Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 57

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Insan jika sedang dimabuk asmara, seolah lupa akan segala hal. Seakan dunia memang hanya diperuntukkan bagi keduanya."

Pembuktian dari rasa cinta ialah tindakan yang nyata, bukan hanya sebatas ucapan semata. Namun, Hamizan memilih untuk menyelaraskan keduanya sebagai wujud ketulusan dan juga kasih sayang yang tiada terkira.

Melihat bagaimana senyum yang terpatri apik di wajah Naqeesya membuatnya ikut merasakan hal yang serupa. Bahkan, berjalan mengelilingi stand demi stand jajanan pun dilakoni asalkan tetap selalu bersama sang istri.

Resepsi pernikahan yang lumrahnya dipenuhi hidangan khas berupa makanan berat, kini justru menjelma seperti acara pesta rakyat. Di mana banyak sekali pedagang kaki lima yang memenuhi hampir di setiap sudut ruangan, semua tamu undangan dimanjakan dengan jamuan tak biasa.

Bahkan sebagai pengantin, Naqeesya justru ikut berkeliling mencicipi berbagai macam jenis jajanan yang ada. Tak memedulikan kondisinya yang kini mengenakan kebaya dengan ditambah heels pula. Dia tetap antusias bergerak ke sana-kemari.

Pelaminan malah diisi oleh para orang tua yang menyalami hampir seribu tamu undangan tersebut. Hamizan dan Naqeesya asik dengan kegiatannya sendiri, seolah memang inilah momen yang sudah mereka nanti-nantikan selepas gelaran acara adat yang cukup memakan waktu tadi.

"Yang punya hajat itu sebenarnya siapa sih? Masa iya penganten ikut ngantri makanan juga!" omel Hazami saat Naqeesya menyerobot antrean.

Tanpa menghiraukan keluhan sang adik ipar, Naqeesya justru asik menikmati cikbul (chiki ngebul) hingga kepulan asap keluar dari mulutnya.

Benar-benar sudah seperti bocah.

"Ngalah atuh sama kakaknya ya, Zam," tutur Hamizan bernegosiasi.

Hazami mendelik tak suka. "Abang mah gitu!"

Hamizan tersenyum lebar lalu mengelus pelan puncak kepala sang adik. "Maafin Kak Sya-nya atuh ya?"

Hazami hanya mampu menghela napas tidak ikhlas.

"Sya mau ke mana lagi? Mau jajan apa lagi?" seloroh Hamizan begitu antusias penuh semangat.

Mata Naqeesya berkeliaran ke segala penjuru, mencari jajanan yang paling menarik perhatiannya. "Sya mau es potong, Abang."

Hamizan pun mengangguk lalu menggandeng Naqeesya untuk menuruti keinginan sang istri. Mengabaikan Hazami yang hanya bisa geleng-geleng kepala, sembari menatap penuh rasa tak percaya.

Sang kakak yang dulu dingin, irit bicara, jarang senyum, sekarang sudah tidak lagi seperti itu. Dia seperti melihat sosok lain yang menghuni raga Hamizan. Kehadiran Naqeesya berhasil menjungkirbalikkan kehidupan sang kakak dengan sangat luar biasa.

"Teteh nggak habis pikir bisa-bisanya mereka lupa sama anak sendiri, pundak Teteh berasa pegel bukan main sedari tadi jadi baby sitter gratisan," keluh Harastha yang baru saja mendatangi Hazami.

Pandangan keduanya menatap lurus ke arah Hamizan serta Naqeesya dengan tatapan yang sulit untuk diterjemahkan.

Hazami pun menoleh singkat. "Sejak kapan Bang Hamizan jadi murah senyum kayak gitu? Semua orang dia senyumin, bahkan basa-basi sama pedagang kaki lima juga dijabani. Entah dapet dari mana suntikan energi sosialnya."

Harastha pun mengangguk setuju. "Sepertinya sisi extrovert dalam diri Naqeesya merasuki jiwa dan raga Hamizan."

Dia pun merentangkan kedua tangannya, hendak mengambil alih Hamsya dari gendongan sang kakak. "Gantian sama Azam atuh, Teh."

"Teteh nggak yakin Hamsya akan aman di tangan kamu, Zam."

Hazami mendengus kasar. "Azam berbaik hati ini menawarkan jasa untuk meringankan beban Teteh. Ehh, malah ngatain!"

Harastha menanggapi dengan kekehan kecil.

Obrolan sepasang adik dan kakak itu terhenti saat mendapati Hamna yang baru saja tiba dengan napas yang cukup memburu.

"Buna kenapa?" tanya Harastha lebih dulu.

Hamna sejenak mengatur napasnya terlebih dahulu lantas berkata, "Lihat Hamizan sama Naqeesya?"

Keduanya saling melempar pandangan.

"Perasaan tadi ada di stand es potong, tapi kenapa sekarang udah ngilang ya? Emang ada apa, Buna?" sahut Hazami.

Hamna mengikuti arah telunjuk Hazami, tapi dia pun tak mendapati anak dan menantunya di sana. "Di pelaminan nggak ada orang, seharusnya mereka ada di sana. Bukan malah keluyuran nggak jelas. Buna pusing mau pulang aja lihat lautan manusia sebanyak ini."

Keduanya meringis kecil, lalu mengalihkan pandangan ke arah pelaminan dan memang tidak ada satu pun orang di sana.

"Papa, Ayah, sama Bunda ke mana?" cetus Harastha keheranan.

"Kabur, mengasingkan diri."

Hazami refleks menepuk jidatnya.

"Astha cari Hamizan sama Naqeesya atuh, Buna istirahat dulu aja ya," titahnya penuh perhatian.

Hamna mengangguk setuju lalu mengambil alih sang cucu. "Hamsya biar sama Buna." Setelahnya dia pun berlalu pergi.

"Teteh, kan capek dari tadi ngasuh dan gendong Hamsya. Tugas buat nyari Bang Hamizan sama Kak Sya biar Azam aja. Teteh mending mejeng di atas pelaminan, anggap aja lagi simulasi, kan," ujarnya lalu melesat untuk mengamankan diri dari amukan sang kakak.

Harastha hanya mampu menggeram tertahan, tapi dia berjalan menuju pelaminan karena memang kakinya sudah cukup lelah, butuh untuk sejenak diistirahatkan.

Dengan langkah lebar Hazami bergerak ke sana-kemari, mengedarkan mata elangnya agar bisa menemukan sang kakak dengan secepat mungkin. Namun, usahanya nihil. Dia tak berhasil mendapati apa pun.

Perasaan rumah Dipta dan Zanitha tidak terlalu luas, tapi untuk menemukan dua manusia di antara ribuan orang bukanlah perkara yang gampang. Terlebih acara digelar dari mulai halaman, rumah bagian dalam, serta bagian belakang yang space-nya juga lumayan.

Pemuda itu tak henti-henti menggerutu, dia bersumpah akan menceramahi dua kakaknya saat nanti bertemu.

Tanpa ada siapa pun yang tahu, Hamizan dan Naqeesya justru tengah berada di dalam kamar. Mereka menjejerkan hasil pemburuannya di atas lantai, duduk tanpa alas dan menikmati berbagai jenis jajanan.

"Pelan-pelan atuh, Sya makannya. Nggak akan ada yang ngambil juga, kalau keselek gimana?" tutur Hamizan mengingatkan.

Naqeesya hanya mengangguk, karena mulutnya masih cukup penuh. Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arah Hamizan, hendak menyuapi sang suami dengan sepotong brownies lumer.

Hamizan tentu saja menerimanya dengan senang hati. Bahkan dia pun ikut menyuapi Naqeesya dengan martabak telur mini yang tak kalah nikmat.

Benar-benar dunia serasa milik berdua, keduanya seakan lupa dengan kegaduhan yang tanpa sadar diperbuatnya karena telah meninggalkan pelaminan begitu saja.

Saat rasa kenyang melanda, baik Hamizan maupun Naqeesya justru memilih untuk bersandar pada dinding dengan kaki selonjoran, serta tangan yang saling menggenggam.

"Sya ngantuk, Abang," katanya lalu merebahkan kepala di bahu sang suami.

Hamizan mengelus pelan puncak kepala Naqeesya yang masih mengenakan siger. "Dilepas dulu atuh ininya ya, pusing nanti kepala Sya."

Naqeesya mengangguk tanpa ragu.

Dengan telaten dan penuh hati-hati Hamizan melepas siger yang dikenakan sang istri, tak lupa juga dia membebaskan kaki Naqeesya dari heels agar jauh lebih nyaman.

"Kerudungnya nggak sekalian Abang lepasin juga?"

"Ya udah atuh sok sini Abang bantu lepasin. Banyak banget ih jarumnya ini dipundak Sya."

Naqeesya pun manggut-manggut dengan tangan menengadah, siap untuk menampung jarum pentul yang dilepaskan oleh Hamizan.

"Sya cantik banget sih dilihat dari jarak sedekat ini," ujar Hamizan kemudian. Pujian yang ingin sedari tadi dilontarkan, tapi baru sekarang mampu untuk diutarakan.

Naqeesya pun refleks mencubit pinggang suaminya karena rasa ingin meledak yang sejak tadi bersemayam dalam hati. "Abang mah gombal!"

Hamizan tertawa dengan sangat puas. "Abang serius, kecantikan Sya bertambah berkali-kali lipat hari ini. Masyaallah banget Istri Abang."

Semakin dibuat tersipu, Naqeesya pun spontan menunduk dalam.

Namun dengan cepat dan lembut Hamizan menarik dagu Naqeesya agar mereka saling memandang satu sama lain. Jarak di antara keduanya kian terkikis habis, bahkan sapuan napas masing-masing terasa begitu nyata, hingga menimbulkan detakan jantung yang kian terdengar sangat jelas.

Bibir keduanya sudah akan menempel sempurna, tapi deheman keras dari arah pintu berhasil menghentikan kegiatan keduanya.

"LANJUTIN AJA LANJUTIN!" keluh para orang tua kompak dan serempak.

Mereka geleng-geleng kepala, menyaksikan kelakuan anak-anaknya yang sungguh di luar dugaan.

Pengantin mana yang di hari pernikahannya justru mojok berduaan di kamar, mengabaikan banyaknya tamu undangan, dan menumbalkan orang tua untuk duduk di pelaminan?

Siapa lagi kalau bukan Naqeesya dan Hamizan!

Padalarang, 23 Desember 2024

Maaf ya lama, akunya baru dapet libur dan sempet nulis lagi. Cukup hectic di dunia nyata, sampai lupa kalau aku juga masih punya tanggung jawab di dunia fiksi yang harus dituntaskan 🙏☺️ ... Semoga suka ya 🤗🥰 ... Apa ada yang kurang?

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro