Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 6

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Menikahi perempuan bergelar anak pertama harus memiliki sabar seluas samudera."

Hamizan menilik tanpa berkedip penampilan Naqeesya dari atas hingga bawah. Cukup lama sampai akhirnya dia pun berkata, "Mau ke mana, Sya?"

"Nggak ke mana-mana di rumah aja."

"Tumben."

"Apanya yang tumben?"

Hamizan menunjuk dengan dagunya.

Seolah mengerti Naqeesya pun kembali berujar, "Pake crop top sama hotpants diprotes, katanya suruh kerudungan. Giliran sekarang pake abaya dan khimar, masih juga ditanyain. Serba salah ya jadi Sya di mata Abang!"

"Cuma tanya mau ke mana aja emangnya nggak boleh? Kan nggak biasanya Sya tampil rapi dan tertutup."

Naqeesya mendelik. "Takut jadi korban kekhilafan Abang lagi!" ucapnya lantas berlalu.

Hamizan pun mengejar langkah istrinya, dia hadang tepat di ambang pintu yang masih tertutup rapat. "Dihh, masih diungkit juga. Susah move on banget kayaknya."

"Lha Abang nggak punya kaca ya? Abang kali yang susah move on!"

"Tuh, kan malah jadi ke mana-mana. Nggak nyambung tahu, Sya."

Naqeesya tak menyahut, dia lebih memilih untuk menyingkirkan tubuh sang suami agar enyah dari hadapannya.

"Awas ih, Abang! Sya mau ke apotik."

"Mau apa?"

"Beli obat, lha, masa seblak!"

"Obat apa? Memangnya Sya sakit?"

"Kepo banget sih Abang. Awas ihhhh!"

Hamizan menggeleng tegas. "Jawab dulu mau beli apa?"

"Morning-after pill."

Keningnya mengernyit bingung. "Obat apa itu?"

"Pil kontrasepsi darurat."

Mata Hamizan membulat seketika. "Untuk?"

Naqeesya menghentakkan kakinya kesal. "Ya supaya Sya nggak hamil atuh, pake ditanya lagi. Abang ini gimana sihh!"

"Kamu ini kayak orang yang habis melakukan zina aja, Sya, hamil juga, kan ada suaminya."

"Enteng banget sih mulut Abang, nggak maulah. Jangan sampai hamil atuh, Sya masih kuliah, belum lulus, lagi pusing-pusingnya nyusun skripsi juga. Jangan ditambahin lagi atuh bebannya!"

Hamizan menyentil pelan kening sang istri. "Makanya buruan kelarin skripsinya, supaya bisa cepet-cepet wisuda, Naqeesya."

"Iya lagi proses juga, jangan banyak protes!"

"Emangnya udah sampai bab berapa, hm?"

"Masih muter-muter di judul lha. Orang nggak kunjung di-acc juga sama dosennya."

Hamizan dibuat geleng-geleng kepala. "Naqeesya! Naqeesya! Kamu ini bener-bener ya."

"Apa sih, Bang, jangan ikut-ikutan Bunda sama Ayah deh yang hobi banget nanyain soal skripsi. Pusing tahu kepala, Sya!" omelnya.

"Semakin ditunda, semakin lama wisudanya."

Naqeesya hanya menanggapi dengan putaran bola mata malas.

"Sya ..., Abang mau memastikan lagi sama Sya, serius nikah ulangnya nggak mau sekarang-sekarang aja? Supaya legal dan nggak menimbulkan fitnah."

"Serius atuh, Bang, kalau nikahnya sekarang-sekarang dikira 'kecelakaan' lagi, kesannya tuh mendadak kayak tahu bulat. Bisa jadi bahan gunjing orang-orang, nggak mau ah. Nanti aja nikah secara negaranya pas Sya kelar kuliah."

"Bukannya kalau ditunda akan lebih bahaya? Kena fitnah lagi kalau orang-orang lihat kita berduaan."

Dengan entengnya Naqeesya tertawa renyah. "Orang zaman sekarang tuh lebih melazimkan pacaran, udah biasa anak muda berdua-duaan tanpa ikatan sah. Lagian nggak papa, malah bagus. Jadi pas nanti kita sebar undangan buat nikah ulang, orang-orang nggak pada kaget karena tahunya kita emang udah pacaran. Padahal, kan pacarannya kita beda ya? Udah halal."

Hamizan pun akhirnya mengangguk setuju. "Jadi, mau pacaran dulu nih ceritanya?"

"Boleh, lha, lumayan juga kalau pacaran sama Abang. Ada sopir gratis yang bisa antar jemput ke mana pun, jajanin juga sekalian ya?"

"Buat jajanin cilor sama cimol doang sih ada, kalau yang lain-lainnya nggak tahu, lihat isi dompet dulu."

Naqeesya mencebik sebal. "Tuhh, kan Abang nggak kayak Ayah. Perhitungan dan pelit banget, nggak suka ah!"

Hamizan terkekeh kecil. "Bener-bener kayak bocah ya kamu, Sya. Mau apa, hm?"

"Mau suami kayak Ayah."

Hamizan mengacak gemas puncak kepala Naqeesya. "Ya udah nikah aja sana sama Ayah, jadi saingannya Bunda sekalian."

"Dihh, Sya, kan maunya yang kayak Ayah bukan ayahnya yang nikahin Sya. Gimana sih Abang!"

"Sya ..., Abang ini ya Abang, nggak bisa cosplay jadi Ayah ataupun Papa. Ya, emang udah settingannya begini, mau diapakan lagi?"

"Usaha atuh, Bang, katanya mau bangun rumah tangga sama Sya. Ya harus effort atuh."

Dipegangnya kedua bahu Naqeesya, lalu menatap sang istri cukup lekat. "Bangun rumah tangganya berdua, masa cuma Abang yang dituntut untuk mengeluarkan effort. Sya juga atuh, kita itu harus saling."

Naqeesya menutup kedua matanya dengan telapak tangan. "Kalau ngomong ya ngomong aja, nggak usah sambil natap segala. Sya nggak suka!"

"Kenapa emangnya?"

"Malu, lha, pake nanya lagi!"

"Dasar kamu ini ada-ada aja, Sya. Jadi ke apotiknya? Perlu Abang antar sekalian?"

Sontak Naqeesya langsung menurunkan tangannya dan menggeleng kuat. "Nggak usah, makasih. Sya bisa sendiri."

"Disuruh Bunda ke warung aja suka mendadak putar balik karena lihat gerombolan orang, lha sekarang nekat ke apotik sendirian. Yakin?"

"Kepaksa ini, orang kalau lagi kepepet suka melawan arus," selanya asal.

"Minta tolong Buna aja atuh yang beliin, kalau emang Sya nggak berani mah."

"Kenapa harus Buna? Kenapa nggak Abang aja?"

Hamizan menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Abang? Malu, lha, Sya."

"Tuhh, kan nggak bisa diajak kerja sama. Baru dimintain tolong gitu aja padahal, emang beda banget sama Ayah. Beliin pembalut buat Bunda aja nggak ada malu-malunya, lha Abang? Baru diminta buat beli morning after-pill aja udah nolak mentah-mentah."

"Perbandingannya harus banget ya sama Ayah?"

"Ya terus sama siapa lagi? Sya, kan nggak punya pacar, apalagi mantan, ya udah sama Ayah aja."

"Jadi Abang yang pertama nih buat, Sya?" cetusnya dengan alis yang dinaik-turunkan.

"Maunya sih bilang nggak, tapi takdir berkata lain, emang Abang yang pertama. Jadi, ya udah."

Hamizan mendengus pelan. "Nggak ikhlas banget kayaknya."

"Bukan kayaknya lagi, Bang emang iya!"

"Ya Allah ngegas mulu perasaan."

Naqeesya mendelik tajam. "Makanya jangan ngajak ngobrol terus, minggir atuh, Bang. Sya mau lewat."

"Abang saranin mending minta tolong Buna aja yang beliin. Kalau yang beli Sya dikira bocah SMA yang habis melakukan kegiatan yang 'iya-iya' lagi. Bukannya dikasih, malah diceramahin nanti sama apotekernya. Sya tahu sendiri kayak gimana mulut apoteker yang ada di seberang jalan itu. Ceriwis, bawel," ungkap Hamizan.

Naqeesya menggeleng keras. "Nggak mau, Sya kapok. Wajah sepolos dan seteduh Bunda aja berhasil menghilangkan kesucian Sya. Apalagi Buna yang punya seribu akal, Sya nggak yakin bakal dikasih sesuai dengan apa yang Sya minta."

Hamizan meringis kecil, sampai detik sekarang pun dia masih sulit untuk mempercayai fakta. Ibu mertuanya yang kalem, bisa bertindak di luar nalar, apa kabar dengan ibunya yang punya seribu akal. Sedikit banyak dia bisa memahami kekhawatiran sang istri.

"Ya udah Abang temenin kalau gitu, tapi nanti Sya yang bilangnya ya?"

"Kok gitu sih?"

"Ya, kan judulnya juga cuma nemenin, Sya."

"Dihhh, nggak bertanggung jawab banget sih, Bang. Yang berbuat, kan kita berdua, masa Sya doang yang usaha."

"Itu, kan kemauan Sya, bukan Abang."

"Ya udah, iya oke ...," putusnya tak ingin memperpanjang perdebatan.

"Ehh ..., sebentar emang masih efektif buat mencegah kehamilan? Udah selang tiga hari lho ini, Sya dari kejadian itu."

Naqeesya mengedikkan bahunya. "Kata Mbah Google bisa kok, ya udah sih dicoba dulu aja. Lagian, emang bisa sekali berhubungan langsung hamil? Kayaknya enggak deh."

Hamizan menggeleng polos. "Ya mana Abang tahu, Sya, semoga aja nggak jadi ya?"

"Aamiin," sahutnya penuh harap.

"Kita udah kayak pelaku zina aja, Sya, padahal yang kita lakukan jelas-jelas ibadah hukumnya. Aneh, tapi ya gimana? Pernikahan kita juga, kan udah aneh dari awalnya," oceh Hamizan.

"Coba Abang waktu itu nggak khilaf, pasti nggak akan kejadian. Lemah iman dan syahwat sih Abangnya!"

Rasanya Hamizan ingin menjitak kepala Naqeesya detik itu juga. Bisa-bisanya sang istri begitu ringan mengatai.

"Perasaan kamu deh yang mulai, Sya, kok Abang mulu sih yang kena?!"

"Ya, kan emang salah Abang!"

Padalarang, 29 September 2024

Rame banget rumah tangga Hamizan sama Naqeesya, isinya ribut dan debat, nggak kelar-kelar dah 😂🤣 ... Gimana nih seru nggak kisah mereka berdua?

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro