HAMSYA || PART 53
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Merasa asing di tengah keramaian adalah sesuatu yang bisa mengurangi kadar kenyamanan."
Definisi nongkrong bagi Naqeesya ialah dengan duduk-duduk santai di depan Indomerit. Sembari ditemani beberapa jenis camilan dan minuman, agar semakin membuat dirinya betah untuk berlama-lama.
"Dulu Sya suka banget ngajakin Abang ke sini, udah jadi kegiatan rutin yang kalau nggak dilakuin Sya-nya suka mendadak bad mood," ujar Hamizan mengambil alih perhatian Naqeesya yang tengah mengunyah camilan manis, twister itulah namanya.
"Iyakah? Tapi emang enak sih, Bang. Adem, mana bisa wi-fi'an gratis lagi," sahutnya dengan cengiran khas.
Hamizan mengangguk cepat. Dia menyuapi Hamsya terlebih dahulu dengan camilan khusus yang diperuntukkan bagi bayi, lantas kemudian berujar, "Ternyata alasannya Sya masih sama."
Naqeesya meminum cimory rasa matcha terlebih dahulu lalu menimpali, "Anehnya Abang mau-mau aja lagi."
Hamizan terkekeh kecil. "Buat Istri mana bisa nolak."
"Gombal!"
"Serius Abang mah, Sya. Selagi Abang mampu untuk mewujudkannya kenapa juga harus nolak?"
Naqeesya pun manggut-manggut. "Pulang yuk, Bang. Kasihan Hamsya kalau kita kelamaan di sini."
"Mampir ke rumah Buna nggak papa, kan? Hazman sama Hazami kemarin pulang. Mereka, kan belum pernah ketemu sama Hamsya."
"Dua saudara laki-laki Abang?"
"Iya ..., Sya keberatan nggak?"
"Nggak atuh, yuk. Sya juga mau kenal sama mereka."
Hamizan pun menyerahkan Hamsya pada Naqeesya, membantu sejenak sang istri untuk menggendong Hamsya agar nyaman dan aman. Setelahnya barulah mereka menaiki motor dan membelah jalanan.
Tak membutuhkan waktu lama, sekitar sepuluh menit mereka sudah sampai di kediaman Hamna. Keduanya disambut dengan sangat hangat, bahkan Hamsya langsung digendong oleh sang nenek.
"Makin berisi aja cucu buna. Gemes banget sih Hamsya," ujar Hamna sembari memeluk cucunya dengan sangat erat.
Hamsya tergelak dibuatnya. Dia kegelian sendiri saat wajah sang nenek digerak-gerakkan di atas perutnya.
Saat diturunkan di atas karpet, bayi itu dengan lincah merangkak. Menggapai benda-benda di sekitarnya untuk dijadikan sebagai mainan.
"Masyaallah, Buna ketinggalan apa aja ini. Hamsya udah semakin lincah aja," tutur Hamna.
"Udah semakin pinter, Buna, mulai merayap-rayap juga. Nggak sabar mau main lari-larian kayaknya. Terus udah bisa manggil Abang dengan sebutan 'buya' juga. Masyaallah, tabarakallah," terang Hamizan begitu antusias.
Wajah Hamna berbinar-binar. "Masyaallah, nggak kerasa banget. Pertumbuhan bayi itu emang cepet. Meleng dikit bisa jajan sendiri ini mah."
"Kalau soal itu nanti Sya training dulu, Buna. Seru pasti, kalau Hamsya udah bisa jalan dan bicaranya semakin lancar," timpal sang menantu.
Hamna tergelak detik itu juga. "Berasa punya dua anak nanti Abangnya atuh, Sya."
Naqeesya pun ikut tertawa. "Nggak papa kok, Buna. Bang Hamizan, kan baik dan nggak pelit. Tadi aja Sya dijajanin banyak banget sama Abang di Indomerit. Ini masih ada, Buna mau?"
"Jajan apa aja emang?"
"Banyak, Buna. Sok diambil atuh," katanya sembari memperlihatkan isi kantung keresek.
Kegiatan Hamna yang tengah mengubek-ubek jajanan pun terhenti karena kedatangan si bontot yang main menyerobot.
"Punya Kak Sya itu, Zam. Bilang dulu, jangan asal nyomot aja," tegurnya.
"Nggak papa, Buna, sok aja. Masih banyak juga."
"Baiknya. Sering-sering aja atuh, Kak kayak gini. Rezeki nomplok, biasanya, kan Kak Sya pelit, nggak mau berbagi," oceh Hazami.
Hamna menyentil kening sang putra. "Dijaga atuh mulutnya, Hazami!"
Dia malah tertawa tanpa dosa.
"Kenalin Sya ini namanya Hazami, biasa dipanggil Azam. Adiknya Bang Hamizan yang paling bontot," imbuh Hamna memperkenalkan.
Hazami membersihkan tangannya yang dipenuhi remahan chiki pada pakaiannya lalu menyodorkan tangan ke arah Naqeesya. Namun, langsung digeplak oleh Hamizan, meminta agar segera menjauhkan diri dari sang istri.
"Bukan mahram, jangan pegang-pegang istri abang!"
"Busettt, galak bener sih, Bang. Sama adik kandung sendiri ini!" protesnya.
"Bener yang Abang kamu bilang. Jangan sembarangan pegang-pegang," sambung Hamna menimpali.
Melihat kedatangan Harastha, Hazami langsung gelendotan pada kakak perempuan satu-satunya itu. "Untung Azam punya Teh Astha. Awas kalau nggak dibolehin pegang-pegang juga!"
Hamna dan Hamizan saling berpandangan lalu menanggapi dengan gelengan.
"Bebas, Zam yang itu mah. Kecuali nanti kalau udah ada pawangnya, berabe kamu nggak bisa gelendotan lagi," ujar Hazman yang baru saja ikut bergabung.
Harastha pun berbisik di samping telinga Hazami, "Sejauh ini masih aman sih, pawangnya nggak tahu kapan datang."
Senyum remaja itu mengembang sempurna. "Baiknya Teteh Azam yang satu ini."
"Ini Hazman, Sya, adik pertama abang. Biasanya Sya manggil dengan sebutan Kang Hazman," jelas Hamizan kala mendapati raut kebingungan sang istri.
Naqeesya pun manggut-manggut saja.
"Sya apa kabar? Sehat?" tanya Hazman.
"Alhamdulillah," singkatnya cukup canggung.
Hazman beralih pada Hamsya yang asik sendiri memainkan kunci motor yang dia temukan di dekat sang ayah.
"Namanya siapa, Bang?"
"Niskala Hamsya Alshameyzea."
Hazman pun tersenyum lalu membawa Hamsya dalam gendongan. Tapi bayi itu meminta turun, dan hendak menangis karena tidak mengenali sang paman.
Dengan cekatan Hamizan mengambil alih sang putri untuk ditenangkan. "Ini Ami Haz, pamannya Hamsya, Nak."
"Kalau ini Azam. Nggak usah pake embel-embel 'ami' apalagi 'amang'. Jangan pokoknya," serobot Hazami.
"Panggil 'Om' aja Hamsya, udah paling cocok itu," ujar Harastha diakhiri tawa renyah.
Hazami melotot seketika. "Masih muda belia ini, bisa-bisanya dipanggil 'Om'. Nggak mau, apaan!"
"Teteh aja dipanggil 'Wawa' masa kamu dipanggil nama aja."
Hazami tergelak dibuatnya. "Kang Hazman panggilannya, Ami. Ya udah atuh Teh Astha panggilannya Ameh. Udah paling cocok itu."
Harastha sejenak berpikir. "Agak lumayan ketimbang yang diberikan Sya sih."
Ami/Ameh merupakan sebutan bagi paman/bibi dari pihak saudara ayah dalam bahasa Arab.
"Udah-udah, malah pada ribut. Perkara panggilan aja dipermasalahin kalian ini," lerai sang ibu.
"Buna juga curang, nggak mau dipanggil 'Nenek', biar apa coba? Nggak mau kelihatan tua, kan? Padahal mah emang udah tua ih," protes si bontot.
Hamna meringis kecil. "Biar beda, bukan biar nggak kelihatan tua."
"Bohong banget!"
"Maaf ya, Sya, kalau formasinya lengkap emang kayak gini, rame dan rusuh. Apalagi ada si Azam," ucap Hamizan karena sedari tadi sang istri hanya diam dan menyimak.
"Harap maklum ya, Sya. Keluarga besar soalnya," sambung Hazman.
Naqeesya pun tersenyum samar dengan dibarengi anggukkan. Jika dengan Harastha sekarang dia sudah bisa lebih mencair, karena memang kerap kali bertemu juga. Tapi, dengan Hazman dan Hazami masih cukup kagok, terlebih ini merupakan pertemuan pertama mereka.
Sedari tadi diam pun tengah berusaha untuk mengingat-ingat, agar tidak seperti orang linglung di tengah keramaian. Namun, nyatanya dia tak mampu untuk mengingat apa pun.
"Berapa hari di sini?" tanya Hamizan pada Hazman.
"Yang jelas sih sampai acara resepsi Abang sama Sya selesai digelar. Nanggung kalau harus bolak-balik," jawabnya.
"Oh iya sampai lupa. Sudah berapa persen persiapannya?" tanya Hamna kemudian.
"Aman kok, Buna, sudah hampir beres semuanya. Tinggal nunggu hari-h aja."
Hazami menyenggol tubuh Harastha pelan. "Bang Hamizan udah mau nikah jilid dua, Teh. Teteh kapan?"
"Ish, pertanyaan kamu kayak nggak ada yang lain aja, Zam!"
Hazami sedikit bergidik. "Sekarang Teh Astha hobi ngegas ya. Perasaan dulu lemah lembut banget deh."
Hamna menahan tawanya. "Perasaan cuma sama kamu aja deh, Zam, Tetehnya pasang mode galak. Makanya kamu jangan mancing-mancing."
Hazami pun geleng-geleng kepala. "Ish, ish, jangan-jangan belum move on ini mah dari Ka---"
Harastha segera menyumpal mulut sang adik dengan tangan. "Sembarangan kamu kalau ngomong!"
Suasana menjadi senyap seketika. Terlebih saat Hamna melihat secara bergantian ke arah Harastha dan juga Hazman, yang keduanya sama-sama saling membuang wajah.
Padalarang, 07 Desember 2024
Kumpul sudah semuanya 🤗☺️ ... Angkat tangan yang kangen sama Hazman dan Hazami? 👆
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro