Waiting For The Winter~23
Hankyung memasuki ruang operasi dan seorang perawat wanita langsung memakaikannya sarung tangan dan juga baju lapis luar sebelum Hankyung benar benar memulai operasinya.
"Bagaimana?" Ujar Hankyung ketika ia telah berada di posisinya yang berseberangan dengan Jaehwan yang kemudian menjelaskan detail kondisi pasien yang akan mendapatkan prosedur operasi kali ini.
"Kita mulai sekarang!"
"Ne"
"Pisau bedah"
Seorang perawat memberikan sebuah pisau bedah pada tangan Hankyung yang terulur ke arahnya. Sejenak Hankyung mengamati pisau bedah di tangannya dan sedikit memutarnya seakan ingin mengecek ketajaman pisau yang akan membantunya menyelamatkan pasiennya hari ini.
"sekali lagi, mohon kerja samanya" Batin Hankyung seakan ingin berbicara kepada pisau bedah yang berada dalam genggamannya.
Hankyung kemudian mengarahkan pisau tersebut ke bagian tubuh pasien yang terbaring di ranjang operasi dan tinggal sedikit lagi pisau tersebut akan menembus kulit pasien jika saja Jimin tidak masuk ke dalam Ruang Operasinya. Membuat Hankyung kembali menarik pisaunya dan berhadapan dengan Jimin.
"Waeyo?,kenapa kau kesini?"
"Aku akan membantu"
"Wae?, apa kau sedang meremehkanku?" Ketus Hankyung.
"Eih...apa yang kau bicarakan?, aku kan hanya ingin berbuat baik, lagi pula tidak ada salahnya aku di sini. Apa kau lupa bahwa dulu kita pernah menjadi partner"
Hankyung menatap Jimin dengan penuh kecurigaan, lagi pula kenapa dia harus memberikan alasan yang terdengar begitu konyol di telinga Hankyung. Tidak ingin memperpanjang masalah, Hankyung pun kembali melanjutkan operasinya yang sempat tertunda bahkan saat dia belum memulai.
Jimin menempatkan diri di samping kiri Hankyung dan mengawasi jalannya operasi meski itu melanggar peraturan yang mengatakan bahwa di larang memasuki Ruang Operasi dokter lain. Tapi sepertinya peraturan tersebut tidak berlaku untuk empat sekawan ini, karna meski bukan tugas mereka, mereka akan saling membantu jika memungkinkan.
"Ayahku adalah seorang dokter yang hebat, jadi aku tidak perlu khawatir. Karna jika aku tidak bisa menyelamatkan mereka setidaknya ayahku bisa melakukannya"
Pergerakan Hankyung tiba tiba terhenti saat kilasan balik tentang wawancaranya pagi tadi tergiang di telinganya, sebuah ungkapan yang benar benar ia sesali, bahkan hatinya sendiri semakin memberat setelah mengatakan hal tersebut dan sempat merutuki diri sendiri, kenapa dia sampai mengatakan hal sebodoh itu ketika menyadari bahwa tidak ada sedikitpun keistimewaan dari ayahnya. Perasaan menyesal yang kemudian membuatnya menghela napas yang terdengar pelan namun begitu berat.
"Wae?, ada masalah?" Tegur Jimin, setelah pandangan semua orang yang berada di dalam Ruang Operasi tertuju pada Hankyung.
"Aniya, gwaenchana" Ujar Hankyung bersikap seolah semua baik baik saja tanpa menyadari bahwa seorang Park Jimin bukanlah seseorang yang mudah untuk di bohongi.
"Mwoga gwaenchana?, Kau berkeringat. Mundurlah!" Tegur Jimin secara halus dan mempertemukan pandangannya dengan Hankyung.
Setelah tidak mendapatkan respon yang di harapkan, Jimin mengarahkan pandangannya pada orang orang yang berada dalam ruangan tersebut sebelum akhirnya melangkahkan kakinya lebih dekat dengan Hankyung dan sedikit merendahkan tubuhnya sembari meraih tangan Hankyung yang memegang peralatan bedah.
"Aku belum pernah mengecewakanmu sebelumnya. Jadi, percayalah padaku" Bisik Jimin tepat di samping telinga Hankyung dan setelah membisikkan kalimat tersebut dia langsung menegakkan tubuhnya sembari merebut peralatan bedah yang sebelumnya berada di tangan Hankyung.
Jimin tersenyum ke arah Hankyung. Meski mulutnya tertutupi oleh masker, Hankyung bisa melihat mata jimin yang menyipit ketika ia tersenyum.
"Aku yang ambil alih" Tukas Jimin dan mengambil alih operasi waktu itu, membiarkan Hankyung berdiri di sampingnya seperti dulu di saat mereka masih sama sama menjadi dokter magang. Sebuah kenangan yang mungkin akan selalu di kenang oleh Jimin sendirian karna mungkin Hankyung juga tidak berubah, sama sepertinya meski bertahun tahun berlalu dan mereka tetap bersama dengan jarak yang tak berkurang atau bertambah. Sampai detik ini Jimin merasa bahwa mereka masih di tempat yang sama seperti dulu.
Tetap menjadi teman baik dan selalu memastikan dia baik baik saja adalah ambisi seorang Park Jimin kepada sang pujaan hati yang sama sekali tak ingin mendekat ke arahnya, bukannya memilikinya dan memutuskan pertemanan mereka. Sejak awal Jimin hanya menyimpan perasaannya seorang diri tanpa ada keinginan untuk membaginya dengan orang lain termasuk dengan gadis pujaannya, Jeon Hankyung.
BATTLE OF HEALER
Setelah menjalani prosedur operasi lebih dari tiga jam lamanya. Jimin yang telah mengganti bajunya, memutuskan untuk menghampiri Hankyung yang sepertinya belum keluar dari ruang ganti yang bersebelahan dengan ruang ganti yang ia pakai.
Jimin berdiri di depan pintu dan perlahan tangannya tergerak untuk mengetuk pintu kayu berwarna coklat di hadapannya.
"Hankyung-ssi, kau masih di dalam?"
"Masuklah!" Hankyung menyahuti dari dalam.
Perlahan Jimin membuka pintu di hadapannya dan mendapati Hankyung yang memunggunginya dan terlihat tengah sibuk dengan sesuatu yang berada di tangannya.
"Kau sibuk?" Tanya Jimin yang masih berdiri di ambang pintu, tampak enggan untuk melangkahkan kakinya lebih ke dalam lagi.
"Operasinya sudah selesai, aku hanya perlu mengecek keadaan pasien lainnya" Jawab Hankyung dan kemudian berbalik sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dokternya.
"Jimin-a"
"Ne"
"untuk hari ini, gomawo" Ujar Hankyung sembari tersenyum ke arah Jimin yang malah terlihat seperti orang bingung sebelum akhirnya membalas senyum Hankyung dengan canggung.
"Eih...berhenti melakukannya, sejak kapan kita hitung hitungan. Tanggung jawabmu tanggung jawabku juga dan tanggung jawabku adalah tanggung jawabmu juga, bersikaplah seperti biasa dan jangan berlebihan"
"Arraseo....."
Hankyung berjalan menghampiri Jimin dan hendak berjalan keluar, tapi ketika hendak melewati pintu, tangan Jimin menahan lengannya dan membuatnya terhenti. Dia menatap tidak mengerti ke arah Jimin.
"Waeyo?"
"Ada yang ingin ku bicarakan" Jimin berujar dengan hati hati, takut jika Hankyung akan menolaknya, meski hal itu belum pernah terjadi sebelumnya.
"Tentang apa?"
"Tidak ada hal yang serius. Hanya tentang kita berdua"
Tanpa sadar sebelah alis Hankyung terangkat setelah mendengar penuturan Jimin yang kemudian melepaskan tangannya.
"Haruskah kita bicara di sini?"
"Di sini juga tidak masalah, jika kita bicara di luar akan ada banyak orang yang memperhatikan"
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
Jimin terdiam sejenak. Tampak dia yang seperti tengah mempertimbangkan sesuatu dan begitu ragu ragu untuk mengucapkan sepatah kata untuk menjawab pertanyaan Hankyung.
"Kau serius ingin mengatakan sesuatu padaku?"
Hankyung menatap Jimin dengan serius seakan ingin mencari tahu jawaban atas pertanyaannya sendiri di raut wajah Jimin yang jika tidak salah telah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Berhentilah menutupi sesuatu dariku. Kau terlihat sangat bodoh" Cibir Hankyung.
"Eih....aku sedang berpikir tapi kenapa kau lagi lagi mengacaukannya?" Protes Jimin.
"Aku menunggumu bicara bukannya menunggumu untuk berpikir. Pergilah!, kau menghalangi jalanku"
"Aigoo, kau ini. Besok, kau pergi bersamaku lagi kan?"
"Besok?, kenapa aku harus pergi bersamamu?" Ujar Hankyung acuh dan menerobos Jimin yang berdiri di tengah pintu. Berjalan pergi dengan senyum yang tidak ingin di perlihatkannya pada Jimin yang sudah pasti menyusul di belakangnya.
"Ya!, Jeon Hankyung. Aku benar benar serius, eoh...."
"Berhentilah berbicara seperti itu, jika ada yang dengar awas saja kau"
"Kau ini. Besok pagi akan ku jemput" Ucapan terakhir Jimin sebelum ia mengambil jalan lain dan berpisah dengan Hankyung yang tertawa ringan tanpa suara ketika mengingat betapa bodohnya seorang Park Jimin.
"Aku sudah menyuruhnya pergi, kenapa dia selalu membuntutiku?, dasar!"
HAND OF GOD
[BATTLE OF HEALER]
19.01.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro