
35 - Panggung Tuhan
WAJIB VOTE sebelum scroll 🩷
komennya juga ya 🧸🩷 happy reading 💋
❤︎❤︎❤︎
"You guys aren't sissies are you? Karena setahu gue, laki-laki yang main Barbie itu banci."
Mendengarnya sangat membuat marah gerombolan siswa berandal itu. Baku hantam pun tak terelakkan karena merasa harga diri terluka. Satu-satunya untuk mempertahankan harga diri bagi remaja pubertas yang memiliki ego tinggi dengan membuktikan siapa yang terkuat.
Sayangnya mereka melawan orang yang salah. Han Jean belajar bela diri sejak dia kecil karena tuntutan. Ditambah dia sedang sebal sebab salah prediksi, membuatnya merasa bodoh dan tidak paham situasi. Kebetulan Han Jean menemukan mangsa empuk untuk ia jadikan pelampiasan atas kesalahan prediksi yang dia susun.
Karena kalah jumlah, Han Jean sempat terkena pukulan mereka sampai membuat wajahnya memar di beberapa titik. Namun ia cepat tanggap untuk memprediksi serangan selanjutnya. Gerakan Han Jean tidak kalah gesit sampai membuat dua di antara tumbang hanya dengan beberapa pukulan yang tepat di titik lemah mereka.
Han Jean menampilkan senyum menang berhasil membuat dua orang terkapar, ia beralih menatap tajam murid berandal yang mengaku tidak takut padanya, yang mengoceh ini dan itu. Jean menargetkan mulutnya, ia benar-benar ingin menghajar mulut cerewet itu. Dan terlaksana.
Han Jean menangkis, sebelum melayangkan pukulan keras miliknya. Tak menunggu waktu untuk kakinya menendang perut lawan hingga tersungkur menyusul yang lain. Seraya mendekati, Jean merenggangkan leher. Ia meletakkan alas sepatunya tepat pada leher si murid berandal, sudah bersiap-siap untuk menginjaknya.
"Tahan, jangan teriak." Han Jean baru mulai menginjak leher lelaki itu, tetapi terpaksa berhenti karena seorang guru datang melerai mereka. Itu karena teman sebangku Eleanor melapor.
Alhasil Han Jean diseret ke ruang disiplin. Serta yang tidak sadarkan diri langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.
Mata Han Jean melirik ke belakang beralih menatap Eleanor yang masih gemetar ketakutan, ia muak sekali dengan gadis itu padahal mereka baru bertemu. Bodoh, lemah, ingin Han Jean bakar saja sampai lenyap. Han Jean menilai Eleanor adalah tipe peran yang tidak berguna.
Han Jean pikir setelah ia disidang oleh beberapa guru, ia akan di drop out. Tetapi karena kesaksian palsu yang Eleanor beri, guru memaafkan Han Jean dan hanya memanggil orang tuanya saja guna menjelaskan apa yang terjadi. Karena Han Jean juga terluka, meski tak separah murid lain yang harus dilarikan ke rumah sakit.
❤︎❤︎❤︎
Seminggu kemudian, setelah Eleanor berhasil mengumpulkan keberanian, ia menghampiri Han Jean yang duduk di belakang sekolah. Menyendiri, memandangi ranting pohon yang bergerak dan saling gesek karena angin. Tak ada yang tahu isi pikirannya, karena seperti biasa tatapannya kosong, dengan ekspresi hambar.
Eleanor duduk di sampingnya, dengan tangan saling terpaut gugup. "Han Jean, aku boleh duduk di sini?"
Jean bungkam, asik memperhatikan ranting, menikmati suara riuh yang disebabkannya.
"Om Alvarez sama Daddy berteman baik, aku baru tahu kalau mereka kolega kerja. Um... aku cuma mau bilang terima kasih karena kamu sudah tolong aku. Dan maaf aku agak telat kasih tahu guru, kamu sampai harus kena marah."
Jean mulai terganggu, ia malayangkan lirikan tak bersahabat. "Gue nggak sudi tolong lo, gue cuma kecewa mereka nggak gebukin lo. Jangan salah paham."
Eleanor terkejut menerima jawabannya yang tak manusiawi itu. Mata indahnya memandang netra tenang Han Jean. Anehnya, terlalu tenang. Nyaris seperti tidak ada kehidupan di netra itu.
Semua orang yang menatap Eleanor, paling tidak mereka pasti kagum dengan kecantikan yang dimilikinya. Tetapi berbeda dengan tatapan Han Jean.
Ucapan Daddy-nya tentang Han Jean benar adanya. Eleanor sempat disuruh jaga jarak dengan Han Jean karena dia problematic. Meski Han Jean adalah anak kolega dekatnya, tuan Dexter tidak mau putrinya kenapa-kenapa. Tetapi Eleanor sangat tertarik pada Han Jean, dia jatuh cinta, Han Jean cinta pertama Eleanor. Ia sudah putuskan hal itu.
Saking penasarannya dengan Han Jean, Eleanor sampai mencari tahu secara mendalam tentang alexithymia. Dan sekarang Eleanor tidak menyangkal setelah melihat langsung tatapan Han Jean.
Karena Eleanor tidak kunjung pergi, Han Jean memilih beranjak. Tetapi baru selangkah, pergelangan tangannya ditahan Eleanor. "Han Jean, aku mau selalu dekat sama kamu. Aku suka kamu," akunya.
Han Jean melirik pergelangan tangannya yang ditahan Eleanor, ia menghempaskannya kasar. Alis Jean hampir menyatu, merasa terganggu dengan pengakuan gadis itu. "Tapi gue enggak. Gue nggak suka cewek lemah, bodoh, dan gampang dimanipulasi kayak lo. Lo enggak semenarik itu Eleanor."
Mendengar penolakan itu tidak menyurutkan perasaan yang Eleanor punya untuk Jean. Bahkan sejak saat itu, keinginan Eleanor hanya satu, dianggap ada oleh Han Jean dengan melakukan berbagai macam cara. Eleanor yang lemah lembut, perlahan berubah. Dia yang awalnya diam saja dan tidak berkutik saat dirundung mulai membalas perlakuan mereka hanya untuk menjadi lebih kuat.
Eleanor benar-benar membalas berkali-kali lipat lebih kejam. Bahkan ia kerap kali mengajak Han Jean untuk ikut bermain dengannya, dan Han Jean selalu menerima ajakan Eleanor untuk satu hal itu. Eleanor tahu, mata Han Jean menyala kala Eleanor menyiksa teman sebangkunya di tempat sepi, dengan Han Jean sebagai penonton.
Kala itu Eleanor memukuli teman sebangkunya, yang dulunya merundung dirinya. Han Jean duduk menyaksikan, mengamati ekspresi penuh dendam Eleanor. Han Jean suka melihat Eleanor menjadi gila. Terlebih melihat gadis yang babak belur dan hanya bisa menangis menerima setiap pukulan demi pukulan.
"Jangan di wajah," kata Jean menghentikan aktivitas Eleanor. "Just the body, wajahnya harus utuh biar dia nggak punya cukup bukti yang terpampang."
Tangan Eleanor yang menjambak rambut teman sebangkunya menghempaskannya begitu saja sampai ia tersungkur. Eleanor duduk di samping Jean, tersenyum manis kala menatap wajahnya. "Gimana, J? Kamu suka aku yang sekarang?"
"Sedikit. Karena lo udah kasih gue hiburan gratis."
Hati Eleanor membuncah mendengarnya. Ia semakin kagum kepada Jean. Karena berkat Han Jean, tidak ada lagi yang merundung Eleanor, dan Eleanor berubah menjadi lebih kuat. "Kita pasangan yang serasi, kan, J?"
Jean tergelitik, ia melirik Eleanor, lalu menampilkan tawanya. Tangan Jean membelai wajah Lea, memperhatikan setiap inci wajah cantik gadis itu. Tetap tidak menarik secantik apa pun dia. "Gue enggak suka dengarnya. Pasangan? Kita bukan."
"Terus? Kita apa? Aku udah lakuin semuanya buat kamu. Kurang aku apa? Kamu bilang. Biar aku bisa jadi sempurna sesuai mau kamu, Han Jean."
"Lo cuma kasih gue kesenangan, bukan kehidupan. Yang gue cari kehidupan, Lea. Hal yang buat hati gue hidup."
Pernyataan itu tidak membuat Eleanor menyerah. Ia bahkan rela menjadi kaki tangan Han Jean saat lelaki itu melakukan kegiatan gila seperti menyakiti hewan untuk sekadar memuaskan hatinya seperti hobi gilanya saat duduk di bangku dasar dulu.
Eleanor selalu membela Han Jean sesalah apa pun dia. Dia yang punya reputasi baik di mata guru-guru sangat dipercaya kala ia membeberkan saksi palsu atas tindakan Han Jean yang melanggar peraturan sekolah. Perlahan Eleanor yang penakut karena sempat menjadi korban rundung mendapatkan kembali kepercayaan diri. Semua berkat Han Jean.
"Lo bisa jadi apa pun yang lo mau. Yang kita pijaki ini hanya panggung, panggung yang Tuhan sediakan untuk kita main-main dan jadi apa pun," tutur Han Jean.
"Tuhan enggak adil sama gue, jadi gue buat keadilan itu sendiri."
"Ekspresi yang tercetak di wajah gue, itu pertunjukan yang bakal gue pemerkan seumur hidup, Lea. Gue bebas jadi apa pun yang gue mau."
Merinding, bohong jika Eleanor tidak takut saat ini. Tahu seberbahaya apa Han Jean. Bahkan ia bisa menyakiti siapa saja tanpa rasa bersalah. Karena dia tidak mengerti apa itu empati dan simpati, dan Eleanor meragukan Han Jean punya perasaan itu.
Eleanor sadar perasaan yang ia miliki terhadap Han Jean adalah bencana besar, tetapi Eleanor menantang bencana itu. Bagaimana pun Han Jean, ia memuja lelaki itu. "Kamu harus tahu kalau cuma aku yang bisa terima semua tentang kamu, J."
"Jangan keluar batas. Lo bahkan enggak semenarik itu buat gue susah payah kasih tunjuk semua topeng yang gue punya."
"Bahkan saat kamu lontar kata jahat ke aku, aku nggak bisa buang perasaan aku buat kamu."
Han Jean meremehkan, "Lemah, gampang diperdaya, dan cukup keras kepala. Di mata gue, lo sama kayak manusia lain. Lo sadar gue manfaatkan, tapi menampik itu."
"Lea, jangan temui gue lagi. Gue udah bosan dan muak sama lo."
❤︎❤︎❤︎
Eleanor masih mengingat jelas ucapan Han Jean sebelum mereka lulus kala itu.
Saat itu Lea panik karena Jean tiba-tiba ingin membuangnya. Eleanor ingin terus mengekori Jean, tetapi mereka dipisahkan karena Lea harus melanjutkan sekolah di luar negeri karena pekerjaan daddy-nya yang menuntut untuk mereka tinggal di kampung halaman selama beberapa waktu.
Eleanor terus memikirkannya, di sela kegiatan, pemikiran itu terlintas begitu saja untuk mampir dan mengacak-acak suasana hati Eleanor. Seperti sekarang saat Eleanor baru membuka matanya selepas bangun tidur.
"Kamu bilang kamu nggak suka manusia lemah, gampang diperdaya, dan bodoh. Tapi hal-hal yang kamu sebutkan dulu ada di diri istri sialan kamu itu." Air mata Eleanor kembali menetes. Ia depresi sekali.
"Kita pasangan yang serasi, Han Jean. Aku... aku enggak bisa terima kalau kamu udah berhasil ketemu sama kehidupan atau hal bullshit yang kamu bilang itu."
Eleanor menutup wajahnya menggunakan bantal, ia terisak semakin keras. "Aku bakal hancurin kalian dan rebut kamu balik! Kamu punya aku, J. Cuma punya aku."
- To be continued -
Eleanor sakau, Jean lebih sakau lagi 😂
next 3,5K votes ⭐️ dan komen sebanyak-banyaknya terserah deh berapa 🎀🩷
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro