HAMSYA || PART 49
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Pelan-pelan, tidak ada proses yang instan apalagi untuk sebuah kesembuhan."
Rasanya sudah sangat lama tidak merasakan kebersamaan seperti ini. Di mana bisa tinggal bersama, berbaring di atas ranjang yang sama, bahkan berlindung dalam satu selimut yang sama juga.
Saling menatap langit-langit kamar dengan kepala yang sedikit menempel satu sama lain, bahkan tangan yang juga menggenggam memberi kehangatan.
Terasa mimpi, akhirnya bisa kembali ada di posisi sekarang.
"Ternyata Sya beruntung ya punya suami kayak Abang yang memiliki kesabaran di atas rata-rata. Nggak kebayang kalau bukan Abang orangnya, apa masih bisa kita kayak gini?" ujar Naqeesya tiba-tiba, seraya melirik ke arah Hamizan.
Pandangan keduanya terkunci beberapa saat, lalu dialihkan seketika oleh Hamizan. "Karena Abang di-support sama orang tua dan juga mertua yang supportif dan positif vibes. Mental Abang dijaga dengan baik oleh mereka, walau sedang dalam fase hancur dan terpuruk sekalipun. Sebenarnya yang beruntung itu kita, Allah karuniakan Buna, Papa, Bunda, dan juga Ayah yang begitu hebat. Sosok yang mampu memerankan perannya dengan sangat baik. Masyaallah, alhamdulillah."
Naqeesya pun mengangguk setuju, dia tarik tangan mereka yang saling menggenggam itu. Memainkan jari-jemari Hamizan dengan sangat hati-hati. "Abang juga memerankan peran Abang dengan sangat baik. Suami dan ayah yang masyaallah banget."
Hamizan mengacak gemas puncak kepala Naqeesya yang tak tertutup hijab. "Aamiin ya, Sya, semoga itu bisa jadi doa sekaligus pengingat buat Abang untuk berusaha menjadi yang lebih baik lagi ke depannya."
Naqeesya pun mengaminkan dengan penuh semangat. "Kok bisa ya pas awal-awal keluar dari rumah sakit Sya takut banget lihat Abang?" tanyanya penuh keheranan.
"Nggak papa jangan dibahas lagi yang udah-udah mah, yang penting sekarang Sya udah balik lagi ke setelan pabrik."
"Yeeeahh! Abang mah, dikira Sya ini hape yang baru aja di-riset apa?!"
Hamizan tertawa dibuatnya. "Lha, kan emang iya. Isi kepala Sya kena upgrade, bukannya bagus tapi malah konslet. Jatuhnya jadi downgrade sih ini mah."
"Abang mah ih, nggak lucu banget bercandanya!"
Hamizan pun segera menghentikan tawanya, dia tarik kepala Naqeesya agar berada di atas tangannya yang dia gunakan untuk merangkul pundak sang istri. "Maafin atuh suaminya ya?"
Naqeesya bersidekap dada dan enggan untuk melihat ke arah Hamizan. "Tahu ah!"
"Ngambeknya sama persis kayak Hamsya ih, emang ya ibu sama anak ini bagaikan pinang dibelah dua. Hamsya bisa dibujuk pake susu kalau Sya, Abang harus bujuk pake apa atuh?"
"Jajanin Sya yang banyak!"
Hamizan terkekeh pelan. "Boleh atuh, siap laksanakan. Gampang itu, asal jangan ngambek-ngambek lagi aja."
Naqeesya melirik sekilas. "Beliin risma satu box."
Kening lelaki itu mengernyit. "Sejak kapan Risma diperjualbelikan? Mana pake box lagi. Ngaco ini mah, Sya. Mana ada atuh."
Naqeesya melotot seketika. "Risol mayo, Abang maksudnya Sya teh ih. Masa gitu aja nggak ngerti!"
Hamizan dibuat tidak berkedip sedikit pun.
"Ihhh, Abang mah malah bengong!" sembur Naqeesya.
Hamizan pun terkesiap seketika. "Mau sekarang banget rismanya?"
"Besok aja, sekarang mah udah malem. Kasihan Abang, lagian Sya juga nggak berani ditinggal cuma berduaan aja di sini sama Hamsya," jelasnya sembari melirik ke arah samping kanan, di mana box bayi yang ditempati Hamsya berada di sana.
"Siap besok Abang beliin ya."
Naqeesya hanya mengangguk saja. "Setelah Sya pikir-pikir lagi, kayaknya nggak papa kok kalau nggak usah diadain resepsi juga. Sayang uangnya, mending buat tabungan masa depan Hamsya aja."
"Kenapa Sya bisa tiba-tiba berubah pikiran, hm?"
"Lihat harga-harga vendor yang seliweran di instagram bikin Sya mikir ribuan kali. Uang puluhan juta habis dalam satu hari, sedangkan Abang ngumpulinnya lama pasti susah juga, kan?"
Hamizan membawa Naqeesya dalam pelukan, dia kecup pelan kening sang istri. "Abang udah janji sama Sya, dan pantang buat Abang melanggarnya. Sya nggak perlu khawatirkan soal budget, itu udah Abang siapkan."
"Hamsya udah delapan bulan, dan kita mau ngadain resepsi. Aneh nggak sih, Bang masa di pelaminan bawa-bawa bayi?"
"Nggak papa atuh, pernikahan kita lain daripada yang lain. Lagi pula resepsi ini juga diadakan untuk mengumumkan sama orang-orang kalau kita ini udah sah. Sya milik Abang, begitupun sebaliknya Abang milik Sya. Fokus aja nyari vendor yang sesuai keinginan, diskusikan sama Buna gimana baiknya, urusan bayar biar jadi urusan Abang. Sya nggak usah ambil pusing, sekalian belanja buat hantaran dan seserahan juga. Dulu, kan nggak pake gitu-gituan ya," terangnya.
"Abang kok baik banget sih."
"Baik sama istri mah harus atuh, wajib malah. Abang emang nggak akan bisa setara dengan posisi Ayah yang selalu diidam-idamkan Sya. Tapi Abang akan berusaha untuk menjadi versi terbaik diri Abang agar layak untuk Sya."
"Kapan Sya bilang kalau Ayah itu idaman?"
"Dulu atuh. Kalah asing Abang sama Ayah yang idaman Sya banget itu. Cita-cita Sya mau punya suami kayak Ayah. Ehh, dapet malah Abang."
"Masa sih? Padahal mah suami spek Bang Hamizan nggak papa banget malah."
Hamizan mengerjapkan mata berulang kali. "Coba Sya ulang lagi."
"Apa?" Keningnya mengernyit tak paham.
"Yang tadi."
"Masa sih? Padahal mah suami spek Bang Hamizan nggak papa banget malah," ulangnya sedikit bingung.
Hamizan memiringkan tubuh, menjadikan tangannya sebagai penyangga kepala lalu memberanikan diri untuk menatap Naqeesya beberapa detik. "Kalimat yang barusan Sya bilang itu pernah Sya omongin juga waktu dulu. Sya inget? Waktu kita pas awalan pindah ke sini ih," ujar Hamizan begitu antusias.
"Kapan? Sya nggak ingat ah. Tadi, mah kalimat spontan aja atuh. Emang iya dulu pernah ngomong kayak gitu?"
Hamizan mengangguk semangat. "Dulu Sya cuma berani bisik-bisik doang sama Ayah, sekarang Abang bisa denger langsung dari mulut Sya, bukan cuma sebatas dari cerita Ayah lagi."
Naqeesya sejenak mengingat-ingat.
"Kayaknya, Sya berubah pikiran mau suami kayak Ayah, suami spek Bang Hamizan nggak banget malah."
"Posisi Ayah mulai tergeser rupanya."
Sekelebat bayangan mampir tanpa mampu dicegah. Bahkan terasa nyata serta sangat amat terlihat jelas.
"Ayah tetap yang ke-satu, tapi skala prioritas Sya sekarang ada di yang pertama, Bang Hamizan."
Hamizan mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Naqeesya yang justru berkawan geming. "Sya? Aman, kan? Ada yang sakit? Inget sesuatu?"
Naqeesya pun mengerjap beberapa kali. "Aman," singkatnya.
"Sya inget sesuatu?" ulangnya.
Naqeesya memilih untuk menggeleng pelan. Melihat raut kecewa di wajah Hamizan membuatnya sedikit mengulas senyum.
Dia peluk Hamizan tanpa aba-aba seraya membisikan sesuatu, "Abang nggak usah takut kalah saing sama Ayah. Posisi Ayah emang masih jadi yang ke-satu, tapi skala prioritas Sya ada di yang pertama, Bang Hamizan."
Pertahanan Hamizan luruh seketika, tangannya tak kuat untuk menopang bobot kepala sampai dia jatuh terlentang di atas bantal.
Naqeesya yang melihat hal itu justru tertawa puas. Baru kali ini dia menyaksikan Hamizan dalam kondisi salting tak berdaya dengan wajah merah padam.
Lucu!
Dengan usil dia hadiahi hampir seluruh permukaan wajah sang suami dengan kecupan singkat. "Hadiah dari Sya karena malam ini Abang berhasil buat Sya inget sesuatu."
Hamizan kesulitan walau hanya untuk sekadar menelan ludah. Dia sebatas bisa mematung linglung.
"Sya mau kasih Abang penawaran bagus. Mau nggak?"
Dengan masih setengah sadar Hamizan mengangguk.
"Ingetin Sya lagi sama hal-hal di masa lalu, imbalannya mungkin bisa lebih dari ini," katanya mengedip pelan.
Hamizan seketika terbangun dari posisi rebahannya, lalu menarik Naqeesya dalam pelukan. "Abang nggak perlu imbalan apa pun. Sya bisa inget sedikit demi sedikit juga udah jadi hadiah paling berharga dan istimewa."
"Yakin?"
Hamizan mengangguk cepat.
Naqeesya pun manggut-manggut lalu membisikan sesuatu tepat di samping telinga Hamizan.
Tubuh lelaki itu kaku seketika, dia tidak bergerak sedikit pun saat mendengar jelas apa yang baru saja ditawarkan oleh Naqeesya. Bahkan rasanya pasokan udara di sekitarnya berkurang dalam hitungan detik.
Padalarang, 03 Desember 2024
Hamizan Bucin Rasyid Wiratama ini mah namanya 😂🤣 ... Mana Naqeesya usil banget lagi jahilin suaminya. 😅😭
Asupan gula hariannya apa sudah tercukupi dengan keuwuan ini, atau masih kurang, hm?🤭😆
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro