Chap 1
Sang surya mulai menampakkan dirinya, memancarkan cahaya lembut dan hangat untuk kehidupan di muka bumi. Para burung dan hewan lainnya terbangun, melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan. Salju yang berada di sepanjang jalan dan pepohonan mulai mencair, warna hijau khas tumbuhan mulai tampak. Hari ini adalah hari terakhir musim dingin, itu berarti esok hari merupakan musim semi.
Tap! Tap! Tap!
Derap kaki menggema di sepanjang lorong rumah sakit, setiap langkahnya memiliki puluhan harapan, harapan untuk seseorang yang ingin dijenguk.
"Ohayou gozaimasu, Izumi Mitsuki!"
Suara sapaan lembut membuat seorang pria dewasa menghentikan langkahnya, menoleh ke arah kiri dan menemukan seorang perawat perempuan berusia sekitar 25 tahun lalu melemparkan senyuman cerah meskipun tertutup oleh masker.
"Ohayou gozaimasu, Nori-san!" balas sang empu nama, Izumi Mitsuki.
Perawat itu, Nori mengangguk pelan sembari melemparkan senyuman ramah. Mitsuki kembali berjalan menuju ruangan orang yang akan dijenguknya, tentu saja setelah ia berkata 'permisi' ke Nori.
Kriet!
Pintu ruang inap terbuka, menampilkan ruangan putih, seputih salju. Di salah satu sudut ruangan, tepatnya di sebelah jendela terdapat ranjang dengan seorang perempuan cantik sedang duduk memandangi pemandangan di luar melalui jendela. Mitsuki masih menampilkan senyuman cerah di balik maskernya, menutup pintu ruangan dengan sangat pelan, berjalan mengendap-ngendap seperti seorang pencuri. Dalam benaknya terlintas sebuah ide, ide kejahilan. Dirinya telah berada di sebelah kanan perempuan itu lalu mendekatkan wajahnya ke telinga tersebut.
"Ohayou gozaimasu, Hayagama [Name}," sapanya berbisik dengan suara agak diberatkan.
"Kyaaa!"
Plak!
Suara teriakan disertai dengan tamparan lumayan keras bergema di ruangan tersebut, bahkan seorang dokter yang tak sengaja lewat sempat terhenti karenanya.
"I-ittai yo, [Name]-chan!" keluh Mitsuki sembari mengelus pipinya setelah ditampar.
"Siapa suruh berbisik di telingaku?! Apalagi sampai suaranya agak diberatkan," bela perempuan itu, Hayagama [Name].
Mitsuki menggerutu pelan, tangan satunya bergerak untuk melepaskan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Terlihat ada warna merah walau tidak terlalu mencolok tercetak indah di pipinya, [Name] menatap pipi Mitsuki dengan tidak bersalah.
"Bagaimana keadaanmu? Apakah sudah merasa lebih baik?"
[Name] mengangguk pelan, "Sudah kok, berkat pertolongan pertama yang kauberikan dan langsung membawaku ke sini, aku sudah mulai membaik. Arigatou gozaimasu, Mitsuki-kun!"
"Yokatta na! Omong-omong, apakah kau sudah sarapan?" tanya Mitsuki sembari menarik kursi di sebelah ranjang lalu mendudukinya.
Perempuan bersurai [h/c] yang digerai kembali mengangguk pelan, "Bagaimana denganmu?"
"Aku? Tentu saja sudah sarapan! Sarapan dengan 6 anak ayam 'kesayanganku'~"
[Name] terkekeh pelan, "Anak ayam nee ... berarti kau adalah ibu ayam, dong?"
"I-ibu ayam?!"
"Hu'um, kan katanya mereka adalah anak ayam, otomatis kau adalah induknya, ibu ayam. Lagipula ... bukankah julukan itu cocok untuk disematkan ke dirimu? Mengingat sikapmu seperti seorang ibu," ledek [Name] membuat Mitsuki menggerutu kesal.
"Aku ini laki-laki, mana mungkin jadi seorang ibu!" gerutunya kesal.
"Mungkin saja, entah kenapa aku membayangkan saat kau menikah nanti posisi kalian tertukar."
Mitsuki mengernyit bingung, "Maksudmu?"
"Tertukar, nanti yang memegang peran sebagai ayah adalah istrimu dan yang memegang peran sebagai ibu adalah kau. Pffttt ...." Tangan pucat milik [Name] bergerak untuk membekap mulutnya, bertujuan untuk menahan ketawanya yang akan meledak. Sementara itu, terlihat seorang Izumi Mitsuki menahan kekesalannya. Wajahnya memerah dengan mata yang menyipit, alisnya berkedut kesal, di bagian tangan terlihat sedang mengepal.
"Ka-kau ini ya ...," gumam Mitsuki sembari bangun, tangan kanannya bergerak menuju pipi sebelah kanan [Name] lalu mencubitnya dengan 'lembut'.
"Ittai!! Mitsuki-kun, sakiiitt!" teriak [Name] sembari menepuk-nepuk punggung tangan milik Mitsuki, bermaksud untuk melepaskan cubitan tersebut.
"Iie ... aku tidak akan melepaskan cubitan ini sebelum kau minta maaf," tolak Mitsuki sembari menambah kadar cubitannya.
"Untuk apa aku minta maaf, huh? Auch!"
"Oh, tidak mau minta maaf, hn?" Mitsuki menyeringai kecil, kali ini ia mencubit [Name] hingga perempuan itu menjerit kesakitan. "Baiklah ... silakan ditanggung sendiri akibatnya," lanjutnya.
[Name] kembali berteriak, mengatakan 'ittai'. Di pelupuk matanya keluar sebutir liquid bening yang siap jatuh kapan saja, sepertinya benar-benar sakit cubitan sakti milik emak Mitsuki.
"Baik-baik! Aku minta maaf, Mitsuki-kun! Hiks ... sakit, lepasin cubitannya," maaf [Name] disertai isakan kecil. Karena merasa kasihan, Mitsuki pun mulai melepaskan cubitannya. Sekarang sebuah warna merah, sangat merah berada di pipi kanan [Name]. [Name], perempuan itu segera mengelus pipinya sendiri sembari menahan isakan kecilnya.
'Sial, ini benar-benar sakit. Lain kali aku tidak mau meledek Mitsuki-kun lagi,' rutuknya dalam hati.
Mitsuki masih menatap [Name] yang sedang mengelus pipinya sendiri, terbesit rasa bersalah dalam lubuk hatinya. 'Apa cubitanku tadi benar-benar membuatnya sakit? Seharusnya aku tidak mencubitnya tadi,' batinnya bersalah.
Segera diraihnya tangan [Name] membuat si empu tangan kaget, tak sampai di situ, Mitsuki mendekatkan wajahnya ke wajah [Name] lalu
Fuuh!
Dia meniup bekas cubitannya di wajah [Name], hal itu membuat [Name] bersemu merah. Dapat dirasakan deru napas hangat milik Mitsuki menyapa di wajahnya.
"Mi-mitsuki-kun ...," cicitnya memanggil.
"Maaf, [Name]-chan seharusnya aku tidak mencubitmu tadi," gumam Mitsuki setelah selesai acara tiup-meniup. [Name] menggeleng pelan, bukan seharusnya dia meminta maaf, melainkan dirinya sendiri yang meminta maaf.
"Iie, aku seharusnya yang minta maaf. Maaf telah meledekmu," maaf [Name] sembari menunduk.
"Sudahlah, kita sama-sama salah."
[Name] mengangguk pelan, kembali diam sembari menatap keluar jendela. Tangannya kini tidak mengelus pipinya lagi, sementara itu, Mitsuki juga ikut terdiam dan melakukan aktivitasnya sendiri. Dan keheningan pun mulai melanda di ruangan 3 x 3 meter serba putih tersebut.
TBC
801 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro