mau tak mau harus meluruskan semuanya.

"Sudah puas?"

"Apa sih? Puas apa?"

Laki-laki itu mendecih. "Bermain-main dengan laki-laki baik itu?"

"Cedric? Maksudmu Cedric?"

Kali ini ia tertawa sarkas. Gestur yang melukai. Tindak-tanduk familiar di mata Harry Potter, namun tidak bagi [name] Brookheimer.

"Malam itu ia mencurimu begitu saja. Baik darimananya hah?"

"Mencuriku? Dari siapa?" Gadis itu tambah kebingungan, berpikir Draco berkata yang tidak-tidak.

Pemuda itu tak menjawab.

"... kan."

"Berhenti sok tahu, Mudblood. Kau sama sekali tak lebih pintar dariku." Lirikan sinis kembali menyorot figur gadis yang satu tahun lebih tua dari Draco itu.

"Makannya aku bertanya!" [name] mulai dongkol, "Serius. Malfoy, aku tak tahu kenapa kau sampai semarah ini."

Draco lagi-lagi memasang wajah masam. "Kau sebenarnya hanya memanfaatkanku 'kan? Berpikir bahwa berteman baik denganku bisa menghapus titel darah kotor yang melekat pada dirimu. Begitu? Lalu sekarang, setelah ada orang lain yang bisa menerima segala keburukanmu, kau langsung pergi karena sudah tak membutuhkanku lagi?"'

"Draco—"

"Malam itu kau jelas pergi denganku, namun ditengah-tengah malah memilih menghabiskan waktu dengannya. Lalu hari-hari setelah itu, menghabiskan waktu di perpustakaan. Berduaan. Membicarkanku semalaman. Kau pikir aku tak tahu?"

[name] kelabakan. Ia tak tahu harus menjelaskan dari mana, interpretasi Draco terlalu jauh. Kenyataan-kenyataan yang ada malah dibiaskan, lebur menjadi dugaan-dugaan yang lelaki itu anggap benar adanya.

"Lalu tadi. Jelas-jelas orang yang berharga bagi Cedric itu bukan dirimu! Kalau kau memang sungguhan menarik perhatiannya, pasti yang ada di dasar sungai itu bukan perempuan lain. Jelas-jelas dia tak tertarik padamu, lalu kau tetap meninggalkanku dan mengerjarnya begitu saja? Kau bahkan tak memakan sarapan yang kukirim ke kamarmu lagi [name], mengaku saja. Sudah. Sudah ketahuan."

"Kau terlalu jauh. Draco, tahu batasmu."

"Seharusnya aku memang tak pernah bergaul dengan manusia rendahan sepertimu. Kau tahu, kau lebih cocok masuk asrama yang sama dengan laki-laki itu. Hufflepuff selalu menerima murid sisa yang tak berguna, kau sama sekali tak cook di Slytherin."

[name] bergeming.

Belum pernah dirasanya sesakit ini menerima perkataan menghina dari sang teman dekat. Tidak. Draco sering menghinanya, namun kali ini hinaan itu terasa sampai. Kali ini perasaan [name] tak bisa abai.

"Malfoy, bodoh. Aku ini Half-Blood, bukan Mudblood. Ayahmu kenal dengan ayahku, mereka bekerja sama di kementrian, kau seharusnya tau hal itu kan? Atau kau terlalu—"

Draco menyadari kesalahannya tepat saat [name] berhenti berucap sebelum selesai. Pemuda itu tahu seharusnya ia segera meminta maaf saat dilihatnya netra coklat mulai menampung air di pelupuk. Sang putra Lucius sadar, dirinya telah mengatakan hal yang terlalu jauh dipengaruhi perasaanya pribadi, rekata [name] berbalik dan berjalan pergi— dengan tangisan yang ditahan kuat-kuat.

Tenggorokan Draco kering.

Ia tak tahu mana yang lebih penting, mendengarkan hati nurani yang menyuruhnya tak membiarkan [name] pergi, atau harga diri yang memaksa terus diikuti.

Tahu-tahu [name] berbalik. Kali ini tatapannya menajam, melebihi sebilah pisau. Menusuk sampai tulang belikat, memaksa untuk terus ditatap.

Dengan suara parau, gadis itu memaksakan perkataannya. "Malfoy, dengar. Jangan sekali-kali kau hina Cedric di hadapanku. Kau sungguhan tak tahu apa-apa soal dirinya, begitu pula dengan penghuni Hufflepuff yang lain. Kau terlalu arogan sampai-sampai menganggap orang selain golonganmu adalah rendahan. Helga Hufflepuff adalah seorang manusia sejati. Manusia yang memanusiakan manusia, tak memandang kurang tanpa memperhitungkan lebih.

Aku benci mengatakan ini, Malfoy. Tapi kau kali ini keterlaluan. Kau pikir segala perkataanmu selama ini tak pernah aku pikirkan? Iya? Kau pikir aku tak pernah sakit hati setiap kali kau mengejeku? Bodoh. Aku juga manusia. Kau memaksaku mendekatinya selama beberapa tahun ke belakang, lalu sekarang apa?"

Satu persatu para murid mulai berkumpul di sekitar kedua orang yang tengah bertengkar. Draco masih bungkam, tak tahu harus bereaksi bagaimana. Hatinya berkata ia seharusnya pergi saja, jangan pedulikan gadis yang tengah menangis.

Tapi kakinya membeku.

Tak sanggup. Draco tak suka perasaan yang muncul saat melihat [name] menangis seperti sekarang.

"Lalu kau tiba-tiba mengabaikanku, tak mau diajak bicara. Setelahnya menuduh yang tidak-tidak. Maumu apa sih?!"

Bisik-bisik mulai terdengar, hal yang sama sekali tak dipedulikan kedua belah pihak.

"Aku tak mau membawa-bawa laki-laki itu, tapi ia sama sekali berbeda dengan yang ada di pikiranmu, Draco. Dirinya pekerja keras, baik hati, jujur, selalu mengerti perasaan orang-orang di sekitarnya. Sifat-sifat yang tak akan pernah kau temukan pada aku dan dirimu sendiri.

—lalu kau," [name] menatap nanar. Suaranya yang masih bergetar tetap dipaksakan demi mengeluarkan segala perasaan yang ditahan.

"Aku merasa sedih untukmu, Draco. Kau pantas mendapat kehidupan yang lebih baik ketimbang menjadi seorang anak yang harus memenuhi segala ambisi orang tuanya sendiri. Kau pantas. Kau lebih dari dirimu yang sekarang."

Gadis itu menarik nafas, "Kau punya mimpi dan ambisi sendiri, aku tahu itu. Aku menaruh kagum besar padamu, sejak pertama kita bertemu, asal kau tahu itu."

Kali ini, Draco yang mematung.

"Semoga setelah ini kau bisa lebih bebas mengejar jalan hidupmu sendiri. Sampai jumpa."

Dengan begitu, [name] berbalik pergi. Air mata yang mengering pada pipi, emosi yang ditekan berkali-kali. Tepat saat gadis itu hilang dari pandangan, Severus Snape datang memasuki kerumunan.

Draco menghela nafas, tanpa sadar setitik air juga turun dari netra tajamnya.

Hari itu dilalui Draco dengan murung. Biasanya cowok itu selalu melakukan sesuatu yang tidak-tidak, kemudian berakhir mempermalukan diri sendiri. Tidak untuk hari ini, pikirannya kelabu. Mulutnya membisu.

Sampai makan malam berakhir dan para murid dipersilahkan memasuki asrama masing-masing, [name] sama sekali tak menunjukan diri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro